Anda di halaman 1dari 4

POLA PIKIR POLITIK

Pola pikir politik sangat berbeda dengan pola pikir lainnya seperti pola pikir hukum dan pola pikir
sastra. Pola pikir hukum berotasi pada usaha untuk menerapkan aturan pada prilaku manusia,
terbatas pada prilaku yang dilarang atau dibolehkan untuk dilakukan. Umumnya pola pikir hukum
fokus pada pelanggaran dan sangsi.

Pola pikir sastra berfokus pada peyampaian makna dengan susunan frasa dan kata-kata yang indah.
Pola pikir sastra berada satu tingkat di atas pola pikir hukum karena pemaknaan pada sesuatu
dicampurkan dengan kepuasan perasaan.

Pola pikir politik memiliki kedekatan karakteristik dengan pola pikir ilmiah. Ketajaman keduanya
bertumpu pada pendalaman informasi pendahuluan dan teks-teks hasil Penelitian. Perbedaannya
terletak pada jenis informasi dan teks penelitian. Pola pikir ilmiah membutuhkan informasi
pendahuluan dan teks hasil penelitian yang linear (berkaitan) dengan bidang yang sedang dipelajari.
Contoh penelitian di bidang semikonduktor membutuhkan informasi terkait dengan rumusan fisika,
kelistrikan, material bahan baku bahkan efisiensi dan nilai saat telah menjadi produk dan dilempar
ke pasaran.

Sedangkan pola pikir politik membutuhkan informasi pendahuluan dan hasil penelitian dari berbagai
lintas bidang. Hanya memasukan informasi yang memiliki kemiripan dan keterkaitan akan
membatasi aktivitas politik dan mengurangi ketajaman dalam mewujudkan pola pikir politik. Pola
pikir politik berkaitan dengan semua jenis pemikiran seperti hukum, sastra, ilmiah, sejarah, budaya,
dll. Inilah yang menjadikan pola pikir politik menjadi rumit dan dikatakan tingkatan berpikir tertinggi
karena harus melibatkan banyak bidang dan tidak memiliki pedoman dan aturan tertentu.

Contoh, dalam memandang bangsa yang sedang ditimpa dengan masalah multidimesional. Tidak
bisa fokus diarahkan hanya pada satu bidang saja. Misalnya hanya meletakkan kesalahan pada
bidang pendidikan saja. Lalu fokus usaha perbaikan hanya diarahkan pada satu bidang tersebut.
Padahal penyebab masalah multidimesional tersebut datang dari multi bidang juga. Maka solusi
perbaikan harus melibatkan multi bidang tersebut secara serempak.

Politisi dan Pengajar Ilmu Politik

Mengkonsumsi pengetahuan politik, hasil penelitian politik, berbagai rangkaian berita dan kejadian
merupakan aktivitas penting dalam membangun pola pikir politik. Pengetahuan dan penelitian
politik bisa menjadi modal awal, menjadi pisau analisis bagi seseorang untuk dapat mengklasifikasi
berita dan kejadian. Rutin mengikuti rangkaian berita dan kejadian adalah langkah yang lebih
penting, mempertebal pengalaman dan kecakapan pola pikir politik.

Jika seseorang hanya fokus pada pengetahuan politik dan teks penelitian politik, hal tersebut hanya
menjadikannya cakap dan mendalam dalam teori dan pengamatan. Study politik tersebut
memposisikan seseorang sebatas sebagai pengajar dan bukan politisi. Bahkan acap kali ditemukan
ilmuan-ilmuan politik yang tidak menjadikan pengetahuan politiknya sebagai landasan dalam
aktivitas politiknya. Kondisi sekularisme ikut mematangkan pragmatisme oknum ilmuan politik.

Rutin mengikuti rangkaian berita dan kejadian, berusaha memahami cara-cara penyajian teks berita
dan berusaha memahami makna-makna yang terkandung di dalamnya adalah aktivitas tambahan
yang harus dilalui untuk disebut sebagai politisi. Rutinitas tersebut menjadikan seseorang bisa
disebut sebagai politisi dan telah menjadikan pola pikir poltik sebagai landasan aktivitasnya.
Pola pikir politik berfungsi mengurusi kepentingan manusia yang tidak hanya terbatas pada aspek
hukum dan aspek olah rasa pada sastra.

Konsep Kepemimpinan, Kedaulatan, Sekularisme

Dominasi barat atas dunia secara langsung berakibat pada dominasinya atas literatur dan buku-buku
ilmu politik. Lewat hal tersebut barat mendoktrin pemikiran politik pada wilayah kompromistik
(demokrasi) dengan deskripsi-deskripsi ilusi di atas kertas. Dalam soal kepemimpinan, barat telah
berbohong dengan mengatakan kepemimpinan politik bersifat kolektif. Barat telah memanipulasi
dunia dengan menusun serangkaian argumentasi bahwah kepemimpinan dijalankan secara
bersama-sama oleh rakyat dan elit eksekutif.

