Anda di halaman 1dari 2

Relevansi Strategi Sun Tzu terhadap Upaya Diplomatik antara Negara

Dalam dunia yang gejolak dan kompleks seperti saat ini, diplomasi antara negara-negara
menjadi semakin penting. Diplomasi adalah sarana untuk mempromosikan kepentingan
nasional, mencapai solusi damai untuk konflik, dan membangun hubungan internasional yang
berkelanjutan. Namun, upaya untuk mencapai kepentingan tersebut sering dibutuhkan suatu
strategi yang relevan. Dalam upaya ini, terutama pandangan Sun Tzu dalam salah satu
bukunya yang berjudul "The Art of War" memiliki relevansi yang signifikan terhadap upaya
diplomatik antara satu negara dengan negara lainnya. Tidak hanya terbatas pada aktor negara
saja, tetapi juga mencakup aktor non-negara seperti organisasi internasional, lembaga
swadaya masyarakat (LSM), perusahaan multinasional, atau bahkan individu. Dalam tulisan
ini, penulis akan membahas diktum-diktum pokok dalam strategi Sun Tzu, konsep-konsep
yang krusial di dalamnya, dan sejauh mana kontribusinya dalam studi strategi pada
umumnya.

Salah satu diktum pokok dalam ajaran Sun Tzu adalah perencanaan yang matang. Sun Tzu
(2009) menyatakan bahwa perencanaan yang baik memenangkan pertempuran sebelum
pertempuran dimulai. Dalam konteks diplomasi, ini berarti bahwa negara harus merumuskan
strategi yang kuat sebelum memasuki perundingan internasional. Persiapan yang matang,
penentuan tujuan yang jelas, serta pemahaman mendalam tentang negara mitra merupakan
kunci untuk mencapai hasil yang menguntungkan. Selain itu, Sun Tzu juga menekankan
pentingnya pengetahuan tentang diri sendiri dan musuh. Sun Tzu (2009) menyatakan bahwa
jika kamu tahu musuhmu dan tahu dirimu sendiri, maka kamu tidak perlu takut hasil dari
seratus pertempuran. Berdasarkan hal tersebut, dalam suatu urusan diplomasi antara negara
maupun aktor lainnya, pengetahuan yang mendalam tentang kebijakan, kepentingan, dan
budaya negara atau aktor mitra sangat penting. Sehingga dalam hal ini juga negara harus
melakukan riset yang cermat dan mendapatkan intelijen yang akurat untuk dapat secara jelas
memahami strategi mereka.

Berikutnya, Sun Tzu juga menyinggung salah satu hal terkait kemampuan beradaptasi
sebagai prinsip strategis dalam suatu peperangan. Sun Tzu (2009) menyatakan bahwa air
dapat membawa suatu kapal tetap berlayar dengan mulus atau bahkan tenggelam. Begitu
pula, kaitannya dengan tindakan seorang diplomat harus disesuaikan dengan situasi.
Terutama dalam suatu urusan diplomasi, situasi atau keadaan saat berdiskusi bersama negara
atau aktor mitra dapat berubah dengan cepat. Seorang diplomat harus bersedia untuk
mengubah pendekatan mereka dan menyesuaikan strategi mereka sesuai dengan perubahan
dalam dinamika hubungan internasional. Berikutnya penjelasan mengenai bahwa strategi Sun
Tzu memiliki relevansi langsung dalam suatu urusan diplomasi. Konsep-konsep seperti
perencanaan sebelum menghadiri perang, pengetahuan mengenai musuh dan diri sendiri,
fleksibilitas atau adaptasi yang cepat, dan kemampuan tipu muslihat dapat diterapkan dalam
konteks diplomasi antara satu aktor dengan aktor lainnya untuk mencapai tujuan diplomasi
yang diinginkan.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa diktum-diktum pokok dalam


strategi Sun Tzu, seperti perencanaan yang matang, pengetahuan dan intelijen, serta
kemampuan beradaptasi, memiliki relevansi signifikan dalam diplomasi antara negara.
Konsep-konsep tersebut dapat diterapkan untuk merumuskan strategi diplomasi yang efektif
dan mencapai hasil yang menguntungkan. Kontribusi Sun Tzu dalam studi strategi pada
umumnya juga sangat besar, karena prinsip-prinsipnya tetap relevan dalam berbagai konteks,
termasuk militer, bisnis, manajemen, atau terutama dalam hal ini urusan diplomatik antar
aktor. Seiring dengan perkembangan zaman yang dinamis, kebijaksanaan Sun Tzu terus
menjadi panduan penting dalam dunia yang kompleks dan berubah-ubah ini terutama dalam
hal mengenai studi strategi.

Referensi:

Tzu, Sun, 2009. The Art of War (trans. Lionel Giles, 孫子兵法). Pax Librorum Publishing
House.

Anda mungkin juga menyukai