com)
Selain romusha, Jepang juga membentuk Jugun Ianfu. Jugun Ianfu adalah tenaga kerja
perempuan yang direkrut dari berbagai Negara Asia seperti Indonesia, Cina, dan
korea. Perempuan-perempuan ini dijadikan perempuan penghibur bagi tentara Jepang.
Sekitar 200.000 perempuan Asia dipaksa menjadi Jugun Ianfu.
ASPEK BUDAYA
Potongan gambar pada film Sang Kiyai, menggambarkan kondisi saat tentara Jepang
menangkap
Dahulu, para seniman dan media pers kita tidak sebebas sekarang. Pemerintahan Jepang
mendirikan pusat kebudayaan yang diberi nama Keimin Bunkei Shidoso. Lembaga ini yang
kemudian digunakan Jepang untuk mengawasi dan mengarahkan kegiatan para seniman
agar karya-karyanya tidak menyimpang dari kepentingan Jepang. Bahkan media pers pun
berada di bawah pengawasan pemerintahan Jepang.
ASPEK PENDIDIKAN
Sistem pendidikan Indonesia pada masa pendudukan Jepang berbeda dengan masa
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Pada masa pendudukan Jepang, semua kalangan
dapat mengakses pendidikan, sedangkan masa Hindia-Belanda, hanya kalangan atas
(bangsawan) saja yang dapat mengakses. Akan tetapi, sistem pendidikan yang dibangun
oleh Jepang itu memfokuskan pada kebutuhan perang. Meskipun akhirnya pendidikan
dapat diakses oleh semua kalangan, tetapi secara jumlah sekolahnya menurun sangat
drastis, dari semulanya 21.500 menjadi 13.500.
ASPEK EKONOMI
Sewaktu Indonesia masih di bawah penjajahan Jepang, sistem ekonomi yang diterapkan
adalah sistem ekonomi perang. Saat itu Jepang merasa penting untuk menguasai sumber-
sumber bahan mentah dari berbagai wilayah Indonesia. Tujuan Jepang melakukan itu,
untuk menghadapi Perang Asia Timur Raya, Squad. Nah, wilayah-wilayah ekonomi yang
sanggup memenuhi kebutuhannya sendiri atau yang diberi nama Lingkungan
Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya, merupakan wilayah yang masuk ke dalam
struktur ekonomi yang direncanakan oleh Jepang.
b. Bidang Pendidikan
Membangun sekolah kokumin gakko (sekolah rakyat)Pendidikan zaman Jepang
mengalami perubahan secara drastis. Dimana sistem pengajaran dan kurikulum
disesuaikan dengan kepentingan perang. Siswa wajib mengikuti latihan dasar kemiliteran.
Jepang juga menanamkan semangat Jepang dan siswa wajib menghapal lagu kebangsaan
Jepang. Para guru diharuskan mengikuti kursus bahasa Jepang. Juga diwajibkannya
menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia sebagai bahasa pengantar disekolah untuk
menggantikan bahasa Belanda. Melalui pendidikan, Jepang bermaksud mencetak kader-
kader yang akan mempelopori dan merealisasikan konsepsi ”Kemakmuran Bersama Asia
Timur Raya”.
c. Bidang Ekonomi
Pada pendudukan Jepang, kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang Jepang.
Jepang berusaha menguasai sumber bahan mentah untuk industri Jepang. Sebagian hasil
panen harus diserahkan kepada pemerintah. Rakyat diperbolehkan memiliki 40% hasil
panen mereka, 30%disetor kekoperasi dengan harga yang ditetapkan pemerintah dan sisa
30% disediakan untuk bibit dan harus disimpan dilumbung desa. Kadang-kadang semua
itu dirampas oleh Jepang sehingga rakyat hanya makan keladi yang gatal, ubi jalar atau
bekicot serta makanan lain yang tidak layak. Selain itu, Jepang juga mengharuskan kaum
pria yang muda dan sehat serta produktif untuk menjadi serdadu pekerja (Romusha).
Akibatnya tidak sedikit nyawa yang terenggut saat itu.
d. Bidang Budaya
Jepang sebagai negara fasis selalu berusaha untuk dapat menanamkan kebudayaannya.
Salah satu cara Jepang adalah kebiasaan menghormat kearah matahari terbit. Hal ini
berarti bahwa cara menghormat tersebut merupakan salah satu tradisi Jepang untuk
menghormati kaisarnya yang dianggap keturunan Dewa Matahari.
f. Militer
Demi untuk memenuhi kepentingan perang Asia Timur Raya yang memerlukan banyak
tentara. Pemerintah Jepang berusaha mengerahkan porensi rakyat Indonesia dengan
membentuk pendidikan semi-militer dan militer, seperti : Seinendan, Keobodan, Heiho dan
PETA. Meskipun pengerahan tersebut dilaksanakan untu kepentingan Jepang, namun
bangsa Indonesia mendapat keuntungan besar dari proses pendidikan militer ini. Hal ini
terasa gunanya, kelak pada saat bangsa Indonesia menghadapi sekutu dan Belanda yang
akan menjajah kembali Indonesia tahun 1945 – 1949.
g. Bahasa Indonesia
Jepang berusaha menghapus pengaruh barat di Indonesia. Antara lain dengan pelarangan
penggunaan Bahasa Belanda disekolah-sekolah dan pertemuan resmi. Bahasa yang dboleh
digunakan adalah bahasa Indonesia disamping bahasa Jepang. Demikian pula buku-buku
pelajaran maupun yang berbentuk sastra, menggunakan bahasa Indonesia.
Dampak Positif Dan Negatif Pendudukan Jepang Di Indoensia
Dampak Positif
Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan
menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional.
Jepang mendukung semangat anti Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung
semangat nasionalisme Indonesia, antara lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda,
misalnya perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin
nasional Indonesia seperti Soekarno dengan harapan agar Soekarno mau membantu
Jepang memobilisasi rakyat Indonesia. Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi
para pemimpin nasional Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin
rakyatnya.
Dalam bidang ekonomi didirikannya kumyai yakni koperasi yang bertujuan untuk
kepentingan bersama, mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun
dan SLTA.
Pembentukan stara masyarakat hingga tingkat paling bawah yakni rukun tetangga
“RT” atau Tonarigumi.
Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yakni line system “sistem
pengaturan bercocok tanam secara efisien” yang bertujuan untuk meningkatkan
produksi pangan.
Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, dari
sini muncullah ide Pancasila.
Jepang dengan teprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia
demi kepentingan Jepang pada awalnya, namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal
untuk berperang yang dikemudian hari digunakan untuk menghadapi kembalinya
pemerintah kolonial Belanda.
Dalam pendidikan dikenalkan sistem Nipon-sentris dan diperkenalkannya kegiatan
upacara dalam sekolah.
Dampak Negatif
Penghapusan semua organisasi politik dan pranata sosial warisan Hindia Belanda
yang sebenarnya banyak diantaranya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu
pengetahuan, sosial, ekonomi dan kesejahteraan warga.
Romusha, mobilisasi rakyat Indonesia “terutama warga Jawa” untuk kerja paksa
dalam kondisi yang tidak menusiawi.
Penghimpunan segala sumber daya seperti sandang, pangan, logam dan minyak
demi kepentingan perang. Akibatnya berasa dan berbagai bahan pangan petani
dirampas Jepang sehingga banyak rakyat yang menderita kelaparan.
Krisis ekonomi yang sangat parah, hal ini karena dicetaknmya uang pendudukan
secara besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
Kebijakan self sufficiency “kawasan mandiri” yang menyebabkan terputusnya
hubungan ekonomi antar daerah.
Kebijakan fasis pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen
di kalangan rakyat sehingga menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas
melanggar hak asasi manusia dengan menginterogasi, menangkap, bahkan
menghukum mati siapa saja yang dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau
anti-Jepang tanpa proses pengadilan.
Pembatasa pers sehingga tidak ada pers yang idependen semuanya dibawah
pengawasan Jepang.
Terjadinya kekacuan sistuasi dan kondisi keamanan yang parah seperti maraknya
perampokan, pemerkosaan dan lain-lain.
Pelarangan terhadap buku-buku berbahasa Belanda dan Inggris yang menyebabkan
pendidikan yang lebih tinggi terasa mustahil.
Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat-pejabat pada masa itu yang
menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.
Bidang Politik
Melarang penggunaan Bahasa Belanda dan memperbolehkan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar.
Dibentuknya badan persiapan kemerdekaan Indonesia, yaitu BPUPKI dan PPKI.
Dengan kemunculan badan persiapan ini, muncullah ide Pancasila.
Mendukung semangat Anti-Belanda, sehingga secara tidak langsung Jepang ikut
mendukung semangat jiwa nasionalisme Indonesia.
Memberi kesempatan bagi rakyat Indonesia untuk ikut serta dalam pemerintahan
politik.
Bidang Ekonomi
Didirikannya koperasi yang bertujuan untuk kepentingan bersama.
Diperkenalkannya sistem baru bagi pertanian yaitu line system. Sistem ini akan
memberikan pengaturan bercocok tanam yang efisien sehingga akan meningkatkan
produksi pangan.
Bidang Sosial
Mulai berkembangnya tradisi kerja bakti massal melalui kinrohosi.
Munculnya sikap persatuan dan kesatuan dalam mengusir penjajah di Indonesia.
Bangsa Indonesia mengalami berbagai pembaharuan akibat didikkan Jepang yang
menumbuhkan kesadaran dan keyakinan yang tinggi akan harga dirinya.
Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu Tonarigami atau
Rukun Tetangga (RT).
Bidang Budaya
Jepang mendirikan Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan) tanggal 1 April
1943 di Jakarta. Fungsi lembaga ini mewadahi aktivitas kebudayaan Indonesia.
Pembentukan Persatuan Aktris Film Indonesia (PERSAFI) yang bertujuan
mendorong aktris-aktris profesional dan amatir Indonesia untuk bereksperimen
dengan mengubah lakon terjemahan bahasa asing ke Bahasa Indonesia.
Bidang Pendidikan
Dalam pendidikan diperkenalkannya sistem Nippon Sentris (mengharuskan para
siswa untuk melakukan upacara adat Jepang, senam khas Jepang, dll.)dan
diperkenalkannya kegiatan upacara dalam sekolah.
Mendirikan sekolah seperti SD 6 tahun, SLTP/SMP 9 tahun dan SLTA/SMA.
Bidang Birokrasi dan Militer
Jepang memberikan pelatihan militer-semimiliter kepada pemuda Indonesia dan
mempersenjatai pemuda demi keperluan perang Jepang. Seperti mengikutsertakan
pemuda ke organisasi keibodan, heiho, suisintai dan sebagainya.
Peninggalan peralatan militer dan infrastruktur perang milik Jepang yang dapat
digunakan sebagai modal untuk mempertahankan kemerdekaan. Setelah Jepang
menyerah tanpa syarat kepada sekutu, bangak peralatan militer Jepang yang
kemudian dikuasai oleh pemuda Indonesia.
Bidang Politik
Dilarangnya kegiatan politik dan dibubarkannya organisasi politik yang ada.
Dilarangnya segala jenis rapat dan kegiatan politik.
Bidang Ekonomi
Jepang mengeksploitasi SDA dan SDM untuk kepentingan perang.
Jepang mengmbil secara paksa makanan, pakaian dan pembekalan lainnya dari
rakyat Indonesia tanpa kompensasi.
Terjadinya inflasi dan krisis ekonomi yang sangat menyengsarakan rakyat.
Terputusnya hubungan antar daerah akibat dari self sufficiency.
Kegiatan ekonomi diarahkan untuk kepentingan perang sehingga seluruh potensi
SDA dan bahan mentah lainnya digunakan untuk mendukung industri perang.
Penerapan sanksi yang berat oleh Jepang dengan menerapkan sistem ekonomi
secara ketat.
Menerapkan sistem ekonomi perang dan sistem autarki (memenuhi kebutuhan
daerah sendiri dan menunjang kegiatan perang).
Bidang Sosial
Adanya praktik perbudakan wanita (yugun ianfu). Banyak wanita muda Indonesia
yang digunakan sebagai wanita penghibur bagi perang Jepang.
Kegiatan romusha yang menyengsarakan dan memiskinkan rakyat.
Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independent dan pengawasan berada
di bawah pengawasan Jepang.
Terjadinya kondisi yang parah dan maraknya tindak kriminal seperti perampokan,
pemerkosaan dan lain-lain.
Bidang Pendidikan
Banyak guru-guru yang dipekerjakan sebagai pejabat pada masa itu yang
menyebabkan kemunduran standar pendidikan secara tajam.
Bidang Birokrasi dan Militer
Pelanggaran HAM yang dilakukan oleh tentara Jepang karena menghukum keras
orang-orang yang menyimpang/menentang dari Jepang.
Dalam bidang politik, Jepang melakukan kebijakan dengan melarang penggunaan Bahasa
Belanda dan mewajibkan Bahasa Jepang. Struktur pemerintahan dibuat sesuai dengan
keinginan Jepang, misalnya desa dengan Ku, kecamatan dengan So, kawedanan dengan Gu,
kotapraja dengan Syi, kabupaten dengan Ken, dan karesidenan dengan Syu.
Jepang juga membentuk pemerintahan militer dengan angkatan darat dan angkatan laut.
Angkatan darat yang meliputi Jawa-Madura berpusat di Batavia. Sementara itu di
Sumatera berpusat di Bukittinggi, angkatan laut di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian
berpusat di Ujungpandang (sekarang Makassar).
Pemerintahan itu berada di bawah pimpinan panglima tertinggi Jepang untuk Asia
Tenggara yang berkedudukan di Dalat, Vietnam.
Tujuan utama pemerintah Jepang yaitu untuk menghapuskan seluruh pengaruh Barat dan
menggalang masyarakat agar memihak Jepang.
Pemerintah Jepang juga menjanjikan kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan
oleh PM Tojo dalam kunjungannya ke Indonesia pada September 1943.
Kebijakan politik Jepang yang sangat keras itu membangkitkan semangat perjuangan
rakyat Indonesia terutama kaum nasionalis untuk segera mewujudkan kemerdekaan
Indonesia.
Secara singkat, dalam bidang politik Jepang melakukan berbagai propaganda, antara lain
yaitu :
Menganggap Jepang sebagai saudara tua bangsa Asia atau sering disebut Hakko Ichiu.
Membangun pendidikan berbentuk beasiswa untuk mencuri simpati rakyat.
Melancarkan semboyan 3A (Jepang pemimpin Asia, Jepang pelindung Asia, Jepang cahaya
Asia).
Menarik simpati umat islam dengan memberangkatkan ibadah Haji.
Menarik simpati organisasi Islam seperti organisasi MIAI.
Melaksanakan politik dumping.
Mengajak tokoh perjuangan Nasional dengan cara membebaskan tokoh tersebut dari
penahanan Belanda.
Untuk membiayai perang pasifik, Jepang mengerahkan semua tenaga kerja Indonesia.
Mereka dikerahkan untuk membuat benteng pertahanan. Awal mulanya, tenaga kerja
dikerahkan dari Pulau Jawa yang padat penduduknya, selanjutnya di kota-kota dibentuk
barisan romusha sebagai sarana propaganda.
Propaganda tersebut kemudian menarik para pemuda untuk bergabung dengan sukarela.
Pengerahan tenaga kerja yang awal mulanya sukarela lama kelamaan berubah menjadi
paksaan. Panitia pengerahan disebut dengan Romukyokai, yang ada di setiap daerah.
Para pekerja romusa itu diperlakukan dengan kasar dan kejam. Mereka tidak dijamin
kehidupannya, kesehatan dan makan tidak diperhatikan.
Banyak pekerja romusa yang jatuh sakit dan meninggal. Untuk mengembaikan citranya,
jepang mengadakan propaganda dengan menyebut pekerja romusa sebagai “Pahlawan
Pekerja” atau “Prajurit Ekonomi”. Mereka digambarkan sebagai sosok suci dalam
menjalankan tugasnya. Para pekerja romusa jga dikirim ke Birma, Muangthai, Vietnam,
Serawak, dan Malaya.
Saat itu kondisi masyarakat amat menyedihkan. Bahkan makanan sulit didapat akibat
banyak petani yang menjadi romusa. Gelandangan di kota besar (Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya) semakin tumbuh subur. Tidak jarang pula mereka mati kelaparan di
jalanan atau di kolong jembatan.
Berbagai penyakit juga menjangkit rakyat Indonesia. Selain itu pasar gelap semakin
merajalela kala itu. Barang-barang keperluan sulit didapatkan dan sedikit jumlahnya. Uang
yang dikeluarkan Jepang tidak ada jaminannya, bahkan mengalami inflasi yang parah.
Semua objek vital dan alat-alat produksi dikuasai Jepang dan diawasi sangat ketat.
Pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan untuk menjalankan perekonomian.
Perkebunan diawasi dan dipegang sepenuhnya oleh pemerintah Jepang, banyak juga
perkebunan yang dirusak lalu diganti tanamannya untuk keperluan perang.
Rakyat dilarang menanamtabu dan membuat gula. Beberapa perusahaan swasta Jepang
yang menangani pabrik gula adalah Meiji Seito Kaisya.
Masyarakat juga diwajibkan untuk melakukan pekerjaan yang dinilai berguna bagi
masyarakat luas, misalnya memperbaiki jalan, saluran air atau menanam pohon jarak
(dilakukan secara bergantian). Untuk menjalankan tugas tersebut dengan baik, maka
dibentuklah tonarigumi (rukun tetangga) untuk memobilisasi massa dengan efektif.
Sementara itu, komunikasi di Indonesia mengalami kesulitan baik komunikasi antar pulau
maupun komunikasi dengan dunia luar, karena semua saluran komunikasi dikendalikan
oleh Jepang.
Semua nama kota yang menggunakan Bahasa Belanda diganti dengan Bahasa Indonesia,
seperti Batavia menjadi Jakarta dan Buitenzorg menjadi Bogor. Sementara itu, untuk
mengawasi karya para seniman agar tidak menyimpang dari tujuan Jepang, maka
didirikanlah pusat kebudayaan pada tanggal 1 April 1943 di Jakarta, yang dinamai Keimun
Bunka Shidosho.
Jepang yang semula disambut dengan senang hati, lambat laun berubah menjadi
kebencian. Rakyat bahkan lebih benci pada pemerintah Jepang daripada pemerintah
Kolonial Belanda.
Banyak gadis dan perempuan Indonesia yang ditipu Jepang dengan dalih untuk bekerja
sebagai perawat atau disekolahkan, namun ternyata hanya dipaksa untuk melayani para
kempetai (nafsu seks). Para gadis tersebut dan perempuan tersebut disekap dalam kamp-
kamp yang tertutup sebagai wanita penghibur. Kamp-kamp tersebut dapat ditemukan di
Semarang, Jakarta, Solo, dan Sumatera Barat.
Mereka juga harus mempelajari adat istiadat Jepang dan lagu kebangsaan Jepang
(Kimigayo) serta gerak sebelum memulai pelajaran. Bahasa Indonesia digunakan sebagai
bahasa pengantar di semua sekolah dan dianggap sebagai mata pelajaran wajib.
Sementara itu perguruan tinggi ditutup pada tahun 1943. Beberapa perguruan tinggi yang
dibuka lagi adalah Perguruan Tinggi Kedokteran (Ika Daigaku) di Jakarta dan Perguruan
Tinggi Teknik (Kogyo Daigaku) di Bandung.
Jepang juga membentuk Akademi Pamong Praja (Konkoku Gakuin) di Jakarta, serta
Perguruan Tinggi Hewan di Bogor. Saat itu perguruan tinggi di Indonesia mengalami
kemunduran dan kemerosotan yang tajam.
Keuntungannya pada masa Jepang yaitu penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar. Melalui sekolah-sekolah itulah Jepang melakukan indoktrinisasi. Menurut
Jepang, kader-kader dibentuk untuk mempelopori dan melaksanakan konsepsi
kemakmuran Asia Raya. Namun bagi bangsa Indonesia tugas berat itu merupakan
persiapan bagi pemuda terpelajar untuk mencapai kemerdekaan.
Ketika sudah dididik untuk selang waktu beberapa tahun, para pelajar dianjurkan untuk
masuk ke militer. Mereka diajarkan untuk masuk ke organisasi Heiho (sebagai pembantu
prajurit). Selain itu juga, para pemuda dianjurkan untuk masuk ke barisan seinendan dan
keibodan (pembantu polisi).
Mereka dilatih baris-berbaris meskipun hanya bersenjata kayu. Dalam seinendan mereka
dijadikan barisan pelopor atau suisintai. Barisan pelopor itu mendapat pelatihan yang
berat. Latihan militer itu kelak berguna bagi bangsa Indonesia.
Kedua aturan tersebut merupakan struktur pemerintahan dengan datangnya tenaga sipil
dari Jepang di Jawa. Mereka ditempatkan di Jawa untuk melakukan tujuan reorganisasi
Jepang, yang menjadikan Jawa sebagai pusat perbekalan perang di wilayah Selatan.
Sesuai dengan UU tersebut, seluruh kota di Jawa-Madura (kecuali Solo dan Yogyakarta)
dibagi atas syu, syi, gen, son, dan ku. Pembentukan provinsi yang dilakukan Belanda
diganti dan disesuaikan dengan struktur Jepang, daerah pemerintahan yang tertinggi,
yaitu Syu.
Meskipun luas wilayah syu sebesar wilayah karesidenan, namun fungsinya berbeda.
Apabila residen merupakan pembantu gubernur, maka Syu adalah pemerintahan otonomi
dibawah shocukan yang berkedudukan sama dengan gubernur.
Pada masa pendudukan Jepang juga dibentuk Chou Sangi yang fungsinya tidak jauh dari
Volkstraad. Dalam volkstraad masih dapat dilakukan kritik pemerintah dengan bebas,
sebaliknya chou sangi tidak dapat melakukan hal itu.
Masa pendudukan Jepang rakyat Indonesia mendapatkan banyak manfaat di bidang
militer. Mereka dapat kesempatan untuk berlatih militer, baