Perkembangan lahirnya ilmu komunikasi dapat ditelusuri sejak peradaban Yunani Kuno
beberapa ratus tahun Sebelum Masehi. Sebutan “komunikasi” dalam konteks arti yang berlaku
sekarang ini memang belum dikenal saat itu. Istilah yang berlaku pada zaman tersebut adalah
“retorika”.Para ahli berpendapat bahwa studi retorika sebenarnya telah ada sebelum zaman
Yunani (Golden, 1978; Fross, 1985; Forsdale, 1981). Disebutkan bahwa pada zaman kebudayaan
Mesir Kuno telah ada tokoh-tokoh retorika seperti Kagemni dan PtahHotep. Namun demikian,
tradisi retorika sebagai upaya pengkajian yang sistematis dan terorganisasi baru dilakukan di
Zaman yunani Kuno dengan perintisnya Aristotle (Golden, 1987).
Pengertian “retorika” menurut Aristotle, menunjukkan kepada segala upaya yang bertujuan
untuk persuasi. Lebih lanjut, Aristotle menyatakan bahwa retorika mencakup tiga unsur, yakni:
Dengan demikian upaya persuasi, menurut Aristotle, menuntut tiga (3) faktor, yakni kredibilitas
dan pelaku komunikasi yang melakukan kegiatan persuasi, kemampuan untuk merangsang
emosi/perasaan dari pihak yang menjadi sasaran, serta kemampuan untuk mengungkapkan fakta-
fakta yang mendukung (logika).Pokok-pokok pikiran Aristotle ini kemudian dikembangkan lagi
olehCicero dan Quintilian. Mereka menyusun aturan retorika yang meliputi lima (5) unsur:
Dalam abad pertengahan, studi retorika ini secara institusional semakin mapan, khususnya di
negara-negara Inggris, Perancis, dan Jerman. Tokoh-tokoh yang terkemuka pada masa ini, antara
lain Thomas Wilson, Francis Bacon, Rene Descartes, Jhon Locke, Giambattista Vico, dan David
Hume.
Dalam akhir abad ke-18, pninsip-pninsip retorika yang dikemukakan oleh Aristotle, Cicero dan
Quantilian ini, kemudian menjadi dasar bagi bidang kajian speech communication (komunikasi
ujaran) dan rhetoric. Retorika tidak lagi diartikan secara sempit sebagai upaya persuasi.
Pengertian retorika sekarang ini menunjukkan pada “kemampuan manusia menggunakan
larnbang-lambang untuk berkomunikasi satu sama lainnya.” (Foss et.al., 1985: 15). Tokoh-tokoh
retorika yang terkenal pada saat ini antara lain: LA Richards, Richard M. Weaver, Stephen
Toulmin, Kenneth Burke, Marshall McLuhan, Michel Foucault, Jurgen Habermas, Emesto
Grassi, dan Chaim Perelman.
A. Konsep Diplomasi
Diplomasi merupakan salah satu instrumen penting dalam pelaksanaan kepentingan
nasional suatu negara. Diplomasi sebagai alat utama dalam pencapaian kepentingan
nasional yang berkaitan dengan negara lain atau organisasi internasional. Melalui
diplomasi ini sebuah negara dapat membangun citra tentang dirinya. Dalam hubungan
antar negara, pada umumnya diplomasi dilakukan sejak tingkat paling awal sebuah
negara hendak melakukan hubungan bilateral dengan negara lain hingga keduanya
mengembangkan hubungan selanjutnya. Diplomasi merupakan praktek pelaksana
perundingan antar negara melalui perwakilan resmi. Perwakilan resmi dipilih oleh negara
itu sendiri tanpa ada campur tangan pihak lain atau negara lain. Diplomasi antar negara
dapat mencakup seluruh proses hubungan luar negeri, baik merupakan pembentukan
kebijakan luar negeri dan terkait pelaksanaannya. Diplomasi dikatakan juga mencakup
teknik operasional untuk mencapai kepentingan nasional di luar batas wilayah yuridiksi.
Diplomasi menjadi bagian yang sangat penting untuk dijadikan salah satu solusi atau
jalan keluar untuk mengupayakan penyelesaian secara damai. Diplomasi dilakukan untuk
mencapai suatu kepentingan nasional suatu negara. Meskipun diplomasi berhubungan
dengan aktivitas-aktivitas yang damai, dapat juga terjadi di dalam kondisi perang atau
konflik bersenjata karena tugas utama diplomasi tidak hanya manajemen konflik, tetapi
juga manajemen perubahan dan pemeliharaannya dengan cara melakukan persuasi yang
terus menerus di tengah-tengah perubahan yang tengah berlangsung.3 Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa diplomasi adalah perpaduan antara ilmu dan seni perundingan
atau metode untuk menyampaikan pesan melalui perundingan guna mencapai tujuan dan
kepentingan negara yang menyangkut bidang politik, ekonomi, perdagangan, social,
budaya, pertahanan, militer, dan berbagai kepentingan lain dalam bingkai hubungan
internasional.