Anda di halaman 1dari 3

Perkaderan di Tanah Negeri 1000 Hafidz (Gayo Lues)

Oleh : Nurhayati
Asal Cabang : Kutacane

HMI merupakan suatu wadah yang didalamnya terhimpun para


mahasiswa- mahasiswa Islam yang terorientasi dan berkonsentrasi pada misi
keumatan dan misi kebangsaan. Sebagaimana dalam AD/ART HMI dijelaskan
bahwa HMI merupakan organisasi yang berfungsi sebagai organisasi kader,
maksudnya HMI hadir sebagai pencetak sumber daya manusia yang yang
berkualitas insan cita. Pembangunan Sumber Daya Manusia melalui olah sikap,
nalar, dan perilaku. Proses pengkaderan HMI adalah menerapkan proses
internalisasi nilai-nilai moral dan kebenaran, baik dalam nilai keislaman,
kebangsaan dan kemahasiswaan.
Yang dimaksud dengan kader adalah sekelompok orang yang terorganisir
secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung bagi kelompok yang
lebih besar. Dalam konteks Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), maka pengertian
dari perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan secara sadar dan
sistematis selaras dengan pedoman perkaderan HMI, sehingga memungkinkan
seorang anggota HMI mengaktualisasikan potensi dirinya menjadi seorang kader
Muslim, Intelektual, Profesional, yang memiliki kualitas insan Cita. Dengan
demikian perkaderan HMI bertujuan agar terciptanya kader muslim intelektual
profesional yang berakhlakul karimah serta mampu mengemban amanah Allah
sebagai khalifah fil ardh dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Dalam
perjalanannya, proses perkaderan di HMI bukanlah proses yang benar-benar
sempurna, maksudnya tentulah ada kekurangan dan tantangan tersendiri bagi
keberhasilan proses perkaderan tersebut. Bagi setiap lingkup cabang HMI di
seluruh Indonesia tentu berbeda satu sama lain dalam proses perkaderannya, itu
disebabkan karena perbedaan lingkungan, kebudayaan dan gaya hidup di tiap-tiap
linkungan cabang, namun bukan berati sama sekali berbeda, karena HMI telah
merumuskan pedoman perkaderan bagi semua proses perkaderan di lingkup HMI
itu sendiri.
Bebicara tentang perkaderan hari ini, penulis melihat bahwa ada sedikit
kemunduran yang terjadi di dalam tubuh HMI, dimana kader-kader yang
terhimpun di HMI hari ini perlahan-lahan mengalami kemunduran baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Problem-problem tersebut secara dramatis
terakumulasi sehingga menjadikan masalah yang akut dalam perkaderan HMI.
Salah satu penyebab utamanya adalah dalam mekanisme kerja perkaderan itu
sendiri yang tidak sesuai dengan track record organisasi.
Begitu pula yang penulis amati di HMI Cabang Kutacane Komisariat
PSDKU USK Gayo Lues, yang merupakan wadah bagi penulis dalam berproses di
HMI ini. Disini penulis mencoba membuat analisis sederhana dengan berbagai
macam realitas yang penulis ketahui dari training-training yang penulis kelola.
Seiring dengan berkembangnya HMI di Cabang Kutacane, dengan terbentuknya
Komisariat - Komisariat baru di Cabang Kutacane, seharusnya diiringi dengan
peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya kader disana, namun hingga
tahun 2022 ini ternyata masih sangat minim, sehingga regenerasi kader disana
sangat lambat secara kualitas. Dalam 2 tahun terakhir, penulis melihat penurunan
yang signifikan di dalam tubuh HMI. Seiring perjalanan roda organisasi,
pergantian pengurus dan perjalanan zaman, sepertinya HMI Cabang Kutacane
mempunyai tantangan tersendiri yang terbilang sulit dalam proses melahirkan
kader umat dan kader bangsa. Ini disebabkan oleh pewabahan dari budaya hedonis
dan pragmatis yang perlahan-lahan menjalar di tubuh mahasiswa, khususnya
mahasiswa sekitar Blangkejeren.
Para mahasiswa banyak yang tidak mengetahui arti penting berorganisasi,
sehingga kurangnya minat dan kesadaran mereka untuk berproses di dalam suatu
organisasi khususnya organisasi HMI ini. Sehingga yang benar-benar bersedia
berjuang dengan HMI demi umat dan bangsa sangatlah minim, ditambah lagi
dengan sumber daya intruktur yang minim, baik dari segi kualitas maupun
kuantitas menyebabkan semakin akutnya perkaderan di HMI hari ini. Di lain segi,
penulis juga melihat bahwa semakin banyaknya para senior yang berpengalaman
yang habis masa keanggotaannya, sedangkan junior yang ada dibawah bisa
dikatakan sangat kurang dari segi kualitasnya.
Budaya diskusi yang habis terkikis zaman, budaya membaca yang tak tahu
hilang kemana, sehingga yang tertinggal hanyalah jasad dari HMI itu sendiri.
Pergerakan pun tidak banyak dilakukan, karena kader pembaharu dan penggerak
sudah mulai bungkam dengan keadaan HMI yang tergolong miris. Walaupun
dapat dikatakan rumit dan miris, namun yang masih bisa dipertahankan oleh HMI
Cabang Kutacane adalah budaya kekeluargaannya yang masih kental dan terjaga
dengan rapi walau terjadi goncangan-gocangan kecil. Dengan budaya
kekeluargaan ini, penulis berharap HMI Cabang Kutacane dapat mengembalikan
dua kebudayaan yang hilang, sebagaimana yang penulis paparkan diatas. Dengan
begitu HMI Cabang Kutacane khususnya Komisariat Psdku Usk Gayo Lues dapat
bangkit kembali dengan kader yang berkualitas insan cita dan mampu meneruskan
perjuangan demi terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT.
Demikianlah analisis yang dapat penulis paparkan dalam bentuk essay ini,
mohon maaf jika ada kekurangan dalam penulisanya.

Blangkejeren, 25 Desember 2022

Nurhayati

Anda mungkin juga menyukai