Anda di halaman 1dari 3

Nama : Adimas Surya R.

Absen 35

NIM : 225120407111068

Kelas : D-2

Definisi dan Sejarah Diplomasi

Secara umum, diplomasi didefinisikan sebagai salah satu praktik dalam Hubungan
Internasional yang dipioner oleh perwakilan dari masing masing perwakilan resmi dari kedua
belah atau lebih pihak, dalam hubungan internasional pihak paling umum adalah negara.
Instrumen kunci dari praktik ini adalah aktivitas negosiasi yang terkadang juga disetarakan
dengan praktik diplomasi tersebut. Hal itu juga sejalan dari definisi diplomasi oleh Oxford
English Dictionary: “pelaksanaan hubungan internasional melalui negosiasi”.

A. Sejarah Diplomasi

Bentuk dari praktik diplomasi pertama kali tercatat pada milenium ketiga (3000 – 2001 SM),
yaitu antara pemerintahan terorganisir di mesopotamia yang saling mengirimkan utusan.
Salah satu penemuan catatan praktik diplomasi di masa kuno yang terkenal adalah catatan
diplomasi antara kerajaan mesir dan hitties. Kemudian di millennium pertama peradaban
besar seperti China, India, dan negara kota Yunani juga mengembangkan bentuk praktik
diplomasi dengan karakteristik peradaban tersebut. Contohnya negara kota Yunani yang
didekripsikan dengan kesetaraan antar negara independen (linguistik dan kultural), sebaliknya
peradaban China dan India lebih mengutamakan upaya untuk menyatukan negara (kerajaan)
di sekitarnya.

Salah satu kerajaan kuno yang sukses mempraktikan diplomasi adalah kekaisaran Bizantium.
Kesuksesannya dalam diplomasi menyelamatkan atau setidaknya menghindarkan kerajaan
tersebut dari invasi negara lain. Adapun metode yang diterapkan Bizantium sebagai bentuk
“diplomasinya” meliputi penyuapan, pengumpulan intelijen, penyebaran informasi palsu, dan
lain – lain, metode dan tradisi diplomasi dari Kekaisaran Bizantium ini kelak diwariskan ke
kerajaan di Eropa barat.

Selanjutnya di masa Renaisans, Italia berperan penting dalam perkembangan diplomasi


sekaligus juga dikenal sebagai tempat kelahiran praktik diplomasi modern. Salah satu inovasi
terpentingnya adalah pengenalan keberadaan kedutaan tetap dan residen duta besar.
B. Old & New Diplomacy

Selama abad ke-17 dan ke-18, prancis mengembangkan bentuk diplomasi yang dikenal
sebagai diplomasi “klasik” atau “lama”. Prinsip kunci dari metode diplomasi ini mulai dari
keyakinan bahwa negosiasi harus dilakukan secara berkelangsungan dan rahasia. Kerahasiaan
ini diansumsikan dari pandangan jika konversasi antara kedua perwakilan negara bersifat
tertutup maka kedua individu dapat menjaga kerasionalitasan keputusan yang diambil, karena
tidak terpengaruh dari faktor eksternal seperti ekspetasi atau opini publik. Adanya keberadaan
tekanan publik dipandang dapat membuat perwakilan resmi (duta besar) terdesak oleh waktu
yang terbatas mengakibatkan keputusan yang diambil dapat bersifat tidak rasional.

Namun, metode “old diplomacy” ini akhirnya digantikan dengan “new diplomacy” setelah
terjadinya perang dunia satu, dimana banyak pihak menyalahkan prinsip kerahasiaan
negosiasi, perjanjian, dan pakta dalam praktik diplomasi di metode lama sebagai akar dari
meletusnya perang. Metode diplomasi baru ini didukung kaum liberal dan salah satu tokoh
terkenalnya adalah Woodrow Wilson yang ditegaskannya dalam pidatonya “Fourteen
Points” bagian pertama. Prinsip kunci dari metode diplomasi baru beberapa diantaranya
merupakan kebalikan dari diplomasi lama, seperti keterbukaan kebijakan dan urusan luar
negeri secara formal dan sistematis, dengan demikian posisi opini publik semakin signifikan
dalam acuan kebijakan luar negeri suatu negara.

C. Global Governance and Diplomacy

Keberadaan pemerintahan global yang ada di dunia ini tentunya dipengaruhi oleh bagaimana
cara diplomasi yang dilakukan berlangsung. Demikian dengan tergantikannya old diplomacy
dengan new diplomacy maka bentuk pemerintahan global juga akan mengikuti karakteristik
dari bentuk diplomasi ini, salah satu karakteristiknya adalah adanya nilai demokrasi sehingga
peran dari aktor non negara seperti individu, NGO’s, MNC, dll semakin penting
keberadaannya dalam urusan di pemerintahan global.

Fenomena peralihan ini juga dapat disebut sebagai peralihan dari statist government
(pemerintahan suatu negara sebagai pusat dalam pemerintahan global) ke polycentric
governance (menyorot peran penting aktor non – negara dalam pemerintahan global).
Selanjutnya dalam praktik diplomasi itu sendiri ada perubahan pada esensi diplomasi itu
sendiri diantaranya adalah representasi,komunikasi dan negosiasi yang dilakukan para
perwakilan resmi suatu pihak baik itu negara atau aktor lainnya di pemerintahan global.

References:

Cooper et.al. (2008). Global Governance and Diplomacy: Worlds Apart? “From Government
to Governance: Transition to a New Diplomacy”. New York, United States: Palgrave
Macmillan.

Jönsson. Hall. (2005). Essence of Diplomacy. Chapter 1 "The Study of Diplomacy”.


Chippenham and Eastbourne, United Kingdom: Palgrave Macmillan.

Kourti A. (2020). The Long March to Peace: The Evolution from “Old Diplomacy” to “New

Diplomacy” Retrieved on Oct 23th, 2023 from https://www.e-ir.info/2020/10/09/the-long-

march-to-peace-the-evolution-from-old-diplomacy-to-new-diplomacy/#google_vignette

Anda mungkin juga menyukai