Anda di halaman 1dari 10

Disusun Oleh: Kelompok 4

Anggota:
Diaz Sari Solikin (07)
Dilla Dynetha Dwi Cahyani(08)
Elok Safitri Dwi Yudyanti(10)
Liza Auliya Amir (17)
M. Ivan Rahmatullah (18)
M. Yusuf Eka Putra (20)
Novariza Salsabila Benyartha Mevia (24)
Remita Firdaus Syah (26)
Secillia Karunia Karen (30)

Dampak Kedatangan Saudara Tua dalam berbagai Kehidupan


Sub materi:
1. Dampak Pendudukan Jepang Di Indonesia
2. Janji Kemerdekaan
3. PPKI

PEMBAHASAN

1. Dampak Pendudukan Jepang di Indonesia


A. Dampak Positif
1. Bidang Politik
Melarang penggunaan bahasa Belanda
Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia,dari sinilah muncul ide pancasila
Memberi kesempatan kepada bangsa Indonesia untuk turut mengambil bagian
dalam pemerintahan negara. Untuk itu,tanggal 5 September 1943 Jepang
membentuk badan pertimbangan Karesidenan (Syu Sang Kai) dan Badan
Pertimbangan Kota Praja Istimewa(Syi Sangi In)
Banyak orang Indonesia yang menduduki jabatan-jabatan tinggi dalam
pemerintahan
Mendukung semangat anti belanda sehingga mau tak mau ikut mendukung
semangat nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-pengaruh
belanda misalnya perubahan batavia menjadi Jakarta.
2. Bidang Ekonomi
Didirikanya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk kepentngan bersama
Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line system (sistem
pengaturan bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan
poduksi pangan
3. Bidang Budaya
Memberi kebebasan untuk menggunakan bahasa indonesia sebagai bahasa
pengantar, bahasa komunikasi, bahasa penulisan, dsb. Sebaliknya, bahasa belanda
tidak boleh digunakan. Papan nama dalam toko, rumah makan, atau perusahaan
yang berbahasa belanda diganti dengan bahasa indonesia atau jepang.
Surat kabar dan film yang berbahasa belanda dilarang beredar
Bahasa indonesia dijadikan sebagai pelajaran utama, sedangkan bahasa jepang
dijadikan sebagai bahasa wajib
Komunikasi antar suku di indonesia semakin intensif yang pada akhirnya semakin
merekatkan keinginan untuk merdeka
Pada 1 april 1943 dibangun pusat kebudayaan di jakarta yang bernama “Keimin
Bunka Shidoso”
Tanggal 20 oktober 1943 didirikan komisi (penyempurnaan) bahasa Indonesia
Jepang membentuk persatuan aktris film Indonesia (persafi) yang mendorong
aktris profesional dan amatir Indonesia bereksperimen dengan mementaskan
lakon-lakon bahasa asing ke Indonesia
Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA . Dalam
pendidikan dikenalkannya sistem nippon sentris dan di perkenalkannya kegiatan
upacara dalam sekolah
4. Bidang Militer
Jepang dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda
indonesia demi kepentingan jepang pada awalnya, namun oleh pemuda hal ini
dijadikan modal untuk berperang.
Peninggalan peralatan militer dan infrastruktur perang yang digunakan oleh
jepang dapat digunakan sebagai modal untuk mempertahankan kemerdekaan.
Setelah jepang menyerah kepada sekutu, banyak tangsi-tangsi dan peralatan
militer jepang yang dikuasai oleh pejuang indonesia.
5. Bidang Sosial
Munculnya sikap persatuan untuk mengusir penjajahan.
Sejak pendudukan jepang, tradisi kerja bakti secara massal melalui kinrohosi atau
tradisi kebaktian di dalam masyarakat indonesia.
Adanya tradisi kebaktian , kerja keras dan ulet dalam mengerjakan tugas.
Bangsa indonesia mengalami berbagai pembaruan akibat didikan jepang yang
menumbuhkan kesadaran dan keyakinan yang tinggi akan harga dirinya.
Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu rukun
tetangga(RT) atau tonarigumi.
B. Dampak Negatif
1. Bidang Politik
Kegiatan politik dilarang dan semua organisasi politik yang ada dibubarkan.
Melarang semua jenis kegiatan rapat dan kegiatan politik.
2. Bidang Ekonomi
Banyak militer jepang  yang mengambil secara paksa makanan, pakaian, dan
perbekalan lainnya dari rakyat indonesia secara paksa dan tanpa kompensasi.
Eksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan perang Jepang.
Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal ini dikarenakan dengan Disalurkannya
uang pendudukan secara besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
Akibat dari self sufficiency yang terputusnya hubungan antar daerah.
Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang maka seluruh potensi
sumber daya alam dan bahan mentah digunakan untuk industri yang mendukung
mesin perang. Jepang menyita seluruh hasil perkebunan, pabrik, Bank dan
perusahaan penting. Banyak lahan pertanian yang terbengkelai akibat titik berat
kebijakan difokuskan pada ekonomi dan industri perang. Kondisi tersebut
menyebabkan produksi pangan menurun dan kelaparan serta kemiskinan
meningkat drastis.
Jepang menerapkan sistem pengawasan ekonomi secara ketat dengan sanksi
pelanggaran yang sangat berat. Pengawasan tersebut diterapkan pada penggunaan
dan peredaran sisa-sisa persediaan barang. Pengendalian harga untuk mencegah
meningkatnya harga barang. Pengawasan perkebunan teh, kopi, karet, tebu dan
sekaligus memonopoli penjualannya. Pembatasan teh, kopi dan tembakau, karena
tidak langsung berkaitan dengan kebutuhan perang. Monopoli tebu dan gula,
pemaksaan menanam pohon jarak dan kapas pada lahan pertanian dan perkebunan
merusak tanah.
Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan
daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang). Konsekuensinya tugas rakyat
beserta semua kekayaan dikorbankan untuk kepentingan perang. Hal ini jelas amat
menyengsarakan rakyat baik fisik maupun material.
3. Bidang Budaya
Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang
menyebabkan pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat-pejabat pada masa itu yang
menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.
Adanya pemaksaan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang agar masyarakat
Indonesia terbiasa melakukan penghormatan kepada Tenno ( Kaisar) yang
dipercayai sebagai keturunan dewa matahari ( Omiterasi Omikami). Sistem
penghormatan kepada kaisar dengan cara membungkukkan badan menghadap
Tenno, disebut dengan Seikeirei. Penghormatan Seikerei ini, biasanya diikuti
dengan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang ( kimigayo).

4. Bidang Militer
Pelanggaran HAM. Karena militer Jepang akan menghukum dengan Keras orang-
orang yang menentang Jepang.
5. Bidang Sosial
Pada masa Jepang banyak rakyat Indonesia yang dipaksa menjalani romusha.
Mereka dipaksa bekerja keras tanpa diberi upah dan makanan. Pengerahan tenaga
kerja secara paksa dengan kondisi yang sangat menyedihkan untuk membangun
infrastruktur perang Jepang.
Terjadinya perbudakan wanita (yugun ianfu). Banyak wanita muda Indonesia
yang digunakan sebagai wanita penghibur bagi militer Jepang
Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya dibawah
pengawasan Jepang
Terjadinya kekacauan situasi dan kondisi yang parah seperti perampokan,
pemerkosaan dan lain-lain.

2. Janji Kemerdekaan
Sejarah Sukarno-Hatta Menjemput Janji Kemerdekaan ke Dalat. Sejarah mencatat,
tanggal 12 Agustus 1945, Jepang menjanjikan kemerdekaan Indonesia yang disampaikan
kepada Sukarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wediodiningrat di Dalat, Vietnam.
Sejarah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia didahului oleh rangkaian peristiwa
seru bak kisah drama. Salah satunya adalah ketika Sukarno dan Mohammad Hatta, serta
Radjiman Wediodiningrat, diterbangkan ke Dalat, Vietnam, untuk “menjemput"
kemerdekaan yang dijanjikan oleh Jepang.
Taufik Abdullah, dikutip dari tulisan Selamat Ginting bertajuk “Aroma Kemerdekaan
dari Dalat" yang dimuat Republika (12 Agustus 2014), mencatat bahwa ada tiga alasan
mengapa Jepang merasa perlu mengajukan proposal mengenai janji kemerdekaan kepada
bangsa Indonesia. Alasan pertama, demi menarik simpati rakyat Indonesia. Jika pasukan Dai
Nippon benar-benar kalah dari Sekutu dan bangsa Indonesia merdeka, maka kemerdekaan
itu bisa dianggap merupakan hadiah dari Jepang. Kedua adalah untuk memperkuat politik
Asia Timur Raya. Dukungan Indonesia dari sisi politik, sebagai sesama bangsa Asia,
tentunya amat berguna bagi Jepang apabila nantinya memang dibutuhkan. Alasan yang
ketiga adalah demi mendapatkan keuntungan dalam percaturan perang. Indonesia memiliki
banyak sumber daya, baik alam, bahan-bahan baku, maupun tenaga kerja, yang bisa
dimaksimalkan untuk membantu keperluan perang bagi pasukan Dai Nippon.

Tegang Menuju Vietnam


Sukarno, Hatta, dan Radjiman oleh pemerintah militer Dai Nippon dianggap sebagai
tiga tokoh penting serta berpengaruh bagi rakyat Indonesia. Ketiganya juga merupakan
personil utama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). PPKI sebenarnya sudah
dibentuk sejak 7 Agustus 1945, namun rinciannya akan ditegaskan di Dalat nanti. Misi
menegangkan ke Vietnam dimulai pada 8 Agustus 1945 jelang tengah malam. Penerbangan
ke Dalat sengaja dilakukan secara rahasia lantaran gentingnya situasi kala itu. Memang,
waktu tempuhnya tidak terlalu lama via jalur angkasa, tapi amat berbahaya. Pesawat Sekutu
sewaktu-waktu bisa datang untuk menyerang. Dari Bandara Kemayoran, pesawat yang
membawa tiga bapak bangsa Indonesia dengan kawalan beberapa perwira Jepang itu tidak
langsung ke Vietnam. Tanggal 9 Agustus 1945 menyongsong pagi, dikutip dari buku
Kembali ke Jatidiri Bangsa (2002) karya Djon Pakan, pesawat mendarat di Singapura untuk
singgah sejenak sembari memantau situasi.
Keputusan transit sehari di negeri singa ternyata pilihan tepat. Di hari yang sama,
Kota Nagasaki di Jepang dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat, mengulang kejadian
serupa yang telah menimpa Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Perjalanan diteruskan pada
esok hari tanggal 10 Agustus 1945. Beberapa jam kemudian, tibalah pesawat yang
menopang nasib bangsa Indonesia tersebut di Saigon, Vietnam, dengan selamat.
Sehari itu, rombongan kecil dari Indonesia beristirahat di Saigon (sekarang bernama
Ho Chi Minh), sebelum melanjutkan penerbangan. Hatta dalam Memoir (1979) menyebut
bahwa jarak antara kota terbesar di Vietnam itu menuju ke Dalat sekitar 300 kilometer ke
arah utara. Tanggal 11 Agustus 1945, perjalanan dilanjutkan ke Dalat dan tiba di hari yang
sama. Sukarno, Hatta, dan Radjiman beserta rombongan harus menunggu keesokan hari
sesuai jadwal pertemuan dengan Marsekal Hisaichi Terauchi.

Janji Marsekal Terauchi


Perjumpaan dengan pemimpin militer tertinggi Jepang untuk kawasan Asia Tenggara
itu pun terjadi pada 12 Agustus 1945. Marsekal Terauchi, yang juga anak sulung Perdana
Menteri Jepang Terauchi Masatake, membeberkan alasan mengapa memanggil Sukarno,
Hatta, dan Radjiman ke Dalat. Kepada Bung Karno dan kawan-kawan, Terauchi mengakui
bahwa pihaknya memang sedang di ujung tanduk. Leburnya Hiroshima dan Nagasaki, serta
rentetan kekalahan di sejumlah front Perang Asia Timur Raya menjadi pertanda kuat bahwa
Jepang tak lama lagi bakal takluk. Maka, kata Terauchi, Indonesia harus segera bersiap-siap
merdeka, dan itu menjadi tugas Sukarno, Hatta, Radjiman, serta para anggota PPKI untuk
mempersiapkannya.
“Kapanpun bangsa Indonesia siap, kemerdekaan boleh dinyatakan," janji Terauchi.
Kendati begitu, seperti diungkap A.J. Sumarmo dalam Pendudukan Jepang dan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia (1991), pemerintah Jepang menyarankan agar kemerdekaan
Indonesia dinyatakan setidaknya tanggal 24 Agustus 1945. Menurut Terauchi, perlu waktu
untuk melakukan berbagai persiapan sebelum proklamasi kemerdekaan diwujudkan.
Sukarno sempat bertanya, “Apakah sudah boleh bekerja sekitar 25 Agustus 1945?". "Silakan
saja, terserah tuan-tuan," jawab Marsekal Terauchi. Bung Karno dan kawan-kawan
tampaknya setuju dengan tawaran kemerdekaan dari Jepang tersebut. Hatta bahkan sempat
mengungkapkan perasaannya atas janji Terauchi itu. “Sesudah berjuang sekian lama untuk
mencapai Indonesia merdeka, ternyata terwujud hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun
saya, 12 Agustus," tulis Hatta dalam Memoir (1979).

Rencana Kemerdekaan
Dalam pertemuan itu, seperti dikutip dari buku Konflik di Balik Proklamasi:
BPUPKI, PPKI, dan Kemerdekaan yang ditulis St Sularto dan Dorothea Rini Yunarti,
Terauchi juga menyampaikan rincian 21 anggota PPKI yang telah disusun oleh pemerintah
Dai Nippon. Terauchi menunjuk Sukarno dan Hatta masing-masing selaku ketua, wakil
ketua, dan penasihat. Sedangkan Radjiman sebagai anggota bersama 18 orang lainnya
termasuk, Kiai Haji Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Teuku
Mohammad Hasan, Sam Ratulangi, I Gusti Ketut Puja, Johannes Latuharhary, Yap Tjwan
Bing, dan sejumlah nama lagi.
Jajaran anggota PPKI ini tidak hanya berasal dari Jawa saja, melainkan juga dari
pulau-pulau lain. Rinciannya: 12 orang dari Jawa, 3 orang Sumatera, 2 orang dari Sulawesi,
masing-masing 1 orang dari Kalimantan, Nusa Tenggara (Sunda Kecil), dan Maluku, serta 1
orang wakil golongan keturunan Tionghoa. Kesan Terauchi memang meyakinkan dan
tampaknya benar-benar akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia jika waktunya
tiba. Ia bahkan menyampaikan selamat atas kemerdekaan yang tidak lama lagi bakal
terwujud. Setelah jamuan makan dan acara minum teh bersama, pertemuan itu pun diakhiri.
Sukarno, Hatta, dan Radjiman bersiap pulang. Mereka tidak sabar ingin segera mengabarkan
hasil kesepakatan dengan Terauchi yang berisi janji kemerdekaan untuk bangsa Indonesia.
Di tanah air nanti, justru muncul rangkaian polemik sebelum Indonesia benar-benar merdeka
pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan ini bukanlah hadiah dari Jepang seperti yang
dijanjikan Terauchi serta sempat diterima dengan senang hati oleh Bung Karno dan kawan-
kawan.

3. Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( PPKI )


Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang disebut
Dookuritsu Junbi Iinkai adalah panitia yang bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI
dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, setelah BPUPKI dibubarkan Jepang pada 7
Agustus 1945. Selain itu, PPKI juga bertugas meresmikan pembukaan atau preambule dan
batang tubuh UUD 1945. PPKI diresmikan oleh Jenderal Hisaichi Terauchi pada 9 Agustus
1945 di Kota Ho Chi Minh, Vietnam. Peresmian ini dihadiri oleh Ir. Soekarno, Drs.
Mohammad Hatta dan Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Keanggotaan PPKI :
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (anggota)
5. R. P. Soeroso (anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (anggota)
9. Otto Iskandardinata (anggota)
10. Abdoel Kadir (anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (anggota)
12. Pangeran Poerbojo (anggota)
13. Dr. Mohammad Amir (anggota)
14. Mr. Abdul Maghfar (anggota)
15. Teuku Mohammad Hasan
16. Dr. GSSJ Ratulangi (anggota)
17. Andi Pangerang (anggota)
18. A.A. Hamidhan (anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (anggota)
20. Mr. Johannes Latuharhary (anggota)
21. Drs. Yap Tjwan Bing (anggota)

Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu:


1. Achmad Soebardjo (Penasihat)
2. Sajoeti Melik (anggota)
3. Ki Hadjar Dewantara (anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (anggota)
5. Kasman Singodimedjo (anggota)
6. Iwa Koesoemasoemantri (anggota)

Tanggal 8 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman
Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi.

Sidang-sidang:
1. Sidang 18 Agustus 1945
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI melakukan persidangan di bekas Gedung
Road van Indie di Jalan Pejambon. Dalam sidang tersebut, dalam hitungan belasan menit
terjadi permusyawarahan antara kelompok yang berbeda pendapat mengenai sila pertama
Pancasila yang tertuang dalam pembukaan Piagam Jakarta. Kelompok keagamaan non-
Muslim dari Timur dan kelompok kaum keagamaan penganut ajaran kebatinan serta
golongan nasionalis keberatan terhadap tujuh kata itu, sehingga mereka meminta
kelapangan hati para tokoh dari kelompok Islam agar bersedia dilakukan bengubahan.
Pada akhirnya, permusyawarahan itu berhasil membujuk pihak tokoh-tokoh
golongan Islam agar bersedia menghapuskan tujuh kata sila pertama Pancasila yang
tertuang dalam Piagam Jakarta atau Jakarta Charter dan menggantinya.
Setelah itu, Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang PPKI melakukan
pembacaan tentang empat perubahan hasil kesepakatan dan kompromi atas perbedaan
pendapat para golongan tersebut. Hasil sidang tersebut adalah:
Kata “Muqaddimah” yang merupakan kata bahasa Arab pada preambule Undang-
Undang Dasar diganti dengan kata “Pembukaan”.
Pada Pembukaan alenia keempat, berbunyi “Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi “Ketuhanan
yang Maha Esa”. Ini sekaligus mengganti sila pertama Pancasila.
Pada Pembukaan alenia keempat, kalimat “Menurut Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab” diganti menjadi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”. Ini sekaligus
mengganti sila kedua Pancasila.
Pasal 6 Ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli dan
beragama Islam” diganti menjadi “Presiden adalah orang Indonesia asli”.

Sidang pertama PPKI ini menyepakati hasil antara lain:


1. Mengesahkan Undang-Undang 1945.
2. Memilih dan mengangkat Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta
sebagai Wakil Presiden.
3. Tugas Presiden sementara dibantu oleh Komite Nasional Indonesia Pusat sebelum
dibentuknya MPR dan DPR.

2. Sidang 19 Agustus 1945


PPKI mengadakan sidang kedua pada tanggal 19 Agustus 1945. Sidang kedua PPKI ini
menghasilkan:
1. Membentuk 12 Kementerian dan 4 Menteri Negara
2. Membentuk Pemerintahan Daerah. Indonesia dibagi menjadi 8 provinsi yang dipimpin
oleh seorang gubernur.

3. Sidang 22 Agustus 1945


PPKI mengadakan sidang ketiga pada tanggal 22 Agustus 1945. Sidang ketiga PPKI ini
menghasilkan:
1. Membentuk Komite Nasional Indonesia
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk berdasarkan Pasal IV, Aturan
Peralihan, Undang-Undang Dasar 1945 dan dilantik serta mulai bertugas sejak tanggal
29 Agustus 1945 sampai dengan Februari 1950. KNIP merupakan Badan Pembantu
Presiden, yang keanggotaannya terdiri dari pemuka-pemuka masyarakat dari berbagai
golongan dan daerah-daerah termasuk mantan Anggota Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.
KNIP ini diakui sebagai cikal bakal badan legislatif di Indonesia, sehingga
tanggal pembentukannya diresmikan menjadi Hari Jadi Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.

2. Membentuk Partai Nasional Indonesia


PNI adalah partai politik tertua di Indonesia. Partai ini didirikan pada 4 Juli 1927
dengan nama Perserikatan Nasional Indonesia dengan ketuanya pada saat itu adalah
Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo, dan Mr.
Sunaryo.
3. Membentuk Badan Keamanan Rakyat
Pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) bertujuan agar tidak memancing
permusuhan dengan tentara asing di Indonesia. Anggota BKR adalah himpunan bekas
anggota PETA, Heiho, Seinendan, Keibodan, dan semacamnya.

Pertemuan dengan Marsekal Terauchi


Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan
Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar
proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat
buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi
peristiwa Rengasdengklok. Isi pembicaraan tiga tokoh Indonesia dengan Jendral Terauchi:
Pemerintah Jepang memutuskan untuk member kemerdekaan kepada Indonesia segera
setelah persiapan kemerdekaan selesai dan berangsur-angsur dimulai dari pulau Jawa
kemudian kepulau-pulau lainnya.
Untuk pelaksaan kemerdekaan diserahkan kepada PPKI dan telah disepakati tanggal 18
Agustus 1945.
Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.

Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari “penculikan” yang
dilakukan oleh sejumlah pemuda (antara lain Adam Malik dan Chaerul Saleh dari Menteng
31 terhadap Soekarno dan Hatta. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul
04.30. WIB. Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang, untuk kemudian
didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan
terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr.
Achmad Subardjo dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara
itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan.
Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota
PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung
Karno dan Bung Hatta pada hari Kamis, 16 Agustus 1945 di Rengasdengklok, di rumah
Djiaw Kie Siong. Naskah teks proklamasi sudah ditulis di rumah itu. Bendera Merah Putih
sudah dikibarkan para pejuang Rengasdengklok pada Rabu tanggal 15 Agustus, karena
mereka tahu esok harinya Indonesia akan merdeka.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk
berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta,
Kunto hanya menemui Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke
Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur.
Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk
membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam
rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi
dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti
Melik menggunakan mesin ketik yang “dipinjam” (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor
Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman, Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.

Anda mungkin juga menyukai