Perspektif Islam
Abstrak
Diplomasi dewasa ini dipahami sebagai aktivitas negosiasi antar-negara atau
antar-aktor hubungan internasional.Sayangnya, diplomasi konvensional
yang dikenal saat ini memiliki beberapa kelemahan, sehingga perlu terobosan
baru diplomasi yang melibatkan aktor lain dan akhirnya menghasilkan
diplomasi bersih. Diplomasi bersih tidak hanya mengutamakan tujuan,
tetapi sarana dan semua proses negosiasi juga diperhatikan dan sama
pentingnya dengan tujuan.
Diplomasi bersih melalui perspektif Islam tertuang dalam Al-Qur’an dan
Hadist serta diwujudkan dalam pemikiran serta tindakan Nabi Muhammad
SAW dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan. Pada
masa ini, diplomasi bersih juga tergambar dalam diplomasi terbuka yang
menjunjung nilai keadilan dan ketransparanan proses serta hasilnya.
Diplomasi bersih memiliki karakteristik yang adil dan rahmatan lil ‘alamin
membuat berbagai pihak berada pada kedudukan yang sama, tanpa ada
penindasan ataupun supremasi dari pihak tertentu. Hasil yang dicapai
melalui diplomasi bersih juga akan membuat semua pihak merasa puas. Hal
ini pada akhirnya akan membuat jalinan silaturahmi antar pihak semakin
kuat dan harmonis.
Abstract
Diplomacy is generally defined as a negotiation process between countries
or amongactors ininternational relations. Conventional diplomacy has some
dan Sunnah. Dalam hukum inter maka dalam Islam terkhusus pada
nasional Islam, segala peraturan zaman Nabi Muhammad, aktor
dibuat dengan seadil-adilnya. yang terlibat adalah antar-pihak
Regulasi atau aturan ini tidak atau antar-golongan. Pada zaman
hanya berlaku bagi negara-negara Nabi Muhammad, perjanjian
Islam, tetapi juga bagi negara pert ama yang dilakukan adalah
non-Islam. Dalam tulisan ini, juga Piagam Madinah.Ini merupakan
diulas mengenai konsep negosiasi kesepakatan pertama di dalam
Fisher-Ury yang adil dan efektif. Islam yang ditandatangani oleh
Intisari dari konsep tersebut adalah Muhammad dan mereformasi
sangat penting bagi dua pihak yang secara fundamental konsep sebuah
bersengketa memahami perspektif negara yang berdasarkan keimanan.
masing-masing mengenai apa yang Madinah kala itu menjadi negara
mereka sengketakan. Apabila ada yang merangkul masyarakat dari
salah satu pihak yang memaksakan berbagai agama dan keyakinan
kehendaknya, maka pihak ini karena kebebasan ber a gama
tidak melakukan perunding an, sangat dihargai dan dijamin.Meski
melainkan pemaksaan. Dalam demikian, masyarakat Madinah
mengkonstruksi solusi, peran atau memiliki loyalitas pada ikatan
partisipasi kedua belah pihak harus politik yang satu. Orang-orang
sangat diperhatikan. Semakin Yahudi di Madinah juga men
besar partisipasi suatu pihak dalam dapatkan perlakuan yang setara
kontribusi usulan ke s epakatan, atau sama (equality, musawat)
maka semakin besar pula tanggung karena orang Yahudi yang berasal
jawabnya untuk melaksanakan dan dari Bani Auf dianggap bersaudara
menjalankan hasil kesepakatan dengan kaum Muslimin (Warsito
tersebut(Warsito dan Surwandono, dan Surwandono, 2015: 154-155).
2015: 151-153). Selain bentuk diplomasi bersih
Dalam membedakan antara yang dijelaskan melalui Piagam
diplomasi/negosiasi konvensional Madinah, Tulus Warsito dan
dengan diplomasi bersih dalam Surwandono juga menghadirkan
perspektif Islam, dapat terlihat cara Rasulullah bernegosiasi dan
dari perbedaan istilah pihak- berdiplomasi secara baik dan benar
pihak yang bersengketa. Jika pada melalui Perang Badar, Perang Uhud
diplomasi konvensional aktor yang dan Perjanjian Hudaibiyah. Keempat
terlibat adalah negara-bangsa, contoh praktis ini dirasa cukup
Islamic World and Politics
116
Vol.1. No.1 Juli-Desember 2017