Anda di halaman 1dari 7

MATERI HMI BAB

IDEOPOLITORSTRATAK
Jumat, 02 Mei 2014

IDEOPOLITOR-STRATAK SEBAGAI PISAU ANALISIS INTELEKTUAL MUDA UNTUK


MEWUJUDKAN PEMIMPIN TRANSFORMATIF”
oleh *Amruloh
Diawali dari pengetahuan manusia terhadap realitas, merupakan bukti bahwa
kecenderungan dalam mencari serta menemukan kebenaran sebagai media dalam mencapai
tujuan adalah fitrah manusia. Termasuk wilayah pengetahuan yang akan bersama-sama dikaji
dalam Intermediate Training ini, yaitu ideologi, politik serta strategi dan taktik (Ideopoltor-
Stratak).
Berbicara soal ideopolitor-setratak tidak lepas dari wilayah kajian politik, namun perlu
difahami bahwa politik yang dimaksud adalah sebatas pengetahuan atau ilmu politik, bukan
politik praktis. Karena HMI adalah organisasi mahasiswa yang bersifat perkaderan dan
perjuangan (AD HMI Bab IV Pasal 7,8,9) bukan partai politik ataupun organisasi yang
berafiliasi atau bahkan menjadi underbow partai politik yang memiliki kepentingan mutlak
demi kekuasaan. Politik adalah Sebagai media dalam mencapai tujuan, politik bukan lagi
merupakan istilah yang asing atau bahkan tabu bagi kalangan mahasiswa. Namun hal penting
yang harus difahami terkait dalam perjuangan politik adalah landasan gerak (epistemology,
pandangan dunia dan ideologi), manusianya (kader), serta strategi dan taktik.
Kajian ideopolitor stratak akan nampak dalam kehidupan diantaranya adalah
bagaimana kekuatan ideologi yang dimiliki dapat diaplikasikan dan diwujudkan secara nyata
dengan menggunakan politik melalui strategi dan taktik yang elegan dan rapi, sehingga tujuan
daripada yang diharapkan dapat tercapai dengan baik.
Berangkat dari ideologi yang kuat yang telah mendarah-daging dan dilandasi dengan
ketauhidan yang kokoh pula serta memiliki pisau analisis yang tajam untuk mengamalkan
dalam karya nyata maka kiranya pelu memiliki alat dan pakem yang tepat, yakni dengan
menggunakan politik dan strategi yang tepat pula, agar apa yang direncanakan dalam tercapai
sesuai harapan. Namun tidak selesai pada tataran idiologi, politik, dan strategi yang matang
saja, tapi sebagai eksekutornya tetap dibutuhkan seseorang dengan mental pelopor, visioner
dan memiliki kesadaran tanggung jawab individu dan sosial, yaitu seorang yang memiliki jiwa
“kepemimpinan transformatif”, dalam hal ini adalah “pemimpin muda” dan tentunya embrio
pemimpin muda yang ideal berasal dari HMI.
Menyoal tentang pemimpin transformative, ia adalah pemimpin yang menggunakan
karisma mereka untuk melakukan transformasi dan merevitalisasi organisasinya. Dan ia lebih
mementingkan revitalisasi para pengikut dan organisasinya secara menyeluruh ketimbang
memberikan instruksi-instruksi yang bersifat top-down. Pemimpin yang transformatif lebih
memposisikan diri mereka sebagai mentor yang bersedia menampung aspirasi para
bawahannya.
Dalam perspektif kepemimpinan transformatif, sekat yang membatasi antara peran
kaum muda dan golongan tua sejatinya justru menjadi jembatan dalam melakukan proses
transformasi kepemimpinan. Persoalan sesungguhnya bukan terletak pada kutub perbedaan
cara pandang antara kaum muda versus kaum tua,antara prokemapanan versus properubahan.
Persoalan sesungguhnya justru terletak pada bagaimana membangun mekanisme dan sistem
transformasi kepemimpinan. Hal itu hanya bisa berjalan jika ada visi dan konsistensi yang kuat
dalam jiwa seorang pemimpin. Dan, itu bukan monopoli kaum tua atau kaum muda saja. Tidak
hanya itu, pemimpin transformatif mampu membaca peluang dan situasi yang ada, dan
kemudian membuat langkah-langkah yang strategis guna mewujudkan cita-citanya.
Sejarah tidaklah berhenti pada satu noktah generasi. Sejarah akan terus menghadirkan
tokoh dan pemimpinnya. Sejarah pula yang akan membuktikan apakah seorang pemimpin
akan tercatat dengan tinta emas atau tinta hitam penuh bercak. Pemimpin yang sukses adalah
pemimpin yang berhasil melahirkan pemimpin yang melebihi kemampuannya.

STRATAK hanya boleh dipelajari oleh kader HMI yang militan dan bermental pelopor, kader yang telah
memiliki kesadaran ideologi dan organisasi serta sanggup berfikir politis realistis.
Seorang yang penakut, menghindari resiko dan lebih mengedepankan kepentingan pribadi dari pada
kepentingan perjuangan “HARAM” mempelajari STRATAK.
STRATAK adalah modal untuk bergerak dengan “elegan” dan penuh perhitungan yang matang, tidak
sembrono, anarkis dan nyelonong “offside” serta tidak bertindak radikal ekstrem yang ngawur dan nekad.
Pokok Pembahasan

* Ideopolitor-Stratak
* Pemimpin Transformatif

I. IDEOLPOLITOR STRATAK
A. Pengertian ideopolitor-stratak
1. Ideologi
Ideologi berasal dari bahasa Yunani dan merupakan gabungan dari dua kata yaitu edios
yang artinya gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu. Pengertian ideologi secara
umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan dan kepercayaan yang menyeluruh dan
sistematis. Dalam arti luas, ideology adalah pedoman normatif yang dipakai oleh seluruh
kelompok sebagai dasar cita-cita, nila dasar dan keyakinan yang dijunjung tinggi. Pada
wilayah ideologi, tauhid jelas haruslah menjadi dasar utamanya (sumber). Bagaimana
pemahaman kader maupun manusia secara umum tentang Tauhid menjadi dasar dari
epistemologinya. Sehingga dengan pengetahuan yang bersumber dari Tauhid tersebut akan
dapat menghasilkan pandangan dunia yang objektif. Selanjutnya pandangan dunia atau cara
memahami realitas tersebut yang nantinya sebagai perangkat ideologi. Jika lebih
disederhanakan lagi, ideologi sangatlah penting dalam perjuangan politik, sebab ideologi sebagai
landasan setiap gerak yang akan diaktualisasikan.

2. Politik
Politik secara sederhana dapat kita artikan sebagai suatu media untuk mencapai maksud
atau tujuan. Politik merupakan pengetahuan terapan, di mana dengan pengetahuan politik
maksud serta tujuan yang akan dicapai dapat diperjuangkan melalui perjuangan politik
dengan menggunakan ilmu pengetahuan politik. Tentu saja di dalam politik tersebut masih
membutuhkan banyak pengetahuan terapan yang lain, yaitu strategi dan taktik.
“Ilmu tanpa amal adalah dosa, demikian pula amal tanpa ilmu.” Pernyataan tersebut
adalah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad saw, jika kita kaitkan dengan perjuangan
politik, maka politik adalah merupakan sebuah amal, jika tidak disertai dengan ilmu maka
akan sia-sia. Dalam sebuah perjuangan politik, strategi dan taktik adalah ilmunya, selain
landasan tauhid sebagai dasar ideologi dan juga pengetahuan mengenai ilmu politik itu
sendiri.

3. Strategi dan taktik


Mengambil istilah “sebuah peperangan”, strategi adalah memanfaatkan pertempuran
untuk mengakhiri peperangan. Sedangkan taktik adalah penggunaan kekuatan untuk
memenangkan suatu pertempuran. Dalam pandangan HMI, seperti yang diungkapkan oleh
Dahlan Ranuwiharjo sebagai tokoh pendidik politik di HMI bahwa strategi adalah Bagaimana
menggunakan peristiwa-peristiwa politik dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai
rencana perjuangan, sedangkan taktik adalah bagaiman menentukan sikap atau
menggunakan kekuatan dalam menghadapi peristiwa politik tertentu pada saat tertentu.

B. Hubungan Taktik dengan Strategi


Taktik merupakan bagian dari strategi. Maka dalam hal ini, taktik harus tunduk kepada
strategi yang ada.
 Jika semua taktik berhasil maka strateginya berhasil.
 Jika Semua taktik gagal maka strateginya gagal.
 Jika salah satu taktik gagal, maka strategi masih bias berhasil dengan syarat taktik yang
lainnya berhasil, dan bersifat strategis.
 Jika Sebagian taktik berhasil namun sebagian taktik strategis yang lain gagal, maka stratgi
gagal.
Taktik strategis adalah taktik mengenai suatu kejadian politik, namun kejadian itu
menentukan bagi seluruh rencana strategis, dengan kata lain taktik ini adalah taktik utama/
prioritas.

C. Dasar-dasar Menyusun Strategi


Dalam menyusun suatu strategi untuk mencapai tujuan tertentu ada bebrapa hal mendasar
yang perlu diperhatikan, diantaranya:
 Menetapkan sasaran yang hendak dicapai oleh organisasi dalam jangka waktu tertentu.
Sasaran disesuaikan dengan kemampuan oranisasi.
 Jangka waktu ditentukan sebagai jangka waktu sekarang (jangka pendek) dan jangka waktu
beberapa tahun ke depan (jangka panjang).
 Harus terdapat rencana atau strategi alternatif.
 Harus dapat menambah kekuatan serta memperkuat posisi.
 Harus mampu membentuk opini publik (subyektifitas menjadi objektifitas)

D. Dasar-dasar Membentuk Taktik


Taktik merupakan bagian dari strategi, berikut adalah beberapa dasar dalam membentuk
sebuah taktik:
1. Fleksibilitas
Yaitu sikap dan langkah yang dapat berubah sesuai dengan kondisi yang terjadi.
2. Orientatif, evaluative dan estimatif.
Perjuangan politik tidak mampu melihat hasil atau keberhasilan yang dicapai nanti,
sebab hal tersebut belum terjadi. Namun dengan menentukan langkah, mengira-ngira
(mengorientasikan) serta mengevaluasi keadaan dan kemungkinan yang akan terjadi,
disertai dengan memperhitungkan beberapa hal maka kita akan dapat melihat bayangan aka
nada dan tidaknya kesempatan untuk berhasil.
3. Kerahasian
Strategi harus dirahasiakan, biarlah lawan meraba apa langkah perjuangan yang akan
kita lalui.
4. Gerak tipu/mengelabuhi.
5. Lima S; (Sasaran, Sarana, Sandaran, Sistem, Saat).
6. Perpaduan antara Kondisi Objektif dan Kondisi Objektif, kondisi subjektif mematangkan
kondisi objektif, begitu juga sebaliknya. Antara kedua kondisi ini memiliki hubungan timbal
balik yang saling mempengaruhi.

E. Hukum-hukum Stratak
1. Kuantitas.
Jumlah yang besar akan mengalahkan jumlah yang kecil. Pihak yang berjumlah
kecil tidak boleh menyerang musuh yang berjumlah besar. Jika musuh yang berjumlah
besar menyerang pihak yang berjumlah kecil hendaknya menyingkir. Musuh yang berjumlah
besar tidak dapat dihancurkan sekaligus, melainkan sedikit demi sedikit dan secara terus
menerus.
2. Perpaduan antara kualitas dan kuantitas.
Kurang dalam kuantitas harus diimbangi dengan kelebihan dalam kualitas.
Kurang dalam kualitas harus diimbangi dengan kelebihan kuantitas.
3. Posisi.
Posisi yang baik adalah separuh kekuatan. Posisi yang tidak baik
m e m e r l u k a n d u a k a l i kekuatan.
4. Cadangan.
Pihak yang mempunyai cadangan, walaupun telah mundur dan kalah
akan dapat maju kembali. Jika musuh sedang kalah dan mundur,
k e j a r l a h . H a n c u r k a n c a d a n g a n m u s u h sebelum musuh maju dan bangkit kembali
dengan cadangannya.
5. Kawan, Sekutu dan Lawan.
Secara ideologis, kawan adalah yang seideologi. Secara strategis sekutu
h a r u s s e l a l u diperbanyak dan pihak-pihak lawan harus dikurangi. Musuh
nomor satu adalah golongan terbesar yang ideologinya membahayakan
kehidupan ideologi sendiri. Sekutu dan musuh nomor satu adalah lawan. Lawan
dan sekutu nomor satu adalah musuh. Antara sekutu dan musuh terdapat golongan-
golongan yang bukan musuh dan bukan sekutu. Golongan ini pada suatu saat dapat
menjadi musuh, pada saat lain menjadi sekutu dan pada satu ketika dapat pula
sekaligus menjadi sekutu dan musuh.
6. “Divide et impera”. Pecah belah musuh dan hancurkan dulu yang besar.
7. Menyerang
M e n y e r a n g a d a l a h P e r t a h a n a n y a n g T e r b a i k . Yang menang ialah yang selalu
memegang inisiatif. Biarkan lawan bergerak menurut inisiatif kita pada saat dan tempat kita
pilih. Biarkan lawan beraksi terus terhadap isu-isu yang kita lontarkan. Tujuan
membenarkan setiap cara sepanjang tidak bertentangan dengan kekuatan ideology serta
tidak membawa akibat yang dapat merugikan sendiri.

F. Peran stratak sebagai alat perjuangan organisasi


Stratak adalah cara digunakan oranisasi untuk mencapai sasaran perjuangan. Garis
dari setiap stratak harus disesuaikan dengan kondisi organisasi. Kesuksesan stratak akan
semakin memperkuat organisasi, begitu juga sebaliknya. Semakin berkurang kekuatan
organisasi, semakin tidak mampu organisasi itu melaksankan stratak yang besar, semakin
kecil stratak yang dapat dilaksanakan oleh organisasi semakin jauh organisasi tersebut dari
tujuan perjuangan politiknya. Stratak tidak mampu berdiri sendiri, melainkan dia hanya alat
pelaksana bagi tujuan ideologi, yaitu untuk mempertahankan dan menambah kekuatan serta
posisi sendiri, di samping itu juga untuk menghancurkan dan mengurangi kekuatan serta
posisi lawan.

II. PEMIMPIN TRANSFORMATIF


A. Pengertian Pemimpin Transformatif
Pemimpin transformatif adalah pemimpin menggunakan karisma mereka untuk melakukan
transformasi dan merevitalisasi organisasinya. Dan ia lebih mementingkan revitalisasi para
pengikut dan organisasinya secara menyeluruh ketimbang memberikan instruksi-instruksi yang
bersifat top-down. Pemimpin yang transformatif lebih memposisikan diri mereka sebagai
mentor yang bersedia menampung aspirasi para bawahannya.
B. Ciri-ciri Pemimpin Transformatif
Pertama, pemimpin transformatif memiliki karisma yang dapat menghadirkan sebuah
visi yang kuat dan memiliki kepekaan terhadap misi kelembagaannya.Ini berarti setiap gerak
dan aktivitasnya senantiasa disesuaikan dengan visi dan misi organisasinya. Inilah yang
dijadikan sebagai acuan untuk tetap konsisten dalam mengimplementasikan kebijakan-
kebijakannya.
Kedua, senantiasa menghadirkan stimulasi intelektual. Artinya, mereka selalu membantu
dan mendorong para pengikutnya untuk mengenali ragam persoalan dan cara-cara untuk
memecahkannya. Para pengikutnya diberi kesempatan untuk berpartisipasi mengidentifikasi
persoalan dan secara bersama- sama mencari cara penyelesaian yang terbaik. Dalam
karakteristik ini, pemimpin transformatif lebih banyak mendengar ketimbang memberikan
instruksi.
Ketiga, pemimpin yang transformatif memiliki perhatian dan kepedulian terhadap setiap
individu pengikutnya. Mereka memberikan dorongan, perhatian, dukungan kepada pengikutnya
untuk melakukan hal yang terbaik bagi dirinya sendiri dan komunitasnya.
Keempat, pemimpin transformatif senantiasa memberikan motivasi yang memberikan
inspirasi bagi pengikutnya dengan cara melakukan komunikasi secara efektif dengan
menggunakan simbol-simbol, tidak hanya menggunakan bahasa verbal.
Kelima, berupaya meningkatkan kapasitas para pengikutnya agar bisa mandiri, tidak
selamanya tergantung pada sang pemimpin. Ini berarti pemimpin transformatif menyadari
pentingnya proses kaderisasi dalam transformasi kepemimpinan berikutnya. Ini berbeda
dengan model kepemimpinan karismatik yang memosisikan para pengikutnya tetap lemah dan
tergantung pada dirinya tanpa memikirkan peningkatan kapasitas dari para pengikutnya.
Keenam, para pemimpin transformatif lebih banyak memberikan contoh ketimbang
banyak berbicara. Artinya, ada sisi keteladanan yang dihadirkan kepada para pengikutnya
dengan lebih banyak bekerja ketimbang banyak berpidato yang berapi-api tanpa disertai
tindakan yang konkret.

*PAO HMI CABANG TULUNGAGUNG


Diposting oleh amruloh saja di 21.26
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

7 komentar:
1.
Rahman Surbakti29 Januari 2018 02.25

materinya sangat baik menurut saya ,, sebelumnya saya ucapkan terimakasih


Balas

2.
RIZKI ALGIFARI30 Maret 2018 10.44

Terimakasih Buat Tulisannya.


Bagus bagus.. Jangan Capek2 Menulis
Balas

3.
Unknown2 November 2018 13.38

Yakusa
Balas

4.
Putra Lansek Manih25 Januari 2019 12.00

Mantap... semoga menjadi pemimpin yang Transformatif... Aamiin.


Balas

5.
Unknown1 Februari 2019 01.27

Kerenn tulisan Haturnuhun Pisan Yah ilmunya


Balas

6.
Unknown1 Februari 2019 01.28

Kerenn tulisan Haturnuhun Pisan Yah ilmunya


Balas

7.
Unknown27 April 2019 11.38

Mantap,,,,
Balas
Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Mengenai Saya

amruloh saja
Lihat profil lengkapku
Arsip Blog

 ▼ 2014 (1)
o ▼ Mei (1)
 IDEOPOLITOR-STRATAKSEBAGAI PISAU ANALISIS INTELEK...

Tema Sederhana. Gambar tema oleh luoman. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai