Bidang Ekonomi
Bidang Sosial
Bidang Budaya
Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1 April 1943 di
Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas kebudayaan Indonesia.
Pembentukan Persatuan Aktris Film Indonesia (PERSAFI) yang bertujuan mendorong
aktris-aktris profesional dan amatir Indonesia untuk bereksperimen dengan mengubah
lakon terjemahan bahasa asing ke Bahasa Indonesia.
Bidang Pendidikan
Dalam pendidikan diperkenalkannya sistem Nippon Sentris dan diperkenalkannya
kegiatan upacara dalam sekolah.
Mendirikan sekolah seperti SD 6 tahun, SLTP/SMP 9 tahun dan SLTA/SMA.
Peninggalan peralatan militer dan infrastruktur perang milik Jepang yang dapat digunakan
sebagai modal untuk mempertahankan kemerdekaan. Setelah Jepang menyerah tanpa syarat
kepada sekutu, bangak peralatan militer Jepang yang kemudian dikuasai oleh pemuda Indonesia.
Bidang Sosial
Adanya praktik perbudakan wanita (yugun ianfu). Banyak wanita muda Indonesia yang
digunakan sebagai wanita penghibur bagi perang Jepang.
Kegiatan romusha yang menyengsarakan dan memiskinkan rakyat.
Bidang Pendidikan
Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat pada masa itu yang menyebabkan
kemunduran standar pendidikan secara tajam.
Bidang Birokrasi dan Militer
B.Latar Belakang Timbulnya Pergerakan Nasional.
Latar Belakang Lahirnya Pergerakan Nasional Indonesia - Tahun 1908 merupakan titik
permulaan bangkitnya kesadaran nasional. Pada tahun tersebut lahirlah Budi Utomo, organisasi
tersebut merupakan organisasi pergerakan nasional yang pertama, yang kemudian disusul oleh
organisasi-organisasi lainnya. Organisasi pergerakan nasional merupakan sebagian kecil dari
Latar Belakang Lahirnya Pergerakan Nasional di Indonesia,
Bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan yang panjang dan menyakitkan sejak
masa Portugis. Politik devide et impera, sistem tanam paksa, monopoli perdagangan dan kerja
rodi merupakan bencana yang telah irasakan rakyat Indonesia. penderitaan dan kesengsaraan
tersebut menimbulkan tekad untuk bersatu dan menentang penjajahan.
Adanya kenangan akan kejayaan masa lampau, seperti zaman Sriwijaya dan Majapahit.
Kedua kerajaan tersebut, terutama Majapahit yang merupakan kerajaan yang besar dan
memainkan peranan penting sebagai calon negara nasional dimana wilayahnya hampir seperti
wilayang indonesia sekarang. Kebesaran ini membawa pikiran serta angan-angan rakyat
Indonesia untuk senantiasa dapat menikmati kebesaran tersebut. Hal tersebut kemudian
menggugah perasaan nasionalisme Rakyat Indonesia
Perkembangan sistem pendidikan pada masa Hindia Belanda telah menghasilkan kaum
terpelajar. Namun karena ada diskriminasi dalam pendidikan kolonial yaitu tidak adanya
kesempatan bagi penduduk pribumi dari golongan bawah untuk mengenyam pendidikan,
menyebabkan kaum terpelajar berinisiatif mendirikan sekolah untuk mengajar kaum pribumi.
Sekolah tersebut kemudian dikenal sekolah kebangsaan karena bertujuan untuk menanamkan
rasa nasionalisme di kalangan rakyat / pelajarnya. Tokoh-tokoh pribumi yang membuat sekolah
kebangsaan antara lain Douwes Dekker mendirikan Ksatrian School, Ki Hajar Dewantoro
dengan Taman Siswa nya, serta Moh. Syafei dengan Indonesische Nederlandsche School Kayu
Tanam (INS Kayu Tanam).
Kaum pedagang khususnya keturunan Cina sering kali membuat kesal para pedagang
pribumi. salah satunya terjadi pada tahun 1901 ketika pedagang Cina mendirikan perguruan
sendiri yaitu Tionghoa Hwee Kwan. Kekesalan tersebut didukung oleh Belanda sehingga
menimbulkan rasa iri kaum pribumi pada keturunan Cina. saat itu keturunan Cina diberi
kesempatan untuk menguasai bisnis eceran, serta menjadi kolektor pajak dari pemerintah
kolonial. hal tersebut kemudian membangkitkan persatuan di antara sesama pribumi untuk
menghadapi penjajahan belanda serta pengaruh dari pedagang Cina.
Gerakan nasionalisme di Turki pada tahun 1908 dikomandoi oleh Mustafa Kemal Pasha.
Gerakan ini dinamakan Gerakan Turki Muda. garakan ini menuntut adanya modernisasi serta
pembaruan di segala sektor kehidupan masyarakatnya. Gerakan Turki Muda memberikan
pengaruh politis bagi pergerakan bangsa Indonesia sebab mengarah pada pembaruan-pembaruan
dan modernisasi.
3. Munculnya paham-paham baru di Eropa dan Amerika yang masuk ke Indonesia, seperti
liberalisme, demokrasi, dan nasionalisme mempercepat timbulnya nasionalisme Indonesia.
Paham baru yang berkembang di Eropa seperti demokrasi, nasionalisme serta liberalisme juga
masuk ke negara jajahannya di Afrika dan Asia. Pengaruh dari paham baru inilah yang membuka
pola pikir rakyat untuk melawan penjajahan sehingga ada kebangkitan melawan penindasan guna
mewujudkan kehidup yang merdeka.
Misalnya gerakan nasional di India dan Filipina. Hal tersebut berhasi memberikan inspirasi
para pejuang pergerakan nasional di Indonesia untuk berjuang melawan penjajah.
Penjajahan Belanda tidak berhenti Semenjak VOC dibubarkan. Belanda kemudian memilih
Daendels sebagai gubernur jenderal hindia belanda. Saat masa Deandels, rakyat Indonesia
dipaksa untuk membuat jalan raya dari Anyer hingga Panarukan. Namun masa pemerintahan
Daendels berlangsung singkat yang kemudian diganti Johannes van den Bosch. Johannes Van
den Bosch menerapkan cultuur stelsel (sistem tanam paksa). Dalam sistem tanam paksa, tiap
desa wajib menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi ekspor seperti tebu, kopi,
nila dll. Hasil tanam paksa ini harus dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang telah
ditetapkan.
Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan ramah oleh bangsa Indonesia.
Namun dalam kenyataannya, Jepang tidak jauh berbeda dengan Belanda.
Pembentukan BPUPKI
1 Maret 1945 Jepang meyakinkan Indonesia tentang kemerdekaan dengan membentuk Dokuritsu
Junbi Tyosakai atau BPUPKI (Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
kemudian pada 28 April 1945, Jenderal Kumakichi Harada, Komandan Pasukan Jepang Jawa
melantik anggota BPUPKI di Gedung Cuo Sangi In, di Pejambon Jakarta (sekarang Gedung
Kemlu). saat itu Ketua BPUPKI yang ditunjuk Jepang adalah dr. Rajiman Wedyodiningrat
dengan wakilnya Icibangase (Jepang) serta Sekretaris R.P. Soeroso. Jml anggota BPUPKI saat
itu adalah 63 orang yang mewakili hampir seluruh wilayah di Indonesia.
Kejadian luar biasa heroik yg terjadi di kota Surabaya telah menggetarkan Bangsa Indonesia,
semangat juang, pantang menyerah dan bertarung sampai titik darah penghabisan demi tegaknya
kedaulatan dan kehormatan bangsa telah mereka tunjukan dengan penuh kegigihan. Banyaknya
pejuang yang gugur dan rakyat yang menjadi korban ketika itu serta semangat membara yang
membuat Inggris serasa terpanggang di neraka telah membuat kota Surabaya kemudian dikenang
sebagai Kota Pahlawan dan tanggal 10 nopember diperingati setiap tahunnya sebagai hari
Pahlawan.
Pertempuran Ambarawa
Palagan Ambarawa adalah sebuah peristiwa perlawanan rakyat terhadap Sekutu yang terjadi di
Ambarawa, sebelah selatan Semarang, Jawa Tengah. Peristiwa ini dilatarbelakangi oleh
mendaratnya pasukan Sekutu dari Divisi India ke-23 di Semarang pada tanggal 20 oktober 1945.
Pemerintah Indonesia memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di
penjara Ambarawa dan Magelang.Kedatangan pasukan Sekutu (Inggris) diikuti oleh pasukan
NICA. Mereka mempersenjatai para bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26
Oktober 1945 terjadi insiden di Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan
TKR dengan pasukan Sekutu. Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan Brigadir Jenderal
Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945. Mereka mengadakan perundingan
gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang dituangkan da1am 12 pasal.
Medan Area
Mr. Teuku M. Hassan yang telah diangkat menjadi gubernur mulai membenahi daerahnya. Tugas
pertama yang dilakukan Gubernur Sumatera ini adalah menegakkan kedaulatan dan membentuk
Komite Nasional Indonesia untuk wilayah Sumatera. Oleh karena itu, mulai dilakukan
pembersihan terhadap tentara Jepang dengan melucuti senjata dan menduduki gedung-gedung
pemerintah. Pada tanggal 9 Oktober 1945, di Medan mendarat pasukan Serikat yang diboncengi
oleh NICA. Para Pemuda Indonesia dan Barisan Pemuda segera membentuk TKR di Medan.
Pertempuran pertama pecah tanggal 13 Oktober 1945 ketika lencana merah putih diinjak-injak
oleh tamu di sebuah hotel. Para pemuda kemudian menyerbu hotel tersebut sehingga
mengakibatkan 96 korban luka-luka. Para korban ternyata sebagian orang-orang NICA.
Bentrokan antar Serikat dan rakyat menjalar ke seluruh kota Medan. Peristiwa kepahlawanan ini
kemudian dikenal sebagai pertempuran “Medan Area”.
Bandung Lautan Api
Istilah Bandung Lautan Api menunjukkan terbakarnya kota Bandung sebelah selatan akibat
politik bumi hangus yang diterapkan TKR. Peristiwa itu terjadi tanggal 23 Maret 1946 setelah
ada ultimatum perintah pengosongan Bandung oleh Sekutu. Seperti di kota-kota lainnya, di
Bandung juga terjadi pelucutan senjata terhadap Jepang. Di pihak lain, tentara Serikat
menghendaki agar persenjataan yang telah dikuasai rakyat Indonesia diserahkan kepada mereka.
Para pejuang akhirnya meninggalkan Bandung, tetapi terlebih dahulu membumihanguskan kota
Bandung. Peristiwa tragis ini kemudian dikenal sebagai peristiwa Bandung Lautan Api.
Dengan terjadinya peristiwa Madiun tersebut, pemerintah dengan segera mengambil tindakan
tegas. Pemberontakan Madiun itu dapat diatasi setelah pemerintah mengangkat Gubernur Militer
Kolonel Subroto yang wilayahnya meliputi Semarang, Pati dan Madiun. Walaupun dalam
menghancurkan kekuatan PKI dalam peristiwa Madiun menelan banyak korban, namun tindakan
itu demi mempertahankan Kemerdekaan yang kita miliki. Ketika Belanda melakukan agresi
terhadap Republik Indonesia, PKI justru menikam dari belakang dengan melaukan
pemberontakan yang sekaligus dapat merepotkan pemerintah Republik.
Gerakan G 30 S PKI sendiri terjadi pada tanggal 30-September-1965 tepatnya saat malam hari.
Insiden G 30 S PKI sendiri masih menjadi perdebatan kalangan akademisi mengenai siapa
penggiatnya dan apa motif yang melatar belakanginya. Akan tetapi kelompok reliji terbesar saat
itu dan otoritas militer menyebarkan kabar bahwa insiden tersebut merupakan ulah PKI yang
bertujuan untuk mengubah unsur Pancasila menjadi ideologi komunis.
Sedangkan Menurut versi Orde Baru gerakan ini dilakukan oleh sekelompok pasukan yang
diketahui sebagai pasukan Cakrabirawa, yaitu pasukan pengawal presiden yang melakukan aksi
pembunuhan dan penculikan kepada Enam (6) jenderal senior TNI AD (Angkatan Darat).
a. Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya tidak lepas kaitannya dengan peristiwa yang mendahuluinya, yaitu usaha
perebutan kekuasaan dan senjata dari tangan Jepang yang dimulai tanggal 02 September 1945.
Upaya perebutan kekuasaan dan senjata ini membangkitkan suatu pergolakan, sehingga berubah
menjadi situasi revolusi yang konfrontatif. Para pemuda berhasil memiliki senjata dari para
pemuka pemerintah menguasai pemuda, yang keduanya siap menghadapi berbagai ancaman
yang datang dari manapun.
Pada tanggal 25 Oktober 1945 Brigadir 49 di bawah pimpinan Brigadir Jenderal A W.S. Mallaby
mendarat di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Brigadir ini merupakan bagian dari Divisi India
ke-23, dibawah pimpinan Jenderal D.C. Hawthorn. Mereka mendapat tugas melucuti tentara
Jepang dan menyelamatkan tawanan Sekutu. Pasukan ini berkekuatan 6000 personil di mana
perwira-perwiranya kebanyakan orang-orang Inggris dan prajuritnya orang-orang Gurkha dari
Nepal yang telah berpengalaman perang. Rakyat dan pemerintah Jawa Timur di bawah pimpinan
Gubernur R.M.T.A Suryo semula enggan menerima kedatangan Sekutu. Kemudian antara wakil-
wakil pemerintah RI dan Birgjen AW.S. Mallaby mengadakan pertemuan yang menghasilkan
kesepakatan sebagai berikut:
1. Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat angkatan perang Belanda.
2. Kedua belah pihak akan bekerja sama untuk menjamin keamanan dan ketenteraman.
3. Akan segera dibentuk “Kontact Bureau” (kontrak biro) agar kerjasama dapat terlaksana
dengan sebaik-baiknya.
4. Inggris hanya akan melucuti senjata Jepang.
Kemudian pihak RI memperkenankan tentara Inggris memasuki kota, dengan syarat hanya
objek-objek yang sesuai dengan tugasnya yang boleh diduduki, seperti kamp-kamp tawanan.
Pihak Inggris juga menyatakan bahwa diantara tentara mereka tidak terdapat tentara Belanda.
Dalam perkembangan selanjutnya, ternyata pihak Inggris mengingkari janjinya. Pada tanggal 26
Oktober 1945 malam satu peleton dari Field Security Section di bawah pimpinan kapten Shaw,
melakukan penyergapan ke penjara Kalisosok untuk membebaskan Koloner Huyier, seorang
kolonel angkatan laut Belanda dan kawan-kawannya.
Presiden Soekarno didampingi oleh wakil presiden Drs. Moh. Hatta dan Mentri Penerangan
Amir Syarifuddin segera berunding dengan Mallaby. Perundingan menghasilkan keputusan
menghentikan kontak senjata. Perundingan dilanjutkan pada malam hari antara Presiden
Soekarno, wakil presiden RI di Surabaya, wakil pemuda, dan pihak Inggris yang didampingi oleh
Jenderal Howtorn.
Sementara itu, dibeberapa tempat masih terjadi pertempuran, sekalipun sudah diumumkan
gencatan senjata. Oleh karena itu, anggota dari Kontak Biro dari kedua belah pihak mendatangi
tenpat-tempat tersebut dengan maksud menghentikan pertempuran. Pada pukul 17.00 WIB pada
tanggal 30 Oktober, seluruh anggota Kontak Biro pergi bersama-sama menuju beberapa tempat.
Tempat terakhir yaitu di gedung Bank International di Jembatan Merah. Gedung ini masih
diduduki oleh pasukan Inggris, dan pemuda-pemuda masih mengepungnya. Setibanya di tempat
tersebut terjadi insiden yaitu pemuda-pemuda menuntut agat pasukan Mallaby menyerah, dan
Mallaby tidak dapat menerima tuntutan tersebut. Tiba-tiba terdengar tembakan gencar dari dalam
gedung yang dilakukan oleh pasukan Inggris. Pemuda-pemuda membalas serangan tersebut, dan
di tengah-tengah keributan dan kekacauan tersebut pada anggota Kontak Biro mencari
perlindungan sendiri-sendiri. Mallaby menjadi sasaran para pemuda, dia ditusuk dengan bayonet
dan bambu runcing. Pengawal-pengawal melarikan diri dan Mallaby terbunuh. Dengan
terbunuhnya Mallaby, pihak Inggris menuntut pertanggungjawaban kepada rakyat Surabaya.
Pada tanggal 9 November 1945 Mayor Jenderal E.C. Mansergh sebagai pengganti Mallaby
mengeluarkan ultimatum kepada bangsa Indonesia di Surabaya. Ultimatum itu isinya agar
seluruh rakyat Surabaya beserta pemimpin-pemimpinnya menyerahkan diri dengan senjatanya,
mengibarkan bendera putih, dan dengan tangan di atas kepala berbaris satu-satu. Jika pada pukul
06.00 ultimatum itu tidak diindahkan maka Inggris akan mengerahkan seluruh kekuatan darat,
laut dan udara. Ultimatum ini dirasakan sebagai penghinaan terhadap martabat bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai tetapi lebih cinta kemerdekaan. Oleh karena
itu rakyat Surabaya menolak ultimatum tersebut secara resmi melalui pernyataan Gubernur
Suryo. Karena penolakan ultimatum itu maka meletuslah pertempuran pada tanggal 10
Nopember 1945. Melalui siaran radio yang dipancarkan dari Jl. Mawar No.4 Bung Tomo
membakar semangat juang arek-arek Surabaya. Kontak senjata pertama terjadi di Perak sampai
pukul 18.00. Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal Mansergh mengerahkan satu Divisi
infantri sebanyak 10.000 – 15.000 orang dibantu tembakan dari laut oleh kapal perang penjelajah
“Sussex” serta pesawat tempur “Mosquito” dan “Thunderbolt”.
Dalam pertempuran di Surabaya ini seluruh unsur kekuatan rakyat bahu membahu, baik dari
TKR, PRI, BPRI, Tentara Pelajar, Polisi Istimewa, BBI, PTKR maupun TKR laut di bawah
Komandan Pertahanan Kota, Soengkono. Pertempuran yang berlangsung sampai akhir
November 1945 ini rakyat Surabaya berhasil mempertahankan kota Surabaya dari gempuran
Inggris walaupun jatuh korban yang banyak dari pihak Indonesia. Oleh karena itu setiap tanggal
10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Hal ini sebagai penghargaan atas
jasa para pahlawan di Surabaya yang mempertahankan tanah air Indonesia dari kekuasaan asing.
b. Pertempuran Ambarawa
Kedatangan Sekutu di Semarang tanggal 20 Oktober 1945 dibawah pimpinan Brigadir lenderal
Bethel semula diterima dengan baik oleh rakyat karena akan mengurus tawanan perang. Akan
tetapi, secara diam-diam mereka diboncengi NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan
perang di Ambarawa dan Magelang. Setelah terjadi insiden di Magelang antara TKR dengan
tentara Sekutu maka pada tanggal 2 November 1945 Presiden Soekarno dan Brigadir Jendral
Bethel mengadakan perundingan gencatan senjata.
Pada tanggal 21 November 1945 pasukan Sekutu mundur dari Magelang ke Ambarawa dengan
naungan pesawat P-51 Mustang. Gerakan ini segera dikejar resimen Kedu Tengah di bawah
pimpinan Letnan Kolonel M. Sarbini dan meletuslah pertempuran Ambarawa, karena penarikan
pasukan sekutu juga diikuti dengan bumi hangus desa-desa yang dilaluinya. Pasukan Angkatan
Muda di bawah Pimpinan Sastrodihardjo yang diperkuat pasukan gabungan dari Ambarawa,
Suruh dan Surakarta menghadang Sekutu di desa Lambu. Dalam pertempuran di Ambarawa ini
gugurlah Letnan Kolonel Isdiman, Komandan Resimen Banyumas. Dengan gugurnya Letnan
Kolonel Isdiman, komando pasukan dipegang oleh Kolonel Soedirman, Panglima Divisi di
Purwokerto. Kolonel Soedirman mengkoordinir komandan-komandan sektor untuk menyusun
strategi penyerangan terhadap musuh. Pada saat itu pasukan Sekutu sudah terjepit dan bertahan
disebuah benteng kuno Fort Willem I, sedangkan pasukan TKR terus bertambah dengan
kedatangannya laskar-laskar dan pasukan lain, seperti Laskar Hasbullah, Laskar Banteng,
Barisan Pelopor, Soereng Koeresno, Soereng Koeren Tai, Laskar Rakyat Mlati dan Laskar
Rakyat Sleman.
Sementara itu, TKR dari daerah Pati dan Kedu akan bergerak mengamankan akses Ambarawa –
Semarang, sedangkan dari arah Timur pasukan TKR Salatiga dan TKR laskar dari Surakarta
bergerak menuju Ambarawa untuk menutup akses Ambarawa – Surakarta. Pemutusan akses
tersebut juga untuk menutup bantuan logistik dan pasukan Sekutu dari kota-kota tersebut.
Serangan serentak tersebut direncanakan pada subuh tanggal 12 Desember dengan dipimpin
langsung oleh Kolonel Soedirman. Usai sholat subuh rentetan tembakan mitraliur menggema
tiada henti. Setelah beberapa waktu datang kabar pasukan TKR dari Pati dan Kendal berhasil
mengamankan Semarang- Ambarawa. Namun, tidak demikian dengan pertempuran di dalam
kota, terutama di sekitar benteng Fort Willem I yang menjadi basis utama pasukan Sekutu.
Pada tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR berhasil mengepung musuh yang bertahan di
benteng Willem, yang terletak di tengah-tengah kota Ambarawa. Selama 4 hari 4 malam kota
Ambarawa di kepung. Karena merasa terjepit maka pada tanggal 15 Desember 1945 pasukan
Sekutu meninggalkan Ambarawa menuju ke Semarang.
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal ini
disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut dibawa
oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh
pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk
Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu
mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu
Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih
pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M.
Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di
beberapa tempat.
Di Pelabuhan Teluk Bayur pasukan Inggris mendarat dibawah pimpinan Brigadier Hutchinson,
dua hari kemudian 13 Oktober 1945 ia mengadakan pertemuan dengan Pemerintah RI Sumatra
Barat. Tujuannya sama seperti Sekutu yang datang didaerah lain, mereka juga ingin meminjam
kantor residen yang akan digunakan sebagai kantornya. Indonesia yang masih mencari
pengakuan dari negara lain menafsirkan bahwa permintaan tersebut adalah pengakuan de facto
dari Inggris untuk Indonesia. Lagi-lagi Inggris tidak dapat memegang perjanjian tersebut,
buktinya banyak rumah rakyat yang di obrak-abrik hanya untuk mencari senjata. Pasukan
Belandapun mendapat perlindungan dari Inggris hingga Belanda berani melakukan langkah-
langkah, salah satunya adalah memukuli seorang kepala sekolah, hal ini adalah pemicu serangan
yang dilakukan tanggal 17 November 1945. Insiden bertambah luas yang terjadi pada 5
Desember 1945, apalagi hal tersebut dengan terbunuhnya beberapa anggota Inggris, sehingga
Inggris melakukan serentetan balasan pada TKR yang juga menyebabkan beberapa anggotanya
tewas.
Pristiwa Bandung Lautan Api merupakan kisah nyata heroik yang dilakukan oleh tentara
republik Indonesia (TRI) bekerja sama dengan para pemuda pejuang kota Kembang demi
mempertahankan wilayah mereka dari masuknya kembali Belanda yang berkomplot dengan
tentara Sekutu. Pada tanggal 12 Oktober 1945 di bawah pimpinan Brigadir Mac Donald pasukan
Inggris tiba di Bandung. Sejak awal hubungan antara mereka dengan Pemerintah RI sudah
bersitegang, orang-orang Belandapun yang baru di bebaskan sudah memperlihatkan sikap yang
tidak baik. Akibatnya, bentrokan bersenjatapun tidak dapat diingkari lagi. Tanggal 24 November
1945 TKR dan badan perjuangan lainnya melancarkan serangan terhadap kedudukan Inggris,
tiga hari kemudian Mac Donald menyampaikan ultimatum agar para penduduk mengosongkan
Bandung Utara. Jawaban dari ultimatum tersebut adalah berdirinya pos-pos gerilya di berbagai
tempat, sehingga selama bulan Desember terjadi beberapa pertempuran. Inggris masih tetap
berusaha merebut apa yang dimiliki bangsa Indonesia, pertempuran juga terjadi ketika Inggris
ingin membebaskan interniran Belanda dari kamp-kamp interniran.
Selama berlangsungnya pertempuran, banyak serdadu India yang menjadi bagian Inggris,
melakukan desersi dan bergabung dengan pasukan Indonesia. Pihak Inggris akhirnya meminta
kepada panglima devisi tiga agar pasuka India tersebut diserahkan kepada mereka. Kegagalan
bangsa Indonesia dalam melakukan serangan maupun penyelesaian menyebabkan Inggris
bermain di tingkat atas. Tanggal 23 Maret 1946 mereka memberikan ultimatum kepada Perdana
Menteri Sutan Sjahrir agar bangsa Indonesia meningglkan Bandung, tetapi hal itu ditolak secara
tegas karena hal tersebut dirasa tidak mungkin. 23 Maret 1946 dengan alasan untuk
menyelamatkan TRI dari kehancuran, Sjahrir mendesak Nasution agar ultimatum tersebut
dipenuhi, karena dirasa TRI belum mampu menghadapi pasukan Inggris. Akhirnya sekali lagi
Nasution menghubungi Inggris agar batas waktu tersebut diperpanjang tetapi hasilnya Inggris
tetap menolak dan sebaliknya Nasutionpun juga menolak tawaran Inggris untuk meminjamkan
truk untuk mengangkut pasukan Indonesia.
Usaha untuk terus mencapai kedaulatan telah diupacayakan oleh pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Indonesia mengirim perwakilannya untuk berunding dengan pemerintah Belanda di
Den Haag agar Belanda segera mengakui kedaulatan Republik Indonesia. Dalam perundingan ini
wakil-wakil Indonesia diwakilkan oleh; Mr. Soewandi (menteri kehakiman), Dr Soedarsono
(ayah MenHanKam Juwono Soedarsono yang saat itu menjabat menteri dalam negeri), dan Mr
Abdul Karim Pringgodigdo dan dipihak Belanda yang dimpimpin langsung Perdana menteri
Schermerhorn. Dalam delegasi ini terdapat Dr Drees (menteri sosial), J.Logeman (menteri urusan
seberang), J.H.van Roijen (menteri luar negeri) dan Dr van Mook (selaku letnan Gubernur
Jenderal Hindia Belanda).
