Review
Dianjukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Diplomasi yang diampu oleh:
DISUSUN OLEH :
6211201195
Kelas E
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diplomasi merupakan sebuah seni bernegosiasi atau merupakan sebuah perundingan yang
biasanya dilakukan oleh orang-orang yang diutus oleh sebuah negara atau yang biasa disebut
dengan Diplomat, secara ringkas dapat disebutkan bahwa diplomasi merupakan sebuah
perundingan yang tujuan nya membuat perjanjian-perjanjian diantara negara-negara, secara lebih
luas diplomasi pun dapat diartikan merupakan sebuah sistem management untuk
menghubungkan keperluan setiap negara dengan cara membuat perjanjian yang dilakukan
melalui negosiasi, tujuan utama diplomasi.
Secara etimologis, kata ‘’diplomasi’’ berasal dari bahsa Yunani yaitu ‘diploun’’ yang artinya
melipat, penamaan ini mengacu pada kejadian yang ada pada masa kekaisaran Romawi yang
mana semua passport atau semua dokumen sebagai syarat melintasi batas – batas negara di cetak
menggunakan pada piringan logam lalu dilipat dan dijahi menjadi satu, yang mana surat tersebut
disebut sebagai diplomas. Ada beberapa pendapat para ahli contohnya yaitu menurut Geoffrey
McDermott yang berpendapat bahwa diplomasi merupakan pertimbangan dalam manajemen
hubungan internasional, masing-masing negara yang tidak terhitung ukuran nya yang ingin selalu
memelihara/mengembangkan posisinya dalam kancah Internasional. Sedangkan menurut David
W Ziegler yaitu Diplomasi merupakan mesin atau alat dari politik luar negeri sebuah negara,
pentingnya diplomasi ini sangat vital dalam mengkomunikasikan sesama negara-negara dunia
untuk menjaga perdamaian dunia. Karena memang salah satu factor pecahnya perang yaitu
dikarenakan tidak adanya komunikasi antar negara-negara yang betikai seperti kasus perang
dunia.
B. Rumusan Masalah
Sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Yunani Kuno
Sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Romawi Kuno
Sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Abad Pertengahan
Sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Perancis
Sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Inggris
C. Tujuan Masalah
Mengetahui sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Yunani Kuno
Mengetahui sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Romawi Kuno
Mengetahui sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Abad Pertengahan
Mengetahui sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Perancis
Mengetahui sejarah dan praktik Diplomasi pada masa Inggris
BAB II
PEMBAHASAN
Bangsa Romawi menganggap perjanjian ini sebagai kontrak hukum dan menekankan kegiatan
diplomatik sesuai dengan kewajiban mereka di bawah hukum. Bangsa Romawi juga
mengembangkan sistem regulasi yang luas untuk menerima perwakilan asing. Hal ini terlihat
dalam salah satu aturan Romawi yang menyatakan bahwa duta besar tidak hanya menerimanya,
tetapi panitia atau staf harus menerima hak yang sama. Selain itu, Roy (1995) juga berpendapat
bahwa diplomasi penting dalam dunia hubungan internasional. Namun, Roy berpendapat bahwa
peradaban Romawi kuno tidak memberikan kontribusi besar bagi perkembangan seni negosiasi.
Bangsa Romawi pada dasarnya lebih suka memaksakan kehendak mereka daripada bernegosiasi
atas dasar timbal balik atau tawar-menawar. Meskipun kontribusi Romawi terhadap
pengembangan struktur diplomatik tidak begitu penting, mereka memberikan kontribusi yang
signifikan terhadap perkembangan dan pertumbuhan hukum internasional. Pada saat Romawi
berganti bentuk pemerintahan menjadi kekaisaran, Romawi semakin kuat dan hal ini menjadikan
Romawi semakin angkuh. Karena merasa mempunyai power, Romawi mulai menggunakan
ancaman dan memaksakan kehendak kepada siapa saja yang berkoalisi dengannya. Asas
diplomasi yang diterapkan di awal dan bersifat timbal balik pun memudar. Romawi tidak segan
untuk menyerang lawan yang tidak tunduk dan melakukan pengecualian pada mereka yang
tunduk (Roy, 1995: 58). Senat pada masa ini juga kehilangan perannya. Senat kini tak lagi
mempunyai kewenangan atas pembuatan keputusan, ia termarginalisasi dan hanya menjadi
sebuah simbolis. Diplomasi pada masa kekaisaran ini pun menurun (Kurizaki, 2011: 10). Bangsa
Romawi juga menekankan pada sanksi perjanjian. Bagi mereka, perjanjian adalah sebuah
kontrak hukum. Kewajiban juga diatur oleh hukum tersebut.
Champbell menerangkan bahwa penggunaan diplomasi yang berapa pada peradaban Romawi
kuno bergantung pada pemerintahan yang ada dan yang berkuasa pada saat itu selain itu Kurizaki
( 2011 ) juga menjelaskan bahwa ada factor pendorong proses diplomasi yang ada pada zaman
Romawi.
Negara-kota di Italia pada saat itu mengirimkan para duta besar ke negara lain secara permanen
dan memperkenalkan adanya residen duta besar. Dari Perancis, telah memberi kontribusi pada
sistem diplomasi saat ini dengan penekanannya pada instruksi tertulis yang diberikan kepada
para duta besar dengan tujuan untuk memberi garis besar kebijaksanaan yang harus dicapainya.
