1. Alasan kenapa keberadaan organisasi-organisasi blok keamanan seperti SEATO,
FPDA, dan sebagainya berjalan ditempat atau tidak memiliki kemajuan dalam praktiknya dan sebagainya dikarenakan terdapat berbagai aspek yang mempengaruhinya, baik itu eksternal maupun internal.Seperti misalnya SEATO, sebagai organisasi pertahanan militer yang didirikan oleh Amerika Serikat (AS) dan salah satunya bertujuan untuk membendung pengaruh komunisme di beberapa kawasan, dan salah satunya kawasan Asia Tenggara. Anggota yang terdapat didalam organisasi ini sendiri sebagian besar berasal dari negara-negara barat, negara yang berasal dari kawasan Asia Tenggara hanya mencakup dua negara saja, yakni Thailand dan Filipina. Pada awal berjalannya SEATO, cukup banyak program serta tindakan yang telah dilakukan yang cukup dirasakan mencapai tujuan dari organisasi tersebut. Namun seiring berjalannya waktu, pada akhirnya SEATO berhenti dan dibubarkan secara total pada 1977. Hal ini salah satunya dikarenakan kegagalan SEATO dalam menyesuaikan tujuannya dengan kemauan serta kebutuhan negara anggpta seiring berkembangnya waktu. Sehingga, beberapa negara anggota pada saat itu mulai menarik diri dari organisasi tersebut dikarenakan sudah tidak tertarik atau merasa tidak sesuai lagi dengan tujuan SEATO pada awalnya. Lalu, hal ini juga ikut diperparah dengan kenyataan bahwa hanya terdapat dua negara anggota Asia Tenggara saja yang tergabung kedalam organisasi tersebut (Smith 1959). 2. Pada masa berkahirnya Perang Dunia II, mulai banyak dunia ketiga, terutama negara- negara yang berada dikawasan Asia Tenggara menyatakan kemerdekaannya. Lalu, dari sekian negara yang telah memiliki kedaulatannya masing-masing tersebut, setidaknya terdapat sistem pemerintahan yang menganut demokrasi dan monarki yang dapat ditemui dari masing-masing negara dikawasan Asia Tenggara. Alasan yang mendasari mengapa masih terdapat negara-negara dikawasan Asia Tenggara yang menganut sistem penerintahan monarki salah satunya dikarenakan sistem pemerintahan tersebut dibentuk atau merupakan hasil dari pada masa penajajahan kolinialisme sebelumnya. Misal, Malaysia yang merupakan negara yang menganut sistem demokrasi parlementer dibawah pemerintahan monarki konstitusional. Dalam kasusnya Malaysia sendiri, mengapa masih menerapkan monarki, meskipun sistem pemerintahannya dikategorikan sebagai “semi-demokrasi”, dikarenakan hasil pemberian sekaligus mungkin bisa dibilang hasil pembentukkannya berasal pada masa saat kolonialisme Inggris di Malaysia (Case 1993). Namun, disamping alasan tersebut, masih terdapat alasan lain yang mungkin berbeda dalam beberapa kasus tiap negara lain. 3. Setidaknya terdapat dua aspek yang dapat ditimbulkan dari keberagaman dan pluralism tersebut, yakni dari segi baik maupun buruk. Dimana jika dilihat dari aspek baik yang ditimbulkan dari keberagaman tersebut, dapat dipandang melalui rasa kebersamaan yang ditimbulkan di wilayah-wilayah tersebut, baik dalam cakupan kawasan negara maupun kawasan Asia Tenggara. Dimana rasa kebersamaan tersebut dapat dipandang melalui baik itu seperti rasa kebersamaan akan musuh bersama atau rasa senasib (semangat anti-kolonialisme) atau rasa kebersamaan akan kesamaan wilayah yang ditinggali, sehingga dapat membentuk menuju pada nation-building ataupun state-building. Sedangkan dampak buruk yang bisa ditimbulkan dari adanya keberagaman tersebut, dapat berupa adanya entitas atau kelompok ekstrem lokal dengan ideologinya yang juga cukup ekstrem dan juga seperti kemunculan kelompok- kelompok separatisme, penyebabnya bisa dikarenakan adanya rasa primordialisme, chauvinisme, dan sebagainya, sehingga dapat mengganggu proses terbentuknya nation-building ataupun state-building. 4. Kritik yang diberikan oleh masyarakat internasional terhadap isu pelanggaran HAM yang teradi di Myanmar salah satunya adalah ketidakmampuan ASEAN dalam menghadapi atau bahkan menangani kasus tersebut. Terdapat beberapa alasan utama yang mendasarinya, yakni adanya prinsip “non-intervensi” dan “konsensus” dalam berjalannya organisasi tersebut. Pada dasarnya, kedua prinsip ini yang menjadi kesepakatan pada masa awal-awal pembentukan ASEAN, dan bahkan prinsip ini lah yang telah menjada dan mempertahankan keberadaan ASEAN sebagai organisasi regional kawasan Asia Tenggara selama ini. Namun, selama masih terdapat kedua prinsip tersebut didalam organisasi ASEAN, hampir seluruh tindakan negara anggota ASEAN akan terikat atau terbatas, dan menghambat dalam urusan-urusan krusial seperti isu pelanggaran HAM di Myanmar.