Anda di halaman 1dari 14

www.elrakyat.

tk

MENUJU PEJUANG PARIPURNA;


STRATEGI PERKADERAN HMI MENJAWAB TANTANGAN JAMAN (Think Globally, Act Locally)1

Oleh ENCEP HANIF AHMAD2

PROLOG Judul di atas sengaja diambil dari karyanya Pak De Dahlan (Dahlan Ranuwiharjo alm.) untuk mengingatkan bahwa sesungguhnya tujuan keberadaan HMI pada hakikatnya adalah perjuangan. HMI dalam perannya sebagai organisasi perjuangan (pasal 9 AD HMI) memiliki tugas utama untuk memperjuangkan kehidupan umat dan bangsa sesuai dengan cita-cita ideologinya yang diurai secara tegas dalam Nilai-nilai Dasar Perjuangan. Untuk menjalankan perannya tersebut, pada saat bersamaan pula HMI memfungsikan diri sebagai organisasi kader (pasal 8 AD HMI), dimana menjadi suatu keharusan bagi HMI untuk melakukan perkaderan dalam rangka mencetak kader-kader pejuang yang unggul. Dilihat dari fungsi dan perannya tersebut, pada dasarnya seluruh aktivitas HMI berpijak pada perkaderan sebagai leader. Sesuai dengan tujuan organisasi yang termaktub dalam pasal 4 AD HMI, Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT, menyiratkan bahwa memang HMI berkehendak untuk mencetak kader yang berkualitas insan cita. Jadi komitmen keumatan dan kebangsaan yang dibangun oleh HMI, secara praksis diimplementasikan oleh kader-kader HMI yang menyatu dengan umat dan bangsa sebagai satu kesatuan yang utuh, kader unggulan ini lahir dari rahim perkaderan HMI.
Sekedar bahan sharing pemikiran (bahan bacaan tambahan), pernah disampaikan dalam Latihan Kader II (Intermediate Training) Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Tasikmalaya pada tanggal 30 Maret 2005 di Gedung Dakwah Islamiyah Tasikmalaya, dan dalam Latihan Kader II (Intermediate Training) HMI Cabang Depok pada tanggal 9 Juni 2005 di PPSDP Cibubur (tanpa ada perubahan apa pun) 2 Kader HMI juga seperti temen-temen, kebetulan sekarang masih diamanahkan sebagai Ketua Umum Badan Koordinasi Nasional Lembaga Pengelola Latihan Himpunan Mahasiswa Islam (Bakornas LPL HMI)
1

2 HMI sebagai bagian integral dari masyarakat Indonesia menyadari bahwa tantangan di era abad ke-21 ini makin kompleks, sehingga perlu ada revitalisasi dalam seluruh aspek aktivitasnya. Peradaban dunia yang tanpa batas perlu penyikapan yang hati-hati agar tidak terjebak dalam pusaran arus yang pada akhirnya hanya mampu menjadi penonton yang pasif. Globalisasi sesungguhnya adalah nekolim gaya baru, maka ketika kita hanya mampu menjadi penonton, secara sadar atau tidak pada hakikatnya kita adalah sapi perahan kaum kapitalis yang berkedok dewa penolong. Berangkat dari pemikiran di atas maka secara fundamental HMI harus menyesuaikan diri dengan tantangan jaman. Peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia unggul melalui perkaderan yang berkualitas menjadi kemestian. HMI harus segera menata ulang sistem perkaderannya yang dirasa sudah ketinggalan jaman, tanpa mendegradasi tujuan perkaderan, yaitu tercetaknya kader Muslim-Intelektual-Profesional guna menjalankan fungsinya sebagai khalifah fil ardh dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Karakteristik kader HMI yang dilandasi oleh iman, ilmu, dan amal harus mampu muncul sebagai lokomotif perubahan sosial yang diridhoi Allah SWT.

REALITAS YANG MENYESAKAN Banyak analisa yang melihat bahwa realitas saat ini menunjukan HMI sudah tidak sesuai dengan khittah perjuangannya antara lain, (1) pragmatisme yang tinggi di dalam diri kader-kader HMI, (2) kepekaan sosial yang lemah, (3) independensi yang menurun, (4) ke-Islaman yang cenderung kering, dan (5) kualitas intelektual yang menurun. Kelima kondisi ini mengakibatkan HMI tidak memiliki peran yang signifikan dalam pergulatan keumatan dan kebangsaan, sebagai pondasi awal berdirinya HMI. Dengan kata lain sekarang HMI telah mengkhianati cita-citanya. Ada beberapa tesis yang menjadi penyebab utama terjadinya pergeseran nilai tersebut, yaitu adanya ketidakjelasan ideologi yang dianut HMI, kacaunya sistem perkaderan, dan lemahnya manajemen. Padahal ketiga hal utama inilah yang ditenggarai sebagai fondasi untuk menegakkan HMI. Secara institusional HMI memiliki ideologi atau minimal format ideologi yang dikenal dengan Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP). Dalam NDP ini memuat prinsip-prinsip nilai yang seharusnya dianut oleh (minimal) kader HMI dalam memandang fenomena sosial, kesemua nilai-nilai ini bersumber pada Al-Quran dan Sunnah. Namun pada aplikasi di lapangan, NDP tidak lebih diposisikan hanya sebagai Al-Quran buruk dibaca sudah tidak bisa, dibuang kualat sehingga nilai-nilai yang ada dalam NDP sudah tidak dijadikan sebagai landasan gerak perjuangan oleh kader-kader HMI. Ada tiga hipotesis tentang mengaburnya NDP dalam diri kader HMI, yaitu (1) NDP cacat akademik, artinya secara nilai ada yang salah dalam NDP sehingga tidak memungkinkan untuk diaplikasikan, (2) NDP cacat aplikatif, artinya secara Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

