Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASPEK POLITIK ISLAM


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu: Bustami Kabul, LC. MA.

Oleh:
Kelompok 10
1. Melati Ervi Syahrani [210200266] – Fakultas Hukum
2. Muhammad Aulia Rifki Nasution [210907113] – Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
3. Muhammad Ghaly Muplih Pane [210906097] - Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
4. Muhammad Hanafi Asshiddiqi [211501098] – Fakultas Farmasi
5. Muhammad Rayhan Aulia Nasution [210305017] – Fakultas Pertanian
6. Novrisa Yusra Ramadhani [210301168] – Fakultas Pertanian
7. Saskhya Aura Nazwa [210301020] – Fakultas Pertanian

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Aspek Politik Islam ini tepat pada
waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang politik islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Bustami Kabul, LC. MA., selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 27 September 2021

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB I .........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ......................................................................................................................1
A. Latar Belakang .................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................2
C. Tujuan ..............................................................................................................................2
BAB II ........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN .........................................................................................................................3
A. Pengertian Politik Islam ....................................................................................................3
B. Prinsip-Prinsip dasar Politik Islam ....................................................................................4
1. Prinsip Kedaulatan ........................................................................................................5
2. Prinsip Keadilan ............................................................................................................5
3. Prinsip Persamaan .........................................................................................................6
4. Prinsip Musyawarah (Al-Asyura) Dan Ijma’ .................................................................8
5. Prinsip Hak Dan Kewajiban Negara Dan Rakyat ......................................................... 11
6. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar ............................................................................. 12
C. Kontribusi Umat Islam Dalam Politik Indonesia ............................................................. 13
BAB III ..................................................................................................................................... 16
PENUTUP ................................................................................................................................ 16
A. Kesimpulan .................................................................................................................... 16
B. Saran .............................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Politik tentu merupakan aspek yang selalu melekat di setiap individu masyarakat
berkewarganegaraan. Penting bagi umat islam memahami politik itu sendiri di manapun
negara ia berada. Pengetahuan dalam bidang politik itu sendiri diperlukan agar setiap
orang mengetahui bagaimana cara memimpin suatu perkumpulan dan menjalankannya
sesuai aturan berpolitik.

Umat islam juga harus unggul dalam berpolitik. Berpolitik itu sendiri sudah ditetapkan
bagaimana baiknya di Al-Quran dan juga Hadist. Berpolitik sesuai syariat islam
merupakan langkah yang harus dipedomani oleh setiap umat islam. Politik islam
merupakan cara berpolitik yang adil, bijaksana, strategis, mengayomi, dan juga baik
seperti semestinya. Itu sebabnya politik islam harus menjadi cara berpolitik yang harus
ditempuh.

Adapun yang akan kami jelaskan dalam makalah kami ini ialah tentang aspek dalam
politik islam. Untuk kepentingan pengetahuan dalam politik islam, penjelasan mengenai
aspek-aspek di dalamnya sangat penting untuk diketahui agar menjadi petunjuk dan juga
penjelas bagi setiap umat islam yang akan memimpin suatu perkumpulan. Kebaikan
dalam politik islam itu sendiri sudah terpampang melalui aspek-aspek yang akan kami
jelaskan berikut ini. Ini sebabnya, umat islam yang seharusnya mengisi politik-politik
yang ada, dengan menjalankan politik islam.

Makalah ini terbuat untuk memenuhi tugas pembuatan Makalah Aspek Politik Islam
dalam matakuliah Pendidikan Agama Islam. Selain itu, makalah juga dimaksiudkan agar
menjelaskan aspek-aspek dalam politik islam yang bertujuan memberikan pemahaman

1
bagi kami sendiri dan juga teman-teman lainnya. Dan juga rasa keingintahuan yang besar
untuk dapat menjalankan politik sesuai syariat islam.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang menjadi penyusun makalah ini. Rumusan masalah itu
sendiri ialah sebagai berikut:
 Mencari tahu pengertian dan definisi dari politik islam itu sendiri.
 Mencari tahu prinsip-prinsip yang dipegang teguh dalam politik islam.
 Mencari tahu sejarah perkembangan kontribusi umat islam dalam dunia politik.

C. Tujuan

Adapun tujuan yang dihasilkan dari pembuatan makalah ini. Tujuan tersebut ialah
sebagai berikut:
 Mengetahui apa itu pengertian dan definisi dari politik islam.
 Mengetahui prinsip-prinsip berpolitik islam.
 Mengetahui sejarah perkembangan kontribusi umat islam dalam dunia politik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Politik Islam

Islam menyebut politik dengan istilah siyasah. Jika yang dimaksud politik adalah siyasah
mengatur segenap urusan umat, maka Islam sangat menekankan pentingnya siyasah.
Bahkan Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau tahu terhadap urusan umat.

Tetapi jika siyasah diartikan sebagai orientasi kekuasaan, maka sesungguhnya Islam
memandang kekuasaan hanya sebagai sarana menyempurnakan pengabdian kepada
Allah. Tapi Islam hanya menjadi sarana dalam masalah kekuasaan.

Sebagian orang seringkali menilai istilah politik Islam diartikan sebagai politik menurut
perspektif Islam, hal itu sebagai bentuk kewajaran karena dalam dunia nyata kita selalu
disuguhkan praktik politik yang kurang atau sama sekali menyimpang dari ajaran Islam.
Sehingga muncul pertanyaan apakah politik Islam itu ada? Apakah Islam punya konsep
khusus tentang politik yang berbeda dengan konsep politik pada umumnya?

Sampai batasan tertentu, Islam memang memiliki konsep yang khas tentang politik. Akan
tetapi, tentu saja Islam tetap terbuka terhadap berbagai konsep politik yang senantiasa
muncul untuk kemudian bisa melengkapi konsep yang sudah ada, sepanjang tidak
bertentangan dengan konsep Islam yang sudah ada.

Sifat terbuka Islam dalam masalah politik ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa Islam
tidaklah menetapkan konsep politiknya secara amat rinci. Dalam hal ini, Islam memang
harus memiliki corak politik. Akan tetapi, politik bukanlah satu-satunya corak yang
dimiliki oleh Islam. Sebab jika Islam hanya bercorak politik tanpa ada corak Iain yang
seharusnya ada, maka Islam yang demikian ialah Islam yang parsial.

3
1. Varian interpretasi Agama

Munculnya varian-varian Islam dengan corak politik yang amat kuat pada
dasamya didorong oleh kelemahan atau bahkan keterpurukan politik umat Islam
saat ini. Karena kondisi sedemikian ini, politik kemudian menjadi salah satu tugas
panting umat Islam, untuk bisa bangkit dari kemunduran agar terhindar dari
komoditas politik pragmatis.

Perdebatan dan perselisihan dalam masyarakat Islam sesungguhnya adalah


perbedaan dalam masalah interpretasi, dan merupakan gambaran dari pencarian
bentuk pengamalan agama yang sesuai dengan kontek budaya dan sosial.
Misalnya dalam menilai persoalan-persoalan tentang hubungan politik dan agama
yang dikaitkan dengan persoalan kekuasaan dan suksesi kepemimpinan.

Termasuk juga persoalan keseharian manusia, dalam hal ini masalah interpretasi
agama dan penggunaan simbol-simbol agama cenderung digunakan untuk
kepentingan kehidupan manusia. Tentu saja peran dan makna agama akan
beragam sesuai dengan keragaman masalah sosialnya.

2. Orientasi Politik dalam Islam

Orientasi utama politik Islam terkait dengan masalah kekuasaan yaitu tegaknya
hukum-hukum Allah dimuka bumi, hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan
tertinggi ialah kekuasaan Allah. Sementara, manusia pada dasarnya sama sekali
tidak memlliki kekuasaan. Bahkan Islam menentang adanya penguasaan Absolut
seorang manusia atas manusia yang lain.

B. Prinsip-Prinsip dasar Politik Islam

Dalam menjalankan politik sesuai dengan syariat islam, terdapat prinsip-prinsip yang
patut untuk dijadikan pedoman tentang bagaimana sebaiknya berpolitik islam. Para pakar

4
politik dan hukum Islam yang menguraikan prinsip-prinsip negara dalam syari’at Islam
sangat bervariasi. Namun dalam kajian penulis terhadap prinsip-prinsip siyasah dan
penyelenggaraan negara dalam Alquran dapat diformulasikan bahwa prinsip-prinsip dasar
hukum politik Islam adalah : Prinsip kedaulatan; Prinsip keadilan; Prinsip musyawarah
dan Ijma’; Prinsip persamaan; Prinsip hak dan kewajiban negara dan rakyat; Prinsip amar
ma’ruf nahi munkar.

1. Prinsip Kedaulatan

Prinsip kedaulatan, yakni kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan


yang mutlak dan legal adalah milik Allah. Kedaulatan tersebut dipraktekkan dan
diamanahkan kepada manusia selaku khalifah di muka bumi.

Prinsip kedaulatan atau al Hukmiyah dapat ditemukan dalam Al Quran Surat


Yusuf: 40: “Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya
(menyembah) Nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya.
Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang Nama-nama itu. keputusan
itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak
menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.”

Dalam kajian teori konstitusi maupun tata negara, kata kedaulatan merupakan satu
kata kunci yang selalu muncul dan menjadi perdebatan sepanjang sejarah.
Kedaulatan dalam pandangan klasik tidak dapat dipisahkan dari konsep negara.
Tanpa kedaulatan apa yang dinamakan negara itu tidak ada, karena tidak berjiwa.

2. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan ditemukan dalam Al Quran Surat An Nisa: 58: “Sesungguhnya


Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,

5
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
melihat.”

Juga dalam surah An Nisa: 135: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri
atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya
ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran.
Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka
ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.”

Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem
sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip
keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi
segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk
keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di
hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa
dan anak-anaknya. Kewajipan berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah
di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama
sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap
keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat
dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

3. Prinsip Persamaan

Prinsip persamaan ditemukan dalam Al Quran Surat Al Hujarat: 10: “Orang-orang


beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah

6
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.”

Dan Surat Al Hujarat: 13: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Ayat diatas jelas membuktikan pengakuan Islam terhadap adanya pluralitas dalam
sosial budaya masyarakat. Namun Islam tidak mentolerir paham pluralisme jika
yang dimaksud adalah kebenaran relatifitas seluruh ajaran agama atau semua
agama adalah sama. Karena Allah menutup ayat tersebut dengan kalimat
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa. Artinya parameter kebaikan dan kebenaran intinya adalah
Agama bukan akal apalagi perasaan.

Warga negara yang non-Muslim—memiliki hak-hak sipil yang sama. Karena


negara ketika itu adalah negara ideologis, maka tokoh-tokoh pengambilan
keputusan yang memiliki posisi kepemimpinan dan otoritas (ulu al-amr), mereka
harus sanggup menjunjung tinggi syari’ah. Dalam sejarah politik Islam, prinsip
dan kerangka kerja konstitusional pemerintahan seperti ini, termaktub dalam
Konstitusi Madinah atau “Piagam Madinah” pada era kepemimpinan Rasulullah
di Madinah, yang mengayomi masyarakat yang plural.

Kalaupun ada tuduhan yang menyatakan Islam tidak menghormati prinsip


persamaan dalam bernegara karena tidak memberi ruang bagi non muslim untuk
menjadi pemimpin -misalnya-, maka itu pada dasarnya bukan karena Islam tidak
menghormati hak minoritas, akan tetapi lebih dikarenakan tidak terpenuhinya
syarat dan kualifikasi yang telah ditetapkan sebagai pemimpin.

7
4. Prinsip Musyawarah (Al-Asyura) Dan Ijma’

Menurut bahasa, kata syura berasal dari bahasa Arab yang diambil dari
“syaawara”, bermakna “lil musyarakah”, artinya saling memberi pendapat, saran,
atau pandangan. Menurut Abu Ali al-Tabarsi, syura merupakan eksplorasi
pendapat orang-orang berpengalaman untuk mencapai sesuatu yang paling dekat
dengan kebenaran.

Dalam al-Qur’an, ada dua ayat yang menyebutkan secara jelas mengenai
musyawarah, dan setiap satu dari dua ayat tersebut mempunyai petunjuk masing
masing. Dua ayat yang menerangkan tentang musyawarah tersebut antara lain:

Surat As-Syura ayat 38:

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan


melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan
kepada mereka”

Surat Al Imran Ayat 159:

8
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.14
kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya”

Syura adalah pertemuan para tokoh untuk membahas suatu permasalahan dengan
saling mengemukakan pendapat, diminta atau tidak, agar diperoleh suatu
kesimpulan dan berdasarkan niat taqwa kepada Allah SWT. Sebuah pemerintahan
yang ditegakkan dengan cara-cara otoriter dan tiran adalah tidak sesuai dengan
prinsip politik Islam.

4 unsur syura yang harus diperhatikan dan dijadikan sebagai penentu yang tidak
boleh ditinggalkan, yaitu:
 Mustasyir, yaitu orang yang menghendaki adanya musyawarah dan
menginginkan suatu pendapat yang benar atau mendekati kebenaran.
 Mustasyar, yaitu orang yang diajak bermusyawarah.
 Mustasyar fih, yaitu permasalahan yang akan dikaji atau dijadikan objek
bermusyawarah.
 Ra’yu, yaitu pendapat bebas yang argumentatif mencermati esensi syariat
dan terlepas dari perasaan nafsu.

9
Ciri-ciri atau karakter syura dalam Islam merupakan sebuah bentuk pengambilan
keputusan yang bersifat tidak mengikat, tidak didasari pada sebuah keputusan
yang diambil berdasarkan suara mayoritas dan tidak terbatas pada kuantitas
saja,serta syura tidak mengenal rumusan baku, sehingga keputusan yang diambil
bisa diterima oleh sebuah pihak yang bermusyawarah. Akan tetapi, keputusan
yang diambil dalam syura adalah sebuah ketetapan yang paling mendekati
kebenaran, walaupun tidak menutup kemungkinan ide atau gagasan yang tidak
menjadi ketetapan pada syura di lain waktu bisa digunakan tergantung pada
situasi dan kondisi, karena dalam hukum Islam, hal itu dibolehkan.

Persamaan syura dan demokrasi terletak pada keduanya yaitu diakuinya setiap
hak individu untuk dapat mengemukakan pendapat juga keduanya samasama
memiliki prinsip persamaan, keadilan dan kebebasan. Dalam syura, setiap peserta
syura memiliki hak dan dapat mengemukakan pendapat dan pemikirannya.Begitu
pula pada demokrasi, dimana salah satu karakteristik demokrasi yang mendasar
adalah menghargai kemerdekaan individu untuk dapat bebas memilih dan ikut
serta terlibat dalam suatu pembuatan keputusan.

Perbedaan syura dengan demokrasi bila dilihat berdasarkan ketiga prinsipnya


adalah:
 Prinsip persamaan, yaitu pendapat setiap peserta syura memiliki nilai yang
sama dan setiap peserta syura memiliki hak yang sama untuk didengarkan
dan dipertimbangkan segala pemikirannya di dalam forum syura selama
pendapat tersebut tidak bertentangan dengan yang telah ditetapkan Al-
Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW Sedangkan dalam demokrasi,
Persamaan diartikan sebagai persamaan kesempatan khususnya dalam
mendapatkan hak bagi setiap individu di dalam suatu negara yang dijamin
dengan hukum. Sehingga, yang membedakan setiap individu dengan
individu lainnya adalah status hukum.

10
 Prinisip Kebebasan, yang menjadi substansi. syura adalah kebebasan dan
kemerdekaan masyarakat atau dalam kelompok. Bukan kebebasan untuk
memuaskan keinginan pribadi, karena dalam Islam kebebasan dilandaskan
dengan keimanan. Sedangkan pada demokrasi kebebasan diartikan sebagai
suatu kemampuan untuk bertindak berdasarkan keinginan seseorang.
Kebebasan individu meliputi kebebasan berbicara atau berekspresi,
kebebasan beragama, bebas dari bahaya dan rasa takut, dan lain,lain.
Sehingga pada demokrasi, kebebasan adalah sebagai hak asasi manusia
(HAM).

 Prinsip Keadilan, dalam syura setiap peserta syura wajib memiliki sifat
adil agar dapat membuat keputusan yang adil pula. Juga pada pemimpin
syura agar dapat berlaku adil kepada setiap peserta syura dengan
memberikan keseluruhannya kesempatan yang sama untuk
mengemukakan pendapatnya Sedangkan pada demokrasi, keadilan
ditekankan pada perlakuan yang sama dihadapan hukum dan kesamaan
kesempatan dalam perekonomian.

5. Prinsip Hak Dan Kewajiban Negara Dan Rakyat

Prinsip hak dan kewajiban negara dan rakyat yaitu prinsip yang berdasarkan hak
dan kewajiban yang dimiliki oleh negara dan rakyat dalam suatu negara tersebut.

Dalil mengenai prinsip hak dan kewajiban negara dan rakyat dalam Al-Qur’an
Surah An-Nisa: 59 yang berbunyi :“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taati rasulNya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian, jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, Maka ykembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

11
Selain itu, juga ditemukan dalam Surah At-Taubah: 41, Surah Al-Maidah: 2, dan
Surah Ali Imran: 110.

Menurut Subhi Mahmassani dalam bukunya “Arkan Huquq al-Insan”, beberapa


hak warga negara yang perlu dilindungi adalah:
 Jaminan terhadap keamanan pribadi
 Harga diri dan harta benda
 Kemerdekaan untuk mengeluarkan pendapat dan berkumpul
 Hak untuk mendapatkan pelayanan hukum secara adil tanpa diskriminasi
 Hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan medis dan
kesehatan, serta keamanan untuk melakukan aktivitas-aktivitas ekonomi

Prinsip hak-hak dasar manusia sangat banyak dijumpai di dalam Al-Qur’an,


seperti hak untuk hidup, hak untuk memiliki, hak kebebasan beragama, hak
memelihara kehormatan manusia, hak kontrol sosial, hak mendapatkan kehidupan
yang layak, hak kebebasan berpendapat, dll. Diantaranya dalam Surah Al-Isra: 33,
Surah Al-Baqarah: 256, dll.

6. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Prinsip amar ma’ruf nahi munkar adalah sebuah mekanisme check and balancing
dalam sistem politik Islam. Amar ma’ruf nahi munkar artinya yaitu mengajak atau
menganjurkan kebaikan dan meninggalkan keburukan.

Dalil mengenai prinsip amar ma’ruf nahi munkar yaitu di dalam Al-Qur’an Surah
Ali Imran: 104 yang berbunyi :“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan
umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”

12
Sistem ini terlembaga dalam Ahlul Hilli wal ‘aqdi (parlemen), wilayat Al Hisbah
(lembaga amar ma’ruf) serta wilayat Al Qadha’ (kekuasaan kehakiman). Seorang
pemimpin dalam pandangan mayoritas Islam bukan seorang yang suci (ma’shum),
oleh karena itu sangat mungkin untuk dikritisi dan dinasehati. Dalam sistem
pergantian kepemimpinan dalam Islam, sikap oposisi, kritik membangun dan
saran kepada pemerintah dibenarkan selama tidak memprovokasi kesatuan umat
dan bangsa, karena pentingnya amar ma’ruf nahi munkar, Islam menjadikannya
sebagai salah tujuan bernegara.

C. Kontribusi Umat Islam Dalam Politik Indonesia

Islam merupakan agama rahmatan lil alamin tentu sangat berperan dalam membangun
politik yang damai. Politik adalah ilmu untuk meraih kekuasaan yang tujuannya untuk
menyejahterakan masyarakat. Politik sering didefinisikan sebagai penggunaan kekuasaan
atau kewenangan. Adapun dalam pemikiran Islam, politik dikenal sebagai siyasah yang
artinya adalah ilmu yang mengurusi urusan umat. Bila cara itu dilandasi Islam sebagai
agama rahmat, semua cara itu harus baik, teratur, dan tidak memecah belah. Umat adalah
pemberi kekuasaan. Diantara hak pemberi kekuasaan adalah mengawasi wakilnya.

Islam menganjurkan untuk mendirikan partai sesuai dengan QS. Al.Imran (03) :104 yang
mengatakan hendaklah ada segolongan orang dari kalangan umat ini yang bertugas untuk
mengemban urusan tersebut, sekalipun urusan tersebut memang diwajibkan pula atas
setiap individu dari umat ini. Partai politik mempunyai posisi dan peranan yang sangat
penting dalam setiap sistem demokrasi. Indonesia menganut sistem multi partai,
maksudnya adalah memiliki lebih dari satu partai dengan berbagai macam ideologi salah
satunya adalah partai berbasis Islam, seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sesuai dengan kualifikasi KPU.

Islam dan politik tidak boleh dipisahkan, karena Islam tanpa politik akan melahirkan
terbelenggunya kaum muslimin yang tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan

13
melaksanakan syariat Islam. Begitu pula politik tanpa Islam, hanya akan melahirkan
masyarakat yang mengagungkan kekuasaan, jabatan, bahan, dan duniawi saja, kosong
dari aspek moral dan spiritual. Oleh karena itu, politik dalam Islam sangat penting bagi
mengingatkan kemerdekaan dan kebebasan melaksanakan syariat Islam boleh diwadahi
oleh politik.