Pemikiran Francois Callieres yang mencela tipu daya sebagai alat diplomasi dan penegasannya
bahwa diplomasi yang baik didasarkan pada saling kepercayaan dengan menjalankan kesetiaan,
juga turut menjadi salah satu kontribusi dari Perancis pada diplomasi abad pertengahan. Spanyol
juga memberikan beberapa kontribusi melalui pemikiran Ferdinand II yang menyadari akan
pentingnya menyatukan dua kerajaan yang sedang bertikai secara damai.
Sejarah Diplomasi pada era Westphalia, Revolusi Amerika dan Eropa Sebagian besar sejarah
abad kesembilan belas Eropa adalah mengenai perang dan konflik. Salah satu alasan untuk hal
tersebut adalah penyebaran dan penerimaan ide politik baru dan institusi di seluruh benua.
Meninjau lebih lanjut, pada abad kedelapan belas istilah politik, yakni revolusi, hadir dengan
makna baru. Istilah tersebut telah lama digunakan dalam arti perubahan dalam kompetisi
pemerintah dan tidak ada suatu kekerasan. Namun, pada 1789, hal tersebut tidak berlangsung
lama. Tidak semua politik di era abad kesembilan belas dapat disatukan di bawah rubrik revolusi
dalam jangka panjang. Selanjutnya, selama kurang lebih satu abad, muncul banyak gejolak
politik dibandingkan sebelumnya yang memang revolusi hadir dalam bentuk radikal dan
kekerasan (Roberts , 2010: 303).
Revolusi politik pertama dari sebuah era baru sejarah Eropa terjadi di luar Eropa dan baik
sebelum berakhirnya abad kedelapan belas, yaitu pada saat pembubaran kekaisaran pertama
Inggris. Pada tahun 1763, kekuasaan Inggris di Amerika Utara telah mencapai puncaknya,
dengan membentuk tiga belas koloni yang memiliki pemerintahan sendiri. Kemudian, wilayah
Kanada telah diambil dari Prancis (Roberts , 2010: 304). Peperangan terus berlangsung, yang
mana memakan waktu sangat lama. Meninjau lebih lanjut, kerajaan Inggris sempat mengalami
kebangkrutan dalam peperangan melawan Prancis. Dalam mengatasi masalah keuangan,
pemerintah Inggris kemudian membuat kebijakan-kebijakan yang mengeksploitasi negara-negara
jajahan, termasuk Amerika Utara. Selanjutnya, Inggris memberikan prinsip pada Amerika
bahwa Amerika, termasuk tiga belas koloni yang ada di wilayahnya tersebut harus membayar
bagian mereka dari pajak perlu menegakkan pertahanan dan kepentingan kekaisarannya sendiri,
dengan mencoba untuk memaksakan memberikan pajak pada gula impor ke koloni atau untuk
membuat stempel pendapatan wajib pada dokumen-dokumen tertentu. Berbagai kebijakan yang
merugikan rakyat wilayah koloni di Amerika menimbulkan pemberontakan yang dikenal dengan
Revolusi Amerika
Setelah perang, negara baru ini fokus membangun pemerintahan nasional yang bisa menaungi
semua aspirasi rakyat Amerika
Lima negara tersebut adalah Rusia yang diwakili oleh Tsar Alexander I, Prusia yang diwakili
oleh Pangeran Karl August von Hardenberg, Inggris oleh Lord Castlereagh, Austria oleh
Pangeran Clément von Mitternich, dan Prancis oleh Maurice oleh Talleyrand. Selanjutnya, lima
kekuatan Eropa membentuk aliansi yang biasa dikenal dengan aliansi lima negara . Richard B.
Elrod menjelaskan bahwa aliansi lima kali lipat merupakan konsep penyeimbang hegemonik di
Eropa, sehingga konflik dan sengketa isu yang muncul pada saat itu bukanlah konflik antar
negara, melainkan sebatas konflik internal yang muncul. . antara pemerintah suatu negara dan
gerakan anti pemerintah terus tumbuh dan berkembang. Apalagi sistem European Concert atau
Kongres Wina tidak lepas dari pengaruh Otto von Bismarck, yang pada saat itu merupakan
pemimpin Jerman yang berjasa dalam penyelesaian dan penyatuan konflik teritorial Jerman,
yang dikenal dengan peristiwa Revolusi Jerman.
Selain itu, industrialisasi di Eropa mengalami revolusi setelah tahun 1815, yaitu dengan asumsi
bahwa barang-barang yang berguna harus diproduksi untuk memperoleh keuntungan yang besar,
seperti kapas, baja, dan wol. Di era Perdamaian Eropa, diplomasi memainkan peran yang cukup
penting, yaitu sebagai sarana negosiasi untuk mencapai kepentingan Bangsa dengan
mengutamakan unsur perdamaian dan keseimbangan kekuatan.
Konsep balance of power mencoba menjelaskan bahwa tidak ada kekuatan sentral yang
mengontrol negara-bangsa di dunia. Sistem keseimbangan kekuasaan memberi legislator pilihan
untuk menyelesaikan konflik melalui perang atau mencoba menyelesaikan perselisihan melalui
cara damai seperti negosiasi dan diplomasi. Di sisi lain, kesetaraan kekuasaan dapat menciptakan
ketegangan antar negara karena satu negara tidak dapat sepenuhnya menilai kemampuan,
kekuatan dan kemauan negara lain. Tujuan dari balance of power itu sendiri bukan untuk
menjaga perdamaian, tetapi untuk menjaga independensi para aktor untuk melindungi unit
teritorial mereka. Keseimbangan kekuatan juga terkait dengan konsep aliansi, yang berperan
dalam memperkuat kekuatan suatu negara melalui kerjasama dengan negara lain.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan