Anda di halaman 1dari 7

DAMPAK PENDUDUKAN JEPANG DI INDONESIA

Penyusun: Adi Setiawan

Kedatangan Jepang di Indonesia memberikan perubahan besar yang


menyangkut semua hal. Sebagai pihak yang merasa berhak memerintah, Jepang
kemudian mengeluarkan berbagai aturan yang harus ditaati oleh bangsa Indonesia.
Adanya kebijakan-kebijakn itu sangat berpengaruh terhadap penduduk Indonesia. 

Bidang Politik

Tujuan utama pemerintah Jepang adalah menghapuskan pengaruh Barat


dan menggalang dukungan masyarakat agar memihak Jepang. Pemerintah Jepang
juga menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Janji kemerdekaan
diucapkan oleh Perdana Menteri Tojo saat berkunjung ke Indonesia pada
September 1943. Dalam bidang politik, Jepang menerapkan beberapa kebijakan
antara lain: 
1. Melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa
Jepang. 
2. Membentuk organisasi-organisasi sebagai alat propaganda. 
3. Membentuk pemerintahan militer dengan angkatan darat dan angkatan laut. 
4. Melakukan seikerei setiap upacara bendera, yaitu penghormatan ke arah Tokyo
dengan membungkukkan badan 90 derajat untuk Kaisar Jepang Tenno Heika. 
5. Struktur pemerintahan sesuai keinginan Jepang.
6. Menjalin hubungan dengan tokoh nasionalis Indonesia untuk menarik simpati
rakyat.
Bidang Sosial dan Budaya

Selama masa pendudukan Jepang, kehidupan sosial dan budaya


masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan. Penderitaan rakyat bertambah
karena segala kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang
Jepang dalam menghadapi musuh-musuhnya. Terlebih rakyat dijadikan pekerja
romusha (kerja paksa zaman Jepang) sehingga banyak jatuh korban akibat
kelaparan dan penyakit.  Beberapa akibat pendudukan Jepang bidang sosial
budaya antara lain: 
1. Kesulitan proses komunikasi antarpulau dan dunia luar karena semua saluran
komunikasi dikendalikan Jepang. 
2. Semua nama-nama kota yang menggunakan bahasa Belanda diganti Bahasa
Indonesia seperti Batavia menjadi Jakarta dan Buitenzorg menjadi Bogor.
Teramsuk dalam penerbitan, surat kabar contohnya Soeara Asia (Surabaya), 
Asia Raya (Jakarta),  Tjahaya (Bandung), Sinar Baroe (Semarang), dan Sinar
Matahari (Yogyakarta).
3. Kebijakan Kinrohoshi yaitu tradisi kerja bakti secara massal pada masa
pendudukan Jepang. 
4. Mendirikan pusat kebudayaan (Keimin Bunka Shidoso) pada 1 April 1943
untuk mengawasi karya para seniman agar tidak menyimpang dari tujuan
Jepang. Adapun karya sastra yang berkembang seperti: Cinta Tanah Air karya
Nur Sutan Iskandar, Palawija karya Karim Halim, Angin Fuji Karya Usmar
Ismail.
5. Rakyat dijadikan romusha (kerja pakasa). .
6. Pemaksaan wanita menjadi jugun ianfu (wanita penghibur prajurit Jepang). 

Bidang Pendidikan

Pendidikan pada masa pendudukan Jepang dibagi menjadi beberapa


tingkatan, seperti:  
Pendidikan Dasar (Kokumin Gakko atau Sekolah Rakyat)  Sekolah rakyat ini
memiliki masa belajar selama enam tahun. Di mana Sekolah Rakyat adalah
sekolah pertama yang merupakan konversi nama dari Sekolah dasar tiga atau lima
tahun bagi pribumi di masa Hindia Belanda.  
Pendidikan Lanjutan  Terdapat dua pendidikan lanjutan, yakni Shoto Chu Gakko
(Sekolah Menengah Pertama) dengan masa belajar tiga tahun dan Kato Chu
Gakko (Sekolah Menengah Tinggi) yang juga memiliki masa studi tiga tahun. 
Pendidikan Kejuruan  Terdiri dari sekolah lanjutan yang bersifat vokasional antara
lain bidang pertukangan, pelayaran, pendidikan, teknik, dan pertanian. 
Perguruan tinggi mengalami kemunduran, banyak perguruan tinggi yang ditutup
pada 1943. Para pelajar dianjurkan masuk organisasi militer. Akibat pendudukan
Jepang di bidang pendidikan, perguruan tinggi mengalami kemunduran dan
banyak yang ditutup pada 1943. Hanya beberapa perguruan tinggi yang dibuka
antara lain: Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta Perguruan
Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung Selain itu, Jepang membuka
Akademi Pamong Praja (Konkoku Gakuin) di Jakarta dan Perguruan Tinggi
Hewan di Bogor.
Pendirian beberapa sekolah oleh pemerintah Jepang berhubungan dengan usaha
penanaman ideologi Jepang yaitu Hakko Ichiu yang artinya Delapan Benang di
Bawah Satu Atap.  Guru-guru dibebani tugas sebagai penyebar ideologi Hakko
Ichiu. Di mana setiap daerah mengirimkan calon guru untuk mengikuti pelatihan
dengan syarat mendapat persetujuan dari pimpinan Jepang.  Ketika kembali ke
daerah masing-masing, guru tersebut wajib menanamkan ideologi Hakko Ichiu. 
Pada masa pendudukan Jepang, keadaan pendidikan di Indonesia semakin
memburuk. Dilakukan pembatasan pendidikan sebagai politik Jepang untuk
memudahkan pengawasan. Berikut ini beberapa akibat pendudukan Jepang di
bidang pendidikan: 
1.Para pelajar wajib mempelajari bahasa Jepang. 
2. Para pelajar harus mempelajari adat istiada Jepang, lagu kebangsaan Jepang
Kimigayo, dan gerak badan (taiso) sebelum pelajaran dimulai. 
3. Bahasa Indonesia mulai digunakan sebagai bahasa pengantar di semua sekolah
dan menjadi mata pelajaran wajib. 
4. Para pelajar dianjurkan untuk masuk organisasi militer seperti Heiho (sebagai
pembantu prajurit), Seinendan, dan Keibodan (pembantu polisi). Para pelajar
dilatih baris berbaris dan perang meski hanya menggunakan senjata kayu. Para
pelajar juga dijadikan Shuishintai atau barisan pelopor yang mendapatkan
pelatihan yang berat. Latihan militer yang dianjurkan pemerintah Jepang kelak
akan berguna bagi bangsa Indonesia.
Bidang Ekonomi

Jepang membutuhkan biaya Perang Pasifik, untuk itu mengerahkan semua


tenaga kerja dari Indonesia. Tenaga kerja dari Indonesia dikerahkan untuk
membuat benteng-benteng pertahanan. Jepang juga menerapkan sistem ekonomi
erang yang disebut ekonomi autarki, artinya setiap daerah harus mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri sekaligus kebutuhan perang Jepang. Akibatnya,
kondisi masyarakat dari segi ekonomi menyedihkan.
Beberapa akibat pendudukan Jepang di Indonesia bidang ekonomi antara
lain: 
1. Pembentukan barisan romusha dengan panitia pengarahan (romukyokai) di
setiap daerah. 
2. Pengerahan tenaga kerja dari sukarela menjadi paksaan. 
3. Masyarakat wajib melakukan pekerjaan yang dinilai berguna bagi masyarakat
luas. 
4. Obyek vital dan alat-alat produksi dikuasai dan diawasi ketat oleh pemerintah
Jepang. 
5. Barang-barang keperluan hidup sulit didapat karena jumlahnya sedikit. 
6. Bahan makanan sulit didapat karena banyak petani menjadi romusha. 
7. Bahan-bahan pakaian sulit didapat bahkan menggunakan karung goni sebagai
bahan pakaian. 
8. Obat-obatan sulit didapat. 

9. Peningkatan jumlah gelandangan di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung,


Semarang dan Surabaya. Pasar gelap tumbuh di kota-kota besar. 
10. Inflasi parah karena uang yang dikeluarkan pemerintah Jepang tidak ada
jaminannya.

Bidang Birokrasi dan Militer

Dalam bidang birokrasi, pemerintah Jepang mengeluarkan Undang-undang


Nomor 27 Tentang Aturan Pemerintah Daerah dan UU No. 28 Tentang
Pemerintah Shu (Syu) dan Tokubetsu Shi (Syi) yang menandai berakhirnya
pemerintahan sementara. Kedua aturan tersebut merupakan pelaksanaan struktur
pemerintahan dengan datangnya tenaga sipil dari Jepang di Jawa. Tenaga sipil
dari Jepang ditempatkan di Jawa untuk melakukan tujuan reorganisasi
pemerintahan Jepang yang menjadikan Jawa sebagai pusat perbekalan perang di
wilayah selatan. 
Sesuai dengan UU tersebut, seluruh kota di Jawa dan Madura kecuali Solo
dan Yogyakarta dibagi atas: Shu (syu) (karesidenan) Shi (syi) (kotapraja) Ken
(kabupaten) Gun (kawedanan) So (kecamatan) Ku (desa).  Struktur pemerintahan
sesuai keinginan Jepang yaitu desa disebut ku, kecamatan disebut so, kawedanan
disebut gun, kotapraja disebut shi (syi), kabupaten disbeut ken dan karesidenan
disebut shu (syu). Pembentukan provinsi yang dilakukan Belanda diganti dan
disesuaikan dengan struktur Jepang sehingga daerah pemerintahan tertinggi
adalah shu (syu). Meski luas wilayah shu (syu) sebesar karesidenan tetapi
fungsinya berbeda. Residen adalah pembantu gubernur. Sedangkan shu adalah
pemerintah otonomi di bawah shuchokan yang berkedudukan sama dengan
gubernur. 
Pada masa pendudukan Jepang juga dibentuk Chuo Sangi-in (Dewan
Pertimbangan Pusat) yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan Volksraad.
Bedanya, dalam Volksraad masih dapat dilakukan kritik pemerintah dengan
bebas, tetapi tidak dapat dilakukan di Chuo Sangi-in. 
Perbedaan antara masa penjajahan sebelumnya dengan masa pendudukan
Jepang adalah rakyat Indonesia mendapatkan manfaat pengalaman dan pelatihan
militer mencakup dalam bidang ketentaraan, bidang pertahanan, dan bidang
keamanan. Pelatihan militer yang diperoleh rakyat Indonesia adalah: Dasar-dasar
militer Baris berbaris Latihan menggunakan senjata Organisasi militer Latihan
perang Melalui propagandanya, Jepang berhasil membujuk penduduk untuk
menghadapi Sekutu. Oleh karena itu, Jepang melatih penduduk dengan latihan-
latihan militer. Pada 1943 Jepang semakin intensif mendidik dan melatih pemuda
Indonesia di bidang militer. 
Jepang membentuk organisasi semi militer dan organisasi militer yang
harus diikuti para pemuda di Indonesia untuk membantu Jepang yang semakin
terdesak oleh Sekutu dalam Perang Pasifik. Seperti Seinendan, Keibodan
(pembantu polisi), Fujinkai, Hizbullah dan Barisan Pelopor serta Heiho (sebagai
pembantu prajurit) dan Peta (Pembela Tanah Air). 
Bekas pasukan Peta akan menjadi kekuatan inti Badan Keamanan Rakyat
(BKR) yang menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), merupakan cikal bakal
Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sumber: Kompas.com

Anda mungkin juga menyukai