Pendudukan Jepang selama 3,5 tahun di tanah air menjadi salah satu masa terkelam
bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, bukan hanya sumber daya alam, tenaga manusia juga
diperas untuk kepentingan Jepang. Namun, dibalik mirisnya kehidupan bangsa
Indonesia pada masa kependudukan Jepang, ada dampak positif yang terasa sampai
saat ini di beberapa bidang kehidupan.
Bidang Politik
Bidang Pendidikan
Adanya suatu aturan untuk belajar wajib hanya selama 6 tahun dan
mewajibkan Bahasa Jepang sebagai materi pelajaran yang wajib dikuasai.
Budaya dan adat istiadat Jepang diperkenalkan dan Bahasa Indonesia menjadi
Bahasa pengantar wajib di seluruh sekolah di Indonesia.
Pada tahun 1943 adanya proses penutupan pada perguruan tinggi.
Adanya suatu proses re-open atau pembukaan kembali perguruan tinggi
seperti Perguruan Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung, Perguruan Tinggi
Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta.
Adanya pembukaan sekolah Akademi Pamong Praja (Konkoku Gakuin) yang
bertempat di Jakarta.
Saat itu, perlawanan bangsa Indonesia terhadap pendudukan Jepang di Indonesia bisa
dikategorikan menjadi 3, yaitu melalui perjuangan yang berbentuk organisasi, gerakan
bawah tanah, dan perlawanan bersenjata.
Perjuangan Organisasi
Putera
Barisan Pelopor
Ini merupakan bagian dari Jawa Hokokai. Barisan Pelopor ini diketuai oleh Ir.
Soekarna dan beberapa pahlawan nasionalisme yang menjadi anggotanya.
Chuo Sangi In
Chuo Sangi In merupakan salah satu organisasi yang dimanfaatkan para tokoh
nasionalisme dalam pembentukan organisasi Barisan Pelopor untuk kepentingan
Indonesia.
Secara umum, kegiatan bawah tanah yang dilakukan oleh para pejuang nasional guna
melawan pendudukan Jepang di Indonesia memiliki beberapa tujuan seperti saling
membagi informasi dan menjaga nasionalisme, mempersiapkan kekuatan untuk
kemerdekaan Indonesia, menyempurnakan semangat dan persiapan untuk
kemerdekaan Indonesia, serta mendapatkan informasi perkembangan Perang Asia
Timur Raya dari radio.
Perlawanan Bersenjata
Perlawanan ini dipimpin oleh seorang guru mengaji bernama Tengku Abdul Jalil, yang
dipicu karena tindakan Jepang yang sewenang-wenang dan gagalnya perundingan,
Jepang menyerang Cot Plieng. Tengku Abdul Jalil dan para pahlawan tanpa nama
yang mengikutinya pun gugur.
Perlawanan ini di pimpin oleh Perwira Giyugun T Hamid, yang dipicu akan kekejaman
Jepang terhadap rakyat dan terlebih lagi kepada Prajurit Indonesia.
Perlawanan ini dipimpin oleh regu (budanco) Kusaeri dan kawan-kawannya. Pada 25
April 1945, Jepang mengetahui rencana perlawanan tersebut, sehingga Kusaeri di
hukum mati tetapi digagalkan karena di desak oleh sekutu.
Perlawanan di Kalimantan yang dipimpin oleh pemimpin suku Dayak yaitu Pangsuma.
Perlawanan Kalimantan termasuk ke dalam perang Gerilya yang berlangsung lama dan
berpindah-pindah.