Anda di halaman 1dari 5

ILMU PEMERINTAHAN MULTIPARADIGMA

Evaluasi dan Refleksi Stusi Pemerintahan di FISIP Unpad


( Dede Mariana)
Volume 1-No 1 Jurnal Ilmu Pemerintahan Public Sphere
Rivaldi 170410140028

Pendahuluan

Di akhir abad ke-20, khususnya periode 1970-1990-an, ditandai oleh


berkembangnya fenomena global, yakni liberalisasi dalam hampir seluruh dimensi
kehidupan. Liberalisasi membuka ruang dan aksesibilitas yang lebih luas bagi publik
untuk memperoleh informasi yang bahkan melampaui batas-batas teritorial suatu
Negara. Kondisi ini kemudian diperkuat dengan berkembangnya teknologi informasi
dan komunikasi yang bukan hanya menghubungkan pemerintah dengan pelaku usaha
dan antarkomunitas. Sehingga menyebabkan level relasinya tidak hanya secara lokal,
tetatpi juga regional, nasional bahkan supranasional.

Arus globalisasi membawa pula perkembangan yang pesat dalam kajian-


kajian keilmuan, termasuk studi Ilmu Pemerintahan. Pada awal perkembangannya,
Ilmu Pemerintahan lahir dari ilmu politik sebagai ilmu induknya dan kemudian juga
mendapat pengaruh dari ilmu administrasi Negara sehingga fokus studinya terpusat
pada kajian-kajian tentang Negara dari perspektif klasik-institusional yang
disimbolkan dengan konsep government. Perubahan konteks global membawa
pergeseran terhadap fokus kajian Ilmu Pemeerintahan sehingga meliputi pula
fenomena-fenomena politik sehari-hari (daily politics) yang tidak terbatasi dalam
institusi formal yang melahirkan governance.

Teorisasi Ilmu Pemerintahan kontemporer berlandaskan pada prinsip-prinsip


demokrasi, yakni kebebasan sipil dan partisipasi yang upaya perwujudannya
difasilitasi oleh Negara, atau secara lebih spesifik oleh pemerintah. Eksistensi
pemerintah tidak dapat dilepaskan dari logika demokrasi karena pemerintah terwujud
sebagai hasil kontrak sosial antara penguasa dengan rakyat melalui pemilu.

Perkembangan Ilmu Pemerintahan

Selama ini tinjauan historis mengenai lahirnya Ilmu Pemerintahan senantiasa


dikataikan dengan Ilmu Politik sebagai induknya. Pemerintahan sebagai suatu ilmu
modern sesungguhnya telah ada sejak abad ke-17, yang dikenal nama atau sebutan
kameralwissenschsft. Kemunculan ilmu ini dilatarbelakangi oleh pemikiran mengenai
perlu adanya pengetahuan sistematis yang berkaitan langsung dengan pelaksanaan
fungsi para pejabat pemerintah. Kameralwissenschsft kemudian diajarkan di
perguruan-perguruan tinggi di Eropa, yang meliputi berbagai pokok kajian yang
dipandang penting agar pemerintahan dapat berlangsung secara efektif dan efisien.

Orientasi pragmatis ini juga tampaknya turut mewarnai cikal-bakal Ilmu


Pemerintahan yang berkembang di Indonesia. Pada tahun 1920, di Belanda lahir
program Indologie yang dilakukan oleh perserikatan dari 3 (tiga) fakultas dari
Universitas Leiden, yakni Fakultas Hukum, Sastra, dan Filsafat. Tujuan utama dari
Indiologie ini adalah untuk mempersiapkan calon-calon pejabat pemerintah Belanda
yang akan ditugaskan di Hindia Belanda.

Nuasa state centris masih sangat mendominasi perkembangan studi Ilmu


Pemerintahan pascakemerdekaan Indonesia, setidaknya hingga akhir decade 1980-an.
Hal ini tidak dapat dilepaskan dari konteks politik saat itu yang berorientasi pada
pendekatan pembangunan, sehingga Negara berperan sebagai aktor tunggal dalam
proses pemerintahan dan pembangunan. Dengan kata lain, karekteristik utama Ilmu
Pemerintahan pada masa tersebut kental dengan paradigma government. Kurikulum
Ilmu Pemerintahan sampai dengan tahun 1980-an banyak dipengaruhi oleh ilmu
administrasi, ilmu hukum, manajemen dan sedikit ilmu politik.

Komposisi kurikulum model ini pada kenyataannya justru mengabaikan


dimensi lain yang turut membentuk fenomena pemerintahan, yakni dimensi politik
dan kemasyarakatan. Perkembangan Ilmu Pemerintahan pada fase dekade 1990-an
memunculkan kritik terhadap kondisi Ilmu Pemerintahan pada masa sebelumnya.
Banyaknya lulusan Ilmu politik dari luar menjadi salah satu faktor penorong
perubahan paradigma studi Ilmu Pemerintahan di Indonesia.

Fase selanjutnya dari perkembangan Ilmu Pemerintahan dimulai pada akhir


decade 1990-an hingga sekarang, mulai mengedepankan paradigma governance
sebagai titik berat kajiannya. Paradigm ini tidak lagi melihat pemerintah sebagai
actor tunggal dalam proses pemerintahan, melainkan hanya salah satu stakeholder
(pemangku kepentingan) di antara berbagai stakeholders lainnya.

Pergeseran paradigma tidak hanya berlangsung dari government ke political


studies dan kemudian ke governance, namun lebih dari itu, pergeseran paradigm ini
juga telah memperluas ruang lingkup kajian Ilmu Pemerintahan mencakup hal-hal
yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari bahkan dalam ranah privat. Ilmu
Pemerintahan pada masa sekarang tidak semata berbicara kekuasaan dalam
penegertian hubungan antarlembaga pemerintahan, tetapi juga kekuasaan yang
termnifestasi dalam hubungan antarindividu dalam keluarga, dalam bahasa atau
jargon politik yang digunakan para kandidat kepala daerah.

Melacak Metodologi Ilmu Pemerintahan

Metodologi Ilmu Pemerintahan atau cara yang digunakan untuk menjelaskan


suatu fenomena pmerintahan secara ilmih, maka terdapat sejumlah kriteria yang harus
menjadi bahan pertimbangan. Pertama, berkaitan dengan paradigma yang pernah,
sedang, atau diprediksi akan berkembang. Identifikasi mengenai paradigma ini akan
terkait dengan pemilihan dan pemilahan konsep dan teori yang diperlukan dalam
pengembangan Ilmu Pemerintahan. Misalnya, paradigma governance akan terkait
dengan teori dan konsep yang berada di ranah behavioralism atau postbehavioralism,
sehingga otomatis metode penelitian yang dipilih nantinya dapat disesuaikan dengan
ranah teorinya. Kriteria kedua yang harus diperhatikan ketika membahas metodologi
Ilmu Pemerintahan adalah unit analisis yang akan dikaji, apakah individual atau
kelompok, apakah menyangkut sistem secara keseluuruhan ataukah aktor semata.
Tentu saja kejelasan mengenai unit analisis akan menentukan teori mana yang
dipakai. Fenomenan pembuatan kebijakan bisa dianalisis dari sudut pandang sistem
(struktural) dengan menggunakan teori-teori sistem , tapi fenomena yang sama juga
bisa dianalisis dengan menggunakan teori rational chice apabila unit analisisnya
adalah actor-aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Kriteria ketiga
menyangkut validitas data. Seperti hanya ilmu-ilmu sosial lainnya, kebasahan data
sangat menetukan akurasi penjelasan dan prediksi terhadap fenomena yang diamati.

Agenda mendatang : Reposisi Ilmu (wan) Pemerintahan

Reposisi di sini maksudnya adalah dengan melakukan transformasi Ilmu


Pemerintahan mengingat lokus kajian Ilmu Pemerintahan dewasa ini telah mengalami
perubahan, dari studi mengenai government menjadi studi tentang governance dan
dari studi di level nasional menjadi studi level lokal. Dalam kaitannya dengan
globalisasi, lulusan Ilmu Pemerintahan pun perlu dipersiapkan untuk turut bermain
dalam era kompetisi global ini. Karena itu, dalam kurikulum Ilmu Pemerintahan perlu
ada mata kuliah yang mengkaji keterkaitan politik lokal (atau pemerintahan daerah)
dalam konteks global. kecenderungan kedua yang perlu diantisipasi mendatang
adalah profil lulusan seperti yang ingin dihasilkan oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan
FISIP Unpad. Berbeda dengan pada awal perkembangannya yang lebih berorientasi
untuk mencetak para calon birokrat, fakta empirik sekarang menunjukan bahwa
lulusan Ilmu Pemerintahn juga banyak berkiprah di sektor-sektor luar pemerintahan,
seperti sektor ekonomi (perbankan, usahawan, perusahaan, dll), sektor pendidikan,
peneliti, aktivis LSM, anggota parpol, politisi, wartawan, bahkan juga disektor
hiburan (Entertaiment).

Untuk mengantisipasi berbagai perubahan tersebut, tampaknya ada sejumlah


agenda pokok yang perlu dirumuskan sebagai acuan untuk mengembangkan sebagai
acuan untuk mengembangkan ilmu maupun kualitas ilmuwan (lulusan) Ilmu
Pemerintahan. Agenda pokok tersebut mencakup:
Pertama, memunculkan konsentrasi area, misalnya dengan membagi
Ilmu Pemerintahan ke dalam 3 (tiga) dimensi kajian, yakni politik lokal,
pemerintahan/birokrasi dan kebijakan publik. Dengan demikian mata kuliah
yang diambil oleh mahasiswa dapat lebih terfokus dan sesuai dengan minat
mahasiswa.
Kedua, bersikap terbuka terhadap berbagai metode penelitian yang
mungkin diterpkan untuk mengkaji fenomena politik dan pemerintahan.
Kecenderungan dimasa sekarang menunjukan bahwa metode kuantitaif
maupun kualitatif memiliki kelemahan dan kelebihan sehingga saling
mengandalkan satu metode saja tampaknya bukan langkah yang tepat untuk
mengembagan Ilmu Pemerintahan sebagai Ilmu mandiri.
Ketiga, melakukan penyusunan kurikulum berbasis kompetensi,
termasuk merumuskan ciri khas lulusan IP FISIP UNPAD yang nantinya dapat
menjadi nilai tambah bagi para alumni ketika memasuki lapangan kerja.
Penentuan ciri khas ini bisa diindikasikan melalui muatan kurikulum secara
khususs didesain mengarah pada 3 konsentasi area IP ( politik lokal,
pemerintahan/birokrasi, dan kebijakan publik). Dalam kaitan ini mungkin
diperlukan pengaitan matakuliah yang tidak relevan, dapat pula menambah
mata kuliah baru atau dengan melakukan pembaruan dan sebagainya.
Keempat, untuk mengantisipasi perubahan paradigma dalam dalam
Ilmu Pemerintahan, diperlukan pengembangan dan pemeliharaan jaringan,
baik dengan sesama institusi penyelenggara kajian Ilmu Pemerintahan,
misalnya dengan Jurusan-jurusan Ilmu Pemerintahan di berbagai perguruan
tinggi negeri dan swasta, dalam dan luar negeri. Pengembangan jaringan ini
diperlukan untuk membangun komunikasi dan sharing knowledge agar tidak
tertinggal dalam hal perkembangan pemikiran dan metodologi.

Anda mungkin juga menyukai