0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
26 tayangan4 halaman
Artikel ini membahas model-model analisis kebijakan luar negeri Indonesia dan negara berkembang lainnya. Beberapa model seperti pengambilan keputusan dan variabel-variabel Rosenau memiliki kelemahan. Artikel ini mengusulkan pendekatan bertahap dengan mempelajari sejarah dan sikap untuk membangun model. Kebijakan luar negeri Indonesia 1962-1970 bertujuan mempertahankan kemerdekaan, mobilisasi sumber daya, dan persa
Artikel ini membahas model-model analisis kebijakan luar negeri Indonesia dan negara berkembang lainnya. Beberapa model seperti pengambilan keputusan dan variabel-variabel Rosenau memiliki kelemahan. Artikel ini mengusulkan pendekatan bertahap dengan mempelajari sejarah dan sikap untuk membangun model. Kebijakan luar negeri Indonesia 1962-1970 bertujuan mempertahankan kemerdekaan, mobilisasi sumber daya, dan persa
Artikel ini membahas model-model analisis kebijakan luar negeri Indonesia dan negara berkembang lainnya. Beberapa model seperti pengambilan keputusan dan variabel-variabel Rosenau memiliki kelemahan. Artikel ini mengusulkan pendekatan bertahap dengan mempelajari sejarah dan sikap untuk membangun model. Kebijakan luar negeri Indonesia 1962-1970 bertujuan mempertahankan kemerdekaan, mobilisasi sumber daya, dan persa
Reading Report 3 Mata Kuliah Kebijakan Luar Negeri Indonesia
Nama Anggota : Elva Azzahra Puji Lestari
NPM : 1906436601 Kelas/Nama Dosen Kelas : Kebijakan Luar Negeri Indonesia-A/Nurul Isnaeni, Ph.D. & Hariyadi Wirawan, Ph.D. Referensi : Weinstein, Franklin B. “The Uses of Foreign Policy in Indonesia: An Approach to the Analysis of Foreign Policy in the Less Developed Countries”, World Politics, 24(3),1972, pp.356-381
Pendekatan Analisis Kebijakan Luar Negeri di Negara Berkembang
Artikel Franklin B. Weinstein mengungkap masalah utama terhadap pemahaman hubungan antara kebijakan luar negeri dan masalah yang terkait dengan fenomena yaitu kurangnya analisis yang mengeksplorasi interaksi antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan kebijakan luar negeri. Sebagian besar analisis, kebijakan luar negeri dapat dikatakan tidak relevan secara khusus dengan kondisi negara. Mayoritas analitis hanya menuliskan faktor dan keterkaitan, atau mencoba membuat tingkatan variabel yang tampaknya cenderung hanya menghasilkan hasil yang tidak konklusif. Cukup sulit berharap dalam memilih variabel tertentu sebagai faktor dominan dalam pembentukan kebijakan luar negeri suatu negara. Summary Analisis pembentukan kebijakan luar negeri Indonesia membutuhkan model yang akan memfasilitasi data sedemikian rupa untuk menerangi hubungan di antara variabel-variabel kunci. Dalam melakukan studi kebijakan luar negeri Indonesia ini, upaya yang dilakukan untuk menentukan apakah mungkin menggunakan salah satu dari beberapa model analitis terkenal yang diusulkan untuk memandu penelitian tentang sumber-sumber kebijakan luar negeri. Ternyata tidak ada yang terbukti berlaku. Tentu saja perlu untuk menjelaskan alasannya. Model pertama yang dipertimbangkan adalah model pengambilan keputusan perintis yang dikemukakan oleh Richard C. Snyder dan rekan-rekannya. Dimulai dengan pendekatan pengambilan keputusan di negara yang kurang berkembang seperti Indonesia dipertanyakan. Cukup jarang masalah yang dihadapi dengan cara yang jelas dalam hal pilihan kebijakan alternatif. Model kedua untuk analisis sumber-sumber kebijakan luar negeri adalah "pra-teori" James N. Rosenau. Rosenau menegaskan, semua perilaku kebijakan luar negeri dapat dijelaskan dalam hal pengaruh relatif dari lima set variabel yaitu keistimewaan, aturan, pemerintah, masyarakat, dan sistemik. Salah satu asumsi Rosenau adalah semua perilaku kebijakan luar negeri dapat dijelaskan dalam lima set variabelnya. Model kebijakan luar negeri yang tampaknya dapat mengatasi beberapa kekurangan model Rosenau adalah Michael Brecher. Brecher mengoperasionalkan modelnya dan menunjukkan sebuah prosedur untuk menentukan kepentingan relatif serta memasukkan spekulasi tentang gambar yang tidak diartikulasikan ke dalam kerangka kuantitatifnya. Pendekatan penulis bukan untuk memaksakan pada awalnya model yang didasarkan pada deduksi tentang kebijakan luar negeri, melainkan untuk membangun model langkah demi langkah seiring dengan kemajuan penelitian. Konsep pengorganisasian dan proses model kebijakan luar negeri yang memandu penulisan ini dengan demikian muncul secara bertahap dari akumulasi data. Saat proses model ini dikembangkan, akan bermanfaat untuk membahas sifat proyek penelitian terlebih dahulu dan model itu sendiri. Premis mendasar yang melatarbelakangi artikel Weinstein adalah menggabungkan pendekatan sejarah tradisional yang bermanfaat dengan analisis yang menggunakan beberapa teknik perilaku yang lebih baru. Ada beberapa sumber tambahan data, termasuk berbagai surat kabar Indonesia, dokumen pemerintah, pernyataan partai politik, dan esai tentang identitas nasional Indonesia. Analisis historis berfokus pada dua kebijakan yang tampaknya melambangkan ekspresi utama kebijakan luar negeri dalam dua periode yang menjadi perhatian penelitian Weinstein. Sumber utama analisis historis adalah wawancara dengan penduduk Indonesia dan pejabat diplomatik asing, laporan surat kabar, dan dokumen pemerintah, termasuk beberapa yang tidak dipublikasikan. Dalam melakukan penelitian sikap dan sejarah ini, menjadi semakin jelas bahwa salah satu cara mengkaitkan kebijakan luar negeri dengan masalah keterbelakangan akan dimulai dengan mengakui dinamika fundamental kebijakan luar negeri di Indonesia adalah suatu kelemahan. Pentingnya kelemahan untuk pembentukan kebijakan luar negeri bukanlah menempatkan pada negara atas belas kasihan kekuatan yang lebih kuat, melainkan menentukan beberapa perhatian utama para pembuat kebijakan. Kebijakan luar negeri di negara seperti Indonesia terikat dengan tugas mengatasi atau menjadikan kelemahan itu merupakan sebuah kekuatan. Tidak sulit untuk menunjukkan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia terlepas dari semua perubahan yang telah dialaminya dalam beberapa tahun terakhir, secara konsisten berupaya meringankan atau memberikan penjelasan bagi kondisi kelemahan Indonesia. Fokus pada penggunaan kebijakan luar negeri memungkinkan untuk mengembangkan model di mana hubungan antara variabel-variabel yang menentukan kebijakan diperhatikan. Baik data sikap dan historis dapat dimasukkan dalam model untuk menghasilkan proposisi tentang hubungan antara kebijakan luar negeri dan masalah-masalah politik dan ekonomi yang terkait dengan keadaan keterbelakangan. Di Indonesia dari tahun 1962 hingga tahun 1970, kebijakan luar negeri tampaknya telah mengaplikasikan tiga kegunaan utama yaitu pertahanan kemerdekaan bangsa terhadap ancaman, mobilisasi sumber daya internasional untuk pembangunan ekonomi negara, dan pencapaian berbagai tujuan terkait untuk kompetisi politik dalam negeri. Untuk elit Indonesia, kebijakan luar negeri pada dasarnya adalah interaksi di antara kemerdekaan, pembangunan, dan persaingan politik. Untuk menunjukkan bagaimana model diterapkan, pemeriksaan singkat tentang hubungan antara pola sikap, struktur politik, dan penekanan pada independensi atau pengembangan penggunaan kebijakan luar negeri di Indonesia dari tahun 1962 sampai 1970 adalah tepat. Data menunjukkan bahwa sepanjang periode tersebut pola sikap yang berlaku yang menekankan permusuhan dari dunia luar, menyiratkan perlunya kebijakan kemerdekaan yang murni. Pada periode 1962-1966, sistem politik kompetitif dalam arti bahwa ada tiga pesaing nyata untuk kekuasaan yaitu Sukarno, tentara, dan PKI. Dalam situasi itu, mengingat sikap yang berlaku, kebijakan luar negeri yang menekankan perlunya mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari ancaman eksternal melayani berbagai kegunaan politik. Perlu disempurnakan dan diuji lebih lanjut sebelum dapat dianggap sepenuhnya divalidasi bahkan untuk Indonesia. Sehubungan dengan negara-negara lain yang tampaknya memiliki transformasi kebijakan luar negeri yang serupa dengan Indonesia seperti Aljazair dan Ghana adalah contoh-contoh yang konkrit. Jika hal tersebut divalidasi, paling tidak temuan ini memerlukan modifikasi dari pernyataan bahwa pada umumnya ada insentif kuat bagi para pemimpin karismatik di negara-negara yang kurang berkembang untuk memulai kebijakan luar negeri yang "penuh tantangan". Sejauh mana insentif tersebut mungkin akan tergantung pada hubungan antara pola sikap dan tingkat persaingan politik dalam sistem. Kesimpulan Artikel Franklin B. Weinstein yang mengungkap masalah utama terhadap pemahaman hubungan antara kebijakan luar negeri dan masalah yang terkait dengan fenomena telah memperlihatkan perkembangan model-model oleh para analitis seiring berjalannya waktu. Pentingnya kelemahan untuk pembentukan kebijakan luar negeri bukanlah menempatkan pada negara atas belas kasihan kekuatan yang lebih kuat, melainkan menentukan beberapa perhatian utama para pembuat kebijakan. Di Indonesia dari tahun 1962 hingga tahun 1970, kebijakan luar negeri tampaknya telah mengaplikasikan tiga kegunaan utama yaitu pertahanan kemerdekaan bangsa terhadap ancaman, mobilisasi sumber daya internasional untuk pembangunan ekonomi negara, dan pencapaian berbagai tujuan terkait untuk kompetisi politik dalam negeri. Untuk elit Indonesia, kebijakan luar negeri pada dasarnya adalah interaksi di antara kemerdekaan, pembangunan, dan persaingan politik.