Anda di halaman 1dari 17

UNIVERSITAS PERTAHANAN

Indonesian Politics, History and Society

Ujian Tengah Semester


Dosen Pengampu:

Dr. Djayeng Tirto S., SH., M.Si

Dr. Bayu Setiawan, SH., MH

Abdillah Satari Rahim


120200102001

FAKULTAS STRATEGI PERTAHANAN


PROGRAM STUDI PEPERANGAN ASIMETRIS
SALEMBA 2021

Soal:
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

1. Dengan mempelajari sejarah pergerakan bangsa diharapkan para


mahasiswa mempunyai pemahaman bahwa sejarah pergerakan
menyimpan makna pembelajaran tentang kekuatan, kelemahan,
ancaman, dan peluang, yang para pejuang agar tidak mengulangi
kesalahan yang sama di masa depan. Terangkan dan jelaskan apa
yang mahasiswa ketahui pada masa revolusi periode tahun 1942 –
1945 mengenai perkembangan sarekat islam sebagai organisasi
massa di Indonesia.
Jawab:
Faktor agama mempunyai peran yang sangat penting dalam
membangkitkan nasionalisme di berbagai negara dunia seperti Belanda,
Inggris, Amerika Utara dan juga Indonesia.
Pada tahun 1900an, di Indonesia mulai bermunculan kekuatan-
kekuatan sosial politik dengan berbagai orientasi baik etnis, bangsa,
ideologi dan juga agama. Serikat Dagang Islam (SDI) adalah awal mula
lahirnya kekuatan politik berbasis agama pertama di Indonesia. Tujuan
berdirinya SDI adalah untuk menggalang kerjasama diantara pedagang-
pedang Islam demi memajuka perdagangan dan menyaingi pedagang-
pedagang Cina mengingat saat itu pedang Cina memiliki hak serta status
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk pribumi. 1
Setidaknya ada dua faktor penyebab lahirnya organisasi Sarekat
Dagang Islam. Pertama, kompetisi yang meningkat dalam bidang
perdagangan batik terutama dengan Cina, dan sikap superioritas Cina
terhadap masyarakat Indonesia berkaitan dengan berhasilnya revolusi
Cina tahun 1911. Kedua, karena mendapat tekanan dari kalangan
bangsawan terhadap masyarakat Indonesia di Solo. SDI dimaksudkan
untuk menjadi benteng bagi orang-orang Indonesia yang umumnya terdiri
dari para pedagang batik di Solo terhadap Cina dan para bangsawan. 2

1
Yasmis. "Sarikat Islam Dalam Pergerakan Nasional Indonesia (1912-1927)."
Jurnal Sejarah Lontar Vol. 6 No. 1, 2009: 24-32.
2
Usman, Ismail. "Sarekat Islam (SI) Gerakan Pembaruan Politik Islam." JURNAL
POTRET-- Jurnal Peneltian dan Pemikiran Islam Vol 21, No 1, 2017: 46-54.

1
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Perubahan nama dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam


(SI) dimaksudkan agar kenaggotannya tidak hanya terbatas pada
kelompok pedagang, namun mencakup seluruh kegiatan masyarakat.
Langkah awal SI merambah bidang politik dimulai dari Kongres
Sarikat Islam Nasional pertama di Bandung yang dipimpin oleh
Tjokroaminoto. Kata Nasional dalam kongres ini menunjukan bahwa SI
telah menuju ke arah persatuan yang teguh dari semua golongan bangsa
Indonesia.
Melihat pendukung Kongres tersebut terdiri dari berbagai lapisan
masyarakat dengan latar belakang yang berbeda dan perkembangan
Sarekat Islam yang semakin memasyarakatkan mendapat tempat dihati
semua rakyat, menjadikan Sarekat Islam sebagai organisasi massa
pertama di Indonesia.3

2. Terangkan dan jelaskan dampak pendudukan Jepang yang


singkat terhadap Pembentukan Negara Indonesia (1942-1945)
terhadap Peran Jepang dalam membangkitkan Revolusi
Indonesia.
Jawab:
Kedatangan Jepang ke Indonesia memiliki tujuan yang berbeda
dengan Belanda. Jepang bertujuan unutk membangun kawasan
persemakmuran bersama Asia Timur Raya, sedangkan Belanda awalnya
berniat untuk perdagangan yang kemudian didorong keserakahan yang
disertai berbagai tindakan kekerasan demi kelancaran perdagangannya.
Dibidang pendidikan, hanya kalangan atas yang berhak
mendapatkan pendidikan di masa penjajahan Belanda. Sedangkan di
masa pendudukan Jepang, semua lapisan masyarakat berhak untk
mendapatkan pendidikan secara gratis.
Pendudukan belanda di Indonesia yang melarang semua pergerakan
nasionalisme kecuali keagamaan yang dapat dikontrol, berbanding

3
Yasmis. 2009. Op., Cit

2
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

terbalik dengan kebijakan Jepang yang justru melegalkan berbagai


organisasi masyarakat.
Kedatangan Jepang yang mengaku sebagai “saudara tua” bangsa
Asia mampu menambil hati rakyat Indonesia karena dianggap akan
membebaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. 4
Sebagai bagian dari kebijakan politiknya, Jepang membentuk
program latihan semi militer yang diaksudkan sebagai tenaga cadangan
bagi kepentingan latihan militer Jepang. Mobilisasi ini mendorong rakyat
untuk memiliki keberanian, sikap mental untuk melawan penjajah, serta
pemahaman terhadap kemerdekaan maupun sikap mental yang
mengarah pada terbentuknya nasionalisme.
Selain itu, dalam hal mobilisasi masa pada tingkat terbawah sistem
pertahanan militernya, Jepang membentuk tonarigumi yang menjadi cikal
bakal terbentuknya Rukun Tetangga (RT) setelah Indonesia merdeka. 5
Pembentukan pasukan militer oleh Jepang yang walnya hanya
bertujuan untuk kepentingannya sendiri ternyata memberikan kontribusi
yang besar bagi Indonesia. Dengan pembinaan mental yang
dititikberatkan pada rasa benci terhadap bangsa barat menjadikan jiwa
nasionalitas Indonesia terbentuk sehingga pembentukan kelmiliteran oleh
Jepang ini dianggap sebagai satu faktor penting karena telah
mempercepat proses kemerdekaan.6
Salah satu kebijakan yang diterapka Jepang guna menghapus
pengaruh Barat adalah larangan penggunaan bahasa Belanda dan
dijadikannya bahasa Indonesia sebagai bahasa utama sehingga statusnya
sebagai bahasa nasional semakin kokoh. Keharusan penggunaan bahasa
Indonesia meruakan kebijakan yang membawa keuntungan bagi Jepang
dan Indonesia. Bagi Jepang, pertaturan ini akan mempermudah mereka
Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: PT Serambi Ilmu
4

Semesta, 2008
5
Kurasawa, Aiko. Seri Pengkajian Kebudayaan Jepang, Mobilisasi dan
Kontrol: Studi Tentang Perubagan Sosial di Pedesaan Jawa 1942-1945. Jakarta:
PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 1993.
6
Pusat Sejarah ABRI. Ikhtisar Sejarah Perang Kemerdekaan Di Sumatera (1945-
1949). Jakarta: Pusjarah ABRI, 1998.

3
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

dalam menjalankan pemerintahan pendudukan di Indonesia. Jepang


hanya perlu mempelajari satu bahasa untuk dapat melancarkan
komunikasi dalam pelaksanaan kekuasaannya serta menghapus
pengaruh-pengaruh Belanda yang saat itu masih kental dalam kehidupan
masyarakat Indonesia. Selain itu Jepang juga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai media propaganda sehingga membantu Jepang dalam
memobilisasi rakyat Indonesia untuk kepentingan perang Jepang. 7
Jepang melibatkan masyarakat jajahannya terlibat dalam organisasi-
oergasiasi buatan Jepang tidak hanya terbatas pada sektor industri dan
pertanian tapi juga militerisasi.8 Militerisasi yang dibentuk oleh Jepang
melalui organisasi militer, menjadi cikal bakal lahirnya tentara Indonesia.
Organisasi-organisasi militer bentukan Jepang antara lain Peta (Pembela
Tanah Air) dan Heiho (Tentara Pembantu). Selain itu ada juga organisasi
nir-militer seperti Seinendan (Organisasi Pemuda) dan Keibodan (Barisan
Bantu Polisi).
Kebijakan mobilisasi yang dilakukan Jepang telah menjadikannya
bagaikan dua sisi pedang, dimana Jepang diuntungkan terhadap
perangnya tetapi juga memberikan harapan bagi bangsa Indonesia untuk
menentukan nasibnya sendiri.9 Hal inilah yang menjadi tahapan terpenting
terbentuknya konsep Indonesia secara terintegrasi dan turut menyatukan
masyarakat Indonesi yang cenderung pluralistik hingga saat ini.

3. Meskipun berlangsung dalam periode yang singkat namun


selama masa revolusi 1945-1949, banyak terjadi peristiwa penting
berkenaan dengan perjuangan bangsa Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan. Apa yang mahasiswa ketahui
makna kejadian dari revolusi kemerdekaan Republik Indonesia
tersebut.
7
Permadi, Edo Galih. "Politik Bahasa Pada Masa Pendudukan Jepang."
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah, 2015: 590-603.
8
Hartono, Juliantoro. Derita Paksa Perempuan: Kisah Jugun Ianfu pada Masa
Pendudukan Jepang, 1942-1945. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1997.
9
Said, Salim. Genesis of Power General Sudirman and the Indonesian Military in
Politics 1945-49. Jakarta: PT Pustaka Sinar Harapan, 1993.

4
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Jawab:
Selama periode revolusi (1945-1949) ada tiga kekuatan politik
Indonesia.
1) Kekuatan politik pertama ialah partai-partai. Hal ini sudah sangat
wajar karena pada saat itu, Indonesia didirikan sebagai negara
demokrasi, sehingga kekuatan politik utama dalam sistem
pemerintahan demokrasi ialah partai-partai. Munculnya partai-partai
ini tidak lepas dari peran serta Jepang yang memberikan angin
segar bagi tumbuhnya organisasi-organisasi dan
mempropagandakannya sebagai salah satu konsep pembentuk
Indonesia.
2) Kekuatan politik yang kedua ialah Soekarno sendiri. Figur Soekarno
muncul sebagai kekuatan politik karena reputasinyayang panjang
sebagai tokoh perjuangan dan pergerakan kemerdekaan. Bahkan
banyak orang sudah mengenalnya sebagai seorang pejuang sejati
yang menanggung konsekuensi atas perjuangannya dengan
dipenjara, dibuang/diasingkan ke berbagai tempat, dll. Oleh karena
itu, sosok Soekarno mendapatkan pengakuan dari masyarakat
bahwa dirinya dianggap sebagai pemimpin. Bahkan, pada zaman
Jepang, Soekarno sudah dianggap sebagai pemimpin atau
representasi dari pihak Indonesia. Latar belakang Soekarno ialah
Ketua PNI –meski saat itu sudah tidak lagi menjadi Ketua Partai.
Maka tidak mengherankan, pasca Proklamasi Kemerdekaan, para
tokoh bangsa tidak ribut dan bertengkar untuk memilih Presiden.
Secara otomatis, Soekarnolah yang dianggap sebagai pemimpin
bangsa, dan akhirnya diresmikan menjadi Presiden. Reputasinya
sudah dikenal, baik di antara kawan dan lawan-lawannya. Selain
itu, Soekarno pun dianggap sebagai pribadi yang berkharisma atau
tokoh kharismatis. Dalam hal ini, sebutan “Presiden” masih asing
dalam sejarah peradaban bangsa Indonesia saat itu. Oleh karena
itu, banyak yang menganggap bahwa pemimpin atau Presiden itu
adalah raja. Tidak mengherankan jika Soekarno sebagai Presiden

5
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

dianggap dan diperlakukan sebagai seorang raja. Bahkan sampai


tahun 1970-an, pada masa Orde Baru, Soeharto pun sebagai
Presiden kerapkali masih dianggap sebagai raja.
3) Kekuatan politik ketiga ialah tentara dengan tokoh pimpinannya,
Soedirman. Tentara menjadi kekuatan politik ketika di satu pihak,
bangsa Indonesia berhadapan dengan Belanda yang akan masuk
dari Australia bersama Sekutu (Inggris). Sementara di pihak lain,
kekuatan politik di Indonesia yang terbentuk dari partai-partai terus
mengalami pertengkaran. Indikasi pertengkaran antarpartai ini
terlihat dari pergantian susunan kabinet dalam waktu yang relatif
singkat. Setiap kali kabinet yang sudah terbentuk bubar, lalu
disusun kabinet baru sebagai akibat pertengkaran yang tidak
kunjung henti. Dalam situasi inilah, kita melihat tentara tumbuh
sebagai kekuatan politik yang besar. Apalagi tentara merasa
jengkel, bahkan marah karena praktik-praktik kekuatan politik sipil.
Puncak kemarahan tentara ialah ketika Yogyakarta diserahkan
Soekarno dan diduduki oleh Belanda pada saat Agresi Militer II,
tanggal 19 Desember 1948. Situasi inilah yang membawa tentara
sebagai kekuatan politik real, bukan legal. Tentara sebagai
kekuatan politik legal baru ketika lahirnya DPR Gotong Royong
(DPRGR) yang merupakan hasil perombakan DPR hasil PEMILU
tahun 1955. Soekarnolah yang melegalkan tentara menjadi
kekuatan politik legal dan tentara dapat duduk di parlemen sekitar
tahun 1960

4. Dalam perspektif politik, Indonesia menganut sistem demokrasi,


yang menerapkan pemisahan atau pembagian kekuasaan menjadi
tiga jenis kekuasaan yang dikenal dengan Trias Politika.
Terangkan dan jelaskan apa yang mahasiswa ketahui mengenai
Trias Politik tersebut.
Jawab:
A. Teori Trias Politika

6
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Secara Bahasa Trias Politika pada dasarnya berasal dari


bahasa Yunani yaitu “Tri” yanbg berarti tiga “As” yang berarti
poros/pusat dan “politika” yang berarti kekuasaan. Berdasarkan
susunan padanan kata tersebut maka secara sederhana trias
politika diartikan sebagai pusat tiga kekuasaan dalam suatu
pemerintahan.10 Namun secara istilah Trias politika merupakan
sebuah konsep dalam pemerintahan yang membuat penyelenggara
negara (pemerintah) terbagi menjadi beberapa lembaga yang
saling mengawasi sehingga kekuasaan yang ada tidak bersifat
absolut.
Budiardjo dalam bukunya “Dasar-dasar Ilmu Politik”
menjelaskan bahwa Konsep Trias Politica adalah suatu prinsip
normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya tidak
diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. 11
Konsep ini pertama kali muncul dari ide pokok demokrasi barat
yang kemudian berkembang ke negara-negara Eropa pada abad
ke XVII dan XVIII M.12 Konsep politik ini pertama kali dicetuskan
oleh John Locke yang merupakan seorang filsuf Inggris yang
kemudian dikembangkan oleh Montesquieu yang merupakan
seorang sarjana Perancis.13
John Locke mengemukakan bahwa seharusnya pembagian
kekuasaan itu terdiri dari 3 kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan
federative (hubungan luar negeri) dimana dalam bukunya (Twi

10
DosenSosiologi.com. 2020. Pengertian Trias Politika, Teori, Fungsi, dan
Tujuannya. Diakses di https://dosensosiologi.com/trias-politika/. Diakses pada 18 Juni
2021, Yulistyowati E, Pujiastuti E, Mulyani T. 2016. Penerapan Konsep Trias Politica
Dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia : Studi Komparatif Atas Undang–
Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen. Jurnal Dinamika Sosial
Budaya, Volume 18, Nomor 2
11
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2005), halaman 152
12
DosenSosiologi.com. 2020. Pengertian Trias Politika, Teori, Fungsi, dan
Tujuannya. Diakses di https://dosensosiologi.com/trias-politika/. Diakses pada 18 Juni
2021,
13
W. E. Nugroho, "Implementasi Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan di
Indonesia," Gema Keadilan, vol. 1, no. 1, pp. 49-54, Oct. 2014. https://doi.org/10.3592/2

7
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Treatises on Civil) menyatakan bahwa Lembaga Kehakiman cukup


pada jajaran Lembaga Eksekutif saja karena secara prinsip juga
turut melaksanakan Undang-Undang . 14
Pandangan John Locke ini kemudian diadopsi oleh
Montesquieu dan memberi penjabaran yang lebih spesifik tentang
konsep trias politika. Nugroho (2014) menjelaskan dalam teori trias
politika Montesquieu, kekauasaan negara tidakboleh bersifat
mutlak (abslut) sehingga harus ada pemisahan kekuasaan
(separation of power) yang terbagi menjadi kekuasaan legislatif,
kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif. 15
Lebih lanjut Montesquieu dalam bukunya “L’Esprit des Lois
(The Spirit of Law)” menyatakan bahwa pemisahan antara eksekutif
dan legislatif mempunyai berfungsi untuk mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan hukum antar negara, sementara itu
kekuasaan yudikatif berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan
dengan hukum sipil.16
Ruhenda dkk (2021), dalam artikelnya menjelaskan bahwa hal
yang hal-hal yang membedakan antara pemikiran Trias Politika
yang dikemukakan oleh John Locke dan Montesquieu dapat dilihat
dari cara pemisahan kekuasaan Lembaga Kehakiman, dimana
menurut John Locke bahwa tugas memutuskan perkara suatu
masalah hukum merupakan bagian tugas dari Lembaga eksekutif
karena termasuk fungsi pelaksana Undang-Undang. Lain halnya
pada pemikiran Montesquieu, kekuasaan peradilan harus
merupakan Lembaga Mandiri yaitu tidak boleh diintervensi oleh
siapapun termasuk eksekutif dan legislatif. 17
Dari paparan para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
Trias politika pada intinya mengisyaratkan kepada pemerintah
14
Ruhenda, Heldi, Mustapa H, Septiadi M.A. 2021 Tinjauan Trias Politika Terhadap
Terbentuknya Sistem Politik Indonesia.Tidak dipublikasikan. Diakses di
http://digilib.uinsgd.ac.id/30765/1/Tinjauan%20Trias%20Politika%20Terhadap
%20Terbentuknya%20Sistem%20Politik%20Indonesia.pdf. Diakses pada 18 Juni 2021.
15
W. E. Nugroho. 2014. Op., Cit.
16
Ruhenda, Heldi, Mustapa H, Septiadi M.A. 2021. Op., Cit
17
Ibid.

8
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

sebagai pelaksana negara untuk membagi tingkat kekuasaan


menjadi 3 bagian yaitu Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif. Hal ini
bertujuan untuk membuat penyelenggara negara saling mengawasi
sehingga kekuasaan yang ada tidak bersifat absolut.
Yulistyowati E, dkk (2016) dalam artikelnya menjelaskan peran
dan fungsi dari ketiga jenis kekuasaan tersebut, sebagai berikut: 18
a) Kekuasaan Legislatif (Legislative Power)
Kekuasaan Legislatif (Legislative Power) adalah kekuasaan
membuat undang-undang. Kekuasaan untuk membuat undang-
undang harus terletah dalam suatu badan khusus untuk itu. Jika
penyusunan undang-undang tidak diletakkan pada suatu badan
tertentu, maka akan mungkin tiap golongan atau tiap orang
mengadakan undang-undang untuk kepentingannya sendiri.
Suatu negara yang menamakan diri sebagai negara demokrasi
yang peraturan perundangan harus berdasarkan kedaulatan
rakyat, maka badan perwakilan rakyat yang harus dianggap
sebagai badan yang mempunyai kekuasaan tertinggi untuk
menyusun undang-undang dan dinamakan “Legislatif”.
Legislatif adalah yang terpenting sekali dalam susunan
kenegaraan karena undang-undang adalah ibarat tiang yang
menegakkan hidup perumahan Negara dan sebagai alat yang
menjadi pedoman hidup bagi bermasyarakat dan bernegara.
Sebagai badan pembentuk undangundang, maka Legislatif itu
hanyalah berhak untuk mengadakan undangundang saja, tidak
boleh melaksanakannya. Untuk menjalankan undang-undang itu
haruslah diserahkan kepada suatu badan lain. Kekuasaan untuk
melaksanakan undang-undang adalah “Eksekutif
b) Kekuasaan Eksekutif (Executive Power)

18
Yulistyowati E, Pujiastuti E, Mulyani T. 2016. Penerapan Konsep Trias Politica
Dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia : Studi Komparatif Atas Undang–
Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum Dan Sesudah Amandemen. Jurnal Dinamika Sosial
Budaya, Volume 18, Nomor 2

9
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Kekuasaan “Eksekutif” adalah kekuasaan untuk


melaksanakan undangundang. Kekuasaan melaksanakan
undang-undang dipegang oleh Kepala Negara. Kepala Negara
tentu tidak dapat dengan sendirinya menjalankan segala
undang-undang ini. Oleh karena itu, kekuasaan dari kepala
Negara dilimpahkan (didelegasikan) kepada pejabat-pejabat
pemerintah/Negara yang bersama-sama merupakan suatu
badan pelaksana undang-undang (Badan Eksekutif). Badan
inilah yang berkewajiban menjalankan kekuasaan Eksekutif.
c) Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman
(Yudicative Powers)
Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman
(Yudicative Powers adalah kekuasaan yang berkewajiban
mempertahankan undang-undang dan berhak memberikan
peradilan kepada rakyatnya. Badan Yudikatif adalah yang
berkuasa memutus perkara, menjatuhkan hukuman terhadap
setiap pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan
dijalankan. Walaupun pada hakim itu biasanya diangkat oleh
Kepala Negara (Eksekutif) tetapi mereka mempunyai
kedudukan yang istimewa dan mempunyai hak tersendiri,
karena hakim tidak diperintah oleh Kepala Negara yang
mengangkatnya, bahkan hakim adalah badan yang berhak
menghukum Kepala Negara, jika Kepala Negara melanggarnya.
B. Penerapan Trias Politika di Indonesia
Indonesia dalam penerapan sistem politiknya tidak secara
implisit menggunakan teori Trias Politika pada sistem
pemerintahannya. Hanya saja ada beberapa konsep Trias Politika
yang sudah dituangkan pada UUD 1945 yaitu berupa pemisahan
wewenang antara eksekutif, legislatif dan yudikatif (Syamsuddin,
2018). Bahkan di Indonesia dibagi-bagi lagi dalam beberapa
kekuasaan seperti kekuasaan Konsultatif (DPA sebelum
dilakukannya amandemen UUD) serta Kekuasaan Eksaminatif

10
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Badan Pemeriksa Keuangan. Dengan pembagian kekuasaan


diharapkan terciptanya check and balance pada pemerintahan
dimana adanya Lembaga Pelaksana dan Pengawas didukung oleh
Lembaga Kehakiman yang mandiri sehingga menjadikan negara
menganut sistem Trias Politika.19
Salah satu referensi terbaik untuk memahami arah sistem politik
Indonesia adalah dengan mengacu pada UUD 1945 yang memuat
berbagai hal tentang dasar negara Indonesia. Sejarah awal sistem
politik Indonesia dimulai pada awal kemerdekaan (1945-1950),
kemudian berubah menjadi sistem demokrasi liberal (1951-1959),
lalu menjadi demokrasi terpimpin (1959-1966) , orde baru (1966-
1998) dan era Reformasi sejak 1998 hingga sekarang.20
Dari sejarah sistem politik Indonesia dapat dipahami bahwa
sistem politik di Indonesia telah beberpa kali mengalami perubahan
mulai sejak awal kemerdekaan hingga saat ini. Perubahan tersebut
ditandai dari adanya perubahan yang awalnya mengadopsi sistem
pemerintahan parlementer, presidensial berubah menjadi sistem
demokrasi dengan pembagian kekuasaan. Pembagian kekuasaan
dalam sistem pemerintahan Indonesia ini ditandai dengan
terjadinya amandeman UUD 1945 sebagai dasar negara Indonesia.
Seiring dengan terjadinya amandemen UUD 1945 perubahan
kekuasaan dalam sistem pemerintahan di Indonesia pun ikut
berubah. Pembagian kekuasaan dalam sistem pemerintahan
Indonesia pasca diadopsinya sistem pemerintahan demokrasi
menurut Yulistyowati E, dkk (2016) dalam artikelnya dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Sebelum Amandemen
Lembaga pemerintah dalam sistem pemerintahan republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
19
Ruhenda, Heldi, Mustapa H, Septiadi M.A. 2021. Op., Cit
20
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. (2015). Sejarah Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan. Retrieved June 18, 2021, From Kemdikbud.Go.Id Website:
Https://Www.Kemdikbud.Go.Id/Main/Tentang-Kemdikbud/Sejarah-Kemdikbud.

11
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Sebelum Amandemen ada 6 (enam) yaitu: MPR, DPR,


Presiden, DPA, BPK, dan MA.
Lembaga-lembaga tersebut memegang kekuasaan negara
masingmasing. Berdasarkan ajaran Trias Politica yang
membagi kekuasaan negara menjadi 3 (tiga) yaitu Legislatif,
Eksekutif dan Yudikatif, maka dari ke 6 (enam) yaitu: MPR,
DPR, Presiden, DPA, BPK, dan MA apakah itu termasuk di
dalamnya. Untuk itu akan dilakukan dianalisis sebagai
berikut:
 Kekuasaan Legislatif (Legislative Power)
Kekuasaan Legislatif, adalah pembuat undang-
undang. Legislatif di Indonesia berdasarkan Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen
adalah terdiri dari Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). MPR
berdasarkan Pasal 3 UndangUndang Dasar Tahun
1945 sebelum amandemen, bertugas menetapkan
Undang Undang Dasar, sedangkan DPR dalam Pasal
20, 21, 22, bertugas menyetujui, memajukan
rancangan undang-undang, dan peraturan
pemerintah pengganti undang-undang.
 Kekuasaan Eksekutif (Executive Power)
Kekuasaan Eksekutif (Executive Power) adalah
kekuasaan menlaksanakan undang-undang.
Kekuasaan Eksekutif di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum
amandemen adalah Presiden. Berdasarkan
UndangUndang Dasar Tahun 1945 sebelum
amandemen, Presiden memegang kekuasaan
pemerintahan (Pasal 4), memegang kekuasaan atas
AD, AL, dan AU (Pasal 10), menyatakan perang
(Pasal 11), menyatakan keadaan bahaya (Pasal 12),

12
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

mengangkat dan menerima duta dan konsul (Pasal


13), member grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi
(Pasal 14), dan member gelar, tanda jasa dan lain-
lain tanda kehormatan (Pasal 15).
 Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif atau Kekuasaan Kehakiman
(Yudicative Powers) adalah kekuasaan kekuasaan
yang berkewajiban mempertahankan undang-undang
dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya.
Badan Yudikatif adalah yang berkuasa memutus
perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap
pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan
dijalankan. Di Indonesia berdasarkan Pasal 24
UndangUndang Dasar Tahun 1945 sebelum
amandemen adalah MA
 Kekuasaan Konsultatif
Kekuasaan Konsultatif adalah kekuasaan yang
memberikan nasehat dan pertimbangan kepada
Eksekutif selaku pelaksana undang-undang. Di
Indonesia berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang
Dasar Tahun 1945 sebelum amandemen adalah DPA
 Kekuasaan Eksaminatif
Kekuasaan Eksaminatif adalah kekuasaan terhadap
pemeriksaan keuangan negara. Di Indonesia
berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar Tahun
1945 sebelum amandemen adalah BPK. Untuk
mempermudah pemahaman, maka dapat kami
sajikan dalam sebuah bagan sebagai berikut:

13
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Bertolak dari uraian di atas, maka pembagian


kekuasaan dalam sistem pemerintahan republik
Indonesia secara implisit menerapkan pembagaian
kekuasaan berdasarkan konsep Trias Politica
Montesquieu di mana adanya pembagian kekuasaan
berdasarkan fungsi negara baik Legislatif, Eksekutif
dan Yudikatif, namun selain dari 3 (tiga) fungsi
tersebut, masih di bagi lagi yaitu Kekuasaan
Konsultatif dan Kekuasaan Eksaminatif. Sehingga
dapat dikatakan penerapan konsep Trias Politica
dalam sistem pemerintahan republik Indonesia
berdasarkan Undang-Undang Dasar Tahun 1945
sebelum amandemen tidak obsolut.

2) Setelah Amandemen
Sedangakan lembaga negara atau lembaga pemerintah
dalam sistem pemerintahan republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sesudah Amandemen ada
7 (tujuh) yaitu: MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK.
Lembaga-lembaga tersebut memegang kekuasaan negara
masingmasing. Berdasarkan ajaran Trias Politica yang
membagi kekuasaan negara menjadi 3 (tiga) yaitu Legislatif,

14
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Eksekutif dan Yudikatif, maka dari ke 7 (tujuh) yaitu : MPR,


DPR, DPD, Presiden, BPK, MA dan MK apakah itu termasuk di
dalamnya. Untuk itu akan dilakukan dianalisis sebagai berikut:
 Kekuasaan Legislatif (Legislative Power)
Kekuasaan Legislatif, adalah pembuat undang-
undang. Legislatif di Indonesia berdasarkan
UndangUndang Dasar Tahun 1945 sesudah
amandemen adalah terdiri dari Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Dasar hukum ketiga lembaga ini
sudah diuraikan di muka.
 Kekuasaan Eksekutif (Executive Power)
Kekuasaan Eksekutif (Executive Power) adalah
kekuasaan menlaksanakan undang-undang.
Kekuasaan Eksekutif di Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesudah
amandemen adalah Presiden. Dasar hukum
mengenai presiden ini sudah diuraikan di muka.
 Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan Yudikatif adalah kekuasaan kekuasaan
yang berkewajiban mempertahankan undang-undang
dan berhak memberikan peradilan kepada rakyatnya.
Badan Yudikatif adalah yang berkuasa memutus
perkara, menjatuhkan hukuman terhadap setiap
pelanggaran undang-undang yang telah diadakan dan
dijalankan. Yudikatif di Indonesia berdasarkan Pasal
24 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945
sebelum amandemen adalah MA dan MK.
 Kekuasaan Eksaminatif
Kekuasaan Eksaminatif adalah kekuasaan terhadap
pemeriksaan keuangan negara. Kekuasaan

15
Ujian Tengah Semester II
Asymmetric Warfare in Global Perspectives (AWGP)

Eksaminatif di Indonesia berdasarkan Pasal 23


Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sesudah
amandemen adalah BPK.
Untuk mempermudah pemahaman, maka dapat kami
sajikan dalam sebuah bagan sebagai berikut:

U
U

MPR DPR DPD PRESIDEN MA MK BPK

Legislatif Eksekutif Yudikatif Eksaminatif

Trias Politca
(Montesquieu)

16

Anda mungkin juga menyukai