Kontribusi umat Islam dalam politik Indonesia ada disetiap masa:

 Masa Kerajaan-Kerajaan Islam Berjaya


Pengaruh Islam terhadap perpolitikan nasional punya akar sejarah yang cukup
panjang. Jauh sebelum penjajah kolonial bercokol di tanah air, sudah berdiri
beberapa kerajaan Islam besar. Kejayaan kerajaan Islam di tanah air berlangsung
antara abad ke-13 hingga abad ke-16 Masehi.

 Masa Kolonial dan Kemerdekaan (Orde Lama)


Peranan Islam dan umatnya tidak dapat dilepaskan terhadap pembangunan politik
di Indonesia baik pada masa kolonial maupun masa kemerdekaan. Pada masa
kolonial Islam harus berperang menghadapi ideologi kolonialisme sedangkan
pada masa kemerdekaan Islam harus berhadapan dengan ideologi tertentu macam
komunisme dengan segala intriknya.

 Masa Orde Baru


Pemerintahan masa orde baru menetapkan Pancasila sebagai satu-satunya asas di
dalam negara. Ideologi politik lainnya dipasung dan tidak boleh ditampilkan,
termasuk ideologi politik Islam. Hal ini menyebabkan terjadinya kondisi
depolitisasi politik di dalam perpolitikan Islam. Politik Islam terpecah menjadi
dua kelompok. Kelompok pertama di sebut kaum skripturalis yang hidup dalam
suasana depolitisasi dan konflik dengan pemerintah. Kelompok kedua adalah
kaum subtansialis yang mendukung pemerintahan dan menginginkan agar Islam
tidak terjun ke dunia politik.

14
 Masa Reformasi
Umat Islam mulai kembali memunculkan dirinya tanpa malu dan takut lagi
menggunakan label Islam. Perpolitikan Islam selama reformasi juga berhasil
menjadikan Pancasila bukan lagi sebagai satu-satunya asas. Partai-partai politik
juga boleh menggunakan asas Islam.

Di setiap masa dalam kondisi perpolitikan bangsa Indonesia, Islam memiliki pengaruh
yang besar. Hal tersebut disebabkan karena ajaran Islam meliputi segala aspek kehidupan
dan menjalankan sistem perpolitikan yang sesuai dengan syariat. Dalam ajaran Islam
sangat dianjurkan agar penganutnya senantiasa memberikan kontribusi sebesar-besarnya
bagi orang banyak, bangsa, bahkan dunia. Penguasaan wilayah politik menjadi sarana
penting bagi umat Islam agar bisa memberikan kontribusi bagi bangsa ini.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Akhir kata, dari pernyataan-pernyataan yang telah kami bubuhkan diatas dapat kita
simpulkan bahwa politik di dalam islam juga dapat tergolong ke dalam salah satu hal
pokok di dalam agama. Politik islam pun dirangkum secara baik dan lengkap, yang Insha
Allah jika diterapkan ke dalam kehidupan bernegara akan tercipta kehidupan politik
bernegara yang sehat. Namun menjadi catatan pula seperti yang telah diterangkan di atas,
bahwa Islam sendiri juga terbuka terhadap berbagai konsep dan ideologi politik yang ada
selama tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

Kepada Allah kami meminta ampun, mohon maaf jika ada salah-salah kata dalam
penulisan kami maupun perkataan yang berkenan, mohon dimaklumi dan diberi saran
juga kritikan. Sekianlah tugas makalah kami, wa taufik wal hidayah, wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.

B. Saran

Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada
saran dan kritik yang ingin disampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.

Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena
kami hamba Allah yang tak luput dari salah

16
DAFTAR PUSTAKA

Fortuna,Rendi.2015."Konsepsi Syura Dalam Politik Islam (Studi Perbandingan Antara Syura dan
Demokrasi)".Medan: Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahanya, (Bandung : CV Penrbit Dponegoro,


2015).

Qomarudin Khan, Tentang Teori Politik Islam, (Pustaka : Bandung, 1987).

iii

Anda mungkin juga menyukai