3 nilai NDP tidak ada masalah, tetapi pada proses internalisasi ke dalam diri kader ada crash, dalam artian ada kesalahan metodologi, (3) NDP dibonsai, ada upaya pemandulan NDP dengan cara memasukan ideologi-ideologi tertentu dengan kedok perbaikan NDP, tetapi tidak dilakukan secara fair, dalam artian tidak melalui mekanisme yang sah, sehingga mengakibatkan warna-warninya materi NDP HMI yang muaranya adalah kebingungan kader untuk menentukan pilihan. Namun sampai saat ini belum ada pengujian terhadap ketiga hipotesis ini. Selain memiliki ideologi, HMI pun memiliki sistem perkaderan yang telah mapan. Tetapi patut disayangkan, sudah tidak ada lagi ketundukan dan kepatuhan terhadap sistem perkaderan yang telah ada. Proses-proses perkaderan yang ada di HMI saat ini tidak lebih hanya sebagai rutinitas formal atau tradisi yang diturunkan semata, tanpa ada pemahaman yang utuh terhadap nilai-nilai dalam sistem perkaderan itu sendiri. Hal lain yang menyebabkan kacaunya pelaksanaan sistem perkaderan adalah tidak adanya metode evaluasi yang komprehensif terhadap pelaksanaan sistem perkaderan ini, sehingga sistem perkaderan itu sendiri tidak dapat diukur keberhasilannya. Di sisi lain yang menambah buruknya kondisi HMI saat ini adalah kacaunya sistem manajemen organisasi. Tak heran kemudian jika dengan mudahnya terjadi dualisme kepemimpinan di tingkat PB HMI (seperti yang terjadi periode lalu Kholis Malik vs Mukhlis Tapi Tapi dan juga saat ini Hasanuddin vs Syahmud Basri Ngabalin -- ), ini terjadi akibat banyaknya kerancuan dalam konstitusi HMI, disamping memang ada keengganan untuk tunduk dan patuh pada aturan main organisasi. Lemahnya manajemen juga ditunjukan dengan tidak adanya data akurat anggota HMI dan potensi organisasi lainnya, jangankan di tingkat PB HMI, di tingkat cabang saja banyak yang tidak memiliki data anggota yang akurat. ROMBAK TOTAL ATAU BUBAR Realitas yang memprihatinkan ini bukan tidak mungkin untuk diperbaiki. Satu-satunya jalan yang harus dilakukan untuk memperbaiki HMI adalah merombak total sistem yang telah berjalan selama ini. Langkah-langkah yang harus segera dilakukan adalah (1) membangun kontrak sosial ideologi yang baru, (2) mengevaluasi total sistem perkaderan, dan (3) mengevaluasi total konstitusi dan pedoman organisasi lainnya. Kehidupan dunia yang tanpa batas seperti saat ini menuntut setiap elemen untuk tidak gagap dalam menjawab tantangan jaman. Dengan demikian penyesuaian ideologi organisasi dengan perkembangan jaman merupakan suatu kemestian. Kondisi saat ini menuntut HMI untuk memiliki ideologi yang mampu jauh memandang ke depan dan bersifat universal. Ideologi ini menjadi landasan gerak HMI, mempertegas komitmen keumatan dan memperluas komitmen kebangsaan menjadi lebih universal. HMI dengan ideologinya Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

4 dituntut untuk mampu membangun tatanan kehidupan baru tidak hanya dalam lingkup nasional tetapi juga Asia bahkan dunia. Untuk itu menjadi suatu keharusan bagi HMI saat ini untuk meninjau ulang ideologinya, dan membangun kontrak sosial baru, terlepas dari apakah ideologi yang ada saat ini masih dianggap sesuai dengan perkembangan jaman atau harus diubah total. Bangunan kontrak sosial baru ini harus mampu menjadi trend setter tatanan kehidupan minimal untuk 20 tahun ke depan. Hal lain yang tak kalah pentingnya adalah komitmen bersama untuk menegakan kontrak sosial baru ini tanpa reserve. Oleh karena itu pengawalan yang ketat dalam proses internalisasi kontrak sosial yang baru ini menjadi mutlak untuk dilakukan. Upaya internalisasi ideologi HMI dalam diri kader, harus didukung dengan sistem perkaderan yang baik. Sistem perkaderan HMI harus disesuaikan dengan ideologi yang telah ditetapkan, dan terdapat indikator yang jelas dan terukur, sehingga dapat dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem yang ada. Sistem perkaderan ini harus tegas dan konsisten diterapkan di seluruh lini HMI, tetapi selalu membuka peluang untuk disesuaikan dengan kebutuhan perkembangan jaman. Perkaderan yang ada tidak hanya menyentuh aspek kognitif saja, tetapi juga harus menyentuh aspek afektif dan psikomotorik kader, sehingga cita-cita perjuangan HMI dapat tercermin dari pola pikir, pola sikap dan pola tindak kader. Secara khusus mengenai strategi perkaderan ini akan diurai pada bagian lain. Selain kedua hal di atas, hal yang harus dilakukan adalah revisi total konstitusi HMI dan pedoman lainnya. Konstitusi ini harus jelas dan tegas tidak multi interpretasi serta mampu mengeliminir suasana feodal yang kerap terjadi di HMI. Selain itu konstitusi juga harus mencerminkan sistem manajemen yang modern sesuai dengan perkembangan jaman. Jika langkah-langkah tersebut di atas tidak segera dilakukan maka HMI akan bubar tanpa acara seremonial. Meminjam istilah Nanang Tahqiq (1997) sudah saatnya kita ucapkan Bye Bye HMI, seandainya memang HMI tidak segera melakukan perbaikan. Dan lebih elegan jika HMI secara berbesar hati untuk menyatakan pembubaran HMI, dan menyebarkan seluruh potensinya (kadernya) di seluruh kehidupan masyarakat atau bukan tidak mungkin membentuk partai HMI, daripada terkubur dengan sendirinya akibat tidak dapat menyesuaikan dengan perkembangan jaman.

TCQM; UPAYA PENINGKATAN KUALITAS PERKADERAN Organisasi kader memiliki lima tugas utama, yaitu mencari sumber potensi, menggali potensi dari sumber potensi, mengubah potensi menjadi kekuatan, memelihara kekuatan, dan menjadikan kekuatan siap pakai. HMI memformat kelima tugasnya itu dalam tiga tahapan, yaitu rekrutmen, pembentukan, dan pengabdian kader. Kesemua tahapan tersebut perlu penanganan yang serius dan menggunakan manajemen yang modern serta Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

5 mampu meningkatkan kualitas perkaderan yang muaranya adalah peningkatan kualitas kader. Manajemen sumberdaya manusia menjadi penting ketika pertama, sumberdaya manusia mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi, dan kedua, sumberdaya manusia juga mengeluarkan pengeluaran pokok organisasi dalam menjalankan aktivitasnya. Manajemen sumberdaya manusia adalah kumpulan aktivitas di dalam sebuah organisasi yang bermaksud mempengaruhi efektivitas sumberdaya manusia dan organisasi. Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya manajemen sumberdaya manusia merupakan aktivitas atau kegiatan dalam rangka meningkatkan pendayagunaan sumberdaya manusia secara efektif dalam rangka pencapaian tujuan. Ide pencapaian tujuan merupakan tugas utama dalam setiap bentuk manajemen. Pencapaian tujuan yang tidak berkesinambungan akan mengakhiri hidup organisasi. Pendayagunaan sumberdaya manusia menyangkut pemahaman terhadap kebutuhan individual maupun organisasional agar potensi sumberdaya manusia dapat digunakan secara utuh. Pencapaian tujuan organisasional dan kebutuhan individu bukanlah suatu kejadian yang terpisah dan berdiri sendiri, melainkan saling menopang satu sama lainnya. Tujuan yang satu tidak dapat diraih dengan mengorbankan tujuan yang lainnya. Esensi dari manajemen sumberdaya manusia adalah menghasilkan pendayagunaan penuh sumberdaya manusia organisasi sehingga dapat beraktivitas secara efektif dalam mencapai tujuantujuan organisasi. Secara khusus dalam pelaksanaan manajemen sumberdaya manusia harus memperhatikan kontribusi yang dapat disodorkan oleh manajemen sumberdaya manusia untuk membantu organisasi dalam memenuhi visi, misi, tujuan dan strategi organisasi. Strategi manajemen sumberdaya manusia yang harus diperhatikan antara lain : Strategi rekrutmen dan seleksi Strategi perencanaan sumberdaya manusia Strategi pelatihan dan pengembangan Strategi penilaian aktivitas Strategi kompensasi Strategi hubungan pengurus-anggota Total Control Quality Management (TCQM) merupakan salah satu bentuk manajemen yang memperhatikan link and match dengan kebutuhan pasar. Dalam perspektif HMI yang dimaksud dengan kebutuhan pasar adalah kondisi kehidupan umat dan bangsa dalam menghadapi tantangan jaman. Teori manajemen klasik mengurai unsur-unsur manajemen menjadi empat, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling. Empat unsur manajemen tersebut dalam TCQM diubah bentuknya dari linear menjadi spiral, sehingga menjadi dinamis dan terus berkembang. Unsur-unsur tersebut memiliki Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

6 keterkaitan dan keterhubungan dengan kebutuhan pasar, sehingga pada dasarnya proses evaluasi dilakukan tidak hanya di akhir proses, serta desain yang akan menyesuaikan dengan kebutuhan pasar. Untuk meningkatkan efektivitas manajemen sumberdaya manusia diperlukan empat langkah umum, yaitu (1) diagnosis permasalahan, (2) evaluasi praktik yang berjalan, (3) desain sistem manajemen sumberdaya manusia, dan (4) implementasi sistem. Diagnosis meliputi penentuan kebutuhan untuk praktik manajemen sumberdaya manusia tertentu sesuai dengan kondisi yang ada, diagnosis memberikan gambaran tentang kekurangan, kelebihan dan kebutuhan yang diperlukan untuk dicocokan terhadap sistem dan situasi yang ada. Evaluasi dilakukan terhadap praktik, prosedur, dan efektivitas dalam pencapaian tujuan. Dari hasil diagnosis dan evaluasi, disusun desain sistem sumberdaya manusia yang saling berkaitan, kelemahan dalam sistem yang berjalan harus terkoreksi, desain sistem yang dirancang harus memberikan uraian kerja yang jelas pada setiap lini stake holder, tidak hanya menyentuh bidang yang berkaitan langsung dengan sumberdaya manusia. Desain sistem tidak akan dapat berjalan dalam kevakuman, tetapi harus diimplementasikan, untuk mengimplementasikan sistem harus ada pengaturan yang jelas dalam hal tanggung jawab atau desain kerja serta penjadwalan dalam pencapaian target. Aplikasi TCQM dalam perkaderan HMI pada dasarnya adalah memfungsikan seluruh elemen organisasi dalam kerangka perkaderan HMI sebagai satu kesatuan yang utuh. Tanggung jawab perkaderan bukan hanya menjadi beban salah satu level decision maker atau bidang tertentu saja. Seluruh aktivitas elemen dalam organisasi sesungguhnya merupakan satu proses exercise. Dengan satunya mainstream organisasi maka akan tercipta keharmonisan kerja dan efektivitas dalam pencapaian tujuan organisasi.

MERANCANG STRATEGI APLIKATIF Untuk merancang strategi dalam meningkatkan kualitas perkaderan terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain, vision, mission, goal, dengan memperhatikan basic value, dan basic need. Keterkaitan dan keterhubungan antara visi, misi, dan tujuan organisasi menjadi kemestian dalam peningkatan kualitas perkaderan di HMI, sehingga orientasi perkaderan menjadi jelas dan dapat tersistematis dengan baik. Selain link and match dengan visi, misi, dan tujuan organisasional, strategi juga harus memperhatikan nilainilai dasar yang menjadi parameter, yaitu teologis, ideologis, konstitusi, historis, dan sosio-kultural. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pencapaian tujuan organisasional tidak dapat dicapai dengan menafikan tujuan individu, maka dalam perancangan strategi ini harus mengakomodasi kebutuhan dasar individu, karena HMI berbasiskan mahasiswa, maka tentu kebutuhan dasar mahasiswalah yang menjadi pertimbangan, kebutuhan dasar Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

7 mahasiswa ini meliputi student need, student interest, dan student welfare, sesungguhnya ketika kebutuhan dasar ini dapat terpenuhi oleh HMI, secara otomatis mahasiswa akan tertarik untuk berkecimpung dalam dunia HMI. Strategi Rekrutmen dan Seleksi Pendekatan yang dilakukan dalam proses rekrutmen yang dilakukan sebaiknya menggunakan basic need approach, dimana terjadi penyesuaian dengan trend atau kecenderungan aktivitas mahasiswa. Misalkan pendekatan terhadap mahasiswa yang memiliki kecenderungan untuk mengedepankan kegiatan akademik, maka pendekatan yang dilakukan adalah dengan memperbanyak aktivitas kajian akademik, atau secara praksis komisariat dapat melakukan mentoring mata kuliah tertentu yang dianggap sulit di fakultasnya dan membuat bank soal untuk dibahas. Atau bagi mahasiswa yang punya hobi berpetualang, pendekatan yang dilakukan dapat melalui aktivitas kemping misalnya. Untuk mahasiswa yang terkena masalah, maka HMI secara organisasional harus mampu muncul sebagai problem solver. Dengan demikian maka beraktivitas di HMI merupakan kebutuhan bagi mahasiswa. Dalam upaya peningkatan kualitas perkaderan HMI, seleksi menjadi kemestian yang tidak boleh tidak untuk dilakukan. Seleksi harus memperhatikan basic value HMI, misalkan tidak mungkin bagi HMI untuk melakukan pendekatan terhadap mahasiswa yang biasa nge-drugs dengan memfasilitasi aktivitasnya, karena tentu saja bertentangan dengan landasan teologis yang HMI anut. Dalam menetapkan proses seleksi terlebih dahulu menentukan kriteria atau parameter yang memenuhi kriteria JeRiT (Jelas, Realistis, dan Terukur). Sesuai dengan tujuan perkaderan yaitu mencetak kader Muslim-Intelektual-Profesional, maka kriteria yang harus dibuat mengacu pada tiga hal tersebut. Output yang berkualitas berangkat dari input dan process yang berkualitas pula. Sebagai konsekuensi logis dari standarisasi bahan baku, maka dalam proses seleksi ini harus melibatkan ilmu psikologi, sehingga potensi calon-calon kader dapat diukur dengan baik, ini berguna untuk pengembangan pada proses selanjutnya. Seleksi dapat dilakukan setelah melalui pengamatan yang cukup, maka maperca sebaiknya menjadi starting point, maperca harus dipahami sebagai selang waktu, bukan merupakan satu titik aktivitas. Seleksi adalah proses memilih, jadi tidak mungkin proses seleksi terjadi akibat tidak adanya pilihan. Strategi Perencanaan Sumberdaya Manusia Perencanaan sumberdaya manusia adalah suatu proses untuk menentukan bagaimana organisasi harus bergerak dari sumberdaya manusia saat ini menuju kondisi yang diinginkan. Perencanaan ini merupakan proses menganalisis kebutuhan sumberdaya manusia pada suatu organisasi pada kondisi yang berubah dan mengembangkan aktivitas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan, karena organisasi harus mampu beradaptasi dengan Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

8 perubahan (seperti pertumbuhan, teknologi baru, dan variasi pasar). Perencanaan sumberdaya manusia yang efektif meliputi (1) resources planning, dan (2) program planning. Resources planning merupakan proses identifikasi atau penentuan jumlah kebutuhan sumberdaya manusia yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi di waktu yang akan datang. Program planning menyangkut pemilihan alat/proses sumberdaya manusia yang paling efektif yang terpusat pada kelebihan atau kekurangan sumberdaya manusia. Perencanaan sumberdaya manusia yang efektif sangat tergantung pada kualitas dan kuantitas informasi yang relevan yang tersedia untuk pengambilan keputusan. Untuk membuat rencana sumberdaya manusia yang akurat maka diperlukan analisis situasional yang meliputi analisis lingkungan dan penilaian organisasional. Yang perlu diperhatikan dalam analisis lingkungan ini adalah sebab-sebab perubahan dan bentuk-bentuk perubahan. Untuk penilaian organisasional meliputi tujuan organisasi, sumberdaya organisasi, iklim organisasi, dan struktur organisasi. Dalam perencanaan manajemen sumberdaya manusia diperlukan Sistem Informasi Sumberdaya Manusia (SISDM) yang merupakan pendekatan terorganisasi untuk memperoleh informasi yang relevan dan tepat waktu terhadap mana keputusan-keputusan sumberdaya manusia didasarkan. Sebuah SISDM harus dirancang memenuhi kriteria tepat waktu, akurat, ringkas, relevan, dan lengkap. SISDM yang efektif akan menghasilkan laporan dan peramalan penting meliputi routine reports, exception reports, on-demandreports, and prediction. Ada tiga komponen fungsional utama dalam SISDM, yaitu (1) input function, (2) maintenance function, dan (3) output function. Langkah pendahuluan untuk melakukan perencanaan sumberdaya manusia di HMI adalah dengan melakukan pemetaan kebutuhan dan pemetaan potensi sumberdaya organisasi secara keseluruhan. Dari masukan data yang ada baru dapat dirancang suatu perencanaan sumberdaya manusia sesuai dengan tujuan organisasional. Pemanfaatan teknologi internet misalnya dapat mempermudah SISDM di HMI. Tanpa data yang akurat dan lengkap tidak mungkin dilakukan perencanaan yang baik, karena hanya akan berangkat dari asumsi-asumsi yang belum tentu benar, sehingga keputusan atau kebijakan yang akan diambil tidak relevan dengan kondisi lapangan. Strategi Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan merupakan penciptaan suatu lingkungan dimana orang/anggota dapat memperoleh atau mempelajari sikap, kemampuan, keahlian, pengetahuan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan tugas organisasional. Ada perbedaan yang cukup mendasar antara pelatihan dan pengembangan, jika pelatihan diarahkan untuk membantu orang untuk melaksanakan tugas organisasi secara lebih baik, sedangkan pengembangan lebih diarahkan pada investasi yang berorientasi ke masa depan dalam diri masing-masing individu. Pelatihan adalah serangkaian aktivitas yang Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

9 dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, atau perubahan sikap seorang individu, sedangkan pengembangan diartikan sebagai penyiapan individu untuk memikul tanggung jawab yang berbeda atau yang lebih tinggi dalam organisasi. Dalam melaksanakan pelatihan yang harus diperhatikan adalah need assessment, penilaian kebutuhan ini meliputi analisis organisasional, analisis operasional, dan analisis personalia. Analisis organisasional menitikberatkan pada kebutuhan-kebutuhan organisasi dalam menyikapi realitas yang terus berkembang. Analisis operasional merupakan proses menentukan perilaku yang disyaratkan standar-standar kinerja yang harus dipenuhi, analisis ini memusatkan perhatian pada apa yang harus dilakukan individu dalam menjalankan aktivitas organisasi, analisis operasional tidak hanya menentukan sasaran pelatihan saja tetapi juga dapat menentukan efektivitas suatu pelatihan. Analisis personalia digunakan untuk memeriksa seberapa baik individu melaksanakan aktivitas organisasinya, analisis ini didasarkan pada suatu perbandingan antara kinerja aktual dan standar kinerja semestinya. Selain penilaian terhadap kebutuhan pelatihan, untuk mendapatkan kualitas pelatihan yang baik maka diperlukan pelatih/trainer yang baik pula. Kualitas trainer mutlak diperlukan. Ada beberapa kelemahan yang biasa dilakukan oleh trainer yang mengakibatkan gagalnya program pelatihan : Pelatihan dan pengembangan dianggap sebagai obat seluruh penyakit dalam organisasional. Trainee tidak cukup termotivasi untuk memusatkan perhatian dan komitmen mereka Satu teknik dianggap dapat diterapkan pada semua kelompok, dalam semua situasi, dengan keberhasilan yang sama. Kinerja trainee tidak dievaluasi begitu yang bersangkutan kembali pada aktivitas normalnya. Tidak ada atau kurangnya dukungan pengurus Pelatihan belaka tidak cukup kuat untuk menyebabkan perbaikan aktivitas. Sedikit atau tidak ada persiapan untuk tindak lanjut. Untuk mengevaluasi suatu program pelatihan, ada empat pertanyaan pokok yang harus dijawab, yaitu (1) Apakah terjadi perubahan pasca latihan ? (2) Apakah perubahan akibat dari latihan ? (3) Apakah perubahan positif bagi pencapaian tujuan organisasional ? (4) Apakah perubahan serupa terjadi pada partisipan yang baru ? Dalam terminologi praksis, pelatihan (COACHing) memiliki empat kunci, yaitu Competency, Outcomes, Action, and CHecking. Kompetensi maksudnya mempertimbangkan tahap kinerja saat ini. Hasil maksudnya menetapkan hasil yang diinginkan dari belajar. Tindakan maksudnya menyetujui strategi dan melaksanakan tindakan. Memeriksa maksudnya memberikan feed back dan memikirkan kembali apa yang telah dipelajari. Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

10 Selain dari penetapan beberapa pemahaman tersebut, hal yang harus diperhatikan dalam penentuan pelatihan dan pengembangan adalah kerangka atau paradigma dalam melakukan pendidikan. Paulo Freire membagi kerangka pendidikan ideologis masyarakat menjadi tiga kerangka3, yaitu (1) Magical Consciousness, (2) Naive Consciousness, dan (3) Critical Consciousness, ketiga kerangka ini akan membentuk paradigma pendidikan yang (1) konservatif, (2) liberal, (3) radikal. Pemahaman tentang kerangka ini akan sangat menentukan rancangan pelatihan yang akan dibuat. Strategi HMI dalam melakukan pelatihan dan pengembangan harus berangkat dari need assessment, dalam artian penyesuaian dengan kebutuhan atau skill yang dibutuhkan oleh kader dalam setiap tahap pelatihannya. Jenjang training formal pada dasarnya adalah pemberian kemampuan minimal pada seorang kader pada levelnya, selesainya jenjang kader formal belum dapat dikatakan sebagai kader paripurna, karena baru melalui proses standarisasi pada levelnya. Penilaian kebutuhan ini akan menjadi dasar dalam program pelatihan dan pengembangan. Dengan adanya penilaian terhadap kebutuhan maka akan sangat menghargai local knowledge, sehingga rancangan program pelatihan dan pengembangan dapat aplikatif sesuai dengan kebutuhan lokal. Perancangan program pelatihan dan pengembangan juga harus terstandarisasi secara kualitatif, sehingga tidak menimbulkan gap antar daerah. Upaya penciptaan standarisasi kualitatif ini adalah melalui standarisasi nilai (bukan penilaian), dan standarisasi trainer. Perlu dilakukan sertifikasi terhadap trainer, sehingga dalam setiap pengelolaan latihan akan dikelola oleh individuindividu yang profesional, layak, dan kapabel. Pengelolaan training tidak hanya menekankan pada kemauan, tetapi juga harus diikuti dengan kemampuan. Strategi Penilaian Aktivitas Penilaian terhadap aktivitas merupakan teknik yang paling tua digunakan untuk melihat sejauh mana kemampuan individu menjalankan misi organisasi. Penilaian ini ditujukan untuk (1) meningkatkan self esteem dan kompetensi pribadi, (2) menstimulasi proses pelatihan dan pengembangan. Sistem penilaian harus efektif, dengan syarat (1) relevan, (2) sensitif, (3) andal, (4) acceptable, dan praktis. Beberapa kelemahan yang sering terjadi dalam penilaian aktivitas adalah (1) bias penilai, (2) hallo effect, (3) central tendency, (4) leniency, (5) strictness, dan (6) recency. Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk melakukan penilaian aktivitas, yaitu : Graphic Rating Scale
3

Penulis secara pribadi menambah kerangka ideologi pendidikan ini menjadi empat, yaitu Magis/Taqlid, Kesadaran Naif, Kesadaran Kritis, dan Kesadaran Magis, karena pada dasarnya setiap orang akan makin kuat/kukuh terhadap keyakinannya ketika telah melampaui kesadaran kritis, walaupun lebih dikemas dengan wisdom

Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

11 Behaviorally Anchored Rating Scale Essay/Narative Format Critical Incidents Forced-choice Scale Rankings Managements by Objective Objective Indices Pada dasarnya kesemua teknik tersebut tidak ada yang paling baik untuk setiap organisasi, sangat situasional, maka dalam merancang teknik penilaian ini harus melakukan analisis terlebih dahulu. Di HMI penilaian aktivitas ini sering diabaikan, sehingga seringkali menempatkan wrong man/woman in wrong places. Untuk itu jika berkehendak untuk melakukan peningkatan kualitas maka mau tidak mau harus mulai dirancang sistem penilaian aktivitas terhadap diri kader. Ukuran sederhana untuk menilai aktivitas kader adalah dengan standar aktivitas pasca pelatihan formal. Setiap kader diberikan worksheet yang berisi aktivitas yang dilakukan, penilaian dilakukan oleh pejabat berwenang, dalam hal ini untuk kader komisariat, dilakukan oleh PA komisariat, pengurus komisariat dilakukan oleh ketua umum komisariatnya, ketua umum komisariat dilakukan oleh PA cabang, demikian terus ke atas. Setiap aktivitas diberikan pembobotan tertentu dengan satuan kredit, kredit yang sudah dikumpulkan dapat menjadi prasyarat pelatihan selanjutnya atau promosi karir. Strategi Kompensasi Pada dasarnya kompensasi bertujuan untuk memikat dan menahan kader unggulan untuk tetap beraktivitas, dan harus dapat memotivasi kader, serta dapat membuat kader untuk sadar aturan. Dalam terminologi bisnis kompensasi diartikan sebagai semua bentuk kembalian finansial, jasa-jasa berwujud, dan tunjangan-tunjangan yang diberikan pada karyawan sebagai konsekuensi hubungan kepegawaian. Perancangan sistem kompensasi harus memperhatikan external equity, internal equity, and individual equity. Penerapan sistem kompensasi ini penting, karena dapat meningkatkan gairah aktivitas. Dalam perspektif HMI, tentu saja konsep kompensasinya berbeda dengan perusahaan/bisnis, kompensasi finansial digeser dalam bentuk lain. Kompensasi yang bisa diberikan oleh HMI secara organisasional, misalnya meliputi hak untuk ikut serta dalam pertrainingan selanjutnya, atau promosi karir, dan lain sebagainya. Bahkan bukan tidak mungkin ada penyediaan beasiswa bagi kader-kader unggulan. Parameter pemberian kompensasi didasarkan pada aktivitas yang terekam dalam worksheet masing-masing kader. Secara prinsip sistem kompensasi ini adalah penegasan pemberian reward and punishment.

Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

12 Strategi Hubungan Pengurus-Anggota Pada prinsipnya hubungan pengurus-anggota terkait dengan pembentukan iklim organisasi. Iklim organisasi yang harus dibangun adalah iklim yang menyenangkan, dan memberikan kesempatan kepada setiap individu untuk berkiprah di HMI. Hubungan yang dibangun bukan berdasarkan relasi kuasa, tetapi lebih pada pendekatan yang humanis, yang mengedepankan kondisi equal. Pengurus sebagai decision maker hendaknya mampu memosisikan diri sebagai COACH yang baik, sehingga suasana yang egaliter dapat terbangun.

HARUS MULAI DARI MANA ? Teori atau konsep sebagus apa pun akan sia-sia kalau tidak dapat diimplementasikan. Maka apabila kamu telah selesai ( dari sesuatu urusan ) , kerjakanlah dengan sungguh - sungguh ( urusan ) yang lain . (Al-Insyirah : 7). Untuk itu dalam mengaplikasikan strategi perkaderan HMI harus dilakukan secara gradual dan konsisten. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah need assessment dan analisis situasional yang kemudian hasilnya dapat dibentuk menjadi SISDM. Data-data yang telah terkumpul diolah untuk merancang strategi yang tepat. Strategi tersebut dibagi menjadi dua mainstream, yaitu strategi yang sifatnya nasional dan strategi lokal. Strategi nasional meliputi hal-hal yang sifatnya umum dan fundamental. Strategi lokal mencakup hal-hal teknis yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal dengan mengutamakan local knowledge. Jadi dalam penyusunan atau perancangan sistem HMI harus berpikir luas dan visioner, tetapi dalam aplikasi harus memperhatikan kearifan lokal atau dengan kata lain aksi lokal. Konsep seperti itu akan lebih membumi, dan dapat dirasakan secara langsung oleh seluruh komponen, baik itu internal HMI, bahkan lebih jauh lagi pihak eksternal.

YANG MESTI DIHINDARI DAN YANG MESTI DILAKUKAN Dalam merancang dan implementasi strategi peningkatan kualitas perkaderan hal yang harus dihindari adalah : Anomaly of value Concept failure Anxiety Not acceptable Goal failure Anomaly of value berarti terjadi pergeseran nilai yang menjadi prinsip dalam perkaderan HMI. Concept failure berarti biasnya suatu konsep yang akan diterapkan atau konsep yang dirancang tidak realistis dan aplikatif. Anxiety maksudnya ada kegelisahan atau dihantui oleh kegagalan yang berakibat pada Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

13 fatalistik atau keraguan atas hasil dari proses yang dikerjakan. Not acceptable artinya konsep yang dirancang tidak dapat diterima oleh seluruh komponen HMI. Dan Goal failure maksudnya kehilangan orientasi dalam perancangan dan implementasi perkaderan atau dengan kata lain lupa pada tujuan. Hal yang harus dipertimbangkan atau dilakukan dalam perancangan dan implementasi strategi perkaderan HMI adalah : Systematic Applicable Humanity Matching Unity Developmentally Systematic maksudnya konsep yang dibuat harus sistematis, sehingga mudah untuk dilakukan pengevaluasian dalam setiap tahapan dan memiliki pola yang jelas. Applicable maksudnya konsep yang dibuat apalikatif dan dapat diterapkan dengan menggunakan prinsip sederhana dan realistis dengan mengedepankan local knowledge. Humanity artinya konsep perkaderan yang dirancang harus manusiawi, dengan menggunakan paradigma pendidikan memanusiakan manusia. Matching maksudnya konsep yang dibuat harus memiliki keterkaitan dan keterhubungan dengan kebutuhan organisasional. Unity maksudnya secara keseluruhan sistem perkaderan merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak terbagi menjadi bagian-bagian yang berdiri sendiri. Developmentally maksudnya konsep yang dirancang harus terbuka dan memungkinkan untuk terus dikembangkan dengan menggunakan multimethod.

EPILOG Demikianlah sedikit bahan pemikiran untuk sharing kita bersama. Baik buruknya HMI saat ini tergantung pada diri kader-kader HMI saat ini, konsekuensi logisnya adalah tanggung jawab aplikasi misi HMI berada di pundak kita semua. Mohon maaf apabila dalam penguraian strategi peningkatan kualitas perkaderan ini banyak hal yang kabur dan kurang jelas, atau apabila ada diksi (pilihan kata) yang dapat menyinggung, sekali lagi mohon maaf, karena memang tak ada tendensi apa pun, semata-mata berangkat dari keikhlasan untuk memperbaiki HMI.

Billahittaufiq Wal Hidayah.

Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

14

DAFTAR BACAAN

Agus Salim. 2002. Perubahan Sosial : Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia. Tiara Wacana. Yogyakarta. Anonim. 2003. Pedoman Perkaderan HMI. PB HMI. Jakarta Encep Hanif Ahmad. 2005. Mengembalikan Ruh Perjuangan HMI. Makalah disampaikan pada acara diskusi peringatan Dies Natalis HMI ke-58 HMI Komisariat Pertanian Unila pada tanggal 5 Pebruari 2005. Bandar Lampung. Henry Simamora. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. Bagian Penerbitan STIE YKPN. Yogyakarta. Ian Fleming & Allan J.D. Taylor. 2002. The Coaching Pocketbook. Published by Management Pocketbooks Ltd. United Kingdom.

Ubahlah apa yang tidak bisa diterima; Terimalah apa yang tidak bisa diubah

Anda mungkin juga menyukai