Ilusi kepemimpinan kolektif tersebut direpresentasikan dengan adanya pemilu, bentuk


pemerintahan parlementer dan pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Pada
kenyataannya tidak pernah terjadi kepemimpinan dijalankan oleh banyak orang. Realitas keputusan-
keputusan politik selalu dilakukan oleh seorang presiden atau perdana menteri bersama dengan
pembantunya atau para menteri.

Dalam persoalan kedaulatan, aturan hukum yang dilegislasi setali tiga uang dengan persoalan
kepemimpinan, keduanya dalam deskripsinya dikatakan berasal dari rakyat. Pemilu menjadi
representasi dari suara rakyat lewat terpilihnya para elit legislatif. Pada kenyataanya proses legislasi
aturan hukum tidak sama sekali melibatkan rakyat tapi hanya segelintir orang. Bahkan tidak jarang
undang-undang hasil legislasi tersebut bertentangan dengan kepentingan rakyat.

Sekularisme menjadi biang keladi lahirnya sistem tata kelola yang inkosistensi antara deskripsi dan
praktek lapangannya. Asas maslahat menjadikan model politik kompomistik dianggap langkah untuk
mengambil jalan tengah yang akan mendatang maslahat paling besar.

Rakyat yang tertipu oleh para elit pemimpin tersebut lantaran kelemahan pada pola pikir politik.
Dalam aktivitas politiknya mayoritas rakyat masih berada dalam pola berfikir deskriptif. Deskripsi-
deskripsi tersebut diperoleh dari pengetahuan yang diserap dari literatur dan buku-buku ilmu politik
barat. Pengetahuan tersebut tidak ditopang dengan ketekunan dalam mengikuti dan mencermati
setiap berita dan kejadian.

Inilah vitalnya kemampuan dan ketekunan untuk mengikuti setiap berita dan kejadian dalam
membentuk pola pikir politik. Bahkan hampir-hampir bisa dikatakan seseorang dapat memiliki
kematangan pola pikir politik dengan hanya tekun mengikuti setiap berita dan kejadian, tanpa
terlebih dahulu mendalami pengetahuan dan membaca teks-teks politik. Dalam prosesnya
pengetahuan tersebut datang dengan sendirinya.

Syarat Memiliki Pola Pikir Politik

Pola pikir politik bukan hanya konsep dan teoritik tanpa aplikasi. Setidaknya ada lima syarat yang
harus dimiliki oleh individu dan kolektif untuk dapat mempraktekkan pola pikir politik.

Pertama, usaha tekun dalam mengikuti semua kejadian dan peristiwa yang terjadi di dunia. Usaha
tersebut mengharuskan seseorang membaca beragam teks berita dan cara-cara berita disajikan.
Dengan ketekunan dan latihan rutin akan menajamkan kepekaan seseorang dalam memilih dan
memilah berita dan kejadian yang produktif dalam pola pikir politik. Seseorang akan mengefisienkan
diri untuk tidak mengikuti semua berita dan kejadian, mampu menyaring kebohongan dan
kebenaran.
Kedua, kurasi informasi baik primer maupun sekunder untuk menangkap intisari dari berbagai
realitas dan peristiwa. Usaha kurasi informasi tersebut memungkinkan seseorang secara alamiah
dapat menghubungkan informasi dari sudut pandang geografis, sejarah, ilmiah, politis dan
sebagainya. Kejelian yang hadir secara alamiah dari proses tersebut menjadikan seseorang tidak
terjebak pada generalisasi berlebihan atau analogi di luar konteks. Pada akhirnya hakikat realitas
dapat dipahami dan mendekati kebenaran makna.

Ketiga, realitas-realitas tidak boleh dilepaskan dari situasi yang melingkupinya. Usaha tersebut juga
mengharuskan untuk tidak menghadirkan kemutlakan, generalisasi dan analogi di luar konteks yang
jusru akan menghalangi untuk memahami berbagai realitas dan peristiwa. Situasi yang melingkupi
atau konteks suatu peristiwa harus dijaga karena sejatinya setiap peristiwa punya podiumnya
masing-masing. Adanya kesamaan peristiwa satu dengan yang lain tidak memutlakkan kesamaan
realitas dan maknanya.

Keempat, penelitian dan pemilahan informai dari realitas dan peristiwa. Variabel dalam usaha
tersebut meliputi sumber berita, tempat dan waktu kejadian, situasi, serta alasan terjadinya
peristiwa tersebut. Terdapat atau tidaknya variabel tersebut akan menjadikan sebuah teks berita
atau informasi tersaji dengan ringkas atau terperinci. Semakin banyak variabel yang dimuat dan
penyajian yang terinci pada sebuah informasi maka akan semakin memudahkan seseorang untuk
melakukan penelitian dan memilah kebenaran dan kesalahan dari sebuah informasi. Dengan kata
lain informasi dan berita yang tersaji secara ringkas dan minim memuat variabel di atas tidak layak
untuk dikonsumsi dan dijadikan basis dalam pola pikir politik.

Kelima, menghubungkan suatu realitas dan peristiwa dengan informasi dan peristiwa lainnya. Tidak
jarang realitas suatu peristiwa dapat terbuka dengan menghadirkan peristiwa lainnya. Usaha
menghubungkan antar peristiwa tersebut harus dilakukan dengan ketelitian untuk melihat
kesesuaiannya dan mengungkap kebanaran di dalamnya. Kesalahan pemahaman dapat terjadi jika
salah dalam menghubungkan antar peristiwa. Hal yang menjadikan usaha menghubungkan peristiwa
tersebut akan mendekati kebenaran adalah banyaknya latihan dan pengalaman seseorang. Serupa
dengan keempat syarat sebelumnya, kesemuanya membutuhkan ketekunan dan jam terbang yang
banyak bagi terciptanya pola pikir politik.

Pola Pikir Politik Individualistik dan Kolektif

Setiap individu dengan beragam tingkat kecerdasan dapat memiliki pola pikir politik. Dengan kata
lain, walaupun pola pikir politik itu rumit tapi tidak menjadikannya terbatas hanya terbatas untuk
individu dengan tingkat kecerdasan tertentu. Seorang individu hanya perlu menjaga kaitan mata
rantai dengan tekun mengikuti berita dan peristiwa. Pengetahuan teoritik politik bahkan bisa
didapatkan hanya dengan mengikuti setiap rangkaian berita dan peristiwa.

Pola pikir politik dapat bersifat individualistik dan kolektif. Hal tersebut sangat bergantung motivasi
dan landasan ideologi seorang individu yang ingin atau telah meraih pola pikir politik. Bagi seseorang
yang memahami bahwa masyarakat adalah kumpulan individu yang disatukan oleh perasaan,
pemikiran dan aturan yang sama maka akan memiliki dorongan kuat dalam dirinya untuk
menghadirkan pola pikir politik di tengah-tengah masyarakat. Baik dalam kondisi sosial politik
masyarakat yang sehat terlebih dalam kondisi sakit.

Pola pikir politik tidak boleh berhenti pada individu saja. Karena pola pikir politik tidak seperti pola
pikir sastra atau pola pikir hukum yang mungkin hanya dapat dimiliki oleh individu dengan bakat dan
kemampuan tertentu. Maka dari itu sejenius apapun seseorang, ia tetap manusia biasa. Dalam
kehidupan, mereka tidak berbeda dengan manusia lainnya. Kemampuan luar biasanya dengan label
individualistik tidak akan banyak berpengaruh di tengah masyarakat, kecuali untuk dirinya sendiri.

Pola pikir politik menjadi salah satu syarat vital untuk membangkitkan suatu bangsa atau
masyarakat. Oleh sebab itu, sangat perlu membina masyarakat dengan pembinaan politik serta
melatih masyarakat dalam pola pikir politik. Hal tersebut dapat diimplementasikan dengan
menghelat forum-forum pendidikan politik baik formal dan informal. Implementasi lainnya dengan
membanjiri ruang-ruang informasi masyarakat terkait pola pikir politik dengan berbagai cara.
Memanfaatkan semua corong informasi semaksimal mungkin dan usaha interaksi yang intens.

Namun penting untuk diingat, bahwa individu-individu yang menjadi juru penyampai pola pikir
politik di tengah-tengah masyarakat harus terus menguatkan kemampuannya sendiri, dengan terus
menjaga mata rantai ketekunan untuk mengikuti berita dan peristiwa.

Inilah pola pikir politik. Pola pikir yang bukan hanya sekedar pola pikir mengenai studi dan penelitian
politik, tetapi merupakan pola pikir tentang berbagai rangkaian realitas dan peristiwa politik.
Mencukupkan diri dengan studi dan penelitian politik hanya menjadikan seseorang matang dalam
teoritik, meletakkan dirinya pada garis statis sebagai pengajar politik. Namun, pola pikir politik yang
dinamis terhadap berita dan peristiwa menjadikan individu dan kolektif dapat menjadi politisi sejati
yang bermanfaat besar bagi masyarakat.

Oleh sebab itu, pemikiran politik merupakan fardu kifayah, khususnya bagi orang-orang yang telah
berusaha keras melalui setiap proses untuk memiliki pola pikir politik, baik yang berpendidikan
maupun tidak.

Anda mungkin juga menyukai