Perundingan dilaksanakan di Hooge Veluwe pada tanggal 14-24 April 1946 dan berlangsung
sangat alot sebab delegasi Belanda ini mengabaikan perundingan yang telah disepakati
sebelumnya di Jakarta. Perundingan Hooge Veluwe membahas pokok permasalahan adalah
sebagai berikut:
Substansi konsep perjanjian atau protokol sebagai bentuk kesepakatan penyelesaian
persengketaan yang akan dihasilkan nantinya oleh perundingan Hoge Veluwe,
Pengertian yang diajukan dalam konsep protokol Belanda seperti Persemakmuran
(Gemeenebest); negara merdeka (Vrij-staat),
Pengertian struktur negara berdasarkan federasi,
Pengertian mengenai batas wilayah kekuasaan de facto RI, yang hanya meliputi pulau
Jawa.
Pihak Belanda terus bersikeras untuk menolak hasil perundingan sebelumnya di Jakarta (Van
Mook – Syahrir) dengan alasan pemerintah Belanda saat itu karena untuk dapat menerima hasil
perundingan di Indonesia, Undang-undang Dasar Belanda harus berubah dahulu. Ini akan makan
waktu lama. Padahal Belanda sedang menghadapi pemilihan umum yang tidak beberapa lama
lagi akan berlangsung.
b. Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati dilakukan pada tanggal 10-15 November 1946 di Linggarjati, dekat
Cirebon. Perjanjian tersebut dipimpin oleh Lord Killearn, seorang diplomat Inggris. Pada tanggal
7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah Indonesia dan
Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di
Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak mencapai kesepakatan
akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn. Hasil kesepakatan
di bidang militer sebagai berikut:
Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar
kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis
pelaksanaan gencatan senjata.
Hasil Perundingan Linggarjati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk
(sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:
Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang
meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.
Belanda harus meninggalkan wilayah de facto paling lambat 1 Januari 1949.
Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk Negara Indonesia
Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu bagiannya adalah
Republik Indonesia.
Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia – Belanda
dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Perjanjian Linggarjati yang ditandatangani tanggal 15 November 1946 mendapat tentangan dari
partai-partai politik yang ada di Indonesia. Sementara itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan
Presiden No. 6 tahun 1946 tentang penambahan anggota KNIP untuk partai besar dan wakil dari
daerah luar Jawa. Tujuannya adalah untuk menyempurnakan susunan KNIP. Ternyata tentangan
itu masih tetap ada, bahkan presiden dan wakil presiden mengancam akan mengundurkan diri
apabila usaha-usaha untuk memperoleh persetujuan itu ditolak.
Akhirnya, KNIP mengesahkan perjanjian Linggarjati pada tanggal 25 Februari 1947, bertempat
di Istana Negara Jakarta. Persetujuan itu ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947. Apabila
ditinjau dari luas wilayah, kekuasaan Republik Indonesia menjadi semakin sempit, namun bila
dipandang dari segi politik intemasional kedudukan Republik Indonesia bertambah kuat. Hal ini
disebabkan karena pemerintah Inggris, Amerika Serikat, serta beberapa negara-negara Arab telah
memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia.
Persetujuan itu sangat sulit terlaksana, karena pihak Belanda menafsirkan lain. Bahkan dijadikan
sebagai alasan oleh pihak Belanda untuk mengadakan Agresi Militer I pada tanggal 21 Juli 1947.
Bersamaan dengan Agresi Militer I yang dilakukan oleh pihak Belanda, Republik Indonesia
mengirim utusan ke sidang PBB dengan tujuan agar posisi Indonesia di dunia internasional
semakin bertambah kuat. Utusan itu terdiri dari Sutan Svahrir, H. Agus Salim, Sudjatmoko, dan
Dr. Sumitro Djojohadikusumo.
Kehadiran utusan tersebut menarik perhatian peserta sidang PBB, oleh karena itu Dewan
Keamanan PBB memerintahkan agar dilaksanakan gencatan senjata dengan mengirim komisi
jasa baik (goodwill commission) dengan beranggotakan tiga negara. Indonesia mengusulkan
Australia, Belanda mengusulkan Belgia, dan kedua negara yang diusulkan itu menunjuk
Amerika Serikat sebagai anggota ketiga. Richard C. Kirby dari A.ustralia, Paul van Zeeland dari
Belgia, dan Frank Graham dari Amerika Serikat. Di Indonesia, ketiga anggota itu terkenal
dengan sebutan Komisi Tiga Negara (KTN). Komisi ini menjadi perantara dalam perundingan
berikutnya.
c. Agresi Militer 1
Operatie Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia dengan
nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap
Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer
ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan
penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia,
operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.
Agresi militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat perbedaan
penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda cenderung
menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai negara induk.
Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya terlepas dari Belanda.
Tujuan politik Mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan
Republik Indonesia.
Tujuan ekonomi. Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.
Tujuan militer Menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Agresi Militer Belanda I direncanakan oleh H.J. van Mook. Van Mook berencana mendirikan
negara boneka dan ingin mengenbalikan kekuasaan Belanda atas wilayah Indonesia. Untuk
mencapai tujuan iitu, pihak Belanda tidak mengakui Perundingan Linggarjati, bahkan merobek-
robek kertas persetujuan itu. Selanjutnya pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan aksi
militer yang pertama dengan menyerang daerah-daerah Republik Indonesia di Pulau Jawa dan
Sumatra.
d. Perjanjian Renville
Perjanjian Renville diambil dari nama sebutan kapal perang milik Amerika Serikat yang dipakai
sebagai tempat perundingan antara pemerintah Indonesia dengan pihak Belanda, dan KTN
sebagai perantaranya. Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia diketuai oleh Perdana Menteri
Amir Syarifuddin dan pihak Belanda menempatkan seorang Indonesia yang bernama Abdulkadir
Wijoyoatmojo sebagai ketua delegasinya. Penempatan Abdulkadir Wijoyoatmojo ini merupakan
siasat pihak Belanda dengan menyatakan bahwa pertikaian yang terjadi antara Indonesia dengan
Belanda merupakan masalah dalam negeri Indonesia dan bukan menjadi masalah intemasional
yang perlu adanya campur tangan negara lain.
Setelah melalui perdebatan dan permusyawaratan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Juni
1948 maka diperoleh persetujuan Renville. Isi perjanjian Renville, antara lain sebagai berikut:
Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia sampai dengan terbentuknya
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sebelum RIS dibentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada
pemerintah federal.
RIS mempunyai kedudukan sejajar dengan Negara Belanda dalam Uni Indonesia-
Belanda.
Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS.
e. Agresi Militer II
Pada 18 Desember 1948, Belanda di bawah pimpinan Dr. Bell mengumumkan bahwa Belanda
tidak terikat lagi oleh Persetujuan Renville. Pada 19 Desember 1948 Belanda mengadakan
Agresi Militer II ke ibu kota Yogyakarta. Dalam agresi itu Belanda dapat menguasai Yogyakarta.
Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditawan dan diasingkan ke Pulau
Bangka. Beliau lalu mengirimkan mandat lewat radio kepada Mr. Syaffruddin Prawiranegara,
isinya agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), di Bukit Tinggi Sumatra
Barat.
f. Perjanjian Roem-Royen
Perjanjian ini merupakan perjanjian pendahuluan sebelum KMB. Salah satu kesepakatan yang
dicapai adalah Indonesia bersedia menghadiri KMB yang akan dilaksanakan di Den Haag negeri
Belanda. Untuk menghadapi KMB dilaksanakan konferensi inter Indonesia yang bertujuan untuk
mengadakan pembicaraan antara badan permusyawaratan federal (BFO/Bijenkomst Voor Federal
Overleg) dengan RI agar tercapai kesepakatan mendasar dalam menghadapi KMB. Komisi PBB
yang menangani Indonesia digantikan UNCI.
g. Konferensi Inter Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik
Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung
dalam BFO (Bijenkomst Voor Federal Overslag) Konferensi Inter Indonesia berlangsung di
Yogyakarta pada tanggal 19-22 Juli 1949 yang dipimpin oleh Wakil Presiden Drs. Mohammad
Hatta. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik
Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya
Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi Inter-
Indonesia. Soekarno menyebut konferensi ini sebagai “trace baru” bagi arah perjuangan
Indonesia. Konferensi ini banyak didominasi perbincangan mengenai konsep dan teknis
pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan kewajiban antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan tindak lanjut dari Perundingan Roem-Royen.
Sebelum KMB dilaksanakan, RI mengadakan pertemuan dengan BFO (Badan Permusyawaratan
Federal). Konferensi Meja Bundar dilatarbelakangi oleh usaha untuk meredam kemerdekaan
Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras
dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan
untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati, perjanjian
Renville, perjanjian Roem-van Roiyen, dan Konferensi Meja Bundar.
Drs. Sukadi. 2002. IPS Sejarah untuk SLTP kelas 1. Jakarta : Ganeca Exact
Mardikaningsih & Sumaryanto. 2013. Sejarah untuk Kelas XII SMA dan MA Program IPS. Solo:
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Poesponegoro, M.D. & Notosusanto, N. 2008. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
A.K Pringgodigdo, 1984 . Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia . Jakarta : Dian Rakyat