DAN PERKEMBANGAN
NASIONALISME
INDONESIA
DISUSUN
OLEH:
JULI AMIRAH NASUTION
GINA ASHARI DALIMUNTHE
SINDI LIONI ARITONANG
SRI FATIMAH
FATIMAH SAHARA
RAMADANI
HARIS MANSYAH SIREGAR
HARIS RIFAI HASIBUAN
SMA NEGERI 2
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2013-2014
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata pelajaran
sejarah “ PROSES KELAHIRAN DAN PERKEMBANGAN NASIONALISME INDONESIA
”. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang
telah memberikan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata pelajaran SEJARAH di program studi SMA
N 2 PADANGSIDIMPUAN .
Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 4
Page
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Pendahuluan
Daftar Isi
Page
3
M. Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Kebangsaan Indonesia ( PPPKI )
N. Kongres Pemuda
O. Gabungan Politik Indonesia ( GAPI )
Daftar Pustaka
Page
4
BAB I
PERKEMBANGAN NASIONALISME INDONESIA
Sejak bangsa Eropa datang ke wilayah Indonesia, bangsa Indonesia telah menyadari
akibat-akibat yang muncul dari kedatangannya itu. Semenjak kedatangan bangsa-bangsa
Eropa tersebut, perlawanan tidak pernah henti-hentinya dilakukan oleh bangsa Indonesia.
Namun periawanan-perlawanan itu selalu mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan setiap
perlawanan yang dilakukan terbatas hanya pada daerahnya, atau hanya ingin
membebaskan daerah-daerah dan penduduknya dari kekuasaan asing. Dengan keadaan
seperti ini, bangsa asing dapat lebih mudah untuk menguasainya.
Kegagalan-kegagalan yang dialami bangsa Indonesia dalam perjuangan merebut
kemerdekaan telah mengilhami kaum cendekiawan untuk mengubah pola perjuangan dengan tidak
mengandalkan perjuangan fisik, tetapi lebih mengandalkan perjuangan nonfisik. Dalam arti pada
masa pergerakan nasional, arah perjuangan bangsa Indonesia ditujukan kepada hal-hal sebagai
berikut:
a. Menumbuhkan sikap nasionalisme bangsa yang kuat agar bangsa Indonesia tidak mudah
dipecah-belah lagi oleh bangsa asing, seperti yang terjadi pada masa perjuangan sebelum
tahun 1908, dimana perjuangan pada masa itu masih bersifat kedaerahan. Munculnya
semangat nasionalisme akan menumbuhkan persatuan dan kesatuan bangsa.
b. Meningkatkan kecerdasan bangsa melalui penyelenggaraan sistem pendidikan yang
berdasarkan pada nasionalisme, tidak berdasarkan pada sistem pendidikan kolonial.
c. Mengembalikan kesadaran bahwa rakyat Indonesia mempunyai harkat dan martabat yang
sama dengan bangsa penjajah, karena pada dasarnya manusia dilahirkan dengan memiliki hak-
hak yang sama dan dilengkapi dengan potensi kehidupan yang sama pula.
d. Meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui berbagai pendidikan keterampilan, sehingga
kehidupan rakyat tidak terlalu bergantung kepada sektor pertanian dan perkebunan yang
selama itu dieksploitasi oleh penjajah.
Sejak akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 telah muncul benih-benih nasionalisme
pada bangsa Indonesia. Munculnya gerakan nasionalisme itu tidak terlepas dari pengaruh
yang datang dari dalam maupun dari luar.
Page
5
1) Kenangan Kejayaan Masa Lampau
Sebelum imperialisme bangsa Eropa (Barat) masuk ke wilayah Indonesia, banyak
terdapat kerajaan yang besar dan jaya, seperti Kerajaan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim
yang menguasai jalur pelayaran dan perdagangan di Selat Malaka. Kerajaan ini pernah
menjadi pusat perdagangan dan bahkan pusat penyebaran agama Budha di Asia Tenggara.
Juga Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan dibantu oleh
Patih Gajah Mada menjadi kerajaan yang paling berkuasa di hampir seluruh wilayah
Nusantara. Di samping itu, Kerajaan Majapahit juga dikenal dengan kerajaan Nusantara,
karena wilayahnya mencakup pulau-pulau yang ada di wilayah Nusantara.
Page
6
kolektif dan meluas ke seluruh wilayah Indonesia yang terjajah dan akhirnya menjadi
paham nasionalis dari bangsa Indonesia.
Page
7
China, (b). Pemerintah China disusun atas dasar demokrasi atau kedaulatan berada di
tangan rakyat, (c). Pemerintah China mengutamakan kesejahteraan sosial bagi rakyatnya.
5) Pergerakan Turki Muda (1908) .
Gerakan ini dipimpin oleh Mustafa Kemal Pasha. la menuntut adanya pembaharuan
dan moderrusasi di segala sektor kehidupan masyarakatnya.
6) Pergerakan Nasionalisme Mesir.
Gerakan ini dipimpin oleh Arabi Pasha (1881-1882) dengan tujuan menentang
kekuasaan bangsa Eropa terutama Inggris atas negeri Mesir.
1. Ideologi Liberalisme.
Ideologi liberalisme diperkenalkan di Indonesia oleh orang-orang Belanda yang
mendukung perjuangan bangsa Indonesia. Orang-orang Belanda tersebut melihat banyak
terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti dengan bertindak sangat jauh di luar batas-
batas perikemanusiaan. Tindakan-tindakan pemerintah kolonial Belanda yang mereka
kecam, seperti tindakan pemerasan, kekejaman atau penyiksaan dan lain sebagainya.
Masalah-masalah seperti ini mereka sampaikan pada saat diselenggara-kan sidang
parlemen di negeri Belanda. Mereka mengecam dengan keras segala tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda bersama kaki tangannya di wilayah Indonesia.
Mereka mengusulkan agar pemerintah kerajaan Belanda memerintahkan pelaksanaan
paham liberalisme di Indonesia. Diharapkan paham liberalisme dapat membawa
masyarakat Indonesia kepada perubahan yang lebih baik.
Paham liberalisme merupakan suatu paham yang mengutamakan kemerdekaan individu
atau kebebasan kehidupan masyarakat. Sebab dalam alam kebebasan itu masyarakat dapat
berkembang dan berupaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Paham liberalisme ini
dikembangkan oleh organisasi-organisasi politik di Indonesia seperti Indische Partij.
Page
8
2. Ideologi Nasionalisme.
Ideologi Nasionalisme kali pertama diperkenalkan oleh organisasi politik yang
muncul di wilayah Indonesia. Ideologi Nasionalisme menjadi dasar perjuangan Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Nasionalisme sebagai suatu
ideologi menunjukkan suatu bangsa yang mempunyai kesamaan budaya, bahasa, dan
wilayah. Selain itu, juga kesamaan cita-cita dan tujuan. Dengan demikian kelompok
tersebut dapat merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap kelompok bangsa itu.
PNI sebagai suatu partai yang berideologi nasionalis mempunyai tujuan untuk
memperjuangkan kehidupan bangsa Indonesia yang bebas. Bahkan cita-cita politiknya
yaitu mencapai Indonesia merdeka dan berdaulat, serta mengusir penjajahan pemerintah
kolonial Belanda di Indonesia.
3. Ideologi Komunis.
Ideologi komunisme diperkenalkan kali pertama oleh Sneevliet, seorang pegawai
perkereta-apian yang berkebangsaan Belanda. Ideologi komunisme ini diwujudkan dalam
pembentukan organisasi yang bemama Indische Social Democratis The Vereeniging
(ISDV). Organisasi ISDV sangat sulit mendapatkan dukungan dari rakyat karena rakyat
kurang mempercayai orang Belanda.
Kesulitan memperoleh dukungan rakyat, Sneevliet kemudian menjalin hubungan
dengan Semaun, seorang ketua cabang Sarekat Islam di Semarang. Terjalinnya hubungan
antara Sneevliet dengan Semaun memunculkan pembentukan Partai Komunis Indonesia
(PKI) pada tahun 1920.
Gerakan PKI yang sangat radikal, dilanjutkan dengan melakukan pemberontakan
tahun 1926 dan 1927. Namun akibat kegagalan dari pem-berontakan itu, PKI dijadikan
sebagai partai teriarang di Indonesia pada masa kekuasaan kolonial Belanda.
4. Ideologi Demokrasi.
Ideologi demokrasi pertama kali muncul di daerah Yunani dengan sistem demokrasi
langsung. Artinya rakyat ikut serta menentukan jalannya suatu pemerintahan. Akan tetapi,
sistem demokrasi ini tidak mungkin dapat dilaksanakan di Indonesia pada masa pergerakan
Nasional. Hal ini disebabkan karena bangsa Indonesia masih berada di bawah penjajahan
Belanda. Belanda tidak mungkin menerapkan sistem demokrasi di wilayah Indonesia,
karena hal itu akan merugikan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
Sistem demokrasi baru dapat terlaksana di wilayah Indonesia setelah Indonesia
merdeka. Sistem demokrasi yang dilaksanakan di Indonesia dikenal dengan sistem
demokrasi Pancasila.
5. Ideologi Pan-lslamisme.
Ideologi Pan-Islamisme merupakan suatu paham yang bertujuan mempersatukan
umat Islam sedunia. Ideologi ini muncul berkaitan erat dengan kondisi abad ke-19 yang
merupakan kemunduran dunia Islam. Sementara itu, dunia Barat berada dalam kemajuan
dan melakukan penjajahan terhadap negara-negara Islam, termasuk Indonesia yang
mayoritas masyarakatnya beragama Islam.
Pan-Islamisme merupakan suatu gerakan yang radikal dan progresif. Hal ini sangat
disadari oleh kaum atau negara-negara imperialisme Barat termasuk Belanda yang
menjajah Indonesia. Semangat yang terkandung dalam gerakan Pan-Islamisme telah
membangkitkan rasa kebangsaan yang kuat dengan didasari ikatan keagamaan. Ideologi ini
telah mendorong munculnya organisasi-organisasi yang berdasarkan keagamaan di
wilayah Indonesia seperti Sarekat Islam (SI), Muhammadiyah, dan lain-lain.
Page
9
BAB II
ORGANISASI PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA
A. Budi Utomo
Pada abad ke-20 tampil beberapa dokter sebagai penggerak bangsa di kawasan Asia
seperti Dr. Sun Yat Sen di Tiongkok, Dr. Jose Rizal di Filipina, serta di Indonesia tampil
dokter-dokter seperti Dr. Wahidin Sudirohusodo, Dr. Sutomo, Dr. Cipto Mangunkusumo
dan Dr. Gunawan Mangunkusumo. Para dokter itu bangkit karena dihadapkan pada
penderitaan masyarakat baik dari segi ekonomi, fisik, maupun kemanusiaan.
Dokter Wahidin Sudirohusodo dengan giat menyebarkan cita-citanya agar di Pulau
Jawa dapat dibentuk suatu perkumpulan yang bertujuan me-majukan pendidikan serta
membiayai anak-anak yang tidak dapat bersekolah namun memiliki kepandaian. Cita-
citanya itu mendapat sambutan dari siswa Sekolah Dokter Jawa di Jakarta seperti Sutomo,
Gunawan Mangunkusumo, Cipto Mangunkusumo dan lain sebagainya. Akhirnya pada
tanggal 20 Mei 1908 Sutomo dan kawan-kawannya mendirikan suatu perkumpulan yang
di-berinama Budi Utomo di Jakarta. Kongres pertama diselenggarakan pada bulan Oktober
1908 dan berhasil memilih Adipati Tirtokusumo (seorang bupati) sebagai ketuanya dan Dr.
Wahidin Sudirohusodo sebagai wakil ketuanya.
Untuk mendorong semangat para anggotanya, Budi Utomo mencanang-kan pedoman
yaitu pemuda menjadi motornya dan orangtua menjadi sopirnya, supaya kapal tidak
terdampar di laut karang dan selamat sampai di pelabuhan. Di samping itu, kongres
menghasilkan suatu keputusan tentang tujuan dari pergerakannya, yaitu untuk menjamin
dan mempertahankan kehidupan sebagai bangsa yang terhormat. Perkumpulan ini bergerak
dalam bidang sosial, pendidikan, pengajaran, dan budaya.
Page
10
Keanggotaan perkumpulan Budi Utomo semula terbatas hanya pada daerah Jawa dan
Madura, kemudian ditambahkan dengan Bali, karena dianggap mempunyai kebudayaan
yang sama. Jika dilihat dari keanggotaan-nya, perkumpulan ini bersifat kedaerahan (lokal).
Walaupun demikian, perkumpulan itu juga sudah dapat dikatakan bersifat nasional. Hal ini
terbukti ketika didirikannya perkumpulan partai-partai politik seperti Permufakatan
Pemimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI), Budi Utomo ikut serta di dalamnya.
Gerakan nasional Budi Utomo semakin bertambah jelas yaitu dengan diubahnya nama
Budi Utomo menjadi Budi Utama (huruf a) dan juga terlihat dengan jelas tujuannya yaitu
sejak tahun 1928 ikut serta melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia.
Selanjutnya Budi Utomo mengadakan integrasi derigan organisasi seasas dan
sehaluan. Atas pertimbangan itulah kemudian Budi Utomo lebur menjadi satu dengan PBI
(Persatuan Bangsa Indonesia) menjadi Parindra (Partai Indonesia Raya).
Budi Utomo juga dikenal sebagai organisasi nasional pertama di Indonesia dan
terpanjang usianya sampai dengan proklamasi Indonesia.
Dengan semangat hendak meningkatkan semangat masyarakat, Mas Ngabehi
Wahidin Soediro Husodo, seorang doktor jawa dan termasuk seorang priayi, tahun 1906-
1907 melakukan kempanye di kalangan priayi di Pulau Jawa.
Pada akhir 1907, Wahidin bertemu dengan Soetomo, pelajar STOVIA di Batavia.
Pertemuan tersebut berhasil mendorong didirikannya organisasi yang diberi nama Boedi
Oetomo pada hari rabu tanggal 20 Mei 1908 di Batavia. Soetomo kemudian ditunjuk
sebagai ketuanya. Tanggal berdirinya Boedi Oetomo hingga saat ini diperingati sebagai
Hari Kebangkitan Nasional. Budi Utomo juga dikenal sebagai organisasi nasional pertama
di Indonesia dan terpanjang usianya sampai dengan proklamasi Indonesia.
Page
11
negeri mereka. Hutang ini sebaiknya dibayar dengan jalan memberi prioritas utama kepada
kepentingan rakyat Indonesia di dalam menerapkan kebijaksanaan. Politik Etis Jajahan ini
dicanangkan pada pidato tahunan Kerajaan Belanda pada bulan September 1901 yang
berisi “suatu kewajiban yang luhur dan tanggungjawab moral untuk rakyat di Hindia
Belanda”. Pesan kerajaan ini dilanjutkan dengan menyatakan keprihatinan terhadap
keadaan ekonomi yang buruk di Hindia Timur dan meminta agar dibentuk komisi untuk
memeriksa keadaan ini.
Politik Etis yang dijalankan ini meliputi tiga upaya untuk menyejahterakan bangsa
Indonesia, yaitu sistem irigasi, emigrasi atau transmigrasi, dan pendidikan. Sebenarnya
tujuan kaum Liberal sebagai pencetus ide ini bagus, yaitu untuk meningkatkan
kesejahteraan penduduk. Akan tetapi, pada pelaksanaannya semua kembali bermuara
kepada kepentingan ekonomi di pihak Pemerintah Hindia Belanda. Maksudnya segala
peningkatan kesejahteraan rakyat itu tetap dimanfaatkan oleh Pemerintah Hindia Belanda
dan bukan bagi kemakmuran rakyat itu sendiri.
Contoh pelaksanaan Politik Etis yang menguntungkan pihak Pemerintah Hindia
Belanda adalah dibukanya perkebunan-perkebunan tebu di Jawa yang disertai dengan
sistem irigasi yang bagus. Akan tetapi, mereka menggunakan tanah-tanah rakyat yang
mereka sewa dengan harga yang rendah serta menggunakan tenaga rakyat yang mereka
bayar rendah pula. Dengan demikian, adanya irigasi itu bukan untuk meningkatkan
produksi para petani, tetapi justru dimanfaatkan sendiri untuk Pemerintah Hindia Belanda.
Selain itu dibukanya perkebunan-perkebunan tembakau di Deli yang menggunakan tenaga
kerja yang berasal dari Jawa dengan pertimbangan bahwa penduduk di Jawa sudah padat
dan mereka lebih terampil bekerja dari pada penduduk setempat, mengakibatkan adanya
transmigrasi dalam beberapa gelombang. Adapun pendidikan formal yang mereka
tawarkan kepada penduduk pribumi pada mulanya hanya untuk memenuhi pegawai
administrasi yang semakin mereka perlukan dan yang dapat mereka bayar dengan murah.
Sebenarnya perhatian masalah pendidikan formal di Hindia Belanda, terutama di
Jawa, telah ada sejak tahun 1818 dengan adanya peraturan pemerintah yang menetapkan
bahwa penduduk bumiputra diperbolehkan untuk sekolah di sekolah-sekolah Belanda.
Selanjutnya pemerintah akan menetapkan peraturan-peraturan mengenai tata tertib yang
diperlukan sekolah-sekolah bagi penduduk bumiputra itu. Akan tetapi, ternyata kondisi
politik di Jawa tidak memungkinkan bagi pemerintah untuk dapat segera merealisasikan
peraturan itu. Hal ini diakibatkan oleh adanya perang Jawa dan Cultuur Stelsel yang sangat
menyita perhatian pemerintah. Baru pada tahun 1848 peraturan itu dapat terealisasikan.
Sifat pendidikan yang ditawarkan ini berbeda dengan pendidikan pada awal abad ke-20,
karena pendidikan di sini lebih diutamakan bagi calon pegawai dinas pemerintahan dan
tanggungjawabnya diserahkan kepada bupati setempat. Baru pada tahun 1854
tanggungjawab pendidikan bumiputra secara tegas diatur dalam undang-undang. Meskipun
demikian, kaum misionaris Katolik sejak tahun 1814 dan kemudian kaum misionaris
Protestan sejak tahun 1851 juga telah melakukan keaktifan di Jawa terutama di bidang
pendidikan. Pada tahun 1848 di setiap kabupaten didirikan sebuah sekolah setahun,
menjadi dua, dan pada tahun 1852 menjadi 15 sekolah. Dengan demikian, tidak ada lagi
pembatasan sekolah hanya untuk kalangan anak-anak Kristen saja, akan tetapi sudah
sampai pada kebutuhan personil Gubernemen.
Pada akhir abad ke-19, tepatnya tahun 1892, sekolah-sekolah bumiputra dipecah
menjadi dua kelompok. Sekolah “kelas satu” merupakan sekolah istimewa bagi anak-anak
pemuka rakyat atau orang-orang bumiputra yang terhormat atau kaya. Sekolah ini
memberikan pendidikan selama 5 tahun dengan penambahan beberapa mata pelajaran
seperti ilmu bumi, sejarah, ilmu hayat, menggambar dengan tangan, dan ilmu ukur tanah.
Biaya sekolah maupun tingkatan tenaga pengajarnya lebih tinggi dari pada sekolah “kelas
Page
12
dua”. Sedangkan sekolah “kelas dua” diperuntukkan bagi penduduk bumiputra pada
umumnya. Sekolah ini ditempuh selama 3 tahun pelajaran dan hampir tak berbeda denga
sekolah bumiputra terdahulu yang hanya sekedar memberi pelajaran menulis, membaca,
dan berhitung.
Pelajaran sekolah “kelas satu” yang lebih unggul dari pada sekolah “kelas dua” itu
ternyata tidak cukup untuk menempuh ujian kleinambtenaar (pegawai rendah). Untuk
menempuh ujian itu diperlukan Bahasa Belanda yang hanya diberikan di sekolah rendah
Eropa (Europeesche Lagere School). Sekolah ini sangat menarik karena dapat memberikan
keuntungan materiil pada lulusannya, pada hal hanya sejumlah kecil anak-anak bumiputra
yang diterima di sekolah ini. Mereka tidak hanya diharuskan membayar lebih tinggi, tetapi
juga harus mengetahui tata bahasa Belanda. Oleh karena itu, hanya kalangan bangsawan
ataslah yang dapat menikmati pendidikan itu. Salah satu contohnya adalah Pangeran Ario
Tjondronagoro IV, Bupati Kudus (1835), yang kemudian menjadi Bupati Demak pada
tahun 1850-1866. Beliau adalah bupati pesisiran yang pertama kali memasukkan
pendidikan Barat bagi putra-putrinya dengan jalan memanggil seorang guru privat bangsa
Belanda, C.E. Kesteren, seorang bangsawan Belanda yang berfaham progresif, yang pada
waktu itu menjabat sebagai redaktur surat kabar de Lokomotif di Semarang. Kondisi sosial
masyarakat Jawa pada awal abad ke-20 ini diwarnai dengan adanya perbedaan-perbedaan
hak pada masing-masing masyarakatnya diakibatkan oleh adanya penggolongan-
penggolongan masyarakat berdasarkan kelas-kelas yang menyulitkan untuk saling
berinteraksi antara kelas satu dengan lainnya tanpa dibebani unsur ewuh-pekewuh, rasa
sungkan, terutama dari kelas sosial yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi. Dinding
yang membatasi masing-masing kelas ini juga ditunjang oleh budaya dan bahasa Jawa
yang memiliki jenjang pemakaian berdasarkan kedudukan si penutur terhadap lawan
bicaranya.
Selain itu keadaan masyarakat Jawa juga menjadi semakin terbelakang dan
tertinggal dari bangsa-bangsa asing lain di Jawa. Pada tanggal 17 Maret 1900, bangsa
Tionghoa di Hindia mendirikan perkumpulan Tiong Hwa Hwee Kwan, dengan tujuan
sebagai protes terhadap keputusan pemerintah tahun 1899 yang memberikan kedudukan
bangsa Jepang sama dengan bangsa Eropa. Organisasi ini maju dengan pesatnya disertai
dengan adanya dana yang penuh sehingga berhasil memajukan masyarakat Tionghoa yang
ada di Jawa. Sementara itu de Indische Bond (Persatuan Hindia), yaitu organisasinya kaum
Indo mulai bergerak. Mereka menutup pintu bagi kaum bumiputra, dan memperjuangkan
dirinya sendiri. Karena kedua organisasi itu maju dan berhasil, maka mereka meremehkan
bangsa bumiputra. Oleh karena itu, tidak ada yang memperhatikan nasib rakyat yang
ditinggalkan oleh pemimpinnya itu. Pada waktu itu pula, komunitas Arab di Batavia pada
tahun 1905 telah mendirikan Jam’iyyat Khair (Perserikatan bagi Kebaikan). Salah satu
kegiatannya adalah membuka sebuah sekolah moderen yang pelajarannya diberikan dalam
bahasa Melayu.
Kemunculan Sekolah Dokter Jawa yang kemudian namanya berubah menjadi STOVIA ini
ternyata mampu merubah sejarah bangsa Jawa, sebuah bangsa yang penakut dan selalu
patuh pada atasan, menjadi bangsa yang mempunyai kepribadian. Keadaan ini tidak lain
disebabkan oleh adanya sistem pendidikan. Meskipun hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil masyarakat bumiputra, tetapi ternyata mampu membuka cakrawala baru. Keadaan
masyarakat Jawa yang semakin terbelakang dan tertinggal dari bangsa-bangsa asing lain di
Jawa, semakin diberinya batasan antara golongan priyayi dan rakyat dengan
mendirikannya sekolah untuk perwira bumiputra yang hanya boleh dimasuki oleh anak-
anak priyayi saja, serta perasaan takut para pembesar terhadap atasannya baik atasan
bumiputra maupun Belanda, ternyata mendapat perhatian sebagian kecil siswa-siswa
STOVIA itu.
Page
13
2. STOVIA: Ladang Persemaian Nasionalisme
Page
14
bidang ini. Kemungkinan hal itu disebabkan karena seleksi penerimaan mahasiswanya
yang terlalu ketat serta kewajiban belajar yang ekstra keras yang menjadi penghalang
peminatnya dari kalangan priyayi muda ini. Selain itu, sikap para priyayi pada waktu itu
selalu menganggap bahwa Sekolah Dokter Jawa atau STOVIA adalah sekolah untuk orang
miskin. Penilaian semacam itu terjadi karena pemerintah menerapkan sistem beasiswa,
menggratiskan beaya pendidikan dan pemondokan, bagi mahasiswa STOVIA. Oleh karena
itu, hanya orang tua yang kurang mampu yang berminat mengirimkan anaknya ke sekolah
tersebut. Akan tetapi, justru di kalangan anak-anak miskin inilah muncul tokoh-tokoh
nasional Indonesia yang militan, baik di bidang kedokteran maupun pejuang sejati.
Kunci dari munculnya tokoh-tokoh nasional Indonesia yang militan dari STOVIA itu
rupanya tak terlepas dari tempat sekolah ini berada. Weltevreden adalah sebuah pusat kota
Batavia. Pusat kegiatan politik, ekonomi, dan kebudayaan, serta sebuah kota besar di
Hindia yang merupakan pintu gerbang dengan dunia luar. Di lingkungan inilah berkumpul
para intelektual yang memungkinkan di antara mereka untuk saling berinteraksi dan saling
bertukar pikiran mengenai berbagai hal. Para pelajar STOVIA yang kebanyakan berasal
dari kota-kota kecil itu memperoleh dorongan intelektual dari kota besar dan modern di
lingkungan sekolahnya. Batavia juga menjadi kediaman suatu kelompok intelektual non
politik pribumi, yang tidak besar tetapi sedang tumbuh. Oleh karena itu wajarlah jika para
pelajar STOVIA bergaul dengan para intelektual itu dengan akibat terpengaruh oleh ide-id
mereka.
Tempat yang paling disenangi sebagian pelajar STOVIA adalah perpustakaan milik
Douwes Dekker, seorang Indo yang sangat mendukung politik etis. Ia tinggal di dekat
STOVIA. Bagi sebagian pelajar STOVIA keberadaan Douwes Dekker mempunyai arti
penting. Ia adalah seorang intelektual yang rumahnya selalu terbuka sebagai tempat
pertemuan, memiliki ruang baca, dan perpustakaan. Di perpustakaan itu tersedia banyak
buku bacaan dan terbuka bagi pelajar bumiputra.
Douwes Dekker pula yang menyebabkan pelajar-pelajar STOVIA seperti Tjipto
Mangoenkoesoemo, Goenawan Mangoenkoesoemo, Surjopranoto, serta Tjokrodirdjo,
mulai belajar menuangkan gagasan-gagasannya dalam surat kabar. Hal ini memungkinkan
karena pelajar-pelajar tersebut dipilih oleh Douwes Dekker sebagai pembantu redaksi
Bataviaasch Nieuwesblad, sebuah surat kabar berbahasa Belanda yang dipimpinnya. Ada
alasan tertentu yang mnyebabkan ia memilih para pelajar itu. Terutama adalah kemampuan
berbahasa Belanda dan ketrampilan menuangkan gagasan yang bagus, serta ketajaman
penglihatan para pelajar itu dalam melihat kondisi sosial di lingkungan sekitarnya.
Kemampuan yang mereka miliki itu sangat diperlukan untuk memperpanjang
kelangsungan hidup sebuah surat kabar yang selalu menyajikan berita-berita aktual.
Perjumpaan para pelajar yang gelisah di perpustakaan Douwes Dekker ini akhirnya
membuahkan suatu polemik yang ditulis oleh Goenawan Mangoenkoesoemo, yang
berturut-turut dimuat dalam Java Bode, sebuah harian berbahasa Belanda di Batavia.
Polemik yang ditulis pada tahun 1905 itu berisi tentang kecamannya terhadap tingkah laku
dan adat Jawa yang dianggapnya sebagai perintang modernisasi. Pada tahun 1905 dan
tahun-tahun sebelumnya, dunia priyayi terutama yang berasal dari kalangan pejabat
pemerintah pribumi sangat dihormati oleh rakyat. Terdapat garis pemisah yang tegas antara
priyayi dan bukan priyayi. Perbedaan itu selalu kelihatan jelas serta selalu mengikat.
Dalam keadaan apa pun suasana penghormatan itu sangat nyata. Goenawan menginginkan
adanya perubahan keadaan adat-istiadat dan tata cara dalam masyarakat. Menurutnya adat
yang dibuat oleh manusia itu dapat dirubah oleh manusia juga. Akan tetapi, semua itu
diserahkannya kepada kaum priyayi agar dapat memberikan contoh dalam membuang adat
yang membuat susah itu. Adat yang telah membelenggu itu telah menjadikan bangsa Jawa
tertinggal dibandingkan dengan bangsa Arab dan Cina. Kedua bangsa asing itu masing-
Page
15
masing telah sadar terhadap perlunya persatuan untuk meningkatkan kedudukan mereka di
dalam masyarakat, terutama dalam meningkatkan kedudukan mereka di dalam masyarakat,
terutama dalam hal meningkatkan perekonomian. Sementara rakyat Jawa kebanyakan
merupakan masyarakat miskin dan penuh dengan penghinaan bangsa-bangsa lainnya.
Anak bangsa telah bangkit, ia mulai berani menyuarakan isi hati yang biasanya
disimpannya rapat-rapat agar orang lain tidak dapat mengetahui, sebuah sikap
pengendalian diri dari budaya khas Jawa. Anak bangsa telah memiliki kepribadian, telah
mempunyai sikap, dan dapat menilai serta menyuarakan dengan jujur sesuai dengan hati
nuraninya. Api kesadaran itu sedikit demi sedikit mulai muncul di kalangan pemuda
terpelajar yang dapat melihat diskriminasi-diskriminasi yang ditimbulkan oleh adat dan
tradisi Jawa yang penuh dengan tatanan feodal serta tahyul yang berlebih-lebihan. Hal
itulah yang mengakibatkan sulitnya manusia Jawa untuk dapat mengaktualisasikan dirinya.
Kondisi masyarakat yang seperti itu yang selalu menjadi bahan perbincangan para pelajar
STOVIA. Mereka sering memperbincangkan berita-berita yang dimuat dalam koran de
Locomotief, Bataviaasch Nieuwesblad, Java Bode, Pemberita Betawi, dan majalah Jong
Indie.
Api semangat itu semakin membara terlebih lagi setelah diketahui adanya berita
yang menyatakan bahwa Revolusi Turki yang terjadi pada permulaan tahun 1908 yang
digerakkan oleh The Young Turks dapat menggoyahkan feodalisme Turki. Kejadian-
kejadian ini besar sekali pengaruhnya bagi kalangan terpelajar bumiputra, suatu kelompok
kecil lapisan baru dalam masyarakat bumiputra. Pergulatan-pergulatan pemikiran
mengenai nasib rakyat yang selalu tertindas itu sering dilakukan oleh para pelajar STOVIA
pada malam hari setelah kegiatan belajar mereka selesai. Berita-berita dari luar negri
tersebut di atas termasuk menjadi bahan perbincangan. Demikian pula kepincangan-
kepincangan di dalam negri, terutama di bidang pengajaran, pendidikan, perekonomian,
dan kepangreh-prajaan kolonial menjadi bahan renungan.
Endapan-endapan pemikiran para pemuda yang menginginkan perubahan itu
semakin mengental setelah kedatangan Dokter Wahidin Soedirohoesodo pada akhir tahun
1907 yang mengkampanyekan keinginannya kepada para priyayi Jawa yang kaya dan
berpengaruh agar diadakan dana belajar untuk membantu para pelajar yang tidak dapat
melanjutkan studinya. Dokter Jawa itu berpendapat bahwa lapisan bawah masyarakat itu
perlu untuk diberi pengajaran yang sebaik-baiknya, karena perluasan pengajaran itu akan
dapat menumbuhkan kesadaran kebangsaan. Gagasan Dokter Jawa itu telah membuka
pikiran dan hati para pelajar STOVIA, serta mendatangkan cita-cita baru. Gagasan yang
telah dirumuskan itu kemudian diterapkan dengan membentuk suatu persatuan di antara
orang-orang yang berkebudayaan sama, yaitu orang Jawa, Sunda, dan Madura, tanpa
memandang kedudukan, kekayaan, atau intelektualitas sebagai salah satu syarat sebagai
anggota, untuk dididik agar terjadi keharmonisan antara negara dan rakyat. Persatuan itu
diharapkan dapat memberikan sesuatu untuk seluruh Pulau Jawa dan Madura sebagai suatu
kesatuan geografi dan kultural. Dengan demikian, tujuan persatuan itu lebih luas dari
sekedar bea siswa. Para pelajar itu berpendapat bahwa sebuah persatuan itu harus dapat
berusaha memecahkan setiap masalah yang dihadapinya. Akhirnya tanggal 20 Mei 1908
ditetapkan sebagai lahirnya organisasi baru yang mereka namakan Boedi Oetomo, dengan
tujuan untuk memperjuangkan nasib rakyat agar mempunyai kehidupan yang pantas.
KESIMPULAN
Para pelajar STOVIA adalah anak zaman kolonialisme yang hidup pada awal abad
ke-20. Pendidikan Barat telah memungkinkan bagi mereka untuk membentuk kontak-
kontak yang kuat dengan dunia Barat. Terlebih lagi dengan kesukaan membaca, hubungan-
hubungan sosial dengan tokoh-tokoh penting sezaman, maupun dengan teman-teman
Page
16
sehalauan, serta akibat dari kondisi kolonialisme di sepanjang perjalanan kehidupan
mereka itu dapat digunakan untuk melacak proses perkembangan pemahaman mereka
terhadap nasionalisme. Dua tokoh penting yang mempengaruhi sebagian pelajar STOVIA
itu, yaitu Douwes Dekker, dan dr. Wahidin Soedirohoesodo.
Dengan demikian, keberadaan STOVIA sangat berperan penting dalam
perkembangan nasionalisme di Indonesia. Disamping kemampuan individu para pelajar
STOVIA, pendidikan yang menanamkan disiplin tinggi bagi para pelajarnya ini mampu
menyatukan pelajarnya dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Selain itu, keberadaannya
di pusat kota menjadikan sekolah ini menjadi tempat persemaian nasionalisme yang bagus
bagi para pelajarnya. Beberapa tokoh pergerakan nasional alumni STOVIA antara lain
adalah dr. Wahidin Soedirohoesodo, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dr. Goenawan
Mangoenkoesoemo, dan dr. Soetomo.
B. Perhimpunan Indonesia
Pada tahun 1911 di kota Solo muncul perkumpulan dagang Islam yang bernama
Sarekat dagang Islam dengan Haji Samanhudi sebagai pemimpin. Sebenarnya
perkumpulan ini telah ada sejak tahun 1909, yaitu ketika berada di bawah pimpinan RM.
Tirtoadisuryo yang beranggotakan para pedagang Islam. Sejak dipimpin oleh Haji
Samanhudi perkumpulan itu menjadi sangat berarti dan berpengaruh luas di kalangan para
pedagang Islam.
Namun kemudian, seorang intelektual dari Surabaya yang bernama Haji Omar Said
(HOS) Cokroaminoto yang sekaligus sebagai promotornya mengubah perkumpulan
Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam (SI). Perubahan itu ternyata berpengaruh
besar terhadap sistem keanggotaannya. Anggotanya bukan lagi hanya para pedagang Islam
saja, tetapi sudah men-cakup seluruh umat Islam dari berbagai lapisan masyarakat.
Page
17
Perubahan nama itu terjadi pada tahun 1912 yang mengandung isi dan jiwa serta terfokus
pada agama Islam dengan segala manifestasinya.
Sementara itu, keterlibatan Sarekat Islam dalam Volksraad (Dewan Rakyat) diprotes
keras oleh anggotanya, seperti Semaun. Namun, Sarekat Islam tetap ingin menunjukkan
kesetiaannya kepada pemerintah, walaupun pemerintah mengetahui bahwa organisasi itu
sangat berpengaruh besar terhadap masyarakat. Untuk itu, pemerintah Belanda secara
terus-menerus mengikuti jejak dan gerak-gerik Sarekat Islam dari dekat. Wakil-wakil
Sarekat Islam yang duduk dalam badan itu adalah Abdul Muis (pengarang) dan HOS
Cokroaminoto Tjokroaminoto sebagai ketua, dan Raden Gunawan sebagai wakil ketua.
Pada tanggal 18 Maret 1916, Central Sarekat Islam ini mendapat pengakuan dari
pemerintah Hindia - Belanda. Beberapa tokoh Sarekat Islam yang lain adalah Abdul Muis,
Wignyodisastro, dan Soewardi Soerjaningrat. Ketiga orang ini merupakan pengurus
SI di Bandung. Tokoh lain yang bergabung ialah K.H. Agus Salim.
Pada tanggal 17 – 24 Juni 1916, diadakan kongres Sarekat Islam yang ketiga di
Bandung. Kongres ini dinamakan Kongres (SI) Nasional Pertama. Jumlah cabang SI
ada 50, dan jumlah semua anggota pada waktu itu sudah mencapai 800.000. Dalam
kongres ini, SI mulai melontarkan pernyataan bahwa rakyat perlu diberi kesempatan
berpartisipasi dalam politik
Ternyata pengaruh pergerakan Sarekat Islam di masyarakat sangat kuat.
Pengaruhnya menyebar ke seluruh wilayah Indonesia sehingga menimbulkan
pemberontakan, seperti berikut ini.
Page
18
Pada tahun 1929, Sarekat Islam menyatakan diri menjadi partai dengan nama Partai
Sarekat Islam Indonesia (PSII), Tahun itu juga menjadi sangat penting bagi Sarekat Islam,
karena selain kehilangan banyak anggotanya, Sarekat Islam juga mengambil langkah-
langkah radikal, yaitu keluar dari Volksraad. Hal itu merupakan langkah dan taktik
nonkooperasi yang dilaksanakan oleh Sarekat Islam kepada pemerintah kolonial Belanda.
1) SI yang berpaham Islam, dikenal dengan SI Putih atau golongan kanan.Kelompok ini
dipimpin H.O.S.Tjokroaminoto, H.Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di
Yogyakarta.
Pada akhir tahun 1921 (dalam kongres keenam) diputuskan adanya disiplin
partai yakni larangan anggota SI merangkap dua keanggotaan partai politik. Dengan
demikian kelompok Semaun dapat terdepak dari SI. Pada tahun 1923, kelompok
Semaun ini secara resmi diakui sebagai cabang Partai Komunis Indonesia dengan
nama Sarikat Rakyat.
Sejarah awal
Sarekat Dagang Islam
Page
19
Tionghoa. Pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju
usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia
Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda
tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara
kaum pribumi yang biasa disebut sebagai Inlanders.
SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi,
perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M.
Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia. Pada
tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg.
Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun
1912. Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang
kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto
kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI).
Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto,
nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak
hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika
ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.
SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara
muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua
lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum,
awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI
lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam
kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang
ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI
memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah
Belanda.
Page
20
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan
Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya
partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad
tahun 1917, yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung
dalam CSI menjadi anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan
bukan mewakili Central SI sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh
terdepan dalam Centraal Sarekat Islam. Tapi Tjokroaminoto tidak bertahan lama di
lembaga yang dibuat Pemerintah Hindia Belanda itu dan ia keluar dari Volksraad
(semacam Dewan Rakyat), karena volksraad dipandangnya sebagai "Boneka Belanda"
yang hanya mementingkan urusan penjajahan di Hindia ini dan tetap mengabaikan hak-hak
kaum pribumi. HOS Tjokroaminoto ketika itu telah menyuarakan agar bangsa Hindia
(Indonesia) diberi hak untuk mengatur urusan dirinya sendiri, yang hal ini ditolak oleh
pihak Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan
Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya
partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad
tahun 1917.
Kongres-kongres Awal
Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913. Dalam kongres ini
Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan bertujuan
untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu anggotanya yang
mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan relijius dalam masyarakat
Indonesia.
Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti
Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo. Hal ini menyebabkan SI pecah
Page
21
menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah" yang
dipimpin Semaoen. SI merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme.
Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar lain:
1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan
yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin
cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal
ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.
3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan
membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk
mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat
memihak pada ISDV.
4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka
(sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes
yang melanda pada tahun 1917 di Semarang.
Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan
Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme. Pada
saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua Muhammadiyah
mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak akan tercapai bila tetap
bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang bertentangan. Di samping itu
Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung PKI. Darsono membalas kecaman
tersebut dengan mengecam beleid (Belanda: kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI
Semarang juga menentang pencampuran agama dan politik dalam SI. Oleh karena itu,
Tjokroaminoto lebih condong ke SI haluan kanan (SI Putih).
Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal
ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang
keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang keanggotaan
rangkap. Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain, dengan tujuan agar SI
bersih dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh PKI sehingga Tan Malaka
meminta pengecualian bagi PKI. Namun usaha ini tidak berhasil karena disiplin partai
diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-anggota PSI dari Muhammadiyah dan
Persis pun turut pula dikeluarkan, karena disiplin partai tidak memperbolehkannya.
Page
22
Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan
Februari 1923 di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang peningkatan
pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan nama CSI menjadi
Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923, PKI memutuskan untuk
menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada tahun 1924, SI Merah berganti
nama menjadi "Sarekat Rakyat".
Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai
kemedekaan nasional. Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya dengan
Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Pada tahun itu juga PSII
menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI).
Akibat keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII pecah menjadi
beberapa partai politik, di antaranya Partai Islam Indonesia dipimpin Sukiman, PSII
Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu melemahkan PSII dalam
perjuangannya. Pada Pemilu 1955 PSII menjadi peserta dan mendapatkan 8 (delapan)
kursi parlemen. Kemudian pada Pemilu 1971 di zaman Orde Baru, PSII di bawah
kepemimpinan H. Anwar Tjokroaminoto kembali menjadi peserta bersama sembilan partai
politik lainnya dan berhasil mendudukkan wakilnya di DPRRI sejumlah 12 (dua belas
orang).
Page
23
Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang luas menuju kemerdekaan
Indonesia. Indonesia dianggap sebagai National Home bagi semua orang, baik penduduk
bumi putera maupun keturunan Belanda, Cina, dan Arab, yang mengaku Indonesia
sebagai tanah air dan kebangsaannya. Paham ini pada waktu itu dikenal sebagai Indisch
Nasionalisme, yang selanjutnya melalui perhimpunan Indonesia dan PNI, diubah menjadi
Indonesische Nationalisme atau Nasional Indonesia. Hal itulah yang menyatakan bahwa
Indische Partij sebagai partai politik pertama di Indonesia.
Tujuan partai itu adalah untuk mempersiapkan kehidupan bangsa Indonesia yang
merdeka. Anggotanya terbuka bagi seluruh masyarakat yang bertempat tinggal di seluruh
wilayah Indonesia. Namun pada kenyataan-nya, yang mula-mula menjadi anggota partai
ini adalah orang-orang Indo Eropa. Oleh karena itu, partai ini tidak dapat berkembang
menjadi partai massa. Hal itu disebabkan oleh stelsel kolonial masih menjadi penghalang
dalam proses interaksi ataupun pergaulan dengan orang-orang asing di Indonesia.
Indische Partij telah menunjukkan garis politiknya secara jelas dan tegas serta
menginginkan suatu kesatuan penduduk yang multirasial. Tujuan partai ini benar-benar
revolusioner, karena ingin mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.
Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan cara-cara sebagai berikut.
Page
24
menggagalkan niat Belanda dengan menyebarkan brosur yang berjudul A/s ik een
Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Isi brosur itu di antaranya sebagai
berikut.
"..... Seandainya aku seorang Belanda, aku protes peringatan yang akan diadakan itu. Aku
akan peringatkan kawan-kawan penjajah bahwa sesungguhnya sangat berbahaya pada
saat itu mengadakan perayaan peringatan kemerdekaan. Aku akan peringatkan semua
bangsa Belanda, jangan menyinggung peradaban bangsa Indonesia yang baru bangun
dan menjadi berani. Sungguh aku akan protes sekeras-kerasnya ....."
Kecaman yang semakin keras menentang pemerintah kolonial Belanda,
menyebabkan ketiga tokoh Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan
ke negeri Belanda.
Tetapi atas permintaan mereka sendiri pembuangan itu dipindahkan ke negeri
Belanda. Kesempatan di negeri Belanda itu oleh mereka digunakan untuk menambah
dan memperdalam ilmu.
Dengan kepergian ketiga pemimpin tersebut maka kegiatan Indische Partij
makin lemah. Kemudian Indische Partij berganti nama menjadi Partai Insulinde
dengan asas utamanya mendidik suatu nasionalisme Hindia dengan memperkuat
cita-cita persatuan bangsa.
Namun pada tahun 1914, Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena
sakit, sedangkan Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker baru dikembalikan ke
Indonesia pada tahun 1919. Kembalinya Douwes Dekker dari negeri Belanda tidak banyak
berarti bagi
perkembangan Partai Insulinde. Pada bulan Juni 1919 partai ini berganti nama
menjadi National Indische Partij (NIP), namun partai ini tidak banyak berpengaruh
terhadap rakyat.
Douwes Dekker tetap terjun ke dunia politik dan Suwardi Suryaningrat terjun ke
dunia pendidikan dan selanjutnya mendirikan perguruan yang diberi nama Taman Siswa.
Suwardi Suryaningrat kemudian dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara. Walaupun
Indische Partij tidak dapat melawan kehendak Belanda, namun perjuangan mereka tetap
punyai arti yang sangat besar dalam pergerakan kebangsaan Indonesia untuk mencapai
kemerdekaan.
Dari uraian di atas, perjuangan Indische Partij besar sekali pengaruhnya terhadap
bangsa Indonesia, antara lain dengan propaganda nasionalisme Hindia dan aksi
mencapai kemerdekaan kelak, juga sebagai pembangun semangat, Douwes Dekker
sangat berjasa terhadap bangsa Indonesia. Para tokoh Indische Partij berani
Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh
dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Sampai pada tahun 1965 anggotanya berjumlah
sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol
pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan
Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani),
Page
25
organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta
anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di
bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat
tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang
penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut
"Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai
mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang
dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum
burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan
petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak.
Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi
birokrat dan militer menjadi wabah.
Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada 1914,
dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau Persatuan Sosial
Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada dasarnya terdiri atas 85 anggota
dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP (Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP
(Partai Sosial Demokratis), yang aktif di Hindia Belanda.
Pada Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan dalam bahasa Belanda, "Het
Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia. Pada saat
itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu hanya tiga orang
yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun demikian, partai ini dengan cepat
berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah pimpinan Sneevliet partai ini
merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di Belanda, dan yang menjauhkan diri
dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis dari ISDV memisahkan diri dan membentuk
partainya sendiri, yaitu Partai Demokrat Sosial Hindia.
Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri dalam bahasa Melayu, "Soeara
Merdeka".
Page
26
pemimpin pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40
tahun.
ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di bawah tanah.
Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain, Soeara Ra’jat. Setelah
sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa, ditambah dengan pekerjaan di
kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini pun mulai berubah dari mayoritas
warga Belanda menjadi mayoritas orang Indonesia.
Pada awalnya PKI adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam.
Keadaan yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya, terutama di
Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan disiplin partai. Yakni
melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan pergerakan indonesia.
Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota yang beraliran komunis kesal dan
keluar dari partai dan membentuk partai baru yang disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di
Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini diubah menjadi Perserikatan Komunis di
Hindia. Semaoen diangkat sebagai ketua partai.
PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari Komunis
Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya kedua Komunis
Internasional pada 1920.
Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali ini adalah menjadi Partai
Komunis Indonesia (PKI).
Pemberontakan 1926
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di dalam
perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas oleh Tan Malaka,
salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa terutama di Sumatra.
Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai pengikut Leon Trotsky yang juga
sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru
terjadi setelah pemberontakan di Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan Silungkang di
Sumatra.
Pada masa awal pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama
karena banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Moeso
kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI dalam
Page
27
gerakannya di bawh tanah. Namun Moeso hanya tinggal sebentar di Indonesia. Kini PKI
bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan serikat-serikat buruh. Di
Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-mahasiswa Indonesia di kalangan
organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia , yang tak lama kemudian berada di dalam
kontrol PKI.
Pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 pihak Republik Indonesia dan
pendudukan Belanda melakukan perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville.
Hasil kesepakatan perundingan Renville dianggap menguntungkan posisi Belanda.
Sebaliknya,RI menjadi pihak yang dirugikan dengan semakin sempit wilayah yang
dimiliki.Oleh karena itu, kabinet Amir Syarifuddin diaggap merugikan bangsa, kabinet
tersebut dijatuhkan pada 23 Januari 1948. Ia terpaksa menyerahkan mandatnya kepada
presiden dan digantikan kabinet Hatta.
Sejalan dengan peristiwa itu, datanglah Muso seorang tokoh komunis yang sejak
lama berada di Moskow, Uni Soviet. Ia menggabungkan diri dengan Amir Syarifuddin
untuk menentang pemerintah, bahkan ia berhasil mengambil alih pucuk pimpinan PKI.
Setelah itu, ia dan kawan-kawannya meningkatkan aksi teror, mengadu domba kesatuan-
kesatuan TNI dan menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta. Puncak aksi PKI
adalah pemberotakan terhadap RI pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur. Tujuan
pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara
komunis. Dalam aksi ini beberapa pejabat, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan
rakyat yang dianggap musuh dibunuh dengan kejam. Tindakan kekejaman ini membuat
rakyat marah dan mengutuk PKI. Tokoh-tokoh pejuang dan pasukan TNI memang sedang
menghadapi Belanda, tetapi pemerintah RI mampu bertindak cepat. Panglima Besar
Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono
di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan pemberontakan PKI. Pada 30
September 1948, Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI dan polisi. Dalam operasi ini
Muso berhasil ditembak mati sedangkan Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Bangkit kembali
Page
28
antara mereka yang berusia lebih dari 30 tahun. Di bawah Aidit, PKI berkembang dengan
sangat cepat, dari sekitar 3.000-5.000 anggota pada 1950, menjadi 165 000 pada 1954 dan
bahkan 1,5 juta pada 1959 [4]
Pada Agustus 1951, PKI memimpin serangkaian pemogokan militan, yang diikuti
oleh tindakan-tindakan tegas terhadap PKI di Medan dan Jakarta. Akibatnya, para
pemimpin PKI kembali bergerak di bawah tanah untuk sementara waktu.
Pemilu 1955
Pada Pemilu 1955, PKI menempati tempat ke empat dengan 16% dari keseluruhan
suara. Partai ini memperoleh 39 kursi (dari 257 kursi yang diperebutkan) dan 80 dari 514
kursi di Konstituante.
Pada Juli 1957, kantor PKI di Jakarta diserang dengan granat. Pada bulan yang sama
PKI memperoleh banyak kemajuan dalam pemilihan-pemilihan di beberapa kota. Pada
September 1957, Masjumi secara terbuka menuntut supaya PKI dilarang.
Pada 3 Desember 1957, serikat-serikat buruh yang pada umumnya berada di bawah
pengaruh PKI, mulai menguasai perusahaan-perusahaan milik Belanda. Penguasaan ini
merintis nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh asing. Perjuangan
melawan para kapitalis asing memberikan PKI kesempatan untuk menampilkan diri
sebagai sebuah partai nasional.
Pada Februari 1958 terjadi sebuah upaya koreksi terhadap kebijakan Sukarno yang
mulai condong ke timur di kalangan militer dan politik sayap kanan. Mereka juga
menuntut agar pemerintah pusat konsisten dalam melaksanakan UUDS 1950, selain itu
pembagian hasil bumi yang tidak merata antara pusat dan daerah menjadi pemicu. Gerakan
yang berbasis di Sumatera dan Sulawesi, mengumumkan pada 15 Februari 1958 telah
terbentuk Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pemerintahan yang
disebut revolusioner ini segera menangkapi ribuan kader PKI di wilayah-wilayah yang
berada di bawah kontrol mereka. PKI mendukung upaya-upaya Soekarno untuk
memadamkan gerakan ini, termasuk pemberlakuan Undang-Undang Darurat. Gerakan ini
pada akhirnya berhasil dipadamkan.
Ketika gagasan tentang Malaysia berkembang, PKI maupun Partai Komunis Malaya
menolaknya.
Page
29
(BTI), Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) dan Himpunan Sardjana Indonesia (HSI).
Menurut perkiraan seluruh anggota partai dan organisasi-organisasi yang berada di bawah
payungnya mungkin mencapai seperlima dari seluruh rakyat Indonesia.
Pada Maret 1962, PKI bergabung dengan pemerintah. Para pemimpin PKI, Aidit dan
Njoto, diangkat menjadi menteri penasihat. Pada bulan April 1962, PKI menyelenggarakan
kongres partainya. Pada 1963, pemerintah Malaysia, Indonesia dan Filipina terlibat dalam
pembahasan tentang pertikaian wilayah dan kemungkinan tentang pembentukan sebuah
Konfederasi Maphilindo, sebuah gagasan yang dikemukakan oleh presiden Filipina,
Diosdado Macapagal. PKI menolak gagasan pembentukan Maphilindo dan federasi
Malaysia. Para anggota PKI yang militan menyeberang masuk ke Malaysia dan terlibat
dalam pertempuran-pertempuran dengan pasukan-pasukan Inggris dan Australia. Sebagian
kelompok berhasil mencapai Malaysia lalu bergabung dalam perjuangan di sana. Namun
demikian kebanyakan dari mereka ditangkap begitu tiba.
Salah satu hal yang sangat aneh yang dilakukan PKI adalah dengan diusulkannya
Angkatan ke-5 yang terdiri dari buruh dan petani, kemungkinan besar PKI ingin
mempunyai semacam militer partai seperti Partai Komunis Cina dan Nazi dengan SS nya.
Hal inilah yang membuat TNI AD merasa khawatir takut adanya penyelewengan senjata
yang dilakukan PKI dengan "tentaranya".
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan
Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan
kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang
menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang
mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya
sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara
para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan
sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang
menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan
peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai
dalih oleh militer untuk membersihkannya.
Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan
Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa
Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa
tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah
tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui
rencana kudeta 30 September tersebut).
Faktor Malaysia
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963
adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini. Konfrontasi Indonesia-Malaysia
merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan
motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan
Page
30
Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi
Angkatan Darat.
Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di satu pihak mereka tidak
yakin mereka dapat mengalahkan Inggris, dan di lain pihak mereka akan menghadapi
Soekarno yang mengamuk jika mereka tidak berperang. Akhirnya para pemimpin
Angkatan Darat memilih untuk berperang setengah hati di Kalimantan. Tak heran, Brigadir
Jenderal Suparjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat, mengeluh, konfrontasi tak
dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari belakang[3]. Hal ini juga
dapat dilihat dari kegagalan operasi gerilya di Malaysia, padahal tentara Indonesia
sebenarnya sangat mahir dalam peperangan gerilya.
Page
31
kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri, jadi motif PKI untuk mendukung
kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya idealis.
Pada saat PKI memperoleh angin segar, justru para penentangnyalah yang
menghadapi keadaan yang buruk; mereka melihat posisi PKI yang semakin menguat
sebagai suatu ancaman, ditambah hubungan internasional PKI dengan Partai Komunis
sedunia, khususnya dengan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow-Pyongyang-Phnom
Penh. Soekarno juga mengetahui hal ini, namun ia memutuskan untuk mendiamkannya
karena ia masih ingin meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang sedang
berlangsung, karena posisi Indonesia yang melemah di lingkungan internasional sejak
keluarnya Indonesia dari PBB (20 Januari 1965).
Dari sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat (CIA) yang baru
dibuka yang bertanggalkan 13 Januari 1965 menyebutkan sebuah percakapan santai
Soekarno dengan para pemimpin sayap kanan bahwa ia masih membutuhkan dukungan
PKI untuk menghadapi Malaysia dan oleh karena itu ia tidak bisa menindak tegas mereka.
Namun ia juga menegaskan bahwa suatu waktu "giliran PKI akan tiba. "Soekarno berkata,
"Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu. ... Untukku, Malaysia itu
musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang.”
Dari pihak Angkatan Darat, perpecahan internal yang terjadi mulai mencuat ketika
banyak tentara yang kebanyakan dari Divisi Diponegoro yang kesal serta kecewa kepada
sikap petinggi Angkatan Darat yang takut kepada Malaysia, berperang hanya dengan
setengah hati, dan berkhianat terhadap misi yang diberikan Soekarno. Mereka memutuskan
untuk berhubungan dengan orang-orang dari PKI untuk membersihkan tubuh Angkatan
Darat dari para jenderal ini.
Gerakan 30 September
Alasan utama tercetusnya peristiwa G30S disebabkan sebagai suatu upaya pada
melawan apa yang disebut "rencana Dewan Jenderal hendak melakukan coup d‘etat
terhadap Presiden Sukarno“.[April 2010]
Aktivitas PKI dirasakan oleh kalangan politik, beberapa bulan menjelang Peristiwa
G30S, makin agresif. Meski pun tidak langsung menyerang Bung Karno, tapi serangan
yang sangat kasar misalnya terhadap apa yang disebut "kapitalis birokrat“ [April 2010] terutama
yang bercokol di perusahaan-perusahaan negara, pelaksanaan UU Pokok Agraria yang
tidak menepati waktunya sehingga melahirkan "Aksi Sepihak“ dan istilah "7 setan
desa“[April 2010], serta serangan-serangan terhadap pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang
dianggap hanya bertitik berat kepada "kepemimpinan“-nya dan mengabaikan "demokrasi“-
nya[April 2010], adalah pertanda meningkatnya rasa superioritas PKI[April 2010], sesuai dengan
statementnya yang menganggap bahwa secara politik, PKI merasa telah berdominasi. [April
2010]
Anggapan bahwa partai ini berdominasi,pada akhirnya tidak lebih dari satu ilusi. [April
2010]
Ada pun Gerakan 30 September 1965, secara politik dikendalikan oleh sebuah
Dewan Militer yang diketuai oleh D.N. Aidit dengan wakilnya Kamaruzzaman (Syam),
bermarkas di rumah sersan (U) Suyatno di komplek perumahan AURI, di Pangkalan Udara
Page
32
Halim. Sedang operasi militer dipimpin oleh kolonel A. Latief sebagai komandan SENKO
(Sentral Komando) yang bermarkas di Pangkalan Udara Halim dengan kegiatan operasi
dikendalikan dari gedung PENAS (Pemetaan Nasional), yang juga instansi AURI dan dari
Tugu MONAS (Monumen Nasional). Sedang pimpinan gerakan, adalah Letkol. Untung
Samsuri.
Antara kebenaran dan manipulasi sejarah. Dalam konflik penafsiran dan kontroversi
narasi atas Peristiwa 30 September 1965 dan peranan PKI, klaim kebenaran bagaikan
pendulum yang berayun dari kiri ke kanan dan sebaliknya, sehingga membingungkan
masyarakat, terutama generasi baru yang masanya jauh sesudah peristiwa terjadi. Tetapi
perbedaan versi kebenaran terjadi sejak awal segera setelah terjadinya peristiwa.
Presiden Soekarno pun berkali-kali melakukan pembelaan bahwa PKI tidak terlibat
dalam peristiwa sebagai partai melainkan karena adanya sejumlah tokoh partai yang
keblinger dan terpancing oleh insinuasi Barat, lalu melakukan tindakan-tindakan, dan
karena itu Soekarno tidak akan membubarkan PKI. Kemudian, pimpinan dan sejumlah
perwira Angkatan Darat memberi versi keterlibatan PKI sepenuhnya, dalam penculikan
dan pembunuhan enam jenderal dan seorang perwira pertama AD pada tengah malam 30
September menuju dinihari 1 Oktober 1965. Versi ini segera diterima secara umum sesuai
fakta kasat mata yang terhidang dan ditopang pengalaman buruk bersama PKI dalam
kehidupan sosial dan politik pada tahun-tahun terakhir. Hanya saja harus diakui bahwa
sejumlah perwira penerangan telah menambahkan dramatisasi artifisial terhadap
kekejaman, melebihi peristiwa sesungguhnya (in factum). Penculikan dan kemudian
pembunuhan para jenderal menurut fakta memang sudah kejam, tetapi dramatisasi dengan
pemaparan yang hiperbolis dalam penyajian, telah memberikan efek mengerikan
melampaui batas yang mampu dibayangkan semula. Dan akhirnya, mengundang
pembalasan yang juga tiada taranya dalam penumpasan berdarah antar manusia di
Indonesia.
Page
33
ternyata pada sisi sebaliknya di sebagian kalangan muncul pula kecenderungan manipulatif
yang sama yang bertujuan untuk memberi posisi baru dalam sejarah bagi PKI, yakni
sebagai korban politik semata. Pendulum sejarah kali ini diayunkan terlalu jauh ke kiri,
setelah pada masa sebelumnya diayunkan terlalu jauh ke kanan.
Terdapat sejumlah nuansa berbeda yang harus bisa dipisahkan satu sama lain dengan
cermat dan arif, dalam menghadapi masalah keterlibatan PKI pada peristiwa-peristiwa
politik sekitar 1965. Bahwa sejumlah tokoh utama PKI terlibat dalam Gerakan 30
September 1965 dan kemudian melahirkan Peristiwa 30 September 1965 –suatu peristiwa
di mana enam jenderal dan satu perwira pertama Angkatan Darat diculik dan dibunuh–
sudah merupakan fakta yang tak terbantahkan. Bahwa ada usaha merebut kekuasaan
dengan pembentukan Dewan Revolusi yang telah mengeluarkan sejumlah pengumuman
tentang pengambilalihan kekuasaan, kasat mata, ada dokumen-dokumennya. Bahwa ada
lika-liku politik dalam rangka pertarungan kekuasaan sebagai latar belakang, itu adalah
soal lain yang memang perlu lebih diperjelas duduk masalah sebenarnya, dari waktu ke
waktu, untuk lebih mendekati kebenaran sesungguhnya. Proses mendekati kebenaran tak
boleh dihentikan. Bahwa dalam proses sosiologis berikutnya, akibat dorongan konflik
politik maupun konflik sosial yang tercipta terutama dalam kurun waktu Nasakom 1959-
1965, terjadi malapetaka berupa pembunuhan massal dalam perspektif pembalasan dengan
anggota-anggota PKI terutama sebagai korban, pun merupakan fakta sejarah. Ekses telah
dibalas dengan ekses, gejala diperangi dengan gejala.
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit
parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan
apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa
Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan
tindakan tersebut.
Angkatan kelima
Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana
mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari
ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa
curiga-mencurigai antara militer dan PKI.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi
bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin
PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara denga slogan "kepentingan bersama" polisi dan
"rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu
Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan
diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang
dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subjek karya-karya mereka.
Page
34
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang
bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan
polisi dan para pemilik tanah.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan
minyak milik Amerika Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki
pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jenderal-jenderal militer tingkat tinggi
juga menjadi anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk kabinet karena jabatannya di
militer oleh Sukarno disamakan dengan setingkat mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan
nama jabatannya (Menpangab, Menpangad, dan lain-lain).
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam
kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa
angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".
Rezim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi
mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka
adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam perang Vietnam dan berusaha
sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunisme. Peranan badan intelejen
Amerika Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat
itu) kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada tentara Indonesia.
Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang
Page
35
membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi
Indonesia-Malaysia ini.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan Amerika Serikat dalam hal ini
tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram Duta Besar Green ke Washington pada
tanggal 8 Agustus 1965 yang mengeluhkan bahwa usahanya untuk melawan propaganda
anti-Amerika di Indonesia tidak memberikan hasil bahkan tidak berguna sama sekali.
Dalam telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober, agen CIA menyatakan
ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa tidak masuk akal karena situasi politis
Indonesia yang sangat menguntungkan mereka, dan hingga akhir Oktober masih terjadi
kebingungan atas pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali dilakukan oleh PKI
atau NU/PNI.
Pandangan lain, terutama dari kalangan korban dari insiden ini, menyebutkan bahwa
Amerika menjadi aktor di balik layar dan setelah dekrit Supersemar Amerika memberikan
daftar nama-nama anggota PKI kepada militer untuk dibunuh. Namun hingga saat ini
kedua pandangan tersebut tidak memiliki banyak bukti-bukti fisik.
Faktor ekonomi
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah mengakibatkan
dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya
menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang dianggap akan semakin memperparah
keadaan Indonesia.
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat
kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan
pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan
Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap
kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi
tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-
umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka
menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan
keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian
orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-
tempat lainnya.
Peristiwa
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya
dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa)
yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima
Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan
penumpasan terhadap gerakan tersebut.
Page
36
Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan
Jenderal yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas
terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno
disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa
mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang tidak diduga-duga, dalam operasi
penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang termakan
emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono.
Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia
Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal.
Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di
bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya "Teman
Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah
dibeli oleh pihak Barat[4]. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar
nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen Amerika
Serikat mendapat data-data tersebut dari berbagai sumber, salah satunya seperti yang
ditulis John Hughes, wartawan The Nation yang menulis buku "Indonesian Upheaval",
yang dijadikan basis skenario film "The Year of Living Dangerously", ia sering menukar
data-data apa yang ia kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan
berita.
Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi
penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto
yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando
Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang)
dengan Kolonel Abdul Latief di Rumah Sakit Angkatan Darat.
Meski demikian, Suharto merupakan pihak yang paling diuntungkan dari peristiwa
ini. Banyak penelitian ilmiah yang sudah dipublikasikan di jurnal internasional
mengungkap keterlibatan Suharto dan CIA. Beberapa diantaranya adalah, Cornell Paper,
karya Benedict R.O'G. Anderson and Ruth T. McVey (Cornell University), Ralph
McGehee (The Indonesian Massacres and the CIA), Government Printing Office of the US
(Department of State, INR/IL Historical Files, Indonesia, 1963-1965. Secret; Priority;
Roger Channel; Special Handling), John Roosa (Pretext for Mass Murder: The September
30th Movement and Suharto's Coup d'État in Indonesia), Prof. Dr. W.F. Wertheim
(Serpihan Sejarah Th65 yang Terlupakan).
Korban
Page
37
Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang
Perencanaan dan Pembinaan)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya
pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau,
Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J.
Leimena)
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta
yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
Pasca Kejadian
Pasca pembunuhan beberapa perwira TNI AD, PKI mampu menguasai dua sarana
komunikasi vital, yaitu studio RRI di Jalan Merdeka Barat dan Kantor Telekomunikasi
yang terletak di Jalan Merdeka Selatan. Melalui RRI, PKI menyiarkan pengumuman
tentang Gerakan 30 September yang ditujukan kepada para perwira tinggi anggota “Dewan
Jenderal” yang akan mengadakan kudeta terhadap pemerintah. Diumumkan pula
terbentuknya “Dewan Revolusi” yang diketuai oleh Letkol Untung Sutopo.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel
Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf
Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua
perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi
pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke
Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Page
38
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Soviet Brezhnev, Mikoyan
dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita
bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar
dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk
tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau
mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang
diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau
Page
39
dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-
pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November)
dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan
persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain
menyebut dua sampai tiga juta orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang
menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-
pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan
di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu
militer yang didukung dana CIA menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang
terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time"
memberitakan:
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000
orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite
Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden
khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan
atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana
para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah
hangus.
Supersemar
Page
40
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto
kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk
mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk
melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali
digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya,
Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer itu sampai Maret 1967.
Hal ini didokumentasikan oleh Jhon Pilger dalam film The New Rulers of World
(tersedia di situs video google) yang menggambarkan bagaimana kekayaan alam Indonesia
dibagi-bagi bagaikan rampasan perang oleh perusahaan asing pasca jatuhnya Soekarno.
Freeport mendapat emas di Papua Barat, Caltex mendapatkan ladang minyak di Riau,
Mobil Oil mendapatkan ladang gas di Natuna, perusahaan lain mendapat hutan tropis.
Kebijakan ekonomi pro liberal sejak saat itu diterapkan.
Peringatan
Page
41
F. Partai Nasional Indonesia ( PNI )
PNI atau Partai Nasional Indonesia adalah partai politik tertua di Indonesia. Partai
ini didirikan pada 4 Juli 1927 dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia dengan
ketuanya pada saat itu adalah Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq
Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. PNI didirikan oleh Ir. Sukarno pada tahun 1927.
Dengan tiga asasnya, yaitu berdiri di atas kaki sendiri, nonkooperasi, dan marhaenisme,
PNI bertujuan mencapai Indonesia Merdeka.
PNI didirikan di Bandung tanggal 4 Juli 1927 sebagai penjelmaan dari Algemene Studie Club.
Tokoh-tokoh pendirinya yaitu Ir. Soekarno, Dr. Tjiptomangunkusumo, Soejadi, Mr. Iskaq
Tjokrohadisuryo, Mr. Boediarto, Mr. Soenario, Mr. Sartono, dan Dr. Samsi. Dalam anggaran
dasarnya, tujuan PNI adalah mencapai Indonesia Merdeka. Asas PNI adalah self-help (menolong
diri sendiri) dan macht vorming (kekuatan sendiri); bersifat non-kooperatif dengan kaum
imperialis. Sedangkan ideologinya adalah marhaenisme (nama seorang petani di Bandung Selatan)
yang mendasarkan kekuatan pada rakyat kecil seperti petani, buruh, dan pedagang kecil yang
mampu berdikari dan tidak bergantung kepada orang lain. Asas PNI, mengadopsi dari ajaran atau
gerakan Mahatma Gandhi (swadesi, satyagraha, hartal), sedangkan ideologi Marhaen mengadopsi
dari gerakan proletariat kaum sosialis.
Karena kegiatannya yang antipenjajah, radikal, dan ekstrim (dimata Belanda), tokoh-
tokohnya sering diperingati dan dalam pengawasan polisi Hindia-Belanda. Pada tanggal 17-18
Desember 1927, PNI berhasil memelopori pembentukan PPPKI (Perhimpunan Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia). Pada tanggal 24 Desember 1929, pemerintah Hindia-Belanda menangkap
empat tokoh PNI, yaitu Ir. Soekarno, Maskoen Sumadireja, Gatot Mangkoepraja, dan Supriadinata.
Mereka ditangkap karena dituduh melakukan provokasi untuk melakukan pemberontakan kepada
Belanda. Di depan sidang Pengadilan Negeri (Landraad) Bandung, Ir. Soekarno mengajukan
pembelaannya yang berjudul “Indonesia Menggugat”.
Meskipun tidak ada bukti kongkrit untuk melakukan
pemberontakan, tetapi pada akhirnya ke empat tokoh PNI
tersebut dijatuhi hukuman penjara di penjara Sukamiskin,
Bandung.
Ditangkapnya tokoh-tokoh penting PNI (khususnya Soekarno)
oleh Belanda, Mr. Sartono mengambil inisiatif membubarkan PNI,
dengan alasan “untuk menghindari atau mendahului vonis
Belanda yang menetapkan PNI sebagai partai terlarang”. Mr.
Sartono kemudian mendirikan Partai Indonesia (Partindo),
sedangkan pemimpin lain yang tidak setuju terhadap
Page
42
pembubaran PNI, mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia
(PNI-Baru) dengan tokoh-tokoh utamanya Drs. Moh. Hatta dan
Sutan Syahrir. Ketika keluar dari penjara, Ir. Soekarno akhirnya
memilih Partindo sebagai media gerakan politiknya.
Partai Nasional Indonesia (PNI) dibentuk di Bandung pada tanggal 4 Juli 1927
dengan tokoh-tokohnya Ir. Soekarno, Iskaq, Budiarto, Cipto Mangunkusumo, Tilaar,
Soedjadi, dan Soenaryo. Dalam pengurus besar PNI, Ir. Soekarno ditunjuk sebagai ketua,
Iskaq sebagai sekretaris/bendahara, dan Dr. Samsi sebagai komisaris. Sementara itu dalam
perekrutan anggota disebutkan bahwa mantan anggota PKI tidak diperkenankan menjadi
anggota PNI, juga pegawai negeri yang memungkinkan berperan sebagai mata-mata
pemerintah kolonial. Ada dua macam cara yang dilakukan oleh PNI untuk memperkuat diri
dan pengaruhnya di dalam masyarakat, yaitu:
b. Usaha ke luar: Dengan memeperkuat opini publik terhadap tujuan PNI, antara lain
melalui rapat-rapat umum dan menerbitkan surat kabar Benteng Priangan di
Bandung dan Persatuan Indonesia di Batavia.
Pada tahun 1925, Ir. Soekarno mendirikan perkumpul-an Algeemene Studie Club di
Bandung. Atas insiatif perkumpulan ini maka pada tanggal 4 Juli 1927 berdirilah partai
politik baru yaitu Partai Nasional Indonesia. Para pendirinya adalah Ir. Soekarno, Dr.
Tjipto Mangunkusumo, Ir. Anwari, Mr. Sartono, Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo, Mr. Sunaryo,
Mr. Budiarto, dan Dr. Samsi. Dari 8 orang pendiri ini, 5 orang merupakan mantan anggota
Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda.
Tujuan PNI adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka. Adapun asasnya adalah Self
help, non kooperatif, dan marhaenisme. Pada waktu rapat di Bandung tanggal 17 – 18
Desember 1927, PNI dapat menggalang persatuan dengan Partai Sarekat Islam
Indonesia, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranche Bond, Kaum Betawi, Indonesische
Studieclub, dan Algeemene Studieclub dengan membentuk Pemufakatan Perhimpunan-
Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPKI). Permufakatan ini bertujuan
menyatukan aksi dalam menghadapi imperialisme Belanda.
Dalam Kongres PNI yang pertama di Surabaya (27 – 30 Mei 1928) disahkan susunan
pengurus seperti berikut:
Page
43
1) Ketua : Ir. Soekarno
2) Sekretaris/Bendahara: : Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo
3) Anggota : Dr. Samsi Sastrowidagdo, Mr. Sartono, Mr. Sunaryo, dan Ir
Anwari.
Dalam kongres ini juga disahkan program kegiatan yang meliputi bidang politik,
ekonomi, dan sosial. Dengan program yang jelas diperkuat dengan propaganda-
propaganda
Ir. Soekarno sebagai seorang ahli pidato, maka PNI dalam waktu singkat banyak
memperoleh dukungan massa mulai dari Jawa Barat sampai seluruh Jawa, Sumatera,
Kalimantan, dan Sulawesi.
Kongres PNI yang kedua tanggal 18 - 20 Mei 1929 di Jakarta, menetapkan untuk
memilih kembali pengurus PB PNI yang lama. Di samping itu juga memutuskan program
kegiatan di bidang ekonomi/sosial dan politik.
Di bidang ekonomi/sosial antara lain menyokong perkembangan Bank Nasional
Indonesia, mendirikan koperasi-koperasi, mendirikan sekolah-sekolah, rumah sakitrumah
sakit, dan lain-lain. Sedangkan di bidang politik, mengadakan hubungan dengan
Perhimpunan Indonesia di Negeri Belanda dan menunjuk Perhimpunan Indonesia sebagai
wakil PPPKI di luar negeri.
Melihat sepak terjang PNI yang gigih dan semakin memperoleh simpati rakyat
Indonesia, pemerintah kolonial Belanda menjadi semakin cemas. Pada akhir tahun
1929 tersebar desas-desus PNI akan melakukan pemberontakan pada awal tahun
1930. Maka berdasarkan desas-desus ini pada tanggal 24 Desember 1929, pemerintah
Hindia Belanda mengadakan penggeledahan dan menangkap empat tokoh PNI, yaitu
Ir. Soekarno, Gatot Mangkuprodjo, Maskoen, dan Soepriadinata. Mereka diajukan
di depan pengadilan Bandung. Dalam proses peradilan itu Ir. Soekarno melakukan
pembelaan dengan judul ”Indonesia Menggugat” akan tetapi hakim kolonial tetap
menjatuhi hukum penjara kepada keempat tokoh ini. Bagaimana pendapatmu atas
nasib yang dialami para tokoh PNI tersebut?
Penangkapan terhadap para tokoh PNI merupakan pukulan berat dan
menggoyahkan partai. Pada kongres luar biasa tanggal 25 April 1931 diputuskan
untuk membubarkan PNI. Hal ini menyebabkan pro dan kontra. Mereka yang setuju
PNI dibubarkan mendirikan Partai Indonesia (Partindo) dipimpin Mr. Sartono.
Sedangkan yang tidak setuju PNI dibubarkan masuk ke dalam Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI-Baru) dipimpin Moh. Hatta dan Syahrir.
1. Usaha Politik
Yaitu dengan cara memperkuat rasa kebangsaan persatuan dan kesatuan. Memajukan
pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-bangsa Asia
dan menumpas segala perintang kemerdekaan dan kehidupan politik. Dalam bidamh
politik, PNI berhasil menghimpunorganisas-organisasi pergerakan lainnya ke dalam
suatu wadah yang disebut Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia.
2. Usaha Ekonomi
Yaitu dengan memajukan perdagangan rakyat, kerajinan atau industri keci, bank-bank,
sekolah-sekolah, dan koperasi.
Page
44
3. Usaha Sosial
Yaitu dengan memajukan pengajaran yang bersifat nasional, mengurangi
pengangguran, mengangkat derajat kaum wanita, meningkatkan transmigrasi dan
memperbaiki kesejahteraan rakyat.
Gerakan PNI dipimpin oleh tokoh-tokoh berbobot, seperti Ir. Soekarno, Mr. Ali
Sasrtoamijoyo, Mr. Sartono, yang berpengaruh luas di berbagai daerah di Indonesia.
Ir. Soekarno dengan keahliannya berpidato, berhasil menggerakkan rakyat sesuai
dengan tujuan PNI. Pengaruh PNI juga sangat terasa pada organisasi-organisasi
pemuda hingga melahirkan Sumpah Pemuda dan organisasi wanita yang melahirkan
Kongres Perempuan di Yogyakarta pada 22 Desember 1928.
Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu
itu Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu
semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah,
ataupun yang berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai
Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.
Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan
menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI
(Komite Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang
merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islamil
Aâ€laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang
terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan
organisasi buruh.
Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam volksraad
yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera, dan Indonesische
Nationale Groep. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk mengadakan gabungan
dari Partai-Partai Politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan nasional yang
disebut Komite Rakyat Indonesia (K.R.I). Di dalam K.R.I terdapat Gabungan Politik
Indonesia (GAPI), Majelisul Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia
(MRI). Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik - partai politik yang
pertama kali terbentuk di Indonesia.
Page
45
Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi
kebebasan untuk membentuk partai Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Partai
Masyumi), yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.
1927 - Didirikan di Bandung oleh para tokoh nasional seperti Dr. Tjipto
Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Selain itu
para pelajar yang tergabung dalam Algemeene Studie Club yang diketuai oleh Ir.
Soekarno turut pula bergabung dengan partai ini.
1930 - Pengadilan para tokoh yang ditangkap ini dilakukan pada tanggal 18
Agustus 1930. Setelah diadili di pengadilan Belanda maka para tokoh ini dimasukkan
dalam penjara Sukamiskin, Bandung.[3] Dalam masa pengadilan ini Ir. Soekarno
menulis pidato "Indonesia Menggugat" dan membacakannya di depan pengadilan
sebagai gugatannya.
1931 - Pimpinan PNI, Ir. Soekarno diganti oleh Mr. Sartono. Mr. Sartono kemudian
membubarkan PNI dan membentuk Partindo pada tanggal 25 April 1931.[3] Moh.
Hatta yang tidak setuju pembentukan Partindo akhirnya membentuk PNI Baru. Ir.
Soekarno bergabung dengan Partindo.
1933 - Ir. Soekarno ditangkap dan dibuang ke Ende, Flores sampai dengan 1942.
1934 - Moh. Hatta dan Syahrir dibuang ke Bandaneira sampai dengan 1942.
1973 - PNI bergabung dengan empat partai peserta pemilu 1971 lainnya
membentuk Partai Demokrasi Indonesia.
1998 - Dipimpin oleh Supeni, mantan Duta besar keliling Indonesia, PNI didirikan
kembali.
2002 - PNI berubah nama menjadi PNI Marhaenisme dan diketuai oleh Sukmawati
Soekarno, anak dari Soekarno.
Page
46
Tokoh-tokoh dan mantan tokoh-tokoh
Dr. Tjipto Mangunkusumo
Mr. Sartono
Mr Iskaq Tjokrohadisuryo
Mr Sunaryo
Soekarno
Moh. Hatta
Gatot Mangkoepradja
Soepriadinata
Maskun Sumadiredja
Amir Sjarifuddin
Wilopo
Hardi
Suwiryo
Ali Sastroamidjojo
Djuanda Kartawidjaja
Mohammad Isnaeni
Supeni
Sanusi Hardjadinata
Sarmidi Mangunsarkoro
Tanggal berdiri : 20 Mei 1998 (PNI Supeni) - 20 Mei 2002 (PNI Marhaenisme)
Inisiator : - Tokoh pendiri : Supeni Azas : Marhaenisme Lambang partai : Logo
kepala banteng dalam bingkai segitiga.
Page
47
Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar
untuk mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia.
Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai.
Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan
PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik,
karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara
melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai
politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun
dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak
dapat berjaan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli
1959, yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin.
Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi,
sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal
dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan
PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan
bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI akhir September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak
lebih leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini
adalah munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada
pemilihan umum thun 1971, Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai
politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat
partai politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi
Partai Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia,
Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia)
bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3
organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.
Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak
sekali Partai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 - 1998), Partai Politik di Indonesia
hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai
Demokrasi Indonesia. Di masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi
partai.
Pada 2012, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melakukan revisi atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.
Pemilu 1955
Page
48
Pemilu 1955 diikuti oleh 172 kontestan partai politik. Empat partai terbesar
diantaranya adalah PNI (22,3 %)/57 kursi, Masyumi (20,9%)/57 Kursi, Nahdlatul Ulama
(18,4%)/ 45 kursi, dan PKI (15,4%)/39 kursi.
Pemilu 1971
1. Partai Katolik
5. Golongan Karya=8
Pemilu 1977–1997
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 diikuti oleh 3 kontestan yang sama, yaitu:
2. Golongan Karya
Pemilu 1999
Pemilu 1999 menggunakan sistem proporsional dengan daftar stelsel tertutup dan
diikuti oleh 48 partai politik, yaitu:
Page
49
4. Partai Aliansi Demokrat Indonesia
Page
50
29. Partai Islam Demokrat
Pemilu 2004
Pemilu 2004 menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka dan diikuti
oleh 24 partai politik, yaitu:
Page
51
4. Partai Merdeka
9. Partai Demokrat
Pemilu 2009
Pemilu 2009 menggunakan sistem proporsional dengan daftar terbuka dan diikuti
oleh 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh, yaitu.
Page
52
2. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)*
Page
53
27. Partai Bulan Bintang (PBB)*
Catatan: Tanda * menandakan partai yang memiliki kursi di DPR hasil pemilu
sebelumnya.
Pemilu 2014
Berikut adalah daftar 12 partai politik yang ditetapkan oleh KPU sebagai peserta
Pemilu 2014.
1. Partai NasDem
Page
54
2. Partai Kebangkitan Bangsa*
7. Partai Demokrat*
Catatan: Tanda * menandakan partai yang memiliki kursi di DPR hasil pemilu
sebelumnya.
3. Partai Aceh
Peraturan
4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
Page
55
6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (berlaku saat ini)
Sekarang jumlah partai yang diakui oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum) 44 partai
mulai dari partai Hanura sampai partai Buruh.Dari tahun ke tahun jumlah ini bertambah
terus.Sebenarnya hal ini tidak efektif digunakan di Indonesia, semakin banyak partai
semakin banyak terjadi perpecahan golongan dan semakin sulit juga bagi rakyat untuk
memilihnya.Seharusnya pemerintah bisa membatasi jumlah pertai yang ada.Berikut daftar
partai – partai berserta lamabangnya yang ikut serta dalam pemilu 2009 :
No. No.
Lambang dan nama partai Lambang dan nama partai
Urut urut
Partai Demokrasi
9 Partai Amanat Nasional 28
Indonesia Perjuangan
Partai Perjuangan
10 29 Partai Bintang Reformasi
Indonesia Baru
Page
56
11 Partai Kedaulatan 30 Partai Patriot
Partai Demokrasi
16 35 Partai Merdeka
Pembaruan
Partai Persatuan
17 Partai Karya Perjuangan 36 Nahdlatul Ummah
Indonesia
Partai Penegak
19 38 Partai Buruh
Demokrasi Indonesia
Didirikan Oleh :
Tempat / Tanggal :Yogyakarta, 25-27 Desember 1931
Ketua : . Sjahrir
Tujuan : menginginkan kemerdekaan Indonesia dan
nonkooperasi, tetapi strategi perjuangannya
berbeda
Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru) ini lahir pada bulan Desember 1931.
Organisasi ini dipimpin oleh orang-orang yang memiliki gaya yang berbeda dengan
Soerkarno.
Page
57
Dari sini muncul tokoh baru yaitu Sultan Syahrir (20 tahun) yang waktu itu masih
menjadi mahasiswa di Amsterdam. Walaupun cita-cita dan haluan kedua partai itu sama,
yaitu kemerdekaan Indonesia dan nonkooperasi, tetapi strategi perjuangannya berbeda.
PNI Baru lebih menekankan pentingnya pendidikan kader.
Pada tanggal 25-27 Desember 1931 (menurut Soebadio Sastroastomo diadakan pada
bulan Februari 1932) sebuah konferensi diadakan di Yogyakarta untuk merampungkan
penyatuan golongan-golongan Merdeka yang mana kelompok tersebut diberi nama
Pendidikan Nasional Indonesia atau yang dikenal sebagai PNI-Baru dengan Soekemi
sebagai ketuanya. Sjahrir terpilih sebagai ketua cabang Jakarta dan sekretaris cabangnya
adalah Djohan Sjahroezah.
Kemudian dalam Kongres Pendidikan Nasional Indonesia bulan Juni 1932 yang
berlangsung di Bandung, Sjahrir terpilih menjadi Pimpinan Umum Pendidikan Nasional
Indonesia menggantikan Soekemi. Dalam kongres itu dirumuskan bahwa PNI Baru adalah
sebagai suatu partai kader politik yang merupakan partai kader. Keputusan bahwa PNI
Baru adalah sebagai partai kader setelah mengalami diskusi yang cukup panjang dan rumit
yang pada akhirnya argumentasi Sjahrir yang cukup kuat untuk membawa PNI Baru
sebagai partai kader dapat diterima oleh sebagian besar pengurus. Dan dengan pulangnya
Hatta pada awal tahun 193, Pimpinan Umum PNI Baru diserahkan oleh Sjahrir kepada
Hatta.
Page
58
tulisan-tulisan lain, termasuk risalah “Kearahan Indonesia Merdeka” (KIM) yang secara
khusus ditulis oleh Hatta sebagai semacam manifesto pergerakan itu.
Arah sentral pendidikan diungkapkan ke dalam 150 pertanyaan di dalam KIM yang
mencakup banyak aspek politik, ekonomi, dan sosial. Secar keseluruhan, jawaban-jawaban
itu mengandung suatu doktrin yang jelas walaupun sederhana, bahwa kekuasaan politik
didistribusikan menurut distribusi kekuasaan ekonomi dalam suatu masyarakat, bahwa
kebebasan politik tanpa persamaan di bidang ekonomi sangatlah terbatas dan bahwa
kemerdekaan Indonesia baru merupakan realita jika disertai perubahan ekonomi,
sebagaimana pernyataan (kunci) sebagai berikut, “Mengapa demokrasi politik saja tidak
cukup?”. Jawabannya, “Demokrasi politik saja tidak cukup karena ia akan dilumpuhakan
oleh otokrasi yang masih ada di bidang-bidang ekonomi dan sosial. Mayoritas rakyat
masih menderita dibawah kekuasaan kaum kapitalis dan majikan”.
Meskipun anggota PNI Baru bukan terdiri dari kelas pekerja, karena sebagian besar
mereka adalah berpendidikan menengah, namun mereka menginginkan suatu pendidikan
politik yang berwarna sosialis yang akan membawa mereka melampaui batas-batas gaya
agitasi nasionalisme yang sempit. Dengan cara ini, PNI Baru, dibawah kepemimpinan
Hatta dan Sjharir, mengembangkan suatu pandangan dunia yang khas dan suatu cara yang
unik dalam membahas masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pergerakan
kebangsaan.
Malai tahun 1933, dengan meningkatnya tekanan politik dari pemerintah Belanda,
PNI Baru akan menempuh taktik-taktik yang membedakannya dengan PNI Lama. Para
pemimpin PNI Baru kemudian mengembangkan pandangan bahwa aksi massa benar-benar
sulit, jika bukan msutahil, dilaksanakan dalam lingkungan seperti itu, dan ketergantungan
hanya kepada seorang pemimpin saja dapat mengakibatkan lumpuhnya suatu partai apabila
Page
59
sang pemimpin ditangkap. Oleh karena itu, PNI Baru lebih bertujuan menghasilkan kader-
kader pemimpin yang dapat menggantikan para pemimpin yang ditangkap.
Yang pasti PNI Baru memiliki pandangan yang berbeda dengan PNI Lama ataupun
Partindo. PNI Baru bersikap kritis dengan terhadap watak PNI Lama dan Partindo seperti
gaya agitasi yang ekspresif dan mempertahankan persatuan nasional tanpa syarat. Bagi
Hatta dan Sjahrir, persatuan tidak ada artinya kecuali apabila didasarkan pada pengertian
atas prinsip-prinsip bersama.
PNI Baru, menurut Benhard Dahm, banyak berhutang kepada tradisi sosial
demokrasi Eropa. Ciri khasnya adalah pengutamaan terhadap teori sosial sebagai suatu
peoman aksi, adanya koherensi pada pandangan dunianya yang merangkul analisis-analisis
tentang kapitalisme, imperialisme dan munculnya fasisme yang saling melengkapi dan
berusaha untuk menempatkan kemalangan Indonesia dalam suatu gambaran global. Tentu
saja harus diakui bahwa sejauh menyangkut analisis-analisis mengenai imperialisme dan
tatanan sosial, PNI Baru tidak memiliki ideologis.
Disini tampak jelas adanya pengaruh-pengaruh Marxis terhadap PNI Baru, karena
organisasi ini merasa yakin akan perlunya perjuangan melawan kaum borjuis pribumi,
sehingga membuatnya jatuh dari kalangan dagang Islam maupun priyayi pemerintahan.
Dengan demikian, gerakan nasionalis yang tidak bersifat keagamaan terpecah antara model
“aksi massa” dan model “pembentukan kader”. Sesungguhnya, pada tahun 1930-an, kedua
model tersebut sama-sama tidak mempunyai peluang untuk berhasil, juga karena
politiknya yang sangat kolot dan keras dari Gubernur Jenderal de Jonge. Karena kegiatan
aktivitas politik PNI Baru yang dinilai mulai membahayakan bagi pemerintah kolonial
Belanda, maka pada tanggal 25 Februari 1934 jajaran teras PNI Baru seperti Hatta, Sjahrir,
Bondan, Baurhanuddin, Murwoto Soeka, Hamdani, Wangsawidjaja, Basri, Atmadipura,
Oesman, Setiarata, Kartawikanta, Tisno, Wagiman, dan Karwani ditangkap. Sekitar bulan
Januari 1935, Hatta, Sjahrir dan beberapa pemimpin PNI Baru lainnya diasingkan ke
Page
60
Boven Digul. Di samping itu, pemimpinnya kemudian di tangkap dan dibuang ke luar
Jawa.
Sesudah keluar putusan dari Raad van Justitie, dengan mandat yang diterima
Pengurus Besar itu, pada tanggal 25 April 1931 (seminggu setelah keluar putusan dari
Raad van Justitie) atas putusan kongres luar biasa dinyatakan pembubaran PNI dengan
alasan karena keadaan yang memaksa. Keputusan itu diambil antara lain atas
pertimbangan bahwa putusan hukuman itu tidak hanya menimpa keempat pimpinan PNI,
tetapi juga mengenai organisasi PNI. Kemudian pada tanggal 29 April 1931, di Jakarta
didirikan partai politik baru dengan nama Partai Indonesia (Partindo). Pada dasarnya,
Partindo adalah PNI dengan nama lain. Para pemimpinnya yakin bahwa cara itu akan
mencegah tindakan dari pemerintah penentang Partindo.
Page
61
Golongan Merdeka tidak senang melihat pembubaran PNI itu yang kemudian disusul
dengan Partindo. Mereka tidak tinggal diam, tetapi berusaha untuk mendirikan suatu
organisasi sendiri. Mereka selalu berhubungan dengan Mohammad Hatta yang masih
berada di negeri Belanda. Akhirnya, pada bulan Desember 1931 di Yogyakarta didirikan
organisasi baru bagi mereka dengan nama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru).
Jika PNI-Baru dibandingkan dengan Partindo, pada hakikatnya tidak ada perbedaan
yang besar. Kedua organisasi itu berdiri di atas dasar yang tidak jauh berbeda, yaitu
nasionalisme Indonesia dan demokrasi. Tujuannya adalah kemerdekaan Indonesia yang
hendak dicapai dengan kekuatan sendiri tanpa meminta bantuan siapa pun (self-help) dan
tidak mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial. Perbedaan adalah dalam cara
mencapai tujuan. PNI-Baru berkeyakinan bahwa kemerdekaan Indonesia tidak akan dapat
dicapai dengan agitasi belaka, tetapi memerlukan kerja yang terorganisasi. Kemerdekaan
hanya dapat dicapai melalui usaha-usaha orang-orang yang terdidik.
Tidak lama sesudah PNI-Baru lahir, Ir. Soekarno yang baru menjalani setengah
hukuman yang dijatuhkan kepadanya, pada tanggal 31 Desember 1931 dibebaskan dari
penjara. Ia kemudian selama enam bulan lebih berusaha keras untuk menyatukan partai itu,
tetapi tidak berhasil, dan akhirnya ia masuk Partindo.
Setelah Ir. Soekarno kembali dan memimpin Partindo, partai ini yang sebelumya
kurang berani jika dibandingkan dengan PNI mengalami perkembangan pesat. Jumlah
anggotanya dan cabangnya meningkat. Isi pidato-pidatonya makin lama makin berani.
PNI-Baru baru berkembang pesat setelah organisasi ini dipimpin oleh Sultan Syahrir dan
kemudian Mohammad Hatta. Pada tahun 1932, PNI-Baru sering mengadakan rapat
propaganda. Materi yang disampaikan antara lain tentang riwayat pergerakan nasional
Indonesia, kemerdekaan Indonesia, kedudukan daerah jajahan dan daya upaya untuk
mencapai kemerdekaan itu, persatuan, kapitalisme, dan imperialisme. Jumlah anggota
meningkat walaupun kalah jika dibandingkan dengan Partindo.
Page
62
berlakunya ordonansi ini tahun 1931 sampai tahun 1936 (selama pemerintahan de Jonge)
sebanyak 27 surat kabar menjadi korban.
Usaha pemerintah untuk mematikan Partindo dan PNI-Baru tidak hanya dengan cara
tersebut. Untuk mengurangi jumlah anggota, dikeluarkannya larangan terhadap para
pegawai pemerintah untuk memasuki kedua partai itu. Pegawai-pegawai pemerintah yang
terlibat dalam aksi-aksi golongan nonkooperasi ini dikenai hukuman. Tindakan pemerintah
yang lain untuk menekan kedua partai itu ialah dengan dilaksanakan exorbitant rechten
hak luar biasa yang dimiliki oleh Gubernur Jenderal untuk mengasingkan seseorang yang
dianggap membahayakan ketentraman umum. Mereka yang dianggap berbahaya
diasingkan ke Boven Digul di Irian Jaya.
Sikap Vanderlandse Club yang jelas anti-gerakan nasional dan ketakutan kalangan
Belanda serta hasutan pers Belanda terhadap propaganda Partai Nasional Indonesia adalah
faktor-faktor penting yang memengaruhi perintah dalam melakukan tindakan.
Bagaimanapun, pihak pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan politik
penjajahan dan melindungi warga negara Belanda. Demikianlah, pada tanggl 10 Januari
Kiewiet de Jonge, selaku wakil pemerintah, memberikan keterangan tentang alasan
Page
63
penggeledahan dan penangkapan para anggota pengurus Partai Nasional Indonesia. Nada
dan isinya sama dengan hasutan pers Belanda. Dikatakannya bahwa kegiatan Partai
Nasional Indonesia menyebar benih ketidakpuasan di kalangan masyarakat, yang lambat
laun menimbulkan ketegangan dan akhirnya pasti menimbulkan pemberontakan. Berita
yang serius ini harus segara disusul dengan tindakan cepat untuk menjaga keselamatan dan
menghindarkan kemungkinan meletusnya pemberontakan.
Nada dan irama keterangan pemerintah itu tidak mengherankan kalangan Indonesia
baik yang duduk dalam Volksraad sebagai wakil golongan maupun yang ada di luar. Tidak
ada orang yang percaya akan maksud menimbulkan pemberontakan dari pihak Partai
Nasional Indoensia. Keterangan pemerintah itu tidak dapat memberikan keyakinan kepada
para Volksraad yang berhaluan kooperatif dan kepada para nasionalis Indonesia yang
bersikap nonkooperatif. Demikianlah, alih-alih menjadi reda, suasana menjadi bertambah
tegang. Baik nasionalis lunak maupun nasionalis keras bertekad untuk menggalakkan
usahanya dalam menghadapi politik penjajahan. Pada tanggal 12 Januari, PPPKI
mengadakan rapat umum untuk protes dan mengutuk tindakan pemerintah dan
menganjurkan kemerdekaan sampai cita-citanya terkabul. Nasional lunak yang duduk
sebagai angota Volksraad pada tanggal 27 Januari, membentuk Nationale Fractie (Fraksi
Nasional) dengan tujuan untuk memerjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui saluran
legal.
Page
64
Anggota Volksraad yang masuk sebagai anggota Fraksi Nasional adalah Kusumo
Utomo, Mochtar, Soangkupon, Surono, Dwijosewojo, Otto Iskandar Dinata, Sukardjo
Wirjopranoto, Mohammad Noor, Abdul Rasyid, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Moh. Husni
Thamrin. Fraksi Nasional dipimpin oleh H.M Thamrin. Anggota Fraksi Nasional
berjumlah 10 orang, berasal dari berbagai perkumpulan dan berbagai suku. Meskipun
disadari sepenuhnya bahwa keanekaragaman keanggotaan itu mencerminkan kelemahan
komposisi Fraksi Nasional dalam tindakan-tindakannya, harus diakui bahwa perbentukan
Fraksi Nasional adalah salah satu usaha untuk menjatuhkan segala tenaga nasional yang
ada di dalam Volksraad sebagai wakil dari masing-masing perkumpulan. Penyatuan tenaga
nasional itu bersifat mutlak untuk menghadapi pihak lawan. Sementara itu, Soekarno,
Maskun, Gatot Mangkrupradja, dan Supriadinata tetap ditahan di rumah kurungan di
Bandung menunggu perkara dimajukan di pengadilan.
Page
65
memerhatikan sepak terjang Partindo sebagai penjelmaan PNI yang dikenakkan pasal 169
KUHP pada proses perkara Soekarno. Manifesto Partindo yang dikeluarkan tanggal 1931
sesuai dengan cita-cita politik Moh. Hatta. Soal pembentukan kader, asa self-help,
penerapan pedagogi sosial dalam pendidikan massa, dan lain-lain sudah sesuai dengan
angan-angan Hatta.
Di penghujung bulan Desember 1931, Sultan Sjahrir tidak setuju dengan Partindo,
dan mendirikan partai baru yang bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI).
Singgkatan partai baru yang dipimpin Sultan Sjahrir itu sama dengan singkatan PNI Lama
yang telah dibubarkan. Untuk menghindari salah paham, PNI Sjahrir ini disebut PNI Baru.
Pendidikan Nasional Indonesia didirikan di Yogyakarta. PNI Baru mempunyai haluan
sosial-revolusioner. Watak sosial-revolusioner itu dinyatakan dalam pembentukan
organisasi massa proletariat yang diharapkan pada kapitalisme dan borjuis, tidak pandang
dari luar maupun dari dalam negeri sendiri. Bagaimanapun, perjuang kelas terhadap
kapitalisme dan borjuis tidak dapat dielakkan. Untuk tujuan itu, diperlukan kader-kader
terdidik yang harus mengajar massa. Demikianlah, PNI Baru itu diam-diam bergerak di
dalam masyarakat, namun mengutamakan pendidikan kader. Justru itulah sebabnya partai
baru itu bermaksud untuk merealisasikan tujuan pembentukan masyarakat yang bebas dari
pengaruh kapitalime dan imperialisme. Kapitalisme dan imperialisme itulah sebenarnya
diciptakan kelas-kelas dalam masyarakat. Paham yang dianut PNI Baru itu adalah paham
Sosialisme-Marxisme. Justru perkembangan Marxisme yang demikian itulah yang sangat
ditakuti oleh pihak pemerintah. Oleh karena itu, meskipun PNI Baru bekerja secar diam-
diam, ia dianggap membahayakan kedudukan pemerintah kolonial.
Page
66
Sebelum Gubeenur Jenderal Greaff meninggalkan Indonesia, ia masih sempat
memberikan jasanya kepada pergerakan nasional Indonesia, yang ditindasnya selama
pemerintahannya. Demikanlah, tindakan Gubernur Jenderal itu jika boleh disebut sebagai
jasa. Tindakan yang dimaksud adalah memberi grasi kepada Soekarno yang ditetapkan
pada tanggal 4 September 1932: hukuman Soekarno dari 4 tahun dikurangi 2 tahun. Pada
bulan itu juga, ia diganti oleh Gubernur Jenderal de Jonge. Tanggal 14 Desember 1931,
Soekarno menulis surat kepada Mr. Sartono bahwa ada maksud dari kaum pergerakan
nasional dari berbagai tempat untuk beramai-ramai menjemput Soekarno pada tanggal 31
Desember 1931 di halaman penjara Sukamiskin. Sehubungan dengan maksud itu dan
bertalian dengan zaman meleset (malaise) yang sedang mengganas, ia menghendakai
maksud itu dibatalkan. Kawan-kawan dari Bandung dan sekitarnya bisa bertemu
dengannya sepanjang hari di rumah karena baru pada hari berikutnya ia akan berangkat ke
Jawa Timur untuk menghadiri kongres Indonesia Raya, yang sengaja diselengarakan untuk
menyambut bebasnya Soekarno dari penjara. Kongres Indonesia Raya diadakan pada
tanggal 1-3 Januari 1932, dipimpin oleh Dr. Sutomo, bertempat di Surabaya. Di setiap
stasiun yang dilalui oleh Soekarno dalam perjalanan menuju Surabaya, ia disambut oleh
kawan-kawannya yang sepaham, ini suatu bukti bahwa Soekarno masih mendapat simpati
dari masyarakat. Juga dalam kongres itu, ia mendapat cukup kesempatan untuk berbicara.
Page
67
terampil dalam menjalankan politik divide et impera–hal itu tidak diketahui. Yang jelas
ialah bahwa motif penangkapan para pemimpin ialah untuk mencegah terulangnya huru-
hara tahun 1926, sekaligus memperlemah kedudukan PNI, dan rupanya sama sekali tidak
untuk menumpas organisasi nasionalnya.
Ada sekelompok anggota PNI yang tidak mau mengikuti haluan Sartono; mereka
mendirikan studieclub di beberapa tempat antara lain di Batavia, Bandung, Semarang,
Surabaya, Malang, dan Pelembang. Kemdian mereka mendirikan sendiri Golongan
Merdeka, yang kemudian lebih terkenal sebagai PNI-Baru.
Page
68
dirumuskan oleh Golongan Merdeka yang kemudian terhimpun dengan nama PNI-Baru
atau Pendidikan Nasional Indonesai, ialah bahwa ideologi politik harus berdasarkan
kebangsaan dan kerakyatan (nasionalisme dan demokrasi).
Apabila dalam kerangka PPPKI telah timbul perpecahan antara PSI dan organisasi
sekuler, maka di lingkungan organisasi-organisasi yang disebut terakhir pertentangannya
menjadi-jadi, khususnya antara Partindo dan PNI-Baru.
Pihak pertama beranggapan bahwa dia adalah kelanjutan PNI Lama serta waris niali-
nilai perjuangannya. Dalam situasi baru semua kegiatan dilakukan secara berhati-hati,
namun tanpa meninggalkan ideologi politiknya, ialah kemerdekaan Indonesia, swadaya,
menentukan nasib sendiri, swadesi, dan kedaulatan rakyat. Di samping rapat-rapat umum
juga diusahakan adanya perkumpulan debat, koperasi, kursus-kursus, dan lain sebagainya.
Partindo mempunyai cabangnya terutama di Jawa Barat, khususnya di Batavia dan
Bandung. Di antara anggota-anggotanya terdapat banyak pengikut gigih Soekarno. Pada
awal 1932 jumlah anggota ditaksir lebih kurang tiga ribu orang, yang sebagian besar
terdapat di Batavia, termasuk pula para mahasiswa RHS dan GHS.
Page
69
tempat didirikan perkumpulan-perkumpulan yang akhirnya dapat dihimpun dalam PNI
Baru.
Kedua aliran tersebut diatas sebenarnya mewakili antagolisme yang timbul antara
Soekarno dan Moh. Hatta. Sesungguhnya debat telah berjalan cukup lama; persoalannya
sesungguhnya tidak menyangkut isi asas tujuan perjuangan nasional, melainkan lebih
menyangkut soal gaya politik. Pada hakikatnya gaya itu memang dapat dikembalikan pada
perbedaan kepribadian. Dengan keulungan berpidato Soekarno lebih mudah menggerakkan
massa serta menanam kesadaran serta semangat nasional. Sebaliknya Moh. Hatta adalah
termasuk tipe pemikir dan mahir dalam merumuskan prinsip perjuangan serta menganalisis
situasi politik. Kalau Soekarno sangat mampu membuat agitasi, Hatta lebih memikirkan
organisasi. Oleh karena bagi yang kedua kaderisasi vital, maka yang lebih diutamakan
adalah pendidikan politik. Akibatnya intervensi gubernemen Hindia Belanda menunjukkan
bahwa politik agitasi Soekarno tidak banyak mempunyai dampaknya.
Arena politik yang diciptakan oleh pergerakan nasional sejak 1927 terisi oleh forum-
forum yang diciptakan oleh rapat-rapat umum, kongres-kongres, dan berbagai bidang
ekonomi dan sosial. Media massa kemudian mengkomunikasikan segala kegiatan itu
secara luas kepada khalayak ramai. Dalam hal ini sangat menonjollah peranan golongan
nonkooperasi, khususnya PNI dan kemudian Partindo dan PNI Baru. Proses yang terjadi
ialah pendidikan politik atau sosialisasi politik bagi anggota kedua partai tersebut. Dengan
demikian, terjadilah proses pemahaman dan penyadaran dengan konsep-konsep, seperti
pemahaman serta penyadaran sehubungan dengan masalah kebangsaan, kerakyatan,
kemerdekaan, swadaya, swadesi, dan lain sebagainya. Secara khusus Soekarno
memasukkan konsep marhaenisme, sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasi.
Ideologi Politik
Dalam menjalankan sosialisasi politik para pemimpin partai nasionalis sebagai elite
modern menghadapi masalah bagaimana mencapai dan memobilisasi massa, mengingat
bahwa mereka terpisah oleh jarak sosial dari rakyat. Berbeda dengan SI (PSI) yang
berdasarkan ideolgi religius, PNI dan kemudian Partindo atau PNI Baru sebagai organisasi
nasionalis sekuler membutuhkan ideologi politik yang nonrelegius. Dalam hal ini
lingkungan PNI Soekarnolah yang telah banyak memberi sumbangan konsepsi-konsepsi
politik, antara lain konsep marhaenisme, sosio-nasionalisme, dan sosio-demokrasinya.
Page
70
Menurut pandangan Soekarno, jalan untuk menghadapi kolonialisme dengan
kapitalismenya tidak lain ialah dengan menggerakkan massa yang paling menderita
sebagai korban sistem kolonial itu. maka dari itu, ideolgi nasionalisme sewajarnya
mencakup aksi massa dari rakyat menjadi sosio-nasionalisme. Selanjutnya peningkatan
taraf hidup rakyat baru dapat dilaksanakan setelah kolonialisme terhapus; maka
dikatakannya bahwa perjuangan antikolonialisme merupakan “jembatan emas” menuju ke
alam merdeka dan sejahtera. Perjuangan itu dengan sendirinya menjadi pertentangan ras.
Meskipun demikian, Soekarno juga menyatakan bahwa perjuangan melawan kapitalisme
perlu dilakukan juga.
Justru dalam hal ini, PNI Baru mempunyai strategi yang berlawanan dengan
Soekarno. Disangsikannya apakah agitasi politik itu sebagai sosioalisasi politik betul-betul
efektif dan sebaliknya menurut anggapannya kaderisasi dan pemantapan organisasi
merupakan cara yang lebih tepat untuk meningkatkan proses politisasi itu. Situasi sesudah
penangkapan Soekarno akhir tahun 1929 membuktikan bahwa strategi yang terakhir
memang tepat. Pengikut massa tidak bedaya sedikit jua pun.
Setelah kira-kira dua tahun arena politik menghirup suasana yang lebih tenang serta
aktivitas organisasi pergerakan lebih banyak meliputi bidang pendidikan, ekonomi, dan
kesejahteraan rakyat, maka dengan dibebaskannya Soekarno pada akhir Desember 1931,
lambat laun politik mulai bergerak lagi; hal itu disebabkan tidak lain karena Soekarno
mulai terjun kembali ke gelanggang politik.
Perlu ditambahkan di sisi bahwa keanggotaan Partindo dan juga PNI Baru, pada
umumnya terbatas di kota-kota besar di Jawa, khususnya di Jawa Barat dengan Bandung
dan Batavia dengan pusatnya. Di Jawa Timur, di mana PBI mempunyai pengaruhnya
sukarlah Partindo melebarkan sayapnya.
Page
71
ideologi yang dianut PNI Baru merupakan konsepsi Hatta dan Sjahrir yang mengikuti
ideologi sosialisme.
Oleh karena jarak dengan golongan-golongan itu dengan para pemimpin masih
cukup jauh, maka diperlukan pemimpin tingkat bawahan. Untuk mengerahkan dan melatih
merekalah PNI Baru menyelenggarakan kursus-kursus dan latihan. Dengan demikian,
struktur organisasi dapat dimantapkan sehingga dapat berfungsi sebagai basis yang kuat
bagi pergerkan.
Masalah Persatuan
Salah satu isu yang sangat berpengaruh terhadap pernggalangan persatuan di antara
organisasi-organisasi pergerakan nasional tahun tiga puluhan ialah sekitar soal konsepsi
persatuan itu sendiri. Dalam hal ini yang menonjol ialah perdebatan dan pertentangan
Page
72
pendapat antara Partindo dan PNI Baru, atau seperti umum yang digambarkan sebagai
pertentangan antara golongan Soekarno dan Hatta. Seperti sejak awal perkembangan
PPPKI telah dilancarkan kritik tajam oleh Hatta mengenai PPPKI sebagai bentuk
persatuan, seperti yang dikonsepsikan oleh Soekarno, yaitu pengintegrasian berbagai
organisasi dalam satu wadah atau lembaga. Lembaga itu akan bertindak berdasarkan
keputusan berlandasan mufakat.
Dalam konsepsi persatuan seperti itu tidak diperhitungkan adanya berbagai unsur
yang mewakili golongan, aliran, kepentingan, ataup kelas sosial yang beraneka ragam.
Persatuan yang terwujud menurut Hatta adalah lancung oleh karena menurut analisisnya
dengan perspektif sosialis terkandung di dalamnya kontradiksi dan konflik kepentingan,
lagi pula ideologi-ideologi yang bertolak belakang satu sama lain.
Isu tersebut di atas mulai hangat lagi pada tahun 1932 dan 1933 sewaktu timbul
gagasan untuk mempersatukan lagi Partindo dan PNI Baru. Kecuali pertentangan
pandangan politik tersebut, ketidakserasian hubungan antara pemimpin kedua partai itu
merupakan faktor penghambat persatuan. Sjahrir yang sudah ada di Indonesia sejak awal
1932 berusaha keras menjajagi situasi politik untuk dapat mengarahkan PNI Baru. Suatu
kompromi dengan Partindo tidak dapat dicapainya. Mengenai masalah demokrasi ada pula
perbedaan konsepsi soal demokrasi atau kedaulatan rakyat.
Setelah mengadakan pembicaraan luas dengan Soekarno, akhirnya Sjahrir
berkesimpulan bahwa Soekarno merupakan faktor politik yang sanantiasa perlu
diperhitungkan sehingga tidak lagi menghalang-halangi atau menentang usahanya, antara
lain dalam membenahi dan menghidupkan lagi PPPKI. Sadar akan kharisma yang ada
padanya serta yakin akan peranan yang dapat dijalankannya, maka Soekarno bergerak
terus sesuai dengan gaya lamanya tanpa terlalu melibatkan diri dalam debat soal ideologi
serta pertentangan antara Partindo dan PNI Baru.
Dalam periode pasca-Sukamiskin, Soekarno masih optimis dan penuh semangat
namun tidak disadari bahwa kajayaan dari masa sebelum 1930 sudah pudar; timbul banyak
kekecewaan atau kebimbangan di kalangan PNI Lama. Di samping itu, sudah terjadi garis
pemisah antara kelompok Partindo dan PNI Baru sehingga hal itu menjadi penghalang
pokok bagi proses pemersatuan. Akhirnya, Soekarno pun tidak berdaya melaksanakannya.
Usaha dalam PPPKI juga terbentur pada masalah perpecahan, antara lain Partindo
dan PNI Baru pada satu pihak dan pemimpin PPPKI pada pihak lain, padahal keikutsertaan
kedua partai itu atau salah satu daripadanya dianggap sangat perlu. Dalam hubungan ini
perlu di tambahkan bahwa tokoh Soetomo merupakan faktor kontroversial yang
Page
73
menimbulkan ketidakserasian dalam tubuh PPPKI serta sangat melemahkannya. Baik
pengundurannya sebagai pengurus harian maupun reorganisasi yang dilakukan oleh
Soekarno tidak berdaya untuk memperkokoh kedudukan PPPKI yang telah kehilangan
momentumnya, dan dalam hal ini kharisma Soekarno tidak dapat berbuat apa-apa.
Dengan ditangkapnya Soekarno pada 1 Agustus 1933 sebenarnya nasip PPPKI sudah
tidak memberi harapan lagi. “Sebenarnya PPPKI mati tetapi tidak pernah secara resmi
dikubur”. Meskipun demikian, hal itu tidak berarti bahwa gagasan tentang persatuan serta
pemersatu organisasi sudah mati, sama sekali tidak. Dalam tahun-tahun berikutnya secara
terus-menerus ada usaha-usaha untuk mewujudkan badan pemersatu itu.
Page
74
Dalam suasana yang semakin panas dapat diduga bahwa penguasa sudah siap untuk
bertindak. Tindakan pertama ialah pemberangusan surat kabar Fikiran Rakyat pada tanggal
19 Juli 1933 yang memuat sebuah cartoon. Pada 1 Agustus semua rapat Partindo dan PNI
Baru di larang dan hari itu juga Soekarno ditahan. Sehari kemudian dikeluarkan larangan
bagi semua pegawai negeri masuk menjadi anggota partai tersebut. Tindakan-tindakan itu
kesemuanya dilegitimasikan oleh pemerintah Hindia Belanda semata-mata untuk
menjamin rust en orde dan dilandaskan pada artikel 153 bis dan ter.
Bagi PNI Baru, akhir yang tragis dari politik agitasi memang dalam kritiknya selalu
dibayangkan akan terjadi; maka kejadian-kejadian itu memberi pembenaran bagi
strateginya. Meskipun demikian, politik ketat sejak 1 Agustus itu tidak memberi ruang
bergerak lagi kepada PNI Baru. Politik Gubernur Jenderal de Jonge tidak bersifat
setengah-tengah, maka dalam bulan Desember 1933 PNI Baru yang menjadi sasaran: Moh.
Hatta dan Sjahrir, ditangkap, dan PNI Baru dilarang.
Dengan tangan besinya, Gubernur Jenderal de Jonge hendak mempertahankan
otoritasnya, sehingga setiap gerakan bernada radikal atau revolusioner tanpa ampun
ditindasnya dengan alasan bahwa pemerintah kolonial bertanggung jawan atas keadaan di
Hindia Belanda, baginya dibayangkan bahwa dalam massa 300 tahun berikutnya
pemerintah itu akan masih tetap tegak berdiri. Politik represifnya berhasil menghentikan
gerakan politik nonkooperasi sama sekali.
Dalam hubungan ini perlu ditambahkan bahwa selama dalam tahanan, Soekarno –
menurut dokumen-dokumen arsip kolonial – telah menulis surat kepada pemerintah Hindia
Belanda sampai empat kali, yaitu tanggal 30 Agustus, 3, 21, dan 28 September yang
kesemuanya memuat pernyataan bahwa dia telah melepaskan prinsip politik nonkooperasi,
bahkan selanjutnya dia tidak lagi akan melakukan kegiatan politik. Sudah barang tentu hal
itu menggemparkan kaum nasionalis serta menimbulkan bermacam-macam reaksi. Ada
yang penuh keheranan atau kekecewaan, ada pula yang merasa cengkel atas perubahan
sikap yang berbalik 180 derajat itu.
Terlepas dari berbagai tafsiran itu rupanya aliran nonkooperasi tidak berdaya lagi,
lebih-lebih karena salah seorang perintis dan pelopornya telah mengingkari sendiri sikap
politik itu. Pembuangan Soekarno ke Digul diperkirakan membawa risiko karena dapat
mempengaruhi bekas anggota PKI yang dalam jumlah besar ada di sana. Akhirnya, dipilih
Flores sebagai tempat pembuangannya. Soekarno diberangkatkan pada Februari 1934.
Page
75
Meskiupun PNI Baru tidak menjalankan politik agitasi dan aksi massa, namun
hubungannya dengan golongan komunis di Belanda dipakai sebagai alasan untuk menahan
Hatta, Sjahrir, dan anggota Badan Pekerja PNI dalam bulan Desember 1934.
Kesimpulan
Ketika Sartono membubuarkan PNI pada tahun 1930, banyak anggotanya yang tidak
setuju. Mereka menyebut dirinya sebagai “Golongan Merdeka”. Dengan giat mereka
medirikan studi club-studi club baru, seperti Studi Club Nasional Indonesia di Jakarta dan
Studi Club Rakyat Indonesia di Bandung. Selanjutnya, mereka mendirikan Komite
Perikatan Golongan Merdeka untuk menarik anggota-anggota PNI dan untuk menghadapi
Partindo.
Pada bulan Desember 1931, Golongan Merdeka membentuk Pendidikan Nasional
Indonesia (PNI Baru). Mula-mula Sultan Syahrir dipilih sebagai ketuanya. Moh. Hatta
kemudian dipilih sebagai ketua pada tahun 1932 setelah kembali dari Belanda. Strategi
perjuangan PNI Baru tidak jauh berbeda dengan PNI maupun dengan Partindo. Organisasi-
organisasi tersebut tetap sama-sama menggunakan taktik perjuangan non-kooperatif dalam
mencapai kemerdekaan politik. Adapun perbedaan antara PNI Baru dengan Partindo
adalah sebagai berikut:
1. PPPKI oleh PNI Baru dianggap sebagai “persatean” bukan persatuan karena anggota-
anggotanya memilii ideologi yang berbeda-beda. Sementara itu, Partindo manganggap
PPPKI dapat menjadi wadah persatuan yang kuat daripada mereka berjuang sendiri.
Pada tahun 1933, PNI Baru memiliki 65 cabang. Untuk mempersiapkan masyarakat
dalam mencapai kemerdekaan, PNI Baru melakukan kegiatan penerangan untuk rakyat dan
penyuluhan koperasi. Kegiatan-kegiatan PNI Baru tersebut dan ditambah dengan sikapnya
yang non-kooperatif dianggap oleh pemerintah kolonial membahayakan. Oleh karena itu,
pada bulan Februari 1934 Bung Hatta, Sultan Syahrir Maskun, Burhannuddin, Murwoto,
dan Bondan ditangkap pemerintah kolonial. Bung Hatta diasingkan ke hulu sungai Digul,
Papua. Kemudian dipindahkan ke Banda Neira pada tahun 1936 dan akhirnya ke
Page
76
Sukabumi pada tahun 1942. Dengan demikian, hanya partai-partai yang bersikap
kooperatif saja yang dibiarkan hidup oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pembubaran PNI pada kongres bulan April 1931 mengakibatkan terjadinya
perpecahan di kalangan anggotanya. Kelompok yang menyetujui pembubaran mendirikan
Partindo. Sedangkan kelompok yang tidak setuju mempersatukan diri membentuk
“Golongan Merdeka”. Pada bulan Desember 1931, golongan merdeka mendirikan partai
baru, sesuai dengan saran Hatta. Partai itu diberi nama Pendidikan Nasional Indonesia
(lebih sering disebut PNI-Baru) dipimpin oleh Sukemi.
PNI didirikan di Bandung pada 4 Juli 1924 oleh kaum terpelajar yang dipimpin oleh
Ir. Soekarno. Kaum muda terpelajar itu tergabung dalam Algemene Studieclub (Bandung)
dan kebanyakan dari mereka adalah mantan anggota Perhimpunan Indonesia yang telah
kembali ke tanah air. Keradikalan PNI sudah tampak sejak pertama didirikannya. Ini
terlihat dari strategi perjuangannya yang berhaluan nonkooperasi. PNI tidak mau ikut
dalam dewan-dewan yang diadakan oleh pemerintah.
Tujuan PNI adalah kemerdekaan Indonesia dan tujuan itu akan dicapai dengan asas
“percaya pada diri sendiri”. Artinya: memperbaiki keadaan politik, ekonomi, sosial, dan
budaya yang sudah dirusak oleh penjajahan, dengan kekuatan sendiri. Semua itu akan
dicapai melalui berbagai usaha, antara lain:
1. Usaha politik, yaitu dengan cara memperkuat rasa kebangsaan persatuan dan kesatuan.
Memajukan pengetahuan sejarah kebangsaan, mempererat kerja sama dengan bangsa-
bangsa Asia dan menumpas segala perintang kemerdekaan dan kehidupan politik. Dalam
bidang politik, PNI berhasil menghimpun organisasi-organisasi pergerakan lainnya ke
dalam satu wadah yang disebut Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia;
2. Usaha ekonomi, yaitu dengan memajukan perdagangan rakyaat, kerajinan atau industri
kecil, bank-bank, sekolah-sekolah, dan terutama koperasi;
3. Usaha sosial, yaitu dengan memajukan pengajaran yang bersifat nasional, emngurangi
pengangguran, mengangkat derajat kaum wanita, meningkatkan transmigrasi dan
memperbaiki kesehatan rakyat.
Gerakan PNI dipimpin oleh tokoh-tokoh berbobot, seperti Ir. Soekarno, Mr. Ali
Sastroamijoyo, Mr. Sartono, yang berpengaruh luas di berbagai daerah di Indoenesia. Ir.
Soekarno dengan keahliannya berpidato, berhasil menggerakkan rakyat sesuai dengan
tujuan PNI. Pengaruh PNI juga sangat terasa pada organisasi-organisasi pemuda hingga
melahirkan Sumpah Pemuda dan organisasi wanita yang melahirkan Kongres Perempuan
di Yogyakarta pada 22 Desember 1928.
Page
77
H. Muhammadiyah
Pada tanggal 18 November 1912, Ahmad Dahlan - seorang pejabat pengadilan dari
kraton Yogyakarta dan sarjana Muslim berpendidikan dari Mekah - didirikan
Muhammadiyah di Yogyakarta . Ada sejumlah motif di balik berdirinya gerakan ini . Di
antara yang penting adalah keterbelakangan masyarakat Muslim dan penetrasi Kristen .
Ahmad Dahlan , banyak dipengaruhi oleh reformis Mesir Muhammad ' Abduh ,
dianggap modernisasi dan pemurnian agama dari praktik sinkretis yang sangat penting
dalam mereformasi agama ini . Oleh karena itu, sejak awal Muhammadiyah telah sangat
peduli dengan menjaga tauhid , tauhid dan pemurnian dalam masyarakat .
Muhammadiyah mendapat surat Keputusan badan hukum dari pemerintah pada
tanggal 22 Agustus 1914. Setelah berbadan hukum, organisasi ini mulai mendapat
sambutan kalangan Islam sehingga mulai berkembang. Muhammadiyah adalah organisasi
yang bercorak kooperatif (bekerjasama) dengan pemerintah Belanda.
Dengan kegiatan tersebut Muhammadiyah turut mendukung perjuangan memperoleh
kemerdekaan. Peranannya dalam menumbuhkan kesadaran bangsa tentang pentingnya
kemajuan dan kemerdekaan sangat besar.
Amal usaha yang dilakukan Muhammadiyah dalam upaya menjunjung tinggi dan
menegakkan agama Islam, meliputi :
o Mendirikan, memelihara, dan membantu mendirikan sekolah-sekolah berdasarkan
agama Islam untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa Indonesia;
o Mendirikan dan memelihara tempat ibadah;
o Mendirikan dan memelihara rumah sakit untuk menjaga kesehatan masyarakat;
o Mendirikan dan memelihara panti asuhan untuk anak yatim piatu;
o Membentuk badan perjalanan haji ke tanah suci;
o Membentuk organisasi otonom untuk menampung masyarakat sesuai usia, jenis
kelamin untuk berjuang meningkatkan martabat sebagai orang Islam
Dari tahun 1913 sampai tahun 1918, Muhammadiyah mendirikan lima Sekolah Islam .
Pada tahun 1919 sebuah sekolah tinggi Islam , Hooge School Muhammadiyah didirikan .
Dalam mendirikan sekolah , Muhammadiyah mendapat bantuan yang signifikan dari Boedi
Oetomo , sebuah gerakan nasionalis yang penting di Indonesia pada paruh pertama abad
kedua puluh , seperti dalam bentuk menyediakan guru Muhammadiyah telah umumnya
dihindari politik . . Tidak seperti rekan tradisionalis nya, Nahdatul Ulama , tidak pernah
membentuk partai politik Sejak berdirinya, ia telah mengabdikan dirinya untuk kegiatan
pendidikan dan sosial .
Page
78
Pada tahun 1925 , dua tahun setelah kematian Dahlan , Muhammadiyah hanya
memiliki 4.000 anggota, bahkan telah membangun 55 sekolah dan dua klinik di Surabaya
dan Yogyakarta Setelah Abdul Karim Amrullah memperkenalkan organisasi untuk
Minangkabau dinamis masyarakat muslim , Muhammadiyah berkembang pesat . . Pada
tahun 1938 , organisasi mengklaim memiliki 250.000 anggota , mengelola 834 masjid , 31
perpustakaan , 1.774 sekolah , dan 7630 ulama . Minangkabau Pedagang menyebar
organisasi untuk seluruh Indonesia.
Selama pergolakan politik 1965-66 dan kekerasan , Muhammadiyah menyatakan
pemusnahan " Gestapu / PKI " ( Gerakan 30 September dan Partai Komunis Indonesia )
merupakan Perang Suci , pandangan yang didukung oleh kelompok-kelompok Islam
lainnya . ( lihat juga : pembunuhan Indonesia dari 1965-1966 ) . Selama " reformasi
Indonesia " 1998 , beberapa bagian dari Muhammadiyah mendesak pimpinan untuk
membentuk partai . Oleh karena itu, mereka - termasuk Muhammadiyah ketua , Amien
Rais , mendirikan Partai Amanat Nasional . Meskipun mendapat dukungan besar dari para
anggota Muhammadiyah , partai ini tidak memiliki hubungan resmi dengan
Muhammadiyah . Pemimpin Muhammadiyah mengatakan anggota organisasinya bebas
untuk menyesuaikan diri dengan partai politik memilih disediakan pihak tersebut mereka
telah berbagi nilai-nilai dengan Muhammadiyah.
Muhammadiyah didukung oleh beberapa organisasi otonom :
Aisyiyah ( Perempuan )
Pemuda Muhammadiyah ( Pemuda )
Nasyiatul Aisyiyah ( Remaja Putri )
Ikatan Pelajar Muhammadiyah ( Asosiasi Mahasiswa )
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ( College student )
Tapak Suci Putra Muhammadiyah ( Pencak Silat )
Hizbul Wathan ( Pramuka ) .
Struktur pengurus pusat terdiri dari lima penasehat , ketua, wakil ketua , sekretaris umum
dan beberapa deputi , bendahara dan beberapa deputi, serta beberapa wakil ketua.
I. Nahdhatul Ulama
Didirikan Oleh : KH. Hasyim Asyari
KH. Abdul Wahab Hasbullah
KH. Bisri
KH. Ridwan
Tempat / Tanggal : Surabaya, 31 Januari 1926
Tujuan : untuk memelihara kebiasaan bergama Islam secara tradisi
menurut mazhab Syafi’I, Maliki, Hanafi, dan Hambali
Nahdhatul Ulama (NU) didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Tokoh-tokoh
pendirinya antara lain KH. Hasyim Asyari (Pesantren Tebuireng), KH. Abdul Wahab Hasbullah, KH.
Bisri (Pesantren Jombang), KH. Ridwan (Semarang), dan lain-lain. Latar belakang didirikannya NU
antara lain untuk memelihara kebiasaan bergama Islam secara tradisi menurut mazhab Syafi’I,
Maliki, Hanafi, dan Hambali.
Dalam mencapai cita-citanya, NU melakukan berbagai kegiatan, antara lain :
a) mengadakan perhubungan di antara ulama-ulama yang bermazhab Syafi’I, Maliki, Hanafi, dan
Hambali.
Page
79
b) memeriksa kitab-kitab yang akan dipergunakan sebelum mengajar agar dapat diketahui
apakah kitab itu termasuk kitab-kitab Ahli Sunnah Wal Jama’ah atau kitab-kitab ahli bid’ah.
c) menyiarkan agama Islam berasaskan pada kitab Ahli Sunnah Wal Jama’ah.
d) membangun madrasah-madrasah, mesjid, pondok-pondok pesantren, serta hal-hal yang
berhubungan dengan anak yatim-piatu serta fakir miskin.
Tri Koro Dharmo adalah perkumpulan pemuda yang pertama kali berdiri.
Perkumpulan ini dibentuk atas petunjuk Budi Utomo pada 7 Maret 1915 di gedung
KebangkitanNasional, Jakarta oleh dr. Satiman Wiryosanjoyo dan pemuda-pemuda Jawa,
seperti Satiman, Kadarman, Sumardi, Jaksodipuro (Wongsonegoro), Sarwono, dan
Mawardi. Trikoro Dharmo berarti tiga tujuan mulia, yaitu Sakti, Budi dan Bhakti.
Kegiatannya seputar memupuk rasa cinta tanah air, memperluas persaudaraan, dan
mengembangkan kebudayaan Jawa. Sebagian besar anggotannya adalah murid-murid
sekolah menengah asal Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kenggotaan Trikoro Dharmo pada mulanya hanya terbatas pada kalangan pemuda
dari Jawa dan Madura. Akan tetapi, diperluas dengan semboyannya Jawa Raya yang
meliputi Jawa, Sunda, Bali, dan Lombok. Pada tanggal 9 Desember 1917 di Jakarta berdiri
organisasi Jong Sumatranen Bond. Tokoh-tokoh nasional yang pernah menjadi anggota
Jong Sumatranen Bond, antara lain Moh.Hatta, Moh.Yamin, M. Tasil, Bahder Djohan, dan
Abu Hanifah. Jong Minahasa berdiri pada tanggal 5 Januari 1918 di Manado dengan
tokohnya A.J.H.W.Kawilarang dan V.Adam. Jong Celebes dengan tokoh-tokohnya Arnold
Monomutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta. Jong Ambon berdiri pula pada
tanggal 1 Juni 1923 di Jakarta.
Dengan semangat kedaerahaannya itu, pada kongres Trikoro Dharmo di Solo tanggal
12 Juni 1918 nama trikoro Dharmo diubah menjadi Jong Java. Kegiatan Jong Java masih
tetap bergerak dalam bidang sosial budaya. Pada kongres kelima bulan Mei 1922 di Solo
dan kongres luar biasa Desember 1922 ditetapkan bahwa Jong Java tidak akan
mencampuri masalah politik. Anggota Jong Java hanya diperbolehkan terjun dalam dunia
politik setelah mereka tamat belajar.
Tahun 1929, Jong Java dibubarkan dan diganti dengan Indonesia Muda yang bersifat
nasionalis. Tri Koro Dharmor memiliki perangkat antara lain : dr. Satiman Wiryosanjoyo
(ketua), Wongsonegoro (wakil ketua), dan Sutomo (sekretaris).
K. Taman Siswa
Page
80
Didirikan Oleh : Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantoro)
Tempat/ Tanggal : 3 Juli 1922, Yogyakarta
Tujuannya : 1. mengembangkan edukasi dan kultural yang
direalisasikan dengan baik, terbukti dengan
pendirian sekolah-sekolah di lingkungan Taman Siswa.
2. memajukan pendidikan bangsa Indonesia agar mempunyai
harga diri yang sama dengan bangsa lain yang merdeka
Semboyan : 1. Ing ngarso sung tulodo
2. Ing madya mangun karso
3. Tut wuri handayani
Setelah Indische Partij dilarang oleh pemerintah Hindia-Belanda tahun 1913, salah seorang
tokohnya yaitu Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) mengalihkan perjuangannya ke bidang
pendidikan. Pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa di
Yogyakarta. Tujuannya adalah memajukan pendidikan bangsa Indonesia agar mempunyai harga
diri yang sama dengan bangsa lain yang merdeka. Meskipun tidak bergerak dibidang politik, tetapi
Perguruan Taman Siswa termasuk organisasi yang mempunyai andil dalam pergerakan nasional
untuk mencapai kemerdekaan.
Sekolah-sekolah yang didirikan diantaranya
Taman Kanak-Kanak disebut Taman Indiria,
Sekolah Dasar disebut Taman Anak,
SLTP disebut Taman Muda, dan
SLTA disebut Taman Madya.
Patrap Triloka dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di
Indonesia.
Panji Tamansiswa
1. Bentuk : berbentuk perisai dengan ukuran lebar dibandingkan panjang 2 : 3. Dibagian
bawah , mulai batas 2/3 dari atas melengkung.
2. Isi :
a. Lambang Tamansiswa;
b. Suci Tata Ngesti Tunggal;
c. Tahun Masehi 1922 dan hiasannya.
Page
81
Panji Taman Siswa.
4. Arti warna : kuning emas = cahaya, cemerlang, cita-cita luhur; hijau : harapan, selalu
berkembang, pendidikan.
Taman Siswa berdiri pada tanggal 3 Juli 1922, Taman Siswa adalah badan
perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang menggunakan pendidikan
dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Tamansiswa, pendidikan bukanlah
tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu mewujudkan manusia
Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara
fisik, ekonomi, politik, dsb; sedangkan merdeka secara batiniah adalah mampu
mengendalikan keadaan.
Bebicara Taman Siswa tidak bisa lepas dari pendirinya yaitu Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat atau yang biasa di kenal dengan Ki Hajar Dewantara. Beliau mendirikan
Taman Siswa bertujuan untuk pendidikan pemuda Indonesia dan juga sebagai alat
perjuangan bagi rakyat Indonesia. Tujuan Taman Siswa adalah membangun anak didik
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, merdeka lahir
batin, luhur akal budinya, cerdas dan berketerampilan, serta sehat jasmani dan rohaninya
untuk menjadi anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab atas
kesejahteraan bangsa, tanah air, serta manusia pada umumnya. Meskipun dengan susunan
kalimat yang berbeda namun tujuan pendidikan Taman Siswa ini sejalan dengan tujuan
pendidikan nasional.
Page
82
pemerintah kolonial, karena jarang sekali negara kolonial yang memberikan fasilitas
pendidikan yang baik kepada negara jajahannya. Seperti yang dikatakan oleh ahli sosiolog
Amerika “pengajaran merupakan dinamit bagi sistem kasta yang dipertahankan dengan
keras di dalam daerah jajahan”.
Oleh sebab itu maka didirikanlah Taman Siswa, berdirinya Taman Siswa
merupakan tantangan terhadap politik pengajaran kolonial dengan mendirikan pranata
tandingan. Taman Siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan
masyarakat yang menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya.
Bagi Taman Siswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan
perjuangan, yaitu mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya.
Merdeka lahiriah artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb, sedangkan
merdeka secara batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.
Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem
pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan.
Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap harinya
untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang memberikan
pelayanan kepada anaknya.
Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tut Wuri
Handayani. Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam
terminologi baru disebut Student Centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan
lebih didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik,
bukan pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak
didik ternyata akan ke luar “rel” atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah
maka pendidik berhak untuk meluruskannya.
Page
83
Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa menyelanggarakan kerja
sama yang selaras antar tiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
perguruan, dan lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain
hendaknya saling berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan
sistem pendidikan seperti ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem
Tripusat Pendidikan.
Page
84
mengajukan pertanyaan pada pemerintah dan disusul pada bulan Januari 1933 dengan
sebuah usul inisiatif.
Usul inisiatif yang disokong oleh kawan-kawannya di Volksraad, berisi: menarik
kembali ordonansi yang lama serta mengangkat komisi untuk merencanakan perubahan
yang tetap. Budi Utomo dan Paguyuban Pasundan mengancam akan menarik wakil-
wakilnya dari dewan-dewan, apabila ordonansi ini tidak dicabut pada tanggal 31 Maret
1933. Juga dikalangan para ulama aksi melawan ordonansi sekolah liar ini mendapat
sambutan, terbukti dengan adanya rapat-rapat Persyarikatan Ulama di Majalengka dan
Ulama-ulama Besar di Minangkabau. Pemerintah terkejut akan tekad perlawanan akan
masyarakat Indonesia dan setelah mengeluarkan beberapa penjelasan dan mengadakan
pertemuan dengan Ki Hajar Dewantara, akhirnya dengan keputusan Gubernur Jenderal
tanggal 13 Februari 1933 ordonansi Sekolah liar diganti dengan ordonansi baru.
Perlawan Taman Siswa terhadap ordonansi sekolah liar merupakan masa gemilang
bagi sejarahnya, yang juga berarti mempertahankan hak menentukan diri sendiri bagi
bangsa Indonesia. Sesudah itu Taman Siswa akan mengadakan lagi perlawanan terhadap
peraturan pemerintah kolonial yang dapat dianggap merugikan rakyat. Pada tahun 1935
Taman Siswa mempunyai 175 cabang yang tersebar di sekolahnnya ada 200 buah, dari
mulai sekolah rendah hingga sekolah menengah.
Page
85
tidak hanya sekolah partikelir saja tapi sekolah republik pun dinyatakan “sekolah liar”
ketika sekolah di Jakarta ditutup, maka gedung Taman Siswa di jalan Garuda 25 dibanjiri
oleh murid-murid. Semangat yang luar biasa ditunjukan oleh sekolah Taman Siswa yang
berada di daerah pendudukan, mereka berusaha mempertahankan sekolah mereka meski
Majelis Luhur di Yogyakarta tidak menyetujui diteruskanya sekolah di daerah pendudukan.
Tapi akhirnya majelis Luhur mengizinkan untuk membuka terus cabang-cabang Taman
Siswa di daerah pendudukan.
Didirikan Oleh :
Tempat / Tanggal :
Tujuan : a. Memperkokoh semangat persatuan
kebangsaan.
b. Terus berjuang untuk memperoleh suatu
pemerintahan yang berdasarkan demokratis
dan nasionalisme.
c. Berusaha meningkatkan kesejahteraan
rakyat baik bidang ekonomi maupun sosial.
Lahirnya Parindra
Page
86
Dalam kongres yang diselenggarakan pada tahun 1934 di Malang yang dihadiri 38
cabang dibicarakan komunikasi antar pulau agar dapat dilakukan melalui pelayaran yang
diperkuat oleh koperasi. Selain itu kongres akan memajukan pendidikan rakyat dan
kepanduan yang diberi nama Suryawirawan. Dilumpuhkannya gerakan nonkoperasi pada
tahun 1930-an mempercepat perkembangan kerjasama PBI dan BU. Usaha penyatuan
antarperhimpunan pergerakan nasional terwujud dengan berdirinya Partai Indonesia Raya
(Parindra). Parindra merupakan hasil fusi dari Budi Utomo (BU) dengan Persatuan Bangsa
Indonesia (PBI) dalam kongres fusinya tanggal 24-26 Desember 1935 di Solo. Sebagai
ketua terpilih dr. Sutomo (PBI), dan Wakil Ketua, Wuryaningrat (BU) dengan kantor pusat
di Surabaya. Usaha penyatuan antar perhimpunan pergerakan nasional terwujud dengan
berdirinya Partai Indonesia Raya (Parindra). Organisasi lain yang kemudian bergabung ke
dalam Parindra ialah Sarekat Minahasa, Sarekat Ambon, Perkumpulan Kaum Betawi,
Sarekat Selebes, dan Sarekat Sumatra.. Dengan terbentuknya Parindra berati persatuan
golongan koperasi makin kuat. Pada tahun 1936 partai itu mempunyai 57 cabang dengan
3.425 anggota.
Tujuan Parindra tidak jauh berbeda dengan PBI yang menginginkan Indonesia
mulia dan sempurna.
Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan usaha-usaha sebagai berikut.
a. Memperkokoh semangat persatuan kebangsaan.
b. Terus berjuang untuk memperoleh suatu pemerintahan yang berdasarkan demokratis
dan
nasionalisme.
c. Berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyat baik bidang ekonomi maupun sosial.
Dalam politiknya Parindra bersikap non-koperasi yang insidentil artinya apabila
ada kejadian yang sangat mengecewakan organisasi itu, maka diputuskan untuk sementara
menarik wakil-wakilnya dari dalam badan perwakilan. Parindra sangat aktif dan
konstruktif terhadap perkembangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Untuk menolong
petani didirikan Perkumpulan Rukun Tani dan untuk memajukan pelayaran didirikan
Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), dan juga didirikan Bank Nasional Indonesia.
Untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia, Parindra melakukan program-
program, yakni:http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4372079726298618840
1) Melakukan pencerdasan secara politik-ekonomi-sosial kepada masyarakat sebagai
bekal
dalam menjalankan pemerintahan sendiri di masa depan;
2) Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia tanpa memandang suku, agama, ras,
pendidikan dan kedudukannya;
3) Membentuk dan menjalankan aksi besar hingga diperoleh pemerintahan yang
demokratis, berdasar kepentingan dan kebutuhan bangsa Indonesia;
4) Bekerja keras di setiap bidang usaha untuk meninfkatkan kesejahteraan rakyat baik
secara ekonomis, sosial, maupun politis;
5) Mengusakan adanya persamaan dan kewajiban serta kedudukan dalam hukum bagi
seluruh warga Negara Indonesia.
Page
87
Parindra akan berusaha, supaya partai itu dapat menempatkan sebanyak-banyaknya wakil
dalam dewan-dewan dan oleh sebab itu cabang-cabang dibolehkan turut pada perjuangan
pemilihan. Jika dalam suatu hal ditentukan istimewa sikap partai dan sesuatu anggota
bersikap yang berbedaan dengan sikap itu, maka anggota itu harus memilih antara
pemecatan sebagai anggota partai atau menarik diri dari dewan. Jika sekiranya sikap partai
belum diketahuinya, maka anggota merdeka mengambil sikap sendiri, tetapi sikapnya itu
tidak boleh berlawanan dengan asas-asas partai semuanya.
Parindra mencapai kejayaan ketika pada saat itu Parindra dapat mendudukan
wakilnya dalam Volksraad, yaitu Muhammad Husni Thamrin. Parindra banyak melakukan
kritik terhadap Belanda, bahkan terhadap Petisi Soetarjo 1936, karena dinilai kurang
mengakomodasi kepentingan rakyat.
Parindra berjuang agar wakil-wakil volksraad semakin bertambah sehingga suara
yang berhubungan dengan upaya mencapai Indonesia merdeka semakin diperhatikan oleh
pemerintah Belanda. Perjuangan Parindra dalam volksraad cukup berhasil, terbukti
pemerintah Belanda mengganti istilah inlandeer menjadi Indonesier.
Anggota pengurus besar seperti M. Husni Thamrin, Sukarjo Wiryopranoto, dan
lain-lain telah mendorong Parindra hidup sebagai partai Nasional, yang dapat dikatakan
partai yang paling kuat pada waktu itu.
Dengan sikap moderat, Parindra dapat mendudukkan wakilnya di dalam
Volkrsraad, yaitu Muh. Husni Tamrin. Usaha Parindra lebih banyak dicurahkan dalam
pembangunan terutama di bidang ekonomi dan sosial, antara lain sebagai berikut:
a. Mendirikan poliklinik-poliklinik.
b. Mendirikan Rukun Tani untuk membantu dan memajukan kaum tani.
c. Membentuk sarekat-sarekat kerja.
d. Menganjurkan swadesi dalam bidang ekonomi, ditempuh dengan mendirikan bank-
bank yang berpusat pada Bank Nasional Indonesia di Surabaya.
e. Membentuk Rukun Pelayaran Tani (Rupelin), untuk membantu dan memajukan
pelayaran dari bangsa Indonesia.
f. Mendirikan organisasi pemuda berbentuk kepanduan dengan nama Surya Wirawan.
Selanjutnya diambil 2 mosi. Mosi yang pertama mengenai perlunya memperbaiki
pelayaran perahu bangsa Indonesia, kepada pemerintah akan didesak, supaya sedapt-
dapatnya membuka sekolah dengan selekas-lekasnya untuk mendidik pelayar-pelayar
bangsa Indonesia. Mosi yang kedua supaya menambah Rukun Tani sebanyak-banyaknya,
oleh sebab itu, umpamanya akan diminta kepada Pemerintah, supaya pengawasan atas
badan-badan itu dikurangi kerasnya dan supaya diadakan aturan lain tentang “badan-badan
hokum negari” (Inlandsche rechtspersonen). Parindra berusaha mencapai Indonesia Mulia.
Selama tahun 1934, dilakuakan propaganda amat banyak sekali. Untuk
memperbaiki perekonomian rakyat, Parindra membentuk organisasi rukun tani,
membentuk sarikat-sarikat sekerja, menganjurkan swadesi ekonomi, dan mendirikan
“Bank Nasional Indonesia”. Kongres kedua dilaksanakan di Bandung pada 24-27
Desember 1938.
Karena saat itu Dr. Sutomo sudah meninggal maka kongres memilih K.R.M.
Wuryaningrat untuk menjadi ketua partai. Dalam Kongres itu diambil keputusan-
keputusan, antara lain: tidak menerima peranakan (Indo) menjadi anggota, berusaha keras
mengurangi pengangguran, dan meningkatkan transmigrasi guna memperbaiki
kesejahteraan.
Sepak terjang Parindra begitu gencar. Parindra menjadi pelopor pembentukan
Fraksi Nasional, bahkan dengan kegagalam petisi Soertarjo, Parindra mengambil inisiatif
untuk menggalang persatuan politik, menuju pembentukan badan konsentrasi nasional.
Page
88
Badan Konsentrasi Nasional itu terbentuk pada Mei 1939, yang disebut Gabungan Politik
Indonesia (GAPI).
Kesimpulan
Partai Indonesia Raya merupakan partai politik yang bergerak berdasarkan rasa
nasionalisme Indonesia dengan tujuan menjadikan Indonesia Muliadan Sempurna.
Parindra menganut azas kooperatif, atau memilih untuk berkerja sama dengan
pemerintahan belanda.mereka melakukan ini dengan cara menjadi dewan-dewan untuk
waktu tertentu. Cikal bakal PARINDRA adalah indische studie club di surabaya yang
dipimpin oleh Dr. Sutomo. Pada tahun 1931 perkumpulan ini kemudian diubah menjadi
Partai Bangsa Indonesia (PBI).
Tujuan perjuangannya adalah untuk menyempurnakan derajat bangsa Indonesia
dengan melakukan hal-hal yang nyata dan dapat dirasakan oleh rakyat banyak, seperti
memajukan pendidikan, mendirikan koperasi rakyat, mendirikan bank-bank untuk rakyat
dan juga mendirikan persatuan nelayan.
Tokoh tokoh yang mengikuti parindra antara lain Woeryaningrat, RM Margono
Djojohadikusumo, R. panji soeroso, dan Mr. soesanto tirtoprodjo, M. Husni Thamrin dan
Sukarjo Wiryopranoto
Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938,
anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa
Timur. Pada bulan Mei 1941 (menjelang perang Pasifik), Partai Indonesia Raya
diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang.
Perkembangan selanjutnya, banyak organisasi yang bergabung dengan parindra.
seperti Sarekat sumatra, sarekat ambon, kaum betawi, timor verbond dan sebagainya.
Didirikan Oleh :
Tempat / Tanggal : 17 Desember 1927.
Tujuan : a.Menyamakan arah aksi kebangsaan serta
memperkuat dan memperbaiki organisasi
dengan melakukan kerjasama diantara
anggota-anggotanya,
b. Menghindarkan perselisihan diantara para
anggotanya yang dapat memperlemah aksi
kebangsaan.
(PPPKI) didirikan pada tanggal 17 Desember 1927. Anggopta PPPKI terdiri atas
Partai Nasional Indonesia, Partai Serikat Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sumatranen
Bond, Kaum Betawi, dan Indonesische Studie Club. Tujuan PPPKI adalah :
a.Menyamakan arah aksi kebangsaan serta memperkuat dan
memperbaiki organisasi dengan melakukan kerjasama diantara
anggota-anggotanya,
b. Menghindarkan perselisihan diantara para anggotanya yang dapat
memperlemah aksi kebangsaan.
Pengurus PPPKI disebut Majelis Pertimbangan yang terdiri atas ketua,
penulis, bendahara, dan wakil-wakil dari partai-partai yang tergabung didalamnya.
Page
89
Pembentukan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan
Indonesia (PPPKI).
Pada tanggal 17-18 Desember 1927 diadakan sidang di Bandung yang dihadiri oleh
wakil-wakil dari PNI, Algemeene Studieclub, PSI (Partai sarekat Islam), Boedi Oetomo,
Pasundan, Sarekat Sumatra, Kaum Betawi, dan Indinesische studieclib. Sidang tersebut
memutuskan untuk membentuk (PPPKI) dengan tujuan sebagai berikut.
Sebagai suatu alat organisasi yang tetap dari federasi itu, dibentuklah dewan
pertimbangan yang terdiri atas seorang ketua, sekretaris, bendahara, dan wakil partai-partai
yang bergabung. Dr. Soetomo dari Studieclub sebagai Ketua Majelis Pertimbangan dan Ir.
Anwari dari PNI sebagai sekretaris.
N. Kongres Pemuda
Didirikan Oleh :
Tempat / Tanggal :
Tujuan :
1. Kongres Pemuda I
Dalam kongres itu dilakukan beberapa kali pidato tentang pentingnya Indonesia
bersatu. Disampaikan pula tentang upaya-upaya memperkuat rasa persatuan yang harus
tumbuh di atas kepentingan golongan, bangsa dan agama. Selanjutnya juga dibicarakan
tentang kemungkinan bahasa dan kesusastraan Indonesia kelak dikemudian hari.
Para mahasiswa Jakarta dalam kongres tersebut juga membicarakan tentang upaya
mempersatukan perkumpulan-perkumpulan pemuda menjadi satu badan gabumgan (fusi).
Walaupun pembicaraan mengenai fusi tidak membuahkan hasil yang memuaskan, kongres
itu telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu.
2. Kongres Pemuda II
Kongres Pemuda II diadakan dua tahun setelah Kongres Pemuda Indonesia pertama,
tepatnya pada tanggal 27-28 Oktober 1928. Kongres itu dihadiri oleh wakil-wakil dari
Page
90
perkumpulan-perkumpulan pemuda ketika itu diantara lain Pemuda Sumatera, Pemuda
Indonesia, Jong Bataksche Bond, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten
Bond, Jong Java, Jong Ambon dan Jong Celebes. PPPI yang memimpin kongres ini
sengaja mengarahkan kongres pada terjadinya fusi organisasi-organisasi pemuda.
Susunan panitia Kongres Pemuda II yang sudah terbentuk sejak bulan Juni 1928 adalah
sebagai berikut.
Kongres Pemuda II dilaksanakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928. persidangan
yang dilaksanakan sebanyak tiga kali di antaranya membahas persatuan dan kebangsaan
Indonesia, pendidikan, serta pergerakan kepanduan. Kongres tersebut berhasil mengambil
keputusan yang dikenal sebagai Sumpah Pemuda sebagai berikut.
Rumusan tersebut dibuat oleh sekretaris panitia, Moh. Yamin dan dibacakan oleh
ketua kongres, Sugondo Joyopuspito, secara hikmat di depan kongres. Selanjutnya
diperdengarkan lagu Indonesia Raya yang diciptakan dan dibawakan oleh W.R. Supratman
dengan gesekan biola. Peristiwa bersejarah itu merupakan hasil kerja keras para pemuda
pelajar Indonesia. Dengan tiga butir Sumpah Pemuda itu, setiap organisasi pemuda
kedaerahan secara konsekuen meleburkan diri kedalam satu wadah yang telah disepakati
bersama, yaitu Indonesia Muda.
Page
91
melakukan ekspansinya ke wilayah Pasifik sehingga ada yang mendekatkan kaum
nasionalis dengan penguasa kolonial, yaitu mempertahankan demokrasi terhadap bahaya
fasisme. Kesadaran itu muncul pertama kali di kalangan Perhimpunan Indoesia yang
terlebih dahulu telah melakukan taktik kooperatif.
Tempat / Tanggal :
Tujuan :
b. Diakuinya Merah Putih sebagai bendera persatuan, Indonesia Raya sebagai lagu
persatuan, dan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Perhatian yang besar dari R.A Kartini dan R. Dewi Sartika terhadap kaum
wanita telah mengilhami pergerakan kaum wanita untuk membentuk organisasi. Pada
awalnya tujuan organisasi perempuan itu untuk memperbaiki kedudukan sosialnya.
Namun, dalam perkembangannya organisasi itu juga berwawasan kebangsaan.
Page
92
Juli 1939. Dalam rapat itu diputuskan untuk mengadakan Kongres Rakyat Indonesia yang
akan memperjuangkan penentuan nasib sendiri serta persatuan dan kesatuan Indonesia.
Namun, sebelum aksi dapat dilancarkan secara besar-besaran, pada tanggal 9 Septamber
1939 terdengar kabar bahwa Perang Dunia II telah berkobar. Oleh karena itu, dalam
pernyataan pada tanggal 19 September 1939, GAPI menyerukan agar dalam keadaan
penuh bahaya dapat dibina hubungan kerja sama yang sebaik-baiknya antara Belanda dan
Indonesia.
Aksi pertama GAPI terselenggara dengan mengadakan rapat umum di Jakarta pada tanggal
1 Oktober 1939. Pada pertengahan Desember 1939 diselenggarakan rapat umum di
beberapa tempat. Dengan semboyan “Indonesia Berparlemen” dalam setiap aksinya GAPI
mendesak pemerintah agar membentuk parlemen yang dipilih dan dari rakyat sebagai
pengganti Volksraad dan dengan pemerimtahan yang bertanggung jawab kepada parlemen
tersebut. Untuk itu, kepala-kepala departemen harus digantikan menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada parlemen.
Sikap pemerintah Belanda yang konservatif itu tidak mengurangi loyalitas rakyat
Indonesia terhadap Belanda, bahkan ada keinginan umum untuk bekerja sama dalam
menghadapi perang itu. Sebagai imbalan dari kesetiaan bangsa Indonesia tersebut,
Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer menjanjikan perubahan dalam
berbagai segi kehidupan masyarakat. Akan tetapi, gagasan mengenai perubahan itu harus
disimpan dahulu hingga perang selesai. Pada tanggal 10 Mei 1941 dalam pidatonya, Ratu
Wilhelmina menyatakan kesediaannya untuk mempertimbangkan suatu penyesuaian
ketatanegaraan Belanda terhadap keadaan yang berubah serta menentukan kedudukan
daerah seberangdalam struktur Kerajaan Belanda. Akan tetapi, masalah itu pun ditunda
hingga Perang Dunia II selesai.
Page
93
Satu-satunya hasil dari berbagai upaya kaum pergerakan melalui Dewan Rakyat
adalah pembentuka Komisi Vismen (Commissie-Visman) pada bulan Maret 1941. Komisi
tersebut bertugas meneliti keinginan, cita-cita, serta pendapat yang ada pada berbagai
golongan masyarakat mengenai perbaikan pemerintahan. Hasilnya diumumkan pada bulan
Desember 1941 yang menyatakan bahwa penduduk sangat puas dengan pemerintah
Belanda.
Dr.Drs.H.MUHAMMAD HATTA
NAMA LAHIR :
MUHAMMAD ATHAR ( Athar berarti harum )
LAHIR DI :
12 Agustus 1902 di Fort de kock ( sekarang kota Tebingtinggi ), Hindia Belanda
MENINGGAL :
14 Maret 1980 pada umur 77 dan dimakamkan Tanah kusir, Jakarta, Indonesia.
PENGHARGAAN :
Bapak koperasi Indonesia
Page
94
Bandara internasional Indonesia diberi nama BANDAR UDARA SOEKORNO –
HATTA
Jalan di Belanda kawasan HAARLEM dengan nama Mohammed Hattastraat
Salah satu PAHLAWAN NASIONAL INDONESIA pada tanggal 23 Oktober 1986
JABATAN :
wakil presiden ke I ( 18 Agustus 1945 – 1 Desember 1956 ) digantikan oleh SRI
SULTAN HAMENGKUBUWONO IX.
Perdana menteri Indonesia ke 3 ( 29 Januari 1948 – 5 september 1956 ) yang
didahului oleh AMIR SJARIFUDDIN. Digantikan oleh SUSANTO
TIRTOPRODJO 20 Desember 1949 dan MUHAMMAD NATSIR 5 September
1950.
Menteri pertahanan RI ke 4 ( 29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949 ). Didahului oleh
AMIR SJARIFUDDIN. Digantikan oleh SRI SULTAN HAMENGKUBUWONO
IX .
ISTRI :
RAHMI RACHIM
ANAK :
MEUTIA HATTA
GEMALA HATTA
HALIDA HATTA
AGAMA :
Islam
TANDA TANGAN
KEHIDUPAN AWAL
Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Ayahnya
merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera
Barat. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di BUKITTINGGI. Ayahnya
meninggal pada saat ia masih berumur tujuh bulan. Setelah kematian ayahnya, ibunya
menikah dengan Agus Haji Ning, seorang pedagang dari Palembang, Haji Ning sering
berhubungan dagang dengan Ilyas Bagindo Marah, kakeknya dari pihak ibu. Dari
perkawinan Siti Saleha dengan Haji Ning, mereka dikaruniai empat orang anak, yang
kesemuanya adalah perempuan.
Page
95
Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah swasta.
Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah, kakaknya.
Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu pindah ke ELS
di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, kemudian melanjutkan ke
MULO sampai tahun 1917. Selain pengetahuan umum, ia telah ditempa ilmu-ilmu agama
sejak kecil. Ia pernah belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad,
dan beberapa ulama lainnya.
Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge
School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922,
perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang
menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi
Perhimpunan Indonesia (PI).
Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara
teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama
menjadi Indonesia Merdeka.
Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923.
Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun
1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan
baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu
terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.
Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di
bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi
organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga
akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI
sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa.PI melakukan
propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap kongres intemasional di Eropa
dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang
memimpin delegasi.
Page
96
pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-
tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal
Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan
pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.
Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah
bagi “Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan” di Gland, Swiss. Judul
ceramah Hatta L ‘Indonesie et son Probleme de I’ Independence (Indonesia dan Persoalan
Kemerdekaan).
Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid
Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928,
mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan.
Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang
mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama “Indonesia Vrij”,
dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul
Indonesia Merdeka.
Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan
karangan untuk majalah Daulat Ra‘jat dan kadang-kadang De Socialist. Ia merencanakan
untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932.
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan
sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama
Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat dan
melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai
Pendidikan Nasional Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-
kadernya.
Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno sehubungan dengan penahannya
oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende,
Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat Ra’jat, yang berjudul “Soekarno Ditahan”
(10 Agustus 1933), “Tragedi Soekarno” (30 Nopember 1933), dan “Sikap Pemimpin” (10
Desember 1933).
Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial
Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para
pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven
Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah Mohammad Hatta,
Sutan Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin,
Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di
penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul
“Krisis Ekonomi dan Kapitalisme”.
MASA PEMBUANGAN
Page
97
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven
Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua
pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan
nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan
makanan in natura, dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta
menjawab, bila dia mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta,
pasti telah menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah
Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.
Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar
Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan dia dapat
pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang
khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup
banyak bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan
mengenai ilmu ekonomi, sejarah, dan filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di
kemudian hari dibukukan dengan judul-judul antara lain, “Pengantar ke Jalan llmu dan
Pengetahuan” dan “Alam Pikiran Yunani.” (empat jilid).
Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan
bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. Pada Januari 1936
keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr.
Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul bebas dengan
penduduk setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang
sejarah, tatabuku, politik, dan lain-Iain.
Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9
Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22
Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.
Pada masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat.
Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka, dan dia bertanya,
apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, Mayor
Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui,
bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya
sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata
terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang
demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi
pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944.Selama masa
pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang diucapkan di
Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember 1942
menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan, “Indonesia terlepas dari penjajahan
imperialisme Belanda. Dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi jajahan kembali. Tua dan
muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia Iebih suka melihat
Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang
kembali.”
Page
98
PROKLAMASI
Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India
menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot
bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri
Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India
dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.
Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI
melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi
kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan
Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana.
Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata.
Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang mengetuai Delegasi
Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan kedaulatan
Indonesia dari Ratu Juliana.Bung Hatta juga menjadi Perdana Menteri waktu Negara
Page
99
Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.
Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-
ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan
dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing
gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12
Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di
Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada
tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres
Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain
dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi
Membangun (1971).
Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan
konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil
Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat
kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada Presiden
Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta
mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan
meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha
mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya.Pada tangal 27 Nopember 1956,
ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum
dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan
pidato pengukuhan yang berjudul “Lampau dan Datang”.
Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa
gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran
di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik
perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor
Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor
Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju
Negara Hukum”.
Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis “Demokrasi Kita” dalam majalah Pandji
Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran
Bung Hatta mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu.Dalam masa
pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya
daripada seorang politikus.
Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa
Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia
Farida, Gemala Rabi’ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah
menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs.
Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu
Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.
Page
100
Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta
anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi “Bintang Republik Indonesia Kelas I”
pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara.
AMIR SJARIFOEDDIN
Page
101
NAMA :
LAHIR DI :
PARTAI POLITIK :
PROFESI :
POLITIKUS
AGAMA :
KRISTEN
JABATAN
MENINGGAL :
Amir Sjarifoeddin Harahap berasal dari keluarga Batak Muslim, Amir menjadi
pemimpin sayap kiri terdepan pada masa Revolusi. Pada tahun 1948, ia dieksekusi mati
oleh pemerintah karena terlibat dalam pemberontakan komunis.
Page
102
KELUARGA
PENDIDIKAN
Amir menikmati pendidikan di ELS atau sekolah dasar Belanda di Medan pada tahun
1914 hingga selesai Agustus 1921. Atas undangan saudara sepupunya, T.S.G. Mulia yang
baru saja diangkat sebagai anggota Volksraad dan belajar di kota Leiden sejak 1911, Amir
pun berangkat ke Leiden. Tak lama setelah kedatangannya dalam kurun waktu 1926-1927
dia menjadi anggota pengurus perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem, selama masa
itu pula Amir aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok kristen misalnya dalam CSV-
op Java yang menjadi cikal bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Ia
tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk Smink, dan di sini juga Mulia
menumpang.
Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian tingkat kedua, Amir kembali ke
kampung halaman karena masalah keluarga, walaupun teman-teman dekatnya mendesak
agar menyelesaikan pendidikannya di Leiden. Kemudian Amir masuk Sekolah Hukum di
Batavia, menumpang di rumah Mulia (sepupunya) yang telah menjabat sebagai direktur
sekolah pendidikan guru di Jatinegara. Kemudian Amir pindah ke asrama pelajar
Indonesisch Clubgebouw, Kramat 106, ia ditampung oleh senior satu sekolahnya, Mr.
Muhammad Yamin.
Amir pindah agama dari Islam ke Kristen pada tahun 1931. Bukti-bukti khotbahnya
di gereja Protestan terbesar di Batak Batavia masih ada sampai sekarang.
PERJUANGAN
Page
103
Pada bulan Januari 1943 ia tertangkap oleh fasis Jepang, di tengah gelombang-
gelombang penangkapan yang berpusat di Surabaya. Kejadian ini dapat ditafsirkan sebagai
terbongkarnya jaringan suatu organisasi anti fasisme Jepang yang sedikit banyak
mempunyai hubungan dengan Amir. Terutama dari sisa-sisa kelompok inilah Amir, kelak
ketika menjadi Menteri Pertahanan, mengangkat para pembantunya yang terdekat. Namun
demikian identifikasi penting kejadian Surabaya itu, dari sedikit yang kita ketahui melalui
sidang-sidang pengadilan mereka tahun 1944, hukuman terberat dijatuhkan pada bekas
para pemimpin Gerindo dan Partindo Surabaya.
Dalam Persetujuan Renville tanggungjawab yang berat ini terletak dipundak kaum
Komunis, khususnya Amir sebagai negosiator utama dari Republik Indonesia. Kabinet
Amir Sjarifuddin mengundurkan diri dengan sukarela dan tanpa perlawanan samasekali,
ketika disalahkan atas persetujuan Renville oleh golongan Masyumi dan Nasionalis.
PERISTIWA MADIUN
Page
104
NAMA :
LAHIR DI :
PEKERJAAN :
Politikus
Wartawan
Aktivis
Penulis
PASANGAN :
Johanna P. Mossel
MENINGGAL :
Page
105
Ia adalah salah seorang peletak dasar nasionalisme Indonesia di awal abad ke-20,
penulis yang kritis terhadap kebijakan pemerintah penjajahan Hindia-Belanda, wartawan,
aktivis politik, serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama untuk Hindia-Belanda
yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga Serangkai" pejuang pergerakan
kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat.
MASA MUDA
PERANG BOER
DD dipulangkan ke Hindia Belanda pada tahun 1902, dan bekerja sebagai agen
pengiriman KPM, perusahaan pengiriman milik negara. Penghasilannya yang lumayan
membuatnya berani menyunting Clara Charlotte Deije, putri seorang dokter asal Jerman
yang tinggal di Hindia Belanda, pada tahun 1903.
Page
106
bahasa Jermannya dimuat di koran Jerman Das Freie Wort, "Het bankroet der ethische
principes in Nederlandsch Oost-Indie" ("Kebangkrutan prinsip etis di Hindia Belanda")
kemudian pindah di Bataviaasche Nieuwsblad. Sekitar tujuh bulan kemudian (akhir
Agustus) seri tulisan panas berikutnya muncul di surat kabar yang sama, "Hoe kan Holland
het spoedigst zijn koloniën verliezen?" ("Bagaimana caranya Belanda dapat segera
kehilangan koloni-koloninya?", versi Jermannya berjudul "Hollands kolonialer
Untergang"). Kembali kebijakan politik etis dikritiknya. Tulisan-tulisan ini membuatnya
mulai masuk dalam radar intelijen penguasa.[3]
Rumah DD, pada saat yang sama, yang terletak di dekat Stovia menjadi tempat
berkumpul para perintis gerakan kebangkitan nasional Indonesia, seperti Sutomo dan
Cipto Mangunkusumo, untuk belajar dan berdiskusi. Budi Utomo (BO), organisasi yang
diklaim sebagai organisasi nasional pertama, lahir atas bantuannya. Ia bahkan menghadiri
kongres pertama BO di Yogyakarta.
Aspek pendidikan tak luput dari perhatian DD. Pada tahun 1910 (8 Maret) ia turut
membidani lahirnya Indische Universiteit Vereeniging (IUV), suatu badan penggalang
dana untuk memungkinkan dibangunnya lembaga pendidikan tinggi (universitas) di Hindia
Belanda. Di dalam IUV terdapat orang Belanda, orang-orang Indo, aristokrat Banten dan
perwakilan dari organisasi pendidikan kaum Tionghoa THHK.
INDISCHE PARTIJ
Tidak puas karena Indische Bond dan Insulinde tidak bisa bersatu, pada tahun 1912
Nes bersama-sama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat mendirikan
partai berhaluan nasionalis inklusif bernama Indische Partij ("Partai Hindia").[1][4]
Kampanye ke beberapa kota menghasilkan anggota berjumlah sekitar 5000 orang dalam
waktu singkat. Semarang mencatat jumlah anggota terbesar, diikuti Bandung. Partai ini
sangat populer di kalangan orang Indo, dan diterima baik oleh kelompok Tionghoa dan
Page
107
pribumi, meskipun tetap dicurigai pula karena gagasannya yang radikal. Partai yang anti-
kolonial dan bertujuan akhir kemerdekaan Indonesia ini dibubarkan oleh pemerintah
kolonial Hindia Belanda setahun kemudian, 1913 karena dianggap menyebarkan
kebencian terhadap pemerintah.
Sejumlah pamflet lepas yang cukup dikenal juga ditulisnya pada periode ini, seperti
"Een Natie in de maak" (Suatu bangsa tengah terbentuk) dan "Ons volk en het
buitenlandsche kapitaal" (Bangsa kita dan modal asing).
Pada rentang masa ini dibentuk pula Nationaal Indische Partij (NIP), sebagai
organisasi pelanjut Indische Partij yang telah dilarang. Pembentukan NIP menimbulkan
perpecahan di kalangan anggota Insulinde antara yang moderat (kebanyakan kalangan
Indo) dan yang progresif (menginginkan pemerintahan sendiri, kebanyakan orang
Indonesia pribumi). NIP akhirnya bernasib sama seperti IP: tidak diizinkan oleh
Pemerintah.
Pada tahun 1919, DD terlibat (atau tersangkut) dalam peristiwa protes dan kerusuhan
petani/buruh tani di perkebunan tembakau Polanharjo, Klaten. Ia terkena kasus ini karena
dianggap mengompori para petani dalam pertemuan mereka dengan orang-orang Insulinde
cabang Surakarta, yang ia hadiri pula. Pengadilan dilakukan pada tahun 1920 di Semarang.
Hasilnya, ia dibebaskan; namun kasus baru menyusul dari Batavia: ia dituduh menulis
Page
108
hasutan di surat kabar yang dipimpinnya. Kali ini ia harus melindungi seseorang (sebagai
redaktur De Beweging) yang menulis suatu komentar yang di dalamnya tertulis
"Membebaskan negeri ini adalah keharusan! Turunkan penguasa asing!". Yang
membuatnya kecewa adalah ternyata alasan penyelidikan bukanlah semata tulisan itu,
melainkan "mentalitas" sang penulis (dan dituduhkan ke DD). Setelah melalui pembelaan
yang panjang, DD divonis bebas oleh pengadilan.
Atas dorongan Suwardi Suryaningrat yang saat itu sudah mendirikan Perguruan
Taman Siswa, ia kemudian ikut dalam dunia pendidikan, dengan mendirikan sekolah
"Ksatrian Instituut" (KI) di Bandung. Ia banyak membuat materi pelajaran sendiri yang
instruksinya diberikan dalam bahasa Belanda. KI kemudian mengembangkan pendidikan
bisnis, namun di dalamnya diberikan pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah dunia yang
materinya ditulis oleh Nes sendiri. Akibat isi pelajaran sejarah ini yang anti-kolonial dan
pro-Jepang, pada tahun 1933 buku-bukunya disita oleh pemerintah Keresidenan Bandung
dan kemudian dibakar. Pada saat itu Jepang mulai mengembangkan kekuatan militer dan
politik di Asia Timur dengan politik ekspansi ke Korea dan Tiongkok. DD kemudian juga
dilarang mengajar.
Serbuan Jerman ke Denmark dan Norwegia, dan akhirnya ke Belanda, pada tahun
1940 mengakibatkan ditangkapnya ribuan orang Jerman di Hindia Belanda, berikut orang-
orang Eropa lain yang diduga berafiliasi Nazi. DD yang memang sudah "dipantau",
akhirnya ikut digaruk karena dianggap kolaborator Jepang, yang mulai menyerang
Indocina Perancis. Ia juga dituduh komunis.
PENGASINGAN DI SURINAME
Page
109
DD ditangkap dan dibuang ke Suriname pada tahun 1941 melalui Belanda. Di sana
ia ditempatkan di suatu kamp jauh di pedalaman Sungai Suriname yang bernama
Jodensavanne ("Padang Yahudi").[2] Tempat itu pada abad ke-17 hingga ke-19 pernah
menjadi tempat permukiman orang Yahudi yang kemudian ditinggalkan karena kemudian
banyak pendatang yang membuat keonaran.
Ketika kabar berakhirnya perang berakhir, para interniran (buangan) di sana tidak
segera dibebaskan. Baru menjelang pertengahan tahun 1946 sejumlah orang buangan
dikirim ke Belanda, termasuk DD. Di Belanda ia bertemu dengan Nelly Albertina
Gertzema nee Kruymel, seorang perawat. Nelly kemudian menemaninya kembali ke
Indonesia. Kepulangan ke Indonesia juga melalui petualangan yang mendebarkan karena
DD harus mengganti nama dan menghindari petugas intelijen di Pelabuhan Tanjung Priok.
Akhirnya mereka berhasil tiba di Yogyakarta, ibukota Republik Indonesia pada waktu itu
pada tanggal 2 Januari 1947.
Tak lama setelah kembali ia segera terlibat dalam posisi-posisi penting di sisi
Republik Indonesia. Pertama-tama ia menjabat sebagai menteri negara tanpa portofolio
dalam Kabinet Sjahrir III, yang hanya bekerja dalam waktu hampir 9 bulan. Selanjutnya
berturut-turut ia menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda, konsultan dalam
komite bidang keuangan dan ekonomi di delegasi itu, anggota DPA, pengajar di Akademi
Ilmu Politik, dan terakhir sebagai kepala seksi penulisan sejarah (historiografi) di bawah
Kementerian Penerangan. Di mata beberapa pejabat Belanda ia dianggap "komunis"
meskipun ini sama sekali tidak benar.
Pada periode ini DD tinggal satu rumah dengan Sukarno. Ia juga menempati salah
satu rumah di Kaliurang. Dan dari rumah di Kaliurang inilah pada tanggal 21 Desember
1948 ia diciduk tentara Belanda yang tiba dua hari sebelumnya di Yogyakarta dalam
rangka "Aksi Polisionil". Setelah diinterogasi ia lalu dikirim ke Jakarta untuk diinterogasi
kembali.
Tak lama kemudian DD dibebaskan karena kondisi fisiknya yang payah dan setelah
berjanji tak akan melibatkan diri dalam politik. Ia dibawa ke Bandung atas permintaannya.
Harumi kemudian menyusulnya ke Bandung. Setelah renovasi, mereka lalu menempati
rumah lama (dijulukinya "Djiwa Djuwita") di Lembangweg.
Page
110
Ernest Douwes Dekker wafat dini hari tanggal 28 Agustus 1950 (tertulis di batu
nisannya; 29 Agustus 1950 versi van der Veur, 2006) dan dimakamkan di TMP Cikutra,
Bandung.
PENGHARGAAN
Di Belanda, nama DD juga dihormati sebagai orang yang berjasa dalam meluruskan
arah kolonialisme (meskipun hampir sepanjang hidupnya ia berseberangan posisi politik
dengan pemerintah kolonial Belanda; bahkan dituduh "pengkhianat").
Page
111
HALIM PERDANAKUSUMA
NAMA :
LAHIR :
DINAS :
Angkatan Udara
LAMA DINAS :
1940 – 1947
PANGKAT :
MARSDA
PENGHARGAAN :
Page
112
MENINGGAL :
Jasad Halim kemudian sempat dikebumikan di kampung Gunung Mesah, tidak jauh
dari Gopeng, Perak, Malaysia. Pusat data Tokoh Indonesia mencatat, di daerah Gunung
Mesah itu banyak bermukim penduduk keturunan Sumatera. Beberapa tahun kemudian,
kuburan Halim digali dan jasadnya dibawa ke Jakarta dan dimakamkan kembali di Taman
Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Ketika Perjanjian Haadyai antara Malaysia dengan Partai Komunis Malaya diadakan
pada tahun 1989, seorang Indonesia turut muncul dalam gencatan senjata tersebut. Seorang
penulis nasionalis Malaysia, Ishak Haji Muhammad (Pak Sako), menduga komunis warga
Indonesia tersebut ialah Iswahyudi.
PENGHORMATAN
Page
113
SUTOMO
NAMA :
SUTOMO
LAHIR DI :
AGAMA :
Islam
JABATAN :
MENINGGAL :
Page
114
Sutomo dilahirkan di Kampung Blauran, di pusat kota Surabaya. Ayahnya bernama
Kartawan Tjiptowidjojo, seorang kepala keluarga dari kelas menengah. Ia pernah bekerja
sebagai pegawai pemerintahan, sebagai staf pribadi di sebuah perusahaan swasta, sebagai
asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor Belanda.
Ia mengaku mempunyai pertalian darah dengan beberapa pendamping dekat Pangeran
Diponegoro yang dikebumikan di Malang. Ibunya berdarah campuran Jawa Tengah,
Sunda, dan Madura. Ayahnya adalah seorang serba bisa. Ia pernah bekerja sebagai polisi di
kotapraja, dan pernah pula menjadi anggota Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya
dan menjadi distributor lokal untuk perusahaan mesin jahit Singer.
MASA MUDA
SETELAH KEMERDEKAAN
Page
115
Setelah kemerdekaan Indonesia, Sutomo sempat terjun dalam dunia politik pada
tahun 1950-an, namun ia tidak merasa bahagia dan kemudian menghilang dari panggung
politik. Pada akhir masa pemerintahan Soekarno dan awal pemerintahan Suharto yang
mula-mula didukungnya, Sutomo kembali muncul sebagai tokoh nasional.
Namun pada awal 1970-an, ia kembali berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde
Baru. Ia berbicara dengan keras terhadap program-program Suharto sehingga pada 11
April 1978 ia ditahan oleh pemerintah Indonesia yang tampaknya khawatir akan kritik-
kritiknya yang keras. Baru setahun kemudian ia dilepaskan oleh Suharto. Meskipun
semangatnya tidak hancur di dalam penjara, Sutomo tampaknya tidak lagi berminat untuk
bersikap vokal.
Setelah pemerintah didesak oleh Gerakan Pemuda (GP) Ansor dan Fraksi Partai
Golkar (FPG) agar memberikan gelar pahlawan kepada Bung Tomo pada 9 November
2007. Akhirnya gelar pahlawan nasional diberikan ke Bung Tomo bertepatan pada
peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008. Keputusan ini disampaikan oleh
Menteri Komunikasi dan Informatika Kabinet Indonesia Bersatu, Muhammad Nuh pada
tanggal 2 November 2008 di Jakarta.
Pada tahun 1950-an di Surabaya, Bung Tomo berusaha sebagai penolong tukang
becak pertama yakni dengan mendirikan pabrik sabun melalui uang iuran tukang becak
untuk pendirian pabrik sabun. Pabrik tersebut didirikan oleh dan untuk tukang becak akan
tetapi kelanjutan ide pendirian pabrik sabun berhasil nihil dan tanpa adanya
pertanggungan-jawaban keuangan.
Page
116
AGUS SALIM
NAMA :
LAHIR DI :
PROFESI :
Jurnalis
Diplomat
JABATAN :
Menteri Muda Luar Negeri Indonesia ke 1 (12 Maret 1946 – 3 Juli 1947)
kemudian digantikan oleh TAMSIL.
MENINGGAL :
Haji Agus Salim (lahir dengan nama Mashudul Haq (berarti "pembela
kebenaran"); lahir di Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober
1884 – meninggal di Jakarta, Indonesia, 4 November 1954 pada umur 70 tahun) adalah
seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Haji Agus Salim ditetapkan sebagai salah satu
Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 melalui Keppres nomor 657
tahun 1961.
Page
117
LATAR BELAKANG
Agus Salim lahir dari pasangan Soetan Salim gelar Soetan Mohamad Salim dan Siti
Zainab. Jabatan terakhir ayahnya adalah Jaksa Kepala di Pengadilan Tinggi Riau.
Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-
anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika
lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda.
Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah
kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab
Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada
Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya.
Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja
sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan
Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus
berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta.
Kemudian mendirikan Suratkabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian
Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Advies en Informatie Bureau Penerangan
Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai
pemimpin Sarekat Islam.
KARYA TULIS
Jejak Langkah Haji Agus Salim (Kumpulan karya Agus Salim yang dikompilasi
koleganya, Oktober 1954)
KARYA TERJEMAHAN
Cerita Mowgli Anak Didikan Rimba (dari The Jungle Book karya Rudyard Kipling)
KARIR POLITIK
Page
118
Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi
pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto.Peran Agus Salim pada masa
perjuangan kemerdekaan RI antara lain:
Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947
Presiden Sukarno dan Agus Salim dalam tahanan Belanda, 1949.Di antara tahun
1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga
kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat
Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan di tahun 1950 sampai akhir hayatnya
dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.
Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya
tajam dan kritikannya pedas namun Haji Agus Salim dikenal masih menghormati batas-
batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik.
Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku
dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu
diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal.
Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP
Kalibata, Jakarta. Namanya kini diabadikan untuk stadion sepak bola di Padang.
Page
119
Dr. SOETOMO
NAMA :
Dr.SOETOMO
LAHIR DI :
Ngepeh, Loceret, Nganjuk 30 Juli 1888 Jawa Timur.
KEBANGSAAN :
Hindia Belanda
Pada tahun 1924, Soetomo mendirikan Indonesian Study Club (dalam bahasa
Belanda Indonesische Studie Club atau Kelompok Studi Indonesia) di Surabaya, pada
Page
120
tahun 1930 mendirikan Partai Bangsa Indonesia dan pada tahun 1935 mendirikan Parindra
(Partai Indonesia Raya).
ZAINUL ARIFIN
NAMA :
K.H.ZAINUL ARIFIN
LAHIR DI :
JABATAN :
W akil Perdana Menteri Indonesia (30 Juli 1953-12 Agustus 1955) didahului oleh
PRAWOTO MANGKUSASMITO. Kemudian digantikan DJANU ISMAIL.
Kiai Haji Zainul Arifin atau lengkapnya Kiai Haji Zainul Arifin Pohan (lahir di
Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, 2 September 1909 – meninggal di Jakarta, 2
Maret 1963 pada umur 53 tahun) adalah seorang politisi Nahdlatul Ulama (NU) terkemuka
yang sejak remaja di zaman penjajahan Belanda sudah aktif dalam organisasi kepemudaan
NU, GP Ansor, jabatan terakhirnya ialah ketua DPRGR sejak 1960 - 1963.
Page
121
MASA KANAK-KANAK DAN PENDIDIKAN
Zainul Arifin lahir sebagai anak tunggal dari keturunan raja Barus, Sultan Ramali bin
Tuangku Raja Barus Sultan Sahi Alam Pohan dengan perempuan bangsawan asal
Kotanopan, Mandailing, Siti Baiyah boru Nasution. Ketika Zainul masih balita kedua
orangtuanya bercerai dan ia dibawa pindah oleh ibunya ke Kotanopan, kemudian ke
Kerinci, Jambi. Di sana ia menyelesaikan HIS (Hollands Indische School) dan sekolah
menengah calon guru, Normal School. Selain itu, Arifin juga memperdalam pengetahuan
agama di Madrasah di surau dan saat menjalani pelatihan seni bela diri Pencak Silat. Arifin
juga seorang pecinta kesenian yang aktif dalam kegiatan seni sandiwara musikal melayu,
Stambul Bangsawan sebagai penyanyi dan pemain biola. Stambul Bangsawan merupakan
awal perkembangan seni panggung sandiwara modern Indonesia. Dalam usia 16 tahun
Zainul merantau ke Batavia (Jakarta).
Page
122
Selama era pendudukan militer Jepang, Zainul Arifin ikut mewakili NU dalam
kepengurusan Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) dan terlibat dalam
pembentukan pasukan semi militer Hizbullah.
Setelah Belanda akhirnya mengakui kedaulatan RI akhir tahun 1949, Zainul Arifin
kembali ke Parlemen sebagai wakil Partai Masyumi di DPRS dan kemudian wakil Partai
NU ketika akhirnya partai kiai tradisionalis ini memisahkan diri dari Masyumi tahun 1952.
Setahun sesudahnya, Arifin berkiprah di lembaga eksekutif dengan menjabat sebagai wakil
Page
123
perdana menteri (waperdam) dalam Kabinet Ali Sastroamijoyo I yang memerintah dua
tahun penuh (1953-1955).
Untuk pertama kalinya dalam sejarah NU, tiga jabatan menteri (sebelumnya NU
selalu hanya mendapat jatah satu posisi menteri saja) dijabat tokoh-tokoh NU dengan
Zainul Arifin sebagai tokoh NU pertama menjabat sebagai waperdam. Kabinet itu sendiri
sukses menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika di Bandung. Dalam tahun 1955 itu pula
Zainul berangkat haji untuk pertama dan terakhir kali ke Tanah Suci bersama Presiden
Sukarno. Di sana ia dihadiahi sebilah pedang berlapis emas oleh Raja Arab Saudi, Raja
Saud. Sekembalinya dari sana Zainul merupakan salah satu tokoh penting yang berhasil
menempatkan partai NU ke dalam "tiga besar" pemenang pemilu 1955, dimana jumlah
kursi NU di DPR meningkat dari hanya 8 menjadi 45 kursi. Selain kembali ke parlemen
sebagai wakil ketua I DPR RI, setelah pemilu 1955, Arifin juga mewakili NU dalam
Majelis Konstituante hingga lembaga ini dibubarkan Sukarno lewat dekrit 5 Juli 1959
karena dipandang gagal merumuskan UUD baru. Pasca Dekrit, Indonesia dinyatakan
kembali ke UUD 1945 dan memasuki era Demokrasi Terpimpin. Pada masa itu terjadi
pemusatan kekuasaan pada diri Presiden yang berkeras untuk menerapkan faham
NASAKOM (Nasionalis, Agama, dan Komunis) yang menyudutkan partai-partai agama
yang tidak ingin Partai Komunis Indonesia (PKI) berkembang di Indonesia.
KARIR POLITIK
Sejak proklamasi kemerdekaan Zainul Arifin langsung duduk dalam Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), cikal bakal lembaga legislatif MPR/DPR.
Hingga akhir hayatnya Arifin aktif di parlemen mewakili partai Masyumi dan kemudian
partai NU setelah NU keluar dari Masyumi pada 1952. Hanya selama 1953-1955 ketika
menjabat sebagai wakil perdana menteri dalam kabinet Ali-Arifin (Kabinet Ali
Sastroamijoyo I) Zainul terlibat dalam badan eksekutif. Kabinet di era Demokrasi
Parlementer ini sukses menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada 1955.
Pemilu pertama 1955 mengantar Zainul Arifin sebagai anggota Majelis Konstituante
sekaligus wakil ketua DPR sampai kedua lembaga dibubarkan Sukarno melalui Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.Memasuki era Demokrasi Terpimpin itu, Arifin bersedia mengetuai
DPR Gotong Royong (DPRGR) sebagai upaya partai NU membendung kekuatan Partai
Komunis Indonesia (PKI) di parlemen. Ditengah meningkatnya suhu politik, pada 14 Mei
1962, saat salat Idul Adha di barisan terdepan bersama Sukarno, Zainul tertembak peluru
yang diarahkan seorang pemberontak DI/TII dalam percobaannya membunuh presiden.
Zainul Arifin akhirnya wafat 2 Maret 1963 setelah menderita luka bekas tembakan
dibahunya selama sepuluh bulan.
Page
124
MOHAMMAD HUSNI THAMRIN
NAMA :
MOHAMMAD HUSNI THAMRIN
LAHIR DI :
Weltevreden, Batavia, Hindia Belanda 16 Februari 1894
PEKERJAAN :
Politikus
PENGHARGAAN :
Pahlawan Nasional Indonesia
MENINGGAL :
11 Januari 1941 di usia 46 tahun di makamkan di taman pemakaman umum
KEHIDUPAN AWAL
Page
125
dirawat oleh pamannya dari pihak ibu karena ayahnya meninggal, sehingga ia tidak
menyandang nama Belanda. Sementara itu kakeknya, Ort, seorang Inggris, merupakan
pemilik hotel di bilangan Petojo, menikah dengan seorang Betawi yang bernama
Noeraini.Ayahnya, Tabri Thamrin, adalah seorang wedana dibawah gubernur jenderal
Johan Cornelis van der Wijck. Setelah lulus dari Gymnasium Koning Willem III School te
Batavia, Thamrin mengambil beberapa jabatan sebelum bekerja di perusahaan perkapalan
Koninklijke Paketvaart-Maatschappij.
KARIER
Ia dikenal sebagai salah satu tokoh Betawi (dari organisasi Kaoem Betawi) yang
pertama kali menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat") di Hindia Belanda, mewakili
kelompok Inlanders ("pribumi"). Sejak 1935 ia menjadi anggota Volksraad melalui
Parindra. Thamrin juga salah satu tokoh penting dalam dunia sepakbola Hindia Belanda
(sekarang Indonesia), karena pernah menyumbangkan dana sebesar 2000 Gulden pada
tahun 1932 untuk mendirikan lapangan sepakbola khusus untuk rakyat Hindia Belanda
pribumi yang pertama kali di daerah Petojo, Batavia (sekarang Jakarta).
Kematiannya penuh dengan intrik politik yang kontroversial. Tiga hari sebelum
kematiannya, ia ditahan tanpa alasan jelas. Menurut laporan resmi, ia dinyatakan bunuh
diri namun ada dugaan ia dibunuh oleh petugas penjara. Jenazahnya dimakamkan di TPU
Karet, Jakarta. Di saat pemakamannya, lebih dari 10000 pelayat mengantarnya yang
kemudian berdemonstrasi menuntuk penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan dari
Belanda.
Namanya diabadikan sebagai salah satu jalan protokol di Jakarta dan proyek
perbaikan kampung besar-besaran di Jakarta ("Proyek MHT") pada tahun 1970-an .
Page
126
SOERJOPRANOTO
NAMA :
LAHIR DI :
DIKENAL KARENA :
MENINGGAL :
Page
127
Iskandar, sebagai anak bangsawan, termasuk golongan pribumi yang kedudukannya
"disamakan" dengan kalangan bangsa Eropa. Dengan statusnya itulah ia bisa masuk
Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS). Setamat dari ELS,
Suryopranoto mengambil Klein Ambtenaren Cursus atau Kursus Pegawai Rendah, yang
kurang lebih setingkat dengan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang sekarang
setara dengan SMP.
PERJUANGAN
Pada zaman Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755) ia ikut terjun dalam
perjuangan melawan Belanda (VOC), dan pernah memberikan jasa yang luar biasa kepada
Pangeran Mangkubumi, adik Sultan Pakubuwono II. Sebab itu kepadanya dijanjikan
kedudukan yang baik, apabila pemberontakan Pangeran Mangkubumi itu berhasil dengan
kemenangan.
Tapi sesudah perang selesai dan Pangeran Mangkubumi memperoleh bagian Barat
Kerajaan Mataram setelah Perjanjian Gijanti (1755) dan ia naik tahta menjadi Sultan
Hamengku Buwono ke-I, Sri Sultan alpa akan janjinya, dan memberikan Ronodigdoyo
pada kedudukannya sebagai prajurit.
Page
128
Karena sakit hati, maka Ronodigdoyo meninggalkan istana tanpa pamit dan
kemudian mendirikan perguruan di desa Sewon. Ia kawin dengan gadis desa setempat dan
kemudian beranak tiga orang, yaitu : Prawironoto, Prawirodirdjo, dan seorang anak
perempuan, Sedah Mirah (Sirih Mirah).
Dikemudian hari putera mahkota, yang nantinya menjadi Sri Sultan Hamengku
Buwono ke-II, yang belum tahu menahu asal usul Sedah Mirah, telah jatuh cinta kepada
gadis desa itu. Maka tanpa sengaja setelah mereka menikah, Ronodigdoyo terangkat
dengan sendirinya kepada kedudukan yang mulia, sebagai besan Sri Sultan Hamengku
Buwono Ke-I.
Ketika Sultan yang pertama mangkat pada tahun 1792, putera mahkota segera naik
tahta menjadi Sultan Hamengku Buwono ke-II, dan Sedah Mirah diangkat menjadi
permaisuri, bergelar Kanjeng Ratu Kencana Woelan (atau Kencana Woengoe). Dari
permaisuri yang berasal dari rakyat jelata ini dilahirkan tiga orang anak, puteri semua, dan
ternyata ketiganya diperistri oleh bangsawan-bangsawan yang memiliki kedudukan yang
penting dalam sejarah, dan menurunkan pejuang-pejuang bangsa. Yang Pertama adalah
Kanjeng Ratu Ayoe yang kemudian menjadi permaisuri Sri Paku Alam ke-II dan menjadi
asal keturunan pahlawan-pahlawan nasional Aoejopranoto, dan Ki Hadjar Dewantara.
Yang Kedua, Kanjeng Ratu Anom yang diperistri oleh Adipati Madiun dan kemudian yang
Ketiga, Kanjeng Ratu Timoer, yang deperistri oleh Patih Sedolawe dan menurunkan
Gondokoesoemo, yang cukup dikenal dalam Perang Diponogoro (1825-1830).
ASAL-USUL KELUARGA
Istri beliau bernama Djauharin Insjiah putri almarhum Kyai haji Abdussakur,
Penghulu (Landraad) Agama Islam, dari Karanganyar Banyumas, telah wafat terlebih
dahulu dalam tahun 1951 pada usia 67 tahun.
Page
129
Pangeran Sasraningrat yang berpangkat Gusti Wakil mengangkatnya menjadi Wedana
Sentana, dengan titel "Panji" di Praja Paku Alaman.
Disamping itu beliau memahirkan diri dalam bela diri : yaitu Kuntau dan Toya dari
seorang Tionghoa dari Kanton.
Pada masa ini ketika ayahnya menugaskan dia mengurus adiknya Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk Sekolah Dokter Stovia di Jakarta ia menitipkan
surat pada adiknya dengan ajakan atas nama pemuda masyarakat + pelajar-pelajar Bogor
kepada student Stovia untuk mendirikan perkumpulan "Pirukunan Jawi" yang boleh
dianggap sebagai voorloper (pendahulu) dari ide mendirikan "Boedi Oetomo". Tapi
ajakannya itu gagal, karena tidak mendapat tanggapan.
Pada tahun 1908 sampai dengan 1914 ia dipekerjakan sebagai pegawai pemerintah
Hindia Belanda dan menjabat sebagai Kepala Dinas Pertanian (Landbouw Consulent)
untuk daerah Wonosobo, Dieng, Batus dengan tugas mengawasi perkebunan tembakau
berkedudukan di Kejajar Garung kemudian dipindahkan ke Wonosobo karena harus
merangkap juga pekerjaan memimpin sekolah pertanian.
Berhubung ada kejadian di Parakan (Temanggung) pada tahun 1914, dimana seorang
Asisten Wedana, yang anggota Sarekat Islam, dipecat dari pekerjaannya karena
keanggotaannya itu, maka beliau sebagai pembela keadilan dengan protes keras
menyobek-nyobek ijazah-ijazahnya sendiri dan melemparkannya bersama bundelan kunci
dihadapan Residen Belanda atasannya sambil kontan minta berhenti.
Selanjutnya beliau bersumpah tidak akan lagi bekerja pada pemerintah penjajah
Belanda untuk selama-lamanya, dan memberikan seluruh tenaga dan fikirannya pada
perjuangan pergerakan politik menentang penjajahan.
BOEDI OETOMO
Sepulang beliau ke Yogyakarta pada tahun 1908 beliau menggabungkan diri pada
perkumpulan "Boedi Oetomo". Segera bbeliau diangkat menjadi Sekretasis Pengurus
Besar Boedi Oetomo berkedudukan di Yogyakarta (periode setelah Dwidjosewojo).
Page
130
Perasuransian Jiwa O.L.Mij Boemi Poetera (awalnya Onderlonge
Levensverzekering Maatschappij PGHB)
Dalam periode ini untuk mendirikan Maskapai Asuransi Jiwa dikemukakan oleh Pak
Dwidjosewojo dalam Kongres Boedi Oetomo di Yogyakarta akhir tahun 1910.
Tidak puas bergerak dalam Boedi Oetomo karena tidak bersifat kerakyatan dan tidak
revolusioner, beliau minta diri keluar setelah usul beliau untuk mendinamisir menjadi
pergerakan rakyat ditolak.
Selain itu ia juga mendirikan sekolah-sekolah untuk rakyat umum (rakyat kecil pada
khususnya) yaitu S.R.-S.M.P.-Sekolah Guru-Schakel-School.
Dia juga membuka biro-biro penasihat hukum, khusus diperuntukkan bagi orang-
orang desa, yang ketika itu kurang terpelajar, sehingga mudah ditipu dan diperlakukan
Page
131
sewenang-wenang oleh para pegawai Pangreh-praja. Pada masa ini beliau menerbitkan
buku "Pemimpin Landraad Civiel" yang berisi Hukum Acara Perdata dan Pidana dengan
gaya bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti.
Karena pertumbuhan Adi Dharma pesat dan besar luas pengaruhnya, lagi terang-
terangan aksi-aksinya dalam membela keadilan terhadap kesewenang-wenangan alat-alat
pemerintah Hindia Belanda sampai mirip suatu aksi politik, maka arbeidsleger Adhi
Dharma dilarang, kantor-kantor Markas Besarnya dijaga polisi untuk mencegah dan
menakut-nakuti anggota-anggotanya berkunjung, para pengurusnya dibayangi oleh dinas
reserse polisi dalam kehidupan sehari-hari.
Pada pokoknya Barisan Kerja Adhi Dharma kena pukulan yang hebat bagi semua
badan-badan pendirinya. Akan tetapi B.K.A.D bagaimana pun juga telah berhasil :
2. merupakan persiapan penggalangan gerakan rakyat jelata, gerakan buruh dan tani
terbukti dalam periode berdirinya Personeel Fabrick Bond (gula) tahun 1917,
Perserikatan Pegawai Pegadaian Bumi Putera, Serikat Buruh Pegawai Jawatan
Candu dan Garam dll.
baca buku karangan Prof. Pringgodigdo berjudul : " Sejarah pergerakan Politik".
Beliau masuk Partai Sarekat Islam pada tahun 1911 dan karena keaktifannya segera
menjadi anggota Pucuk Pimpinan. Begitu aktif, tangkas dan beraninya, sehingga beliau
menduduki tempat sebagai pembantu Tjokroaminoto yang utama. Soerjopranoto menjadi
orang kedua di dalam partai. Dalam kursus-kursus partai yang secara periodik
diselenggarakan di jalan Kepatihan Paku Alaman Yogyakarta, beliau adalah seorang
gurunya. Menurut Hamka, yang memberikan pelajaran ialah H. Fachruddin, Soerjopranoto
(dalam ilmu Sosiologi) dan Tjokroaminoto (Sosialisme dan Islam).
Page
132
Pemogokan). Yang dihadapi sebagai lawan pada waktu itu adalah P.E.B. (Politiek
Economische Bond) dibawah pimpinan Engelenberg dan Brugers (kumpulannya Tuan-
Tuan Pabrik).
Sebagai ide tentang bentuk ketatanegaraan telah dikemukakan pula dalam kongres
tersebut. Suatu sentral Serikat Sekerja yang terdiri dari buruh dan buruh tani akan menjadi
"Eerste Kamer" dari perwakilan rakyat,sedang "Tweede Kamer"nya merupakan perwakilan
partai-partai politik. Kedua Kamer ini yang akan merupakan "Dewan Rakyat" yang
sesungguhnya, yang akan dapat mempersatukan tenaga untuk beraksi menentang modal
dari penjajah asing.
Ketika pada tahun 1908 Dr. E.F.E.Douwes Dekker (1879-1950) seorang indi yang
berayah Belanda dan ibu Jawa, berhasil menggeser kedudukan Zaalberg (Hoofd-redakteur
yang reaksioner) menjadi pemimpin redaksi dari "Bataviaasch-Nieuwsblad" maka ia
segera memasukkan pembantu-pembantu tetapnya, orang-orang pergerakan seperti
Soerjopranoto, Tjokrodirdjo, Dr. Tjipto dan Goenawan Mangunkusumo dan lain lain.
Ini dalah suatu infiltrasi yang amat efektif dan merupakan jasa pertama dari Dr.
E.F.E. douwes Dekker (alias Danudirdja Setiabudhi), seorang kerabat jauh E. Douwes
Dekker (Multatuli).
1. Opium-regie Bond
3. Personeel Fabrieks Bond (P.F.B) yang dalam tahun 1912 mengadakan pemogokan
atas modal gula di onderneming-onderneming Belanda.
4. Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (P.P.K.B), mulai dari Abdul Noeis, Semaoen
dan H. Agus Salim. Ini organisasi gabungan dari 22 Sarekat Buruh.
Selama menjadi orang partai Sarekat Islam beliau pernah masuk penjara sampai tiga
kali karena spreek-delict dan tak terhitung lagi pembredelan dan pembeslahan atas hasil
tulisan-tulisannya. Sekali ia dipenjarakan di Malang (1923-3 bulan), kedua di Semarang
(1926-6 bulan) dan ketiga kalinya di Bandung(Sukamiskin) selama 16 bulan (1933),
dengan peringatan untuk keempat kalinya akan diganjar 4 x 16 bulan.
Pada era 1932 sampai dengan 1936, ironis sekali bahwa Soerjopranoto yang ikut
membesarkan SI melalui berbagai krisis pada tahun 1933 malah diskors bersama dr.
Soekiman Wirjosandjojo oleh Tjokroaminoto dan Salim karena membongkar korupsi.
Dikemudian hari skorsing dicabut dan mereka berdua kemudian mendirikan Partai Islam
Indonesia (PII). Tetapi dalam partai ini beliau tidak pernah aktif karena agaknya merasa
kecelok (salah kira) sebab azas dan programnya ternyata sangat jauh dari apa yang
Page
133
diangan-angankan sebelumnya. Tenaga dan pikirannya terutama dicurahkan untuk
kemajuan P.P.P.B, Opium Regir Bond, dan sekolah Adhi Dharma Institut (didirikan tahun
1917 di Yogyakarta, dulu cabangnya di Malang, Surabaya, dan Magelang serta Kotaraja).
Antara tahun 1933 dan 1935 masuk dipenjara Sukamiskin karena pers delict berhubung
dengan tulisan-tulisannya dalam buku ensiklopedia yang ditulis secara jelas sederhana
untuk rakyat jelata tetapi sifat isinya mencela pedas dan menggugat kejahatan Kapitalisme
dan Kolonialisme dengan maksud supaya cepat meluas menggugah hati rakyat
memberikan diri dalam menuntut akan hak-haknya.
Pada era 1942 sampai dengan 1945, karena sekolah Adhi Dharma di zaman Jepang
dibubarkan dan partai-partai dilarang maka beliau kemudian menjadi guru (sampai 1947)
ditaman tani "Taman Siswa" yang didirikan adiknya Ki Hajar Dewantara, juga untuk
menhindari tugas-tugas dari pemerintah pendudukan Jepang. Dalam masa ini beliau juga
menjadi anggota Cuo Sangi In (semacam D.P.A).
Pada era 1949 sampai dengan 1958 beliau sudah berhenti sama sekali dari aktivitas
dan kesibukan bekerja dan hanya menjadi :
1. Simpatisan P.S.I.I dan simpatisan aliran politik yang progresif dan cinta tanah air.
Pada tanggal 15 Oktober 1959 jam 24.00 beliau meninggal dunia disebabkan usianya
yang sudah 88 tahun di Cimahi, Jawa Barat. Pada tanggal 17 Oktober 1959, jenazah
dikebumikan dimakam keluarga "Rachmat Jati" di Kota Gede Yogyakarta dengan upacara
pamakaman sebagai Perwira Tinggi.
Page
134
Pahlawan Kemerdekaan Nasional RI (Kep. Presiden RI No. 310)
Pada semasa hidupnya beliau beristrikan seorang puteri bernama R.A. Djauharin
Insijah, puteri seorang Penghulu Agama Islam dari Karanganyar-Banyumas H. Abdussakur
yang pada waktu itu menjabat ketua Dewan Agama daerah Banyumas. Ibu Soerjopranoto
ini adalah puteri yang sangat saleh dan tebal imannya serta kuat rasa keagamaannya.
Dalam hidupnya sebagai Ibu yang banyak anaknya beliau tetap setoa dalam
kegembiraannya dengan apa adanya. Dalam masa remajanya dilahirkan dalam keluarga
yang sangat berada, kini beliau harus menjalani kehidupan sebagai istri dari seorang
pejuang yang keras, yang tak kenal kompromi itu. Meskipun begitu beliau dapat
menyesuaikan diri bahkan mendampinginya sedapat-dapatnya dengan "jiwanya" yang
penuh iman itu.
Hidup dalam keadaan yang amat sederhana, serta kekurangan boleh dikatakan
terpencil (banyak orang yang takut bergaul) karena mudah dituiduh sebagai golongan
pemberontak anti Belanda atau komunis karena sangat radikal, suaminya keluar masuk
penjara, karena kerap tersangkut perkara-perkara politik (seluruhnya 6 kali - 3 kali dalam
perkara-perkara besar) suatu kehidupan yang berketentuan dengan harus memelihara
banyak anak, para pemmbaca dapat membayangkan betapa sulitnya bagi beliau ini. Ia
dapat mengalami perjalanan sejarah bangsa hingga tahun 1951. Jadi setelah pengunduran
tentara Belanda dari Yogyakarta dan keamanan agak pulih kembali, dalam keadaan
tentram, setelah lama menderita penyakit jantung dan darah rendah.
Dalam hidupnya beliau besar jasanya untuk kepentingan rakyat sekitar kampung
tempat tinggalnya. Banyaklah amal yang ditinggalkan sebagai seorang Muslimat yang
saleh sebagai manusia biasa, kasih sayang pada sesama. Banyaklah yang mengantar
jenazahnya sampai ke Pemakaman Keluarga (Rachmat-Jati" di Gambiran (Kota Gede)
Yogyakarta. Banyak yang ditinggalkannya, mengenangkan kesuciannya, kesetiaannya
serta keteguhannya, dan sahabat-sahabatnya yang meneteskan air mata karena rasa haru.
Semoga Tuhan Yang Maha Tahu memberi kelapangan pada beliau di alam kubur. Ia
meninggal dalam usia 67 tahun pada tahun 1951.
Semaun : Soerjopranoto bukan anggota P.K.I (Semaun adalah pendiri P.K.I tetapi
kemudian keluar dan mendirikan Partai Murba).
Page
135
H. Van Kol : (Catatan dalam sebuah buku "De vak - vereniging") "Dit boek over de
Vakvereniging Aangeboden door iemand, die ten volle sympathiseert men Uw streven het
Lot der misbedeelden te verzachten - 5 Januari 1923. "Soerjopranoto.........een intensief,
werkzaam en dadenrijk leven". Artinya, "Buku tentang pergerakan vak ini dipersembahkan
padamu, oleh seorang yang menaruh simpati dengan perjuanganmu guna meringankan
nasib rakyat yang dalam segala0galanya serba kekurangan dalam hidupnya.
Voorschtenwijk 5 Januari 1923. Soerjopranoto........seorang yang intensif, bekerja keras
dan hidupnya penuh dengan tindakan (Terjemahan penyusun).
K.H. Agus Salim : Hij is opliegend vanwege de reinheid zijner gedachten. (Dia cepat naik
pitam karena kemurnian pikirannya). Bersama KH. Agus Salim, Soerjopranoto menjadi
saah seorang pemimpin Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB) yang berpusat di
Yogyakarta.
Zaalberg (redaktur Bataviaasch Niewsblad) : Dia meberi julukan untuk Soerjopranoto "de
Javaanse Edelman met een ontembare wil" (bangsawan Jawa dengan tekad yang tak
terjinakkan).
"Waarde Heer Resink" De strijd gat mij eerst om de harde klappen. Politieke
tegenstellingen worden voorlopig nog op straat uitgevochten (Beliau menolak duduk
sebagai anggota). Artinya : Tuan Resink Yth, Perjuangan kudasarkan terlebih dahulu untuk
perkelahian. Politik yang masih simpang siur, sementara diselesaikan dengan perkelahian
dijalan-jalan. (terjemahan penyusun).
Sesobek kertas yang isinya kutipan dicatat dari buku "Strijden en worstelen om de
overwinning" isi seperti berikut : "In strijd of in Zaken, in alles wat gij doet, gelde een
regel, als goud, ja zo gaat het de worsteling om macht wees dat uw motto : 'Vertrouw Uw
eigen kracht'". Artinya : di dalam pergolakan atau sesuatu urusan, dalam segala hal yang
kau perbuat, berlaku satu dasar, bagaikan emas, demikian tinggi nilainya, di dalam
berjuang untuk sukses atau kekuasaan ini adalah semboyannya : "Percaya pada kekuatan
diri sendiri" (terjemahan penyusun)
Page
136
KARTINI
NAMA :
RADEN ANJENG KARTINI
LAHIR DI :
Jepara, Jawa Tengah, Hindia Belanda 21 April 1879
DIKENAL KARENA :
Emansipasi Wanita
PASANGAN :
R.M.A.A. SINGGIH DJOJO ADHININGRAT
MENINGGAL :
17 September 1904 di usia 25 di Rembang, Jawa tengah
Raden Adjeng Kartini (lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – meninggal di
Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih
tepat disebut Raden Ayu Kartini adalah seorang tokoh suku Jawa dan Pahlawan Nasional
Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
BIOGRAFI
Raden Adjeng Kartini adalah seseorang dari kalangan priyayi atau kelas bangsawan
Jawa, putri Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat, bupati Jepara. Ia adalah putri dari istri
pertama, tetapi bukan istri utama. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, putri dari Nyai Haji Siti
Page
137
Aminah dan Kyai Haji Madirono, seorang guru agama di Telukawur, Jepara. Dari sisi
ayahnya, silsilah Kartini dapat dilacak hingga Hamengkubuwana VI.
Ayah Kartini pada mulanya adalah seorang wedana di Mayong. Peraturan kolonial
waktu itu mengharuskan seorang bupati beristerikan seorang bangsawan. Karena M.A.
Ngasirah bukanlah bangsawan tinggi[2], maka ayahnya menikah lagi dengan Raden Adjeng
Woerjan (Moerjam), keturunan langsung Raja Madura. Setelah perkawinan itu, maka ayah
Kartini diangkat menjadi bupati di Jepara menggantikan kedudukan ayah kandung R.A.
Woerjan, R.A.A. Tjitrowikromo.
Kartini adalah anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara
sekandung, Kartini adalah anak perempuan tertua. Kakeknya, Pangeran Ario
Tjondronegoro IV, diangkat bupati dalam usia 25 tahun. Kakak Kartini, Sosrokartono,
adalah seorang yang pintar dalam bidang bahasa. Sampai usia 12 tahun, Kartini
diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini antara lain Kartini
belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena
sudah bisa dipingit.
Karena Kartini bisa berbahasa Belanda, maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan
menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang berasal dari Belanda. Salah
satunya adalah Rosa Abendanon yang banyak mendukungnya. Dari buku-buku, koran, dan
majalah Eropa, Kartini tertarik pada kemajuan berpikir perempuan Eropa. Timbul
keinginannya untuk memajukan perempuan pribumi, karena ia melihat bahwa perempuan
pribumi berada pada status sosial yang rendah.
Kartini banyak membaca surat kabar Semarang De Locomotief yang diasuh Pieter
Brooshooft, ia juga menerima leestrommel (paket majalah yang diedarkan toko buku
kepada langganan). Di antaranya terdapat majalah kebudayaan dan ilmu pengetahuan yang
cukup berat, juga ada majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie. Kartini pun
kemudian beberapa kali mengirimkan tulisannya dan dimuat di De Hollandsche Lelie. Dari
surat-suratnya tampak Kartini membaca apa saja dengan penuh perhatian, sambil membuat
catatan-catatan. Kadang-kadang Kartini menyebut salah satu karangan atau mengutip
beberapa kalimat. Perhatiannya tidak hanya semata-mata soal emansipasi wanita, tapi juga
masalah sosial umum. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh kebebasan,
otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Di antara
buku yang dibaca Kartini sebelum berumur 20, terdapat judul Max Havelaar dan Surat-
Surat Cinta karya Multatuli, yang pada November 1901 sudah dibacanya dua kali. Lalu
De Stille Kraacht (Kekuatan Gaib) karya Louis Coperus. Kemudian karya Van Eeden yang
bermutu tinggi, karya Augusta de Witt yang sedang-sedang saja, roman-feminis karya
Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek dan sebuah roman anti-perang karangan Berta Von
Suttner, Die Waffen Nieder (Letakkan Senjata). Semuanya berbahasa Belanda.
Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, K.R.M. Adipati
Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah
pada tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi
kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang
kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan
sebagai Gedung Pramuka.
Page
138
Anak pertama dan sekaligus terakhirnya, Soesalit Djojoadhiningrat, lahir pada
tanggal 13 September 1904. Beberapa hari kemudian, 17 September 1904, Kartini
meninggal pada usia 25 tahun. Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu,
Rembang.
SURAT-SURAT
Setelah Kartini wafat, Mr. J.H. Abendanon mengumpulkan dan membukukan surat-
surat yang pernah dikirimkan R.A Kartini pada teman-temannya di Eropa. Abendanon saat
itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda. Buku
itu diberi judul Door Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju
Cahaya". Buku kumpulan surat Kartini ini diterbitkan pada 1911. Buku ini dicetak
sebanyak lima kali, dan pada cetakan terakhir terdapat tambahan surat Kartini.
Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkannya dalam bahasa Melayu dengan judul
yang diterjemahkan menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pikiran, yang
merupakan terjemahan oleh Empat Saudara. Kemudian tahun 1938, keluarlah Habis Gelap
Terbitlah Terang versi Armijn Pane seorang sastrawan Pujangga Baru. Armijn membagi
buku menjadi lima bab pembahasan untuk menunjukkan perubahan cara berpikir Kartini
sepanjang waktu korespondensinya. Versi ini sempat dicetak sebanyak sebelas kali. Surat-
surat Kartini dalam bahasa Inggris juga pernah diterjemahkan oleh Agnes L. Symmers.
Selain itu, surat-surat Kartini juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Jawa dan
Sunda.
PEMIKIRAN
Page
139
Keindahan), ditambah dengan Humanitarianisme (peri kemanusiaan) dan Nasionalisme
(cinta tanah air).
Surat-surat Kartini juga berisi harapannya untuk memperoleh pertolongan dari luar.
Pada perkenalan dengan Estelle "Stella" Zeehandelaar, Kartini mengungkap keinginan
untuk menjadi seperti kaum muda Eropa. Ia menggambarkan penderitaan perempuan Jawa
akibat kungkungan adat, yaitu tidak bisa bebas duduk di bangku sekolah, harus dipingit,
dinikahkan dengan laki-laki yang tak dikenal, dan harus bersedia dimadu.
Pada pertengahan tahun 1903 saat berusia sekitar 24 tahun, niat untuk melanjutkan
studi menjadi guru di Betawi pun pupus. Dalam sebuah surat kepada Nyonya Abendanon,
Kartini mengungkap tidak berniat lagi karena ia sudah akan menikah. "...Singkat dan
pendek saja, bahwa saya tiada hendak mempergunakan kesempatan itu lagi, karena saya
sudah akan kawin..." Padahal saat itu pihak departemen pengajaran Belanda sudah
membuka pintu kesempatan bagi Kartini dan Rukmini untuk belajar di Betawi.
Saat menjelang pernikahannya, terdapat perubahan penilaian Kartini soal adat Jawa.
Ia menjadi lebih toleran. Ia menganggap pernikahan akan membawa keuntungan tersendiri
dalam mewujudkan keinginan mendirikan sekolah bagi para perempuan bumiputra kala
itu. Dalam surat-suratnya, Kartini menyebutkan bahwa sang suami tidak hanya
mendukung keinginannya untuk mengembangkan ukiran Jepara dan sekolah bagi
perempuan bumiputra saja, tetapi juga disebutkan agar Kartini dapat menulis sebuah buku.
Page
140
Perubahan pemikiran Kartini ini menyiratkan bahwa dia sudah lebih menanggalkan
egonya dan menjadi manusia yang mengutamakan transendensi, bahwa ketika Kartini
hampir mendapatkan impiannya untuk bersekolah di Betawi, dia lebih memilih berkorban
untuk mengikuti prinsip patriarki yang selama ini ditentangnya, yakni menikah dengan
Adipati Rembang.
BUKU
Pada 1922, oleh Empat Saudara, Door Duisternis Tot Licht disajikan dalam bahasa
Melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang; Boeah Pikiran. Buku ini diterbitkan
oleh Balai Pustaka. Armijn Pane, salah seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru, tercatat
sebagai salah seorang penerjemah surat-surat Kartini ke dalam Habis Gelap Terbitlah
Terang. Ia pun juga disebut-sebut sebagai Empat Saudara.
Pada 1938, buku Habis Gelap Terbitlah Terang diterbitkan kembali dalam format
yang berbeda dengan buku-buku terjemahan dari Door Duisternis Tot Licht. Buku
terjemahan Armijn Pane ini dicetak sebanyak sebelas kali. Selain itu, surat-surat Kartini
juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Armijn Pane
menyajikan surat-surat Kartini dalam format berbeda dengan buku-buku sebelumnya. Ia
membagi kumpulan surat-surat tersebut ke dalam lima bab pembahasan. Pembagian
tersebut ia lakukan untuk menunjukkan adanya tahapan atau perubahan sikap dan
pemikiran Kartini selama berkorespondensi. Pada buku versi baru tersebut, Armijn Pane
juga menciutkan jumlah surat Kartini. Hanya terdapat 87 surat Kartini dalam "Habis Gelap
Terbitlah Terang". Penyebab tidak dimuatnya keseluruhan surat yang ada dalam buku
acuan Door Duisternis Tot Licht, adalah terdapat kemiripan pada beberapa surat. Alasan
lain adalah untuk menjaga jalan cerita agar menjadi seperti roman. Menurut Armijn Pane,
surat-surat Kartini dapat dibaca sebagai sebuah roman kehidupan perempuan. Ini pula
yang menjadi salah satu penjelasan mengapa surat-surat tersebut ia bagi ke dalam lima bab
pembahasan.
Page
141
Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904
Buku lain yang berisi terjemahan surat-surat Kartini adalah Letters from Kartini,
An Indonesian Feminist 1900-1904. Penerjemahnya adalah Joost Coté. Ia tidak
hanya menerjemahkan surat-surat yang ada dalam Door Duisternis Tot Licht versi
Abendanon. Joost Coté juga menerjemahkan seluruh surat asli Kartini pada
Nyonya Abendanon-Mandri hasil temuan terakhir. Pada buku terjemahan Joost
Coté, bisa ditemukan surat-surat yang tergolong sensitif dan tidak ada dalam Door
Duisternis Tot Licht versi Abendanon. Menurut Joost Coté, seluruh pergulatan
Kartini dan penghalangan pada dirinya sudah saatnya untuk diungkap.
Buku Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904 memuat 108 surat-
surat Kartini kepada Nyonya Rosa Manuela Abendanon-Mandri dan suaminya JH
Abendanon. Termasuk di dalamnya: 46 surat yang dibuat Rukmini, Kardinah,
Kartinah, dan Soematrie.
Sampul Panggil Aku Kartini Saja, dikompilasi oleh Pramoedya Ananta Toer.
Selain berupa kumpulan surat, bacaan yang lebih memusatkan pada pemikiran
Kartini juga diterbitkan. Salah satunya adalah Panggil Aku Kartini Saja karya Pramoedya
Ananta Toer. Buku Panggil Aku Kartini Saja terlihat merupakan hasil dari pengumpulan
data dari berbagai sumber oleh Pramoedya.
Akhir tahun 1987, Sulastin Sutrisno memberi gambaran baru tentang Kartini lewat
buku Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya.
Gambaran sebelumnya lebih banyak dibentuk dari kumpulan surat yang ditulis
untuk Abendanon, diterbitkan dalam Door Duisternis Tot Licht.
Kartini dihadirkan sebagai pejuang emansipasi yang sangat maju dalam cara
berpikir dibanding perempuan-perempuan Jawa pada masanya. Dalam surat
tanggal 27 Oktober 1902, dikutip bahwa Kartini menulis pada Nyonya Abendanon
bahwa dia telah memulai pantangan makan daging, bahkan sejak beberapa tahun
sebelum surat tersebut, yang menunjukkan bahwa Kartini adalah seorang
vegetarian.[3] Dalam kumpulan itu, surat-surat Kartini selalu dipotong bagian awal
dan akhir. Padahal, bagian itu menunjukkan kemesraan Kartini kepada Abendanon.
Banyak hal lain yang dimunculkan kembali oleh Sulastin Sutrisno.
Aku Mau ... Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella
Zeehandelaar 1899-1903
Page
142
KONTROVERSI
Ada kalangan yang meragukan kebenaran surat-surat Kartini. Ada dugaan J.H.
Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan saat itu, merekayasa surat-surat
Kartini. Kecurigaan ini timbul karena memang buku Kartini terbit saat pemerintahan
kolonial Belanda menjalankan politik etis di Hindia Belanda, dan Abendanon termasuk
yang berkepentingan dan mendukung politik etis. Hingga saat ini pun sebagian besar
naskah asli surat tak diketahui keberadaannya. Menurut almarhumah Sulastin Sutrisno,
jejak keturunan J.H. Abendanon pun sukar untuk dilacak Pemerintah Belanda.
Penetapan tanggal kelahiran Kartini sebagai hari besar juga agak diperdebatkan.
Pihak yang tidak begitu menyetujui, mengusulkan agar tidak hanya merayakan Hari
Kartini saja, namun merayakannya sekaligus dengan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember.
Alasan mereka adalah agar tidak pilih kasih dengan pahlawan-pahlawan wanita Indonesia
lainnya, karena masih ada pahlawan wanita lain yang tidak kalah hebat dengan Kartini
seperti Cut Nyak Dhien, Martha Christina Tiahahu,Dewi Sartika dan lain-lain.Menurut
mereka, wilayah perjuangan Kartini itu hanyalah di Jepara dan Rembang saja, Kartini juga
tidak pernah memanggul senjata melawan penjajah. Sikapnya yang pro terhadap poligami
juga bertentangan dengan pandangan kaum feminis tentang arti emansipasi wanita. Dan
berbagai alasan lainnya. Pihak yang pro mengatakan bahwa Kartini tidak hanya seorang
tokoh emansipasi wanita yang mengangkat derajat kaum wanita Indonesia saja, melainkan
adalah tokoh nasional; artinya, dengan ide dan gagasan pembaruannya tersebut dia telah
berjuang untuk kepentingan bangsanya. Cara pikirnya sudah melingkupi perjuangan
nasional.
Utrecht: Di Utrecht Jalan R.A. Kartini atau Kartinistraat merupakan salah satu
jalan utama, berbentuk 'U' yang ukurannya lebih besar dibanding jalan-jalan yang
menggunakan nama tokoh perjuangan lainnya seperti Augusto Sandino, Steve
Biko, Che Guevara, Agostinho Neto.
Page
143
Amsterdam: Di wilayah Amsterdam Zuidoost atau yang lebih dikenal dengan
Bijlmer, jalan Raden Adjeng Kartini ditulis lengkap. Di sekitarnya adalah nama-
nama wanita dari seluruh dunia yang punya kontribusi dalam sejarah: Rosa
Luxemburg, Nilda Pinto, Isabella Richaards.
SOEPOMO
JABATAN :
Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ke 1 (19 Agustus
1945 – 14 November 1945 ) lalu digantikan oleh SOEWANDI.
NAMA :
Prof. Mr. Dr Soepomo
Page
144
Antara tahun 1924 dan 1927 Soepomo mendapat kesempatan melanjutkan
pendidikannya ke Rijksuniversiteit Leiden di Belanda di bawah bimbingan Cornelis van
Vollenhoven, profesor hukum yang dikenal sebagai "arsitek" ilmu hukum adat Indonesia
dan ahli hukum internasional, salah satu konseptor Liga Bangsa Bangsa. Thesis doktornya
yang berjudul Reorganisatie van het Agrarisch Stelsel in het Gewest Soerakarta
(Reorganisasi sistem agraria di wilayah Surakarta) tidak saja mengupas sistem agraria
tradisional di Surakarta, tetapi juga secara tajam menganalisis hukum-hukum kolonial
yang berkaitan dengan pertanahan di wilayah Surakarta (Pompe 1993). Ditulis dalam
bahasa Belanda, kritik Soepomo atas wacana kolonial tentang proses transisi agraria ini
dibungkus dalam bahasa yang halus dan tidak langsung, menggunakan argumen-argumen
kolonial sendiri, dan hanya dapat terbaca ketika kita menyadari bahwa subyektivitas
Soepomo sangat kental diwarnai etika Jawa (lihat buku Franz Magnis-Suseno "Etika Jawa"
dan tulisan-tulisan Ben Anderson dalam Language and Power sebagai tambahan acuan
tentang etika Jawa untuk memahami cara pandang dan strategi agency Soepomo).
PEMIKIRAN
Hampir tidak ada biografi tentang Soepomo, kecuali satu yang dikerjakan Soegito
(1977) berdasarkan proyek Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Marsilam
Simanjuntak berpendapat bahwa Soepomo adalah sumber dari munculnya fasisme di
Indonesia. Soepomo mengagumi sistem pemerintahan Jerman dan Jepang. Simanjuntak
menilai Negara "Orde Baru" ala Jenderal Soeharto adalah bentuk negara yang paling dekat
dengan ideal Soepomo, kesimpulan yang masih perlu diperdebatkan ulang.
MENINGGAL DUNIA
Soepomo meninggal dalam usia muda akibat serangan jantung di Jakarta pada tahun
1958 dan dimakamkan di Solo.
Page
145
SUTAN SYAHRIR
NAMA :
SUTAN SYAHRIR
LAHIR DI :
Padang Panjang, Sumatera Barat 5 Maret 1909
ISTRI :
Maria Duchateau
Siti Wahyunah
MENINGGAL :
9 April 1966 di usia 57 di Zurich, Swiss.
JABATAN :
Perdana Menteri Indonesia ke 1 ( 14 November 1945 – 3 Juli 1947) kemudian
digantikan oleh AMIR SJARIFOEDDIN.
Page
146
Perdana Menteri Indonesia dari 14 November 1945 hingga 20 Juni 1947. Syahrir
mendirikan Partai Sosialis Indonesia pada tahun 1948. Ia meninggal dalam pengasingan
sebagai tawanan politik dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Sutan Syahrir
ditetapkan sebagai salah seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 9 April 1966
melalui Keppres nomor 76 tahun 1966 .
RIWAYAT
Syahrir lahir dari pasangan Mohammad Rasad gelar Maharaja Soetan bin Soetan
Leman gelar Soetan Palindih dan Puti Siti Rabiah yang berasal dari Koto Gadang, Agam,
Sumatera Barat [2] Ayahnya menjabat sebagai penasehat sultan Deli dan kepala jaksa
(landraad) di Medan. Syahrir bersaudara seayah dengan Rohana Kudus, aktivis serta
wartawan wanita yang terkemuka.
Syahrir mengenyam sekolah dasar (ELS) dan sekolah menengah (MULO) terbaik
di Medan, dan membetahkannya bergaul dengan berbagai buku-buku asing dan ratusan
novel Belanda. Malamnya dia mengamen di Hotel De Boer (kini Hotel Natour Dharma
Deli), hotel khusus untuk tamu-tamu kulit putih.
Pada 1926, ia selesai dari MULO, masuk sekolah lanjutan atas (AMS) di Bandung,
sekolah termahal di Hindia Belanda saat itu. Di sekolah itu, dia bergabung dalam
Himpunan Teater Mahasiswa Indonesia (Batovis) sebagai sutradara, penulis skenario, dan
juga aktor. Hasil mentas itu dia gunakan untuk membiayai sekolah yang ia dirikan, Tjahja
Volksuniversiteit, Cahaya Universitas Rakyat.
Aksi sosial Syahrir kemudian menjurus jadi politis. Ketika para pemuda masih
terikat dalam perhimpunan-perhimpunan kedaerahan, pada tanggal 20 Februari 1927,
Syahrir termasuk dalam sepuluh orang penggagas pendirian himpunan pemuda nasionalis,
Jong Indonesië. Perhimpunan itu kemudian berubah nama jadi Pemuda Indonesia yang
menjadi motor penyelenggaraan Kongres Pemuda Indonesia. Kongres monumental yang
mencetuskan Sumpah Pemuda pada 1928.
Sebagai siswa sekolah menengah, Syahrir sudah dikenal oleh polisi Bandung
sebagai pemimpin redaksi majalah himpunan pemuda nasionalis. Dalam kenangan seorang
temannya di AMS, Syahrir kerap lari digebah polisi karena membandel membaca koran
yang memuat berita pemberontakan PKI 1926; koran yang ditempel pada papan dan selalu
dijaga polisi agar tak dibaca para pelajar sekolah.
Page
147
(Kelak Syahrir menikah kembali dengan Poppy, kakak tertua dari Soedjatmoko dan
Miriam Boediardjo).
Dalam tulisan kenangannya, Salomon Tas berkisah perihal Syahrir yang mencari
teman-teman radikal, berkelana kian jauh ke kiri, hingga ke kalangan anarkis yang
mengharamkan segala hal berbau kapitalisme dengan bertahan hidup secara kolektif –
saling berbagi satu sama lain kecuali sikat gigi. Demi lebih mengenal dunia proletar dan
organisasi pergerakannya, Syahrir pun bekerja pada Sekretariat Federasi Buruh
Transportasi Internasional.
Selain menceburkan diri dalam sosialisme, Syahrir juga aktif dalam Perhimpunan
Indonesia (PI) yang ketika itu dipimpin oleh Mohammad Hatta. Di awal 1930, pemerintah
Hindia Belanda kian bengis terhadap organisasi pergerakan nasional, dengan aksi razia dan
memenjarakan pemimpin pergerakan di tanah air, yang berbuntut pembubaran Partai
Nasional Indonesia (PNI) oleh aktivis PNI sendiri. Berita tersebut menimbulkan
kekhawatiran di kalangan aktivis PI di Belanda. Mereka selalu menyerukan agar
pergerakan jangan jadi melempem lantaran pemimpinnya dipenjarakan. Seruan itu mereka
sampaikan lewat tulisan. Bersama Hatta, keduanya rajin menulis di Daulat Rakjat, majalah
milik Pendidikan Nasional Indonesia, dan memisikan pendidikan rakyat harus menjadi
tugas utama pemimpin politik.
Hatta kemudian kembali ke tanah air pada Agustus 1932, segera pula ia memimpin
PNI Baru. Bersama Hatta, Syahrir mengemudikan PNI Baru sebagai organisasi pencetak
kader-kader pergerakan. Berdasarkan analisis pemerintahan kolonial Belanda, gerakan
politik Hatta dan Syahrir dalam PNI Baru justru lebih radikal tinimbang Soekarno dengan
PNI-nya yang mengandalkan mobilisasi massa. PNI Baru, menurut polisi kolonial, cukup
sebanding dengan organisasi Barat. Meski tanpa aksi massa dan agitasi; secara cerdas,
lamban namun pasti, PNI Baru mendidik kader-kader pergerakan yang siap bergerak ke
arah tujuan revolusionernya.
Karena takut akan potensi revolusioner PNI Baru, pada Februari 1934, pemerintah
kolonial Belanda menangkap, memenjarakan, kemudian membuang Syahrir, Hatta, dan
beberapa pemimpin PNI Baru ke Boven-Digoel. Hampir setahun dalam kawasan malaria
di Papua itu, Hatta dan Syahrir dipindahkan ke Bandaneira untuk menjalani masa
pembuangan selama enam tahun.
Page
148
MASA PENDUDUKAN JEPANG
Sementara Soekarno dan Hatta menjalin kerja sama dengan Jepang, Syahrir
membangun jaringan gerakan bawah tanah anti-fasis. Syahrir yakin Jepang tak mungkin
memenangkan perang, oleh karena itu, kaum pergerakan mesti menyiapkan diri untuk
merebut kemerdekaan di saat yang tepat. Simpul-simpul jaringan gerakan bawah tanah
kelompok Syahrir adalah kader-kader PNI Baru yang tetap meneruskan pergerakan dan
kader-kader muda yakni para mahasiswa progresif.
Sastra, seorang tokoh senior pergerakan buruh yang akrab dengan Syahrir, menulis:
Situasi objektif itu pun makin terang ketika Jepang makin terdesak oleh pasukan
Sekutu. Syahrir mengetahui perkembangan Perang Dunia dengan cara sembunyi-sembunyi
mendengarkan berita dari stasiun radio luar negeri. Kala itu, semua radio tak bisa
menangkap berita luar negeri karena disegel oleh Jepang. Berita-berita tersebut kemudian
ia sampaikan ke Hatta. Sembari itu, Syahrir menyiapkan gerakan bawah tanah untuk
merebut kekuasaan dari tangan Jepang.
Syahrir yang didukung para pemuda mendesak Soekarno dan Hatta untuk
memproklamasikan kemerdekaan pada 15 Agustus karena Jepang sudah menyerah, Syahrir
siap dengan massa gerakan bawah tanah untuk melancarkan aksi perebutan kekuasaan
sebagai simbol dukungan rakyat. Soekarno dan Hatta yang belum mengetahui berita
menyerahnya Jepang, tidak merespon secara positif. Mereka menunggu keterangan dari
pihak Jepang yang ada di Indonesia, dan proklamasi itu mesti sesuai prosedur lewat
keputusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dibentuk oleh Jepang.
Sesuai rencana PPKI, kemerdekaan akan diproklamasikan pada 24 September 1945.
Sikap Soekarno dan Hatta tersebut mengecewakan para pemuda, sebab sikap itu
berisiko kemerdekaan RI dinilai sebagai hadiah Jepang dan RI adalah buatan Jepang. Guna
mendesak lebih keras, para pemuda pun menculik Soekarno dan Hatta pada 16 Agustus.
Akhirnya, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus.
MASA REFORMASI
Revolusi menciptakan atmosfer amarah dan ketakutan, karena itu sulit untuk
berpikir jernih. Sehingga sedikit sekali tokoh yang punya konsep dan langkah strategis
meyakinkan guna mengendalikan kecamuk revolusi. Saat itu, ada dua orang dengan
pemikirannya yang populer kemudian dianut banyak kalangan pejuang republik: Tan
Malaka dan Sutan Syahrir. Dua tokoh pergerakan kemerdekaan yang dinilai steril dari
noda kolaborasi dengan Pemerintahan Fasis Jepang, meski kemudian bertentangan jalan
dalam memperjuangan kedaulatan republik.
Page
149
Di masa genting itu, Bung Syahrir menulis Perjuangan Kita. Sebuah risalah peta
persoalan dalam revolusi Indonesia, sekaligus analisis ekonomi-politik dunia usai Perang
Dunia II. Perjungan Kita muncul menyentak kesadaran. Risalah itu ibarat pedoman dan
peta guna mengemudikan kapal Republik Indonesia di tengah badai revolusi.
Perjuangan Kita adalah karya terbesar Syahrir, kata Salomon Tas, bersama surat-
surat politiknya semasa pembuangan di Boven Digul dan Bandaneira. Manuskrip itu
disebut Indonesianis Ben Anderson sebagai, "Satu-satunya usaha untuk menganalisa secara
sistematis kekuatan domestik dan internasional yang memperngaruhi Indonesia dan yang
memberikan perspektif yang masuk akal bagi gerakan kemerdekaan pada masa depan."
Terbukti kemudian, pada November ’45 Syahrir didukung pemuda dan ditunjuk
Soekarno menjadi formatur kabinet parlementer. Pada usia 36 tahun, mulailah lakon
Syahrir dalam panggung memperjuangkan kedaulatan Republik Indonesia, sebagai
Perdana Menteri termuda di dunia, merangkap Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam
Negeri.
PENCULIKAN
Penculikan Perdana Menteri Sjahrir merupakan peristiwa yang terjadi pada 26 Juni
1946 di Surakarta oleh kelompok oposisi Persatuan Perjuangan yang tidak puas atas
diplomasi yang dilakukan oleh pemerintahan Kabinet Sjahrir II dengan pemerintah
Belanda karena sangat merugikan perjuangan Bangsa Indonesia saat itu. Kelompok ini
menginginkan pengakuan kedaulatan penuh (Merdeka 100%), sedangkan kabinet yang
berkuasa hanya menuntut pengakuan kedaulatan atas Jawa dan Madura.
Kelompok Persatuan Perjuangan ini dipimpin oleh Mayor Jendral Soedarsono dan
14 pimpinan sipil, di antaranya Tan Malaka dari Persatuan Perjuangan bersama dengan
Panglima besar Jendral sudirman. Perdana Menteri Sjahrir ditahan di suatu rumah
peristirahatan di Paras.
Presiden Soekarno sangat marah atas aksi penculikan ini dan memerintahkan Polisi
Surakarta menangkap para pimpinan kelompok tersebut. Tanggal 1 Juli 1946, ke-14
pimpinan berhasil ditangkap dan dijebloskan ke penjara Wirogunan.
Tanggal 2 Juli 1946, tentara Divisi 3 yang dipimpin Mayor Jendral Soedarsono
menyerbu penjara Wirogunan dan membebaskan ke 14 pimpinan penculikan.
Page
150
Presiden Soekarno marah mendengar penyerbuan penjara dan memerintahkan
Letnan Kolonel Soeharto, pimpinan tentara di Surakarta, untuk menangkap Mayjen
Soedarsono dan pimpinan penculikan. Lt. Kol. Soeharto menolak perintah ini karena dia
tidak mau menangkap pimpinan/atasannya sendiri. Dia hanya mau menangkap para
pemberontak kalau ada perintah langsung dari Kepala Staf militer RI, Jendral Soedirman.
Presiden Soekarno sangat marah atas penolakan ini dan menjuluki Lt. Kol. Soeharto
sebagai perwira keras kepala (koppig).
Kelak Let. Kol. Soeharto menjadi Presiden RI Soeharto dan menerbitkan catatan
tentang peristiwa pemberontakan ini dalam buku otobiografinya Ucapan, Pikiran dan
Tindakan Saya.
DIPLOMASI SYAHRIR
Setelah kejadian penculikan Syahrir hanya bertugas sebagai Menteri Luar Negeri,
tugas sebagai Perdana Menteri diambil alih Presiden Soekarno. Namun pada tanggal 2
Oktober 1946, Presiden menunjuk kembali Syahrir sebagai Perdana Menteri agar dapat
melanjutkan Perundingan Linggarjati yang akhirnya ditandatangani pada 15 November
1946.
Tanpa Syahrir, Soekarno bisa terbakar dalam lautan api yang telah ia nyalakan.
Sebaliknya, sulit dibantah bahwa tanpa Bung Karno, Syahrir tidak berdaya apa-apa.
Agar Republik Indonesia tak runtuh dan perjuangan rakyat tak menampilkan wajah
bengis, Syahrir menjalankan siasatnya. Di pemerintahan, sebagai ketua Badan Pekerja
Page
151
Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), ia menjadi arsitek perubahan Kabinet
Presidensil menjadi Kabinet Parlementer yang bertanggung jawab kepada KNIP sebagai
lembaga yang punya fungsi legislatif. RI pun menganut sistem multipartai. Tatanan
pemerintahan tersebut sesuai dengan arus politik pasca-Perang Dunia II, yakni
kemenangan demokrasi atas fasisme. Kepada massa rakyat, Syahrir selalu menyerukan
nilai-nilai kemanusiaan dan anti-kekerasan.
Ada satu cerita perihal sikap konsekuen pribadi Syahrir yang anti-kekerasan. Di
pengujung Desember 1946, Perdana Menteri Syahrir dicegat dan ditodong pistol oleh
serdadu NICA. Saat serdadu itu menarik pelatuk, pistolnya macet. Karena geram,
dipukullah Syahrir dengan gagang pistol. Berita itu kemudian tersebar lewat Radio
Republik Indonesia. Mendengar itu, Syahrir dengan mata sembab membiru memberi
peringatan keras agar siaran itu dihentikan, sebab bisa berdampak fatal dibunuhnya orang-
orang Belanda di kamp-kamp tawanan oleh para pejuang republik, ketika tahu
pemimpinnya dipukuli.
Jalan berliku diplomasi diperkeruh dengan gempuran aksi militer Belanda pada 21
Juli 1947. Aksi Belanda tersebut justru mengantarkan Indonesia ke forum Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Setelah tidak lagi menjabat Perdana Menteri (Kabinet Sjahrir III),
Syahrir diutus menjadi perwakilan Indonesia di PBB. Dengan bantuan Biju Patnaik,
Syahrir bersama Agus Salim berangkat ke Lake Success, New York melalui New Delhi
dan Kairo untuk menggalang dukungan India dan Mesir.
Pada 14 Agustus 1947 Syahrir berpidato di muka sidang Dewan Keamanan PBB.
Berhadapan dengan para wakil bangsa-bangsa sedunia, Syahrir mengurai Indonesia
sebagai sebuah bangsa yang berabad-abad berperadaban aksara lantas dieksploitasi oleh
kaum kolonial. Kemudian, secara piawai Syahrir mematahkan satu per satu argumen yang
sudah disampaikan wakil Belanda, Eelco van Kleffens. Dengan itu, Indonesia berhasil
merebut kedudukan sebagai sebuah bangsa yang memperjuangan kedaulatannya di
gelanggang internasional. PBB pun turut campur, sehingga Belanda gagal
Page
152
mempertahankan upayanya untuk menjadikan pertikaian Indonesia-Belanda sebagai
persoalan yang semata-mata urusan dalam negerinya.
Van Kleffens dianggap gagal membawa kepentingan Belanda dalam sidang Dewan
Keamanan PBB. Berbagai kalangan Belanda menilai kegagalan itu sebagai kekalahan
seorang diplomat ulung yang berpengalaman di gelanggang internasional dengan seorang
diplomat muda dari negeri yang baru saja lahir. Van Kleffens pun ditarik dari posisi
sebagai wakil Belanda di PBB menjadi duta besar Belanda di Turki.
Syahrir populer di kalangan para wartawan yang meliput sidang Dewan Keamanan
PBB, terutama wartawan-wartawan yang berada di Indonesia semasa revolusi. Beberapa
surat kabar menamakan Syahrir sebagai The Smiling Diplomat.
Syahrir mewakili Indonesia di PBB selama 1 bulan, dalam 2 kali sidang. Pimpinan
delegasi Indonesia selanjutnya diwakili oleh Lambertus Nicodemus Palar (L.N.) Palar
sampai tahun 1950.
AKHIR HIDUP
Tahun 1955 PSI gagal mengumpulkan suara dalam pemilihan umum pertama di
Indonesia. Setelah kasus PRRI tahun 1958[4], hubungan Sutan Syahrir dan Presiden
Soekarno memburuk sampai akhirnya PSI dibubarkan tahun 1960. Tahun 1962 hingga
1965, Syahrir ditangkap dan dipenjarakan tanpa diadili sampai menderita stroke. Setelah
itu Syahrir diijinkan untuk berobat ke Zürich Swis, salah seorang kawan dekat yang pernah
menjabat wakil ketua PSI Sugondo Djojopuspito menghantarkan beliau di Bandara
Kemayoran dan Syahrir memeluk Sugondo degan air mata, dan akhirnya meninggal di
Swiss pada tanggal 9 April 1966.
KARYA
1. Pikiran dan Perjuangan, tahun 1950 (kumpulan karangan dari Majalah ”Daulat
Rakyat” dan majalah-majalah lain, tahun 1931 – 1940)
Page
153
2. Pergerakan Sekerja, tahun 1933
8. Sosialisme dan Marxisme, tahun 1967 (kumpulan karangan dari majalah “Suara
Sosialis” tahun 1952 – 1953)
11. Sosialisme Indonesia Pembangunan, tahun 1983 (kumpulan tulisan Sutan Sjahrir
diterbitkan oleh Leppenas)
JABATAN
Page
154
DEWI SARTIKA
NAMA :
DEWI SARTIKA
LAHIR DI :
DIKENAL SEBAGAI :
Page
155
PASANGAN :
MENINGGAL :
Biografi
Dewi Sartika dilahirkan di keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan
Raden Somanagara. Meskipun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya
bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda. Setelah ayahnya wafat,
Dewi Sartika diasuh oleh pamannya (kakah ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka.
Oleh pamannya itu, ia mendapatkan pengetahuan mengenai kebudayaan Sunda, sementara
wawasan kebudayaan Barat didapatkannya dari seorang nyonya Asisten Residen
berkebangsaan Belanda.
Sedari kecil , Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat pendidik dan kegigihan
untuk meraih kemajuan. Sambil bermain di belakang gedung kepatihan, beliau sering
memperagakan praktik di sekolah, belajar baca-tulis, dan bahasa Belanda, kepada anak-
anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting
dijadikannya alat bantu belajar.
Waktu itu, Dewi Sartika baru berumur sekitar sepuluh tahun, ketika Cicalengka
digemparkan oleh kemampuan baca-tulis dan beberapa patah kata dalam bahasa Belanda
yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan. Gempar, karena waktu itu belum
ada anak (apalagi anak rakyat jelata) yang memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan
oleh seorang anak perempuan.
Setelah remaja, Dewi Sartika kembali lagi kepada ibunya di Bandung. Jiwanya
yang telah dewasa semakin menggiringnya untuk mewujudkan cita-citanya. Hal ini
didorong pula oleh pamannya, Bupati Martanagara, yang memang memiliki keinginan
yang sama. Tetapi, meski keinginan yang sama dimiliki oleh pamannya, tidak
menjadikannya serta merta dapat mewujudkan cita-citanya. Adat yang mengekang kaum
wanita pada waktu itu, membuat pamannya mengalami kesulitan dan khawatir. Namun
karena kegigihan semangatnya yang tak pernah surut, akhirnya Dewi Sartika bisa
meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan.
Page
156
Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata,
beliau memiliki visi dan cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika, guru di sekolah Karang
Pamulang, yang saat itu merupakan sekolah Latihan Guru.
Terjemahan: Tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah
Suriawinata, beliau mempunyai visi dan cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika, guru di
sekolah Karang Pamjulang, yang waktu itu merupakan sekolah Latihan Guru.
Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di
sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Dewi Sartika mengajar di
hadapan anggota keluarganya yang perempuan. Merenda, memasak, jahit-menjahit,
membaca, menulis dan sebagainya, menjadi materi pelajaran saat itu
Usai berkonsultasi dengan Bupati R.A. Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi
Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga
pengajarnya tiga orang : Dewi Sartika dibantu dua saudara misannya, Ny. Poerwa dan Nyi.
Oewid. Murid-murid angkatan pertamanya terdiri dari 20 orang, menggunakan ruangan
pendopo kabupaten Bandung.
Page
157
MARTHA CHRISTINA TIAHAHU
4 Januari 1800
Lahir Abubu, Nusa Laut, Maluku, Hindia
Belanda
2 Januari 1818 (umur 17)
Meninggal
Laut Banda, Maluku, Indonesia
Page
158
Pekerjaan Gerilyawan
Tahun aktif 1817
Penghargaan Pahlawan Nasional Indonesia
Martha Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu
seorang puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara
kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang dan
masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan konsekwen
terhadap cita-cita perjuangannya.
Sejak awal perjuangan, ia selalu ikut mengambil bagian dan pantang mundur.
Dengan rambutnya yang panjang terurai ke belakang serta berikat kepala sehelai kain
berang (merah) ia tetap mendampingi ayahnya dalam setiap pertempuran baik di Pulau
Nusalaut maupun di Pulau Saparua. Siang dan malam ia selalu hadir dan ikut dalam
pembuatan kubu-kubu pertahanan. Ia bukan saja mengangkat senjata, tetapi juga memberi
semangat kepada kaum wanita di negeri-negeri agar ikut membantu kaum pria di setiap
medan pertempuran sehingga Belanda kewalahan menghadapi kaum wanita yang ikut
berjuang.
Di dalam pertempuran yang sengit di Desa Ouw – Ullath jasirah Tenggara Pulau
Saparua yang nampak betapa hebat srikandi ini menggempur musuh bersama para pejuang
rakyat. Namun akhirnya karena tidak seimbang dalam persenjataan, tipu daya musuh dan
pengkhianatan, para tokoh pejuang dapat ditangkap dan menjalani hukuman. Ada yang
harus mati digantung dan ada yang dibuang ke Pulau Jawa. Kapitan Paulus Tiahahu
divonis hukum mati tembak. Martha Christina berjuang untuk melepaskan ayahnya dari
hukuman mati, namun ia tidak berdaya dan meneruskan bergerilyanya di hutan, tetapi
akhirnya tertangkap dan diasingkan ke Pulau Jawa.
Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan
penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari
1818. Menghargai jasa dan pengorbanan, Martha Christina dikukuhkan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Perjuangan
Martha Christina Tiahahu dilahirkan di Abubu Nusalaut pada tanggal 4 Januari
1800 merupakan anak sulung dari Kapitan Paulus Tiahahu dan masih berusia 17 tahun
ketika mengikuti jejak ayahnya memimpin perlawanan di Pulau Nusalaut. Pada waktu
yang sama Kapitan Pattimura sedang mengangkat senjata melawan kekuasaan Belanda di
Saparua. Perlawanan di Saparua menjalar ke Nusalaut dan daerah sekitarnya.
Page
159
Pada waktu itu sebagian pasukan rakyat bersama para Raja dan Patih bergerak ke
Saparua untuk membantu perjuangan Kapitan Pattimura sehingga tindakan Belanda yang
akan mengambil alih Benteng Beverwijk luput dari perhatian.
Baru di medan ini Belanda berhadapan dengan kaum perempuan fanatik yang turut
bertempur. Pertempuran semakin sengit katika sebuah peluru pasukan rakyat mengenai
leher Meyer, Vermeulen Kringer mengambil alih komando setelah Meyer diangkat ke atas
kapal Eversten.
Vermeulen Kringer memberi komando untuk keluar dari kubu-kubu dan kembali
melancarkan serangan dengan sangkur terhunus. Pasukan rakyat mundur dan bertahan di
hutan, seluruh negeri Ulath dan Ouw diratakan dengan tanah, semua yang ada dibakar dan
dirampok habis-habisan.
Page
160
Martha Christina dan sang Ayah serta beberapa tokoh pejuang lainnya tertangkap
dan dibawa ke dalam kapal Eversten. Di dalam kapal ini para tawanan dari Jasirah
Tenggara bertemu dengan Kapitan Pattimura dan tawanan lainnya.
Mereka diinterogasi oleh Buyskes dan dijatuhi hukuman. Karena masih sangat
muda, Buyskes membebaskan Martaha Christina Tiahahu dari hukuman, namun sang
Ayah, Kapitan Paulus Tiahahu tetap dijatuhi hukuman mati.
Tanggal 16 Oktober 1817 Martha Christina Tiahahu beserta sang Ayah dibawa ke
Nusalaut dan ditahan di benteng Beverwijk sambil menunggu pelaksanaan eksekusi mati
bagi ayahnya.
Martha Christina Tiahahu mendampingi sang Ayah pada waktu memasuki tempat
eksekusi, kemudian Martha Christina Tiahahu dibawa kembali ke dalam benteng
Beverwijk dan tinggal bersama guru Soselissa.
Dalam suatu Operasi Pembersihan pada bulan Desember 1817 Martha Christina
Tiahahu beserta 39 orang lainnya tertangkap dan dibawa dengan kapal Eversten ke Pulau
Jawa untuk dipekerjakan secara paksa di perkebunan kopi.
Selama di atas kapal ini kondisi kesehatan Martha Christina Tiahahu semakin
memburuk, ia menolak makan dan pengobatan.
Akhirnya pada tanggal 2 Januari 1818, selepas Tanjung Alang, Martha Christina
Tiahahu menghembuskan nafas yang terakhir. Jenazah Martha Christina Tiahahu
disemayamkan dengan penghormatan militer ke Laut Banda.
Page
161
OTTO ISKANDAR DI NATA
31 Maret 1897
Lahir
Bojongsoang, Bandung, Jawa Barat
Meninggal 20 Desember 1945 (umur 48)
Page
162
Tangerang, Banten, Jawa Barat
Agama Islam
Awal kehidupan
Pra kemerdekaan
Oto juga aktif pada organisasi budaya Sunda bernama Paguyuban Pasundan. Ia
menjadi Sekretaris Pengurus Besar tahun 1928, dan menjadi ketuanya pada periode 1929-
1942. Organisasi tersebut bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik,
ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan.
Oto juga menjadi anggota Volksraad ("Dewan Rakyat", semacam DPR) yang
dibentuk pada masa Hindia Belanda untuk periode 1930-1941.
Pada masa penjajahan Jepang, Oto menjadi Pemimpin surat kabar Tjahaja (1942-
1945). Ia kemudian menjadi anggota BPUPKI dan PPKI yang dibentuk oleh pemerintah
pendudukan Jepang sebagai lembaga-lembaga yang membantu persiapan kemerdekaan
Indonesia.
Pasca kemerdekaan
Page
163
Pahlawan nasional
Nama Oto Iskandar di Nata juga diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota di
Indonesia.
Keluarga
Ahmad Dahlan
1 Agustus 1868
Lahir
Yogyakarta
23 Februari 1923
Meninggal
Yogyakarta
Page
164
Pendiri Muhammadiyah
Dikenal karena
dan Pahlawan Nasional
Pendahulu Tidak ada, jabatan baru
Pengganti K.H. Ibrahim
Agama Islam
Hj. Siti Walidah
Nyai Abdullah
Pasangan Nyai Rum
Nyai Aisyah
Nyai Yasin
Djohanah
Siradj Dahlan
Siti Busyro
Anak Irfan Dahlan
Siti Aisyah
Siti Zaharah
Dandanah
Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis (lahir di Yogyakarta, 1 Agustus
1868 – meninggal di Yogyakarta, 23 Februari 1923 pada umur 54 tahun) adalah seorang
Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah putera keempat dari tujuh bersaudara dari keluarga
K.H. Abu Bakar. KH Abu Bakar adalah seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid
Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu, dan ibu dari K.H. Ahmad Dahlan adalah
puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat penghulu Kesultanan Ngayogyakarta
Hadiningrat pada masa itu.
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak
keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhan saudaranya perempuan, kecuali
adik bungsunya. Ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim,
salah seorang yang terkemuka di antara Walisongo, yaitu pelopor penyebaran agama Islam
di Jawa.[1] Silsilahnya tersebut ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana
'Ainul Yaqin, Maulana Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki
Ageng Gribig (Djatinom), Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru
Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai Murtadla, KH. Muhammad Sulaiman, KH. Abu Bakar, dan
Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan).[2]
Pada umur 15 tahun, ia pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada
periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu
dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.
Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad
Dahlan.
Pada tahun 1903, ia bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada
masa ini, ia sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU,
KH. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung
Kauman, Yogyakarta.
Page
165
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak
Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH.
Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro,
Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.[1] Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula
menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik
Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari
perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta.[3]
Pengalaman Organisasi
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-
gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan
masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul
Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin
mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama
Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-
Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 November 1912.
Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik
tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Page
166
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari,
Imogiri dan lain-Iain telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan
dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad
Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Al-Munir di Ujung
Pandang, Ahmadiyah[4] di Garut. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah
Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan
dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk
mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Dahlan juga bersahabat dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van
Lith pada 1914-1918. Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan.
Pastur van Lith di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada
saat itu Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya[7].
Pahlawan Nasional
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari
nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat;
Page
167
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan
ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,
kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam;
Tjipto Mangoenkoesoemo
Page
168
dalam Indische Partij, suatu organisasi politik yang pertama kali mencetuskan ide
pemerintahan sendiri di tangan penduduk setempat, bukan oleh Belanda. Pada tahun 1913
ia dan kedua rekannya diasingkan oleh pemerintah kolonial ke Belanda akibat tulisan dan
aktivitas politiknya, dan baru kembali 1917.
Dokter Cipto menikah dengan seorang Indo pengusaha batik, sesama anggota
organisasi Insulinde, bernama Marie Vogel pada tahun 1920.
Berbeda dengan kedua rekannya dalam "Tiga Serangkai" yang kemudian mengambil
jalur pendidikan, Cipto tetap berjalan di jalur politik dengan menjadi anggota Volksraad.
Karena sikap radikalnya, pada tahun 1927 ia dibuang oleh pemerintah penjajahan ke
Banda.
Perjalanan Hidup
Pendidikan
Page
169
Stovia merupakan perwujudan politik kolonial yang arogan dan melestarikan feodalisme.
Pakaian Barat hanya boleh dipakai dalam hirarki administrasi kolonial, yaitu oleh pribumi
yang berpangkat bupati. Masyarakat pribumi dari wedana ke bawah dan yang tidak bekerja
pada pemerintahan, dilarang memakai pakaian Barat. Implikasi dari kebiasaan ini, rakyat
cenderung untuk tidak menghargai dan menghormati masyarakat pribumi yang memakai
pakaian tradisional.
Kondisi kolonial lainnya yang ditentang oleh Cipto adalah diskriminasi ras. Sebagai
contoh, orang Eropa menerima gaji yang lebih tinggi dari orang pribumi untuk suatu
pekerjaan yang sama. Diskriminasi membawa perbedaan dalam berbagai bidang misalnya,
peradilan, perbedaan pajak, kewajiban kerja rodi dan kerja desa. Dalam bidang
pemerintahan, politik, ekonomi dan sosial, bangsa Indonesia menghadapi garis batas
warna. Tidak semua jabatan negeri terbuka bagi bangsa Indonesia. Demikian juga dalam
perdagangan, bangsa Indonesia tidak mendapat kesempatan berdagang secara besar-
besaran, tidak sembarang anak Indonesia dapat bersekolah di sekolah Eropa, tidak ada
orang Indonesia yang berani masuk kamar bola dan sociteit. Semua diukur berdasarkan
warna kulit.
Selain dalam bentuk tulisan, Cipto juga sering melancarkan protes dengan
bertingkah melawan arus. Misalnya larangan memasuki sociteit bagi bangsa Indonesia
tidak diindahkannya. Dengan pakaian khas yakni kain batik dan jas lurik, ia masuk ke
sebuah sociteit yang penuh dengan orang-orang Eropa. Cipto kemudian duduk dengan kaki
dijulurkan, hal itu mengundang kegaduhan di sociteit. Ketika seorang opas (penjaga)
mencoba mengusir Cipto untuk keluar dari gedung, dengan lantangnya Cipto memaki-
maki sang opas serta orang-orang berada di dekatnya dengan mempergunakan bahasa
Belanda. Kewibawaan Cipto dan penggunaan bahasa Belandanya yang fasih membuat
orang-orang Eropa terperangah.
Budi Utomo
Terbentuknya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 disambut baik Cipto sebagai bentuk
kesadaran pribumi akan dirinya. Pada kongres pertama Budi Utomo di Yogyakarta, jatidiri
politik Cipto semakin nampak. Walaupun kongres diadakan untuk memajukan
perkembangan yang serasi bagi orang Jawa, namun pada kenyataannya terjadi keretakan
Page
170
antara kaum konservatif dan kaum progesif yang diwakili oleh golongan muda. Keretakan
ini sangat ironis mengawali suatu perpecahan ideology yang terbuka bagi orang Jawa.
Dalam kongres yang pertama terjadi perpecahan antara Cipto dan Radjiman. Cipto
menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus bergerak secara
demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Organisasi ini harus menjadi
pimpinan bagi rakyat dan jangan mencari hubungan dengan atasan, bupati dan pegawai
tinggi lainnya. Sedangkan Radjiman ingin menjadikan Budi Utomo sebagai suatu gerakan
kebudayaan yang bersifat Jawa.
Cipto tidak menolak kebudayaan Jawa, tetapi yang ia tolak adalah kebudayaan
keraton yang feodalis. Cipto mengemukakan bahwa sebelum persoalan kebudayaan dapat
dipecahan, terlebih dahulu diselesaikan masalah politik. Pernyataan-pernyataan Cipto bagi
jamannya dianggap radikal. Gagasan-gagasan Cipto menunjukkan rasionalitasnya yang
tinggi, serta analisis yang tajam dengan jangkauan masa depan, belum mendapat
tanggapan luas. Untuk membuka jalan bagi timbulnya persatuan di antara seluruh rakyat di
Hindia Belanda yang mempunyai nasib sama di bawah kekuasaan asing, ia tidak dapat
dicapai dengan menganjurkan kebangkitan kehidupan Jawa. Sumber keterbelakangan
rakyat adalah penjajahan dan feodalisme.
Setelah mengundurkan diri dari Budi Utomo, Cipto membuka praktik dokter di Solo.
Meskipun demikian, Cipto tidak meninggalkan dunia politik sama sekali. Di sela-sela
kesibukkannya melayani pasiennya, Cipto mendirikan Raden Ajeng Kartini Klub yang
bertujuan memperbaiki nasib rakyat. Perhatiannya pada politik semakin menjadi-jadi
setelah dia bertemu dengan Douwes Dekker yang tengah berpropaganda untuk mendirikan
Indische Partij. Cipto melihat Douwes Dekker sebagai kawan seperjuangan. Kerjasama
dengan Douwes Dekker telah memberinya kesempatan untuk melaksanakan cita-citanya,
yakni gerakan politik bagi seluruh rakyat Hindia Belanda. Bagi Cipto Indische Partij
merupakan upaya mulia mewakili kepentngan-kepentingan semua penduduk Hindia
Belanda, tidak memandang suku, golongan, dan agama.
Pada tahun 1912 Cipto pindah dari Solo ke Bandung, dengan dalih agar dekat
dengan Douwes Dekker. Ia kemudian menjadi anggota redaksi penerbitan harian de Expres
dan majalah het Tijdschrijft. Perkenalan antara Cipto dan Douwes Dekker yang sehaluan
itu sebenarnya telah dijalin ketika Douwes Dekker bekerja pada Bataviaasch Nieuwsblad.
Douwes Dekker sering berhubungan dengan murid-murid Stovia.
Page
171
Komite Bumi Putra juga membuat selebaran yang bertujuan menyadarkan rakyat bahwa
upacara perayaan kemerdekaan Belanda dengan mengerahkan uang dan tenaga rakyat
merupakan suatu penghinaan bagi bumi putera.
Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian De
Express menerbitkan suatu artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Als Ik Een
Nederlander Was” (Andaikan Saya Seorang Belanda). Pada hari berikutnya dalam harian
De Express Cipto menulis artikel yang mendukung Suwardi untuk memboikot perayaan
kemerdekaan Belanda. Tulisan Cipto dan Suwardi sangat memukul Pemerintah Hindia
Belanda, pada 30 Juli 1913 Cipto dan Suwardi dipenjarakan, pada 18 Agustus 1913 keluar
surat keputusan untuk membuang Cipto bersama Suwardi Suryaningrat dan Douwes
Dekker ke Belanda karena kegiatan propaganda anti Belanda dalam Komite Bumi Putera.
Selama masa pembuangan di Belanda, bersama Suwardi dan Douwes Dekker, Cipto tetap
melancarkan aksi politiknya dengan melakukan propaganda politik berdasarkan ideologi
Indische Partij. Mereka menerbitkan majalah De Indier yang berupaya menyadarkan
masyarakat Belanda dan Indonesia yang berada di Belanda akan situasi di tanah jajahan.
Majalah De Indier menerbitkan artikel yang menyerang kebijaksanaan Pemerintah Hindia
Belanda.
Insulinde
Oleh karena alasan kesehatan, pada tahun 1914 Cipto diperbolehkan pulang kembali
ke Jawa dan sejak saat itu dia bergabung dengan Insulinde, suatu perkumpulan yang
menggantikan Indische Partij. Sejak itu, Cipto menjadi anggota pengurus pusat Insulinde
untuk beberapa waktu dan melancarkan propaganda untuk Insulinde, terutama di daerah
pesisir utara pulau Jawa. Selain itu, propaganda Cipto untuk kepentingan Insulinde
dijalankan pula melalui majalah Indsulinde yaitu Goentoer Bergerak, kemudian surat kabar
berbahasa Belanda De Beweging, surat kabar Madjapahit, dan surat kabar Pahlawan.
Akibat propaganda Cipto, jumlah anggota Insulinde pada tahun 1915 yang semula
berjumlah 1.009 meningkat menjadi 6.000 orang pada tahun 1917. Jumlah anggota
Insulinde mencapai puncaknya pada Oktober 1919 yang mencapai 40.000 orang. Insulinde
di bawah pengaruh kuat Cipto menjadi partai yang radikal di Hindia Belanda. Pada 9 Juni
1919 Insulinde mengubah nama menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).
Page
172
dapat ditonjolkan. Salah seorang tokoh radikal yang diangkat oleh Limburg Stirum adalah
Cipto.
Bagi Cipto pembentukan Volksraad merupakan suatu kemajuan yang berarti, Cipto
memanfaatkan Volksraad sebagai tempat untuk menyatakan pemikiran dan kritik kepada
pemerintah mengenai masalah sosial dan politik. Meskipun Volksraad dianggap Cipto
sebagai suatu kemajuan dalam sistem politik, namun Cipto tetap menyatakan kritiknya
terhadap Volksraad yang dianggapnya sebagai lembaga untuk mempertahankan kekuasaan
penjajah dengan kedok demokrasi.
Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda menganggap Cipto sebagai orang
yang sangat berbahaya, sehingga Dewan Hindia (Raad van Nederlandsch Indie) pada 15
Oktober 1920 memberi masukan kepada Gubernur Jenderal untuk mengusir Cipto ke
daerah yang tidak berbahasa Jawa. Akan tetapi, pada kenyataannya pembuangan Cipto ke
daerah Jawa, Madura, Aceh, Palembang, Jambi, dan Kalimantan Timur masih tetap
membahayakan pemerintah. Oleh sebab itu, Dewan Hindia berdasarkan surat kepada
Gubernur Jenderal mengusulkan pengusiran Cipto ke Kepulauan Timor. Pada tahun itu
juga Cipto dibuang dari daerah yang berbahasa Jawa tetapi masih di pulau Jawa, yaitu ke
Bandung dan dilarang keluar kota Bandung. Selama tinggal di Bandung, Cipto kembali
membuka praktik dokter. Selama tiga tahun Cipto mengabdikan ilmu kedokterannya di
Bandung, dengan sepedanya ia masuk keluar kampung untuk mengobati pasien.
Di Bandung, Cipto dapat bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda, seperti
Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927
Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI). Meskipun Cipto
tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui
sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda. Misalnya Sukarno dalam suatu
wawancara pers pada 1959, ketika ditanya siapa di antara tokoh-tokoh pemimpin
Indonesia yang paling banyak memberikan pengaruh kepada pemikiran politiknya, tanpa
ragu-ragu Sukarno menyebut Cipto Mangunkusumo.
Pada akhir tahun 1926 dan tahun 1927 di beberapa tempat di Indo-nesia terjadi
pemberontakan komunis. Pemberontakan itu menemui ke-gagalan dan ribuan orang
ditangkap atau dibuang karena terlibat di dalamnya. Dalam hal ini Cipto juga ditangkap
dan didakwa turut serta dalam perlawanan terhadap pemerintah. Hal itu disebabkan suatu
peristiwa, ketika pada bulan Juli 1927 Cipto kedatangan tamu seorang militer pribumi
yang berpangkat kopral dan seorang kawannya. Kepada Cipto tamu tersebut mengatakan
rencananya untuk melakukan sabotase dengan meledakkan persediaan-persediaan mesiu,
tetapi dia bermaksud mengunjungi keluarganya di Jatinegara, Jakarta, terlebih dahulu.
Untuk itu dia memerlukan uang untuk biaya perjalanan. Cipto menasehatkan agar orang itu
tidak melakukan tindakan sabotase, dengan alasan kemanusiaan Cipto kemudian
memberikan uangnya sebesar 10 gulden kepada tamunya.
Page
173
Setelah pemberontakan komunis gagal dan dibongkarnya kasus peledakan gudang
mesiu di Bandung, Cipto dipanggil pemerintah untuk menghadap pengadilan karena
dianggap telah memberikan andil dalam membantu anggota komunis dengan memberi
uang 10 gulden dan diketemukannya nama-nama kepala pemberontakan dalam daftar tamu
Cipto. Sebagai hukumannya Cipto kemudian dibuang ke Banda pada tahun 1928.
Wahid Hasjim
Page
174
30 September 1945 – 14 November 1945
Presiden Ir. Sukarno
Didahului oleh Tidak ada, jabatan baru
Digantikan
Rasjidi
oleh
Masa jabatan
6 September 1950 – 3 April 1952
Presiden Soekarno
Didahului oleh Masjkur
Digantikan
Fakih Usman
oleh
Informasi pribadi
1 Juni 1914
Lahir Jombang, Jawa Timur, Hindia
Belanda
19 April 1953 (umur 38)
Meninggal
Cimahi, Jawa Barat, Indonesia
Kebangsaan Indonesia
Suami/istri Solehah binti K.H. Bisri Syansuri
K.H. Abdurrahman Wahid
Aisyah Hamid Baidlowi
K.H. Salahuddin Wahid
Anak
dr. Umar Wahid, Sp.P
Lily Chodijah Wahid
Hasyim Wahid
Agama Islam
Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (lahir di Jombang, Jawa Timur, 1 Juni
1914 – meninggal di Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada umur 38 tahun) adalah
pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet pertama Indonesia. Ia
adalah ayah dari presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid dan anak dari Hasyim
Asy'arie, salah satu pahlawan nasional Indonesia. Wahid Hasjim dimakamkan di
Tebuireng, Jombang.
Pada tahun 1939, NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia), sebuah
badan federasi partai dan ormas Islam di zaman pendudukan Belanda. Saat pendudukan
Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 beliau ditunjuk menjadi Ketua
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku pemimpin
Masyumi beliau merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang membantu perjuangan
umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Selain terlibat dalam gerakan politik, tahun 1944
beliau mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh
KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang kemerdekaan tahun 1945 ia menjadi anggota BPUPKI
dan PPKI.
Page
175
Wahid Hasjim adalah salah satu putra bangsa yang turut mengukir sejarah negeri ini
pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia.Terlahir Jumat Legi, 5 Rabi’ul Awal
1333 Hijriyah atau 1 Juni 1914, Wahid mengawali kiprah kemasyarakatannya pada usia
relatif muda. Setelah menimba ilmu agama ke berbagai pondok pesantren di Jawa Timur
dan Mekah, pada usia 21 tahun Wahid membuat “gebrakan” baru dalam dunia pendidikan
pada zamannya. Dengan semangat memajukan pesantren, Wahid memadukan pola
pengajaran pesantren yang menitikberatkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu
umum.Sistem klasikal diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid
juga diajari Bahasa Inggris dan Belanda. Itulah madrasah nidzamiyah.
Karier politiknya terus menanjak dengan cepat. Ketua PBNU, anggota Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), hingga Menteri Agama pada tiga kabinet
(Hatta, Natsir, dan Sukiman). Banyak kontribusi penting yang diberikan Wahid bagi agama
dan bangsa.
Rumusan "Ketuhanan Yang Maha Esa" dalam Pancasila sebagai pengganti dari
"Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya" tidak terlepas dari peran
seorang Wahid Hasjim. Wahid dikenal sebagai tokoh yang moderat, substantif, dan
inklusif.
Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di Kota Cimahi
tanggal 19 April 1953.
DAFTAR PUSTAKA
http://mustaqimzone.wordpress.com/2011/07/26/lahirnya-nasionalisme-di-indonesia/
http://sifull.blogspot.com/2013/03/parindra-partai-indonesia-raya.html
http://ssbelajar.blogspot.com/2012/06/lahirnya-partai-indonesia-raya-parindra.html
"http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Partai_Indonesia_Raya&oldid=7435294"
"http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Gabungan_Politik_Indonesia&oldid=6638435"
Page
176
"http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nasionalisme_Indonesia&oldid=7348124"
http://masyarakatsejarahindonesia.blogspot.com/2009/09/perkembangan-nasionalisme-di-
asia-dan.html
http://xcacingpanasx.blogspot.com/2012/11/lahirnya-nasionalisme-indonesia.html
http://iwak-pithik.blogspot.com/2012/05/sejarah-organisasi-pergerakan-nasional.html
http://www.kumpulansejarah.com/2013/06/sejarah-organisasi-pergerakan-nasional.html
http://akrabsenada.blogspot.com/2013/08/muncul-dan-berkembangnya-pergerakan.html
http://iwak-pithik.blogspot.com/2012/08/biografi-ir-soekarno.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Ki_Hadjar_Dewantara
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/02/biografi-ki-hajar-dewantara.html
Ibid, hal.76
Ibid, hal.79
Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah, Bandung: Salamadani Pustaka Semesta, 2009,
hal.395
Takashi Shiraisi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, op.cit, hal.102
Robert Van Niel, Munculnya Elite Modern Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 2009, hal.212
Tashadi dkk, Tokoh-Tokoh Pemikir Paham Kebangsaan, Jakarta: Depdikbud, 1993, hal.70
Page
177
Safrizal Rambe, Sarekat Islam Pelopor Bangkitnya Nasionalisme Indonesia 1905-1942,
op.cit, hal.75
Ibid, hal.102
Takashi Shiraisi, Zaman Bergerak Radikalisme Rakyat di Jawa 1912-1926, op.cit, hal.146
Ibid, hal.192
Ibid, hal.195-199
Ibid, hal.205-206
Ibid, hal.215
Hering, Soekarno Bapak Indonesia Merdeka, Jakarta: Hasta Mitra, 2003, hal.190
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996,
hal.278
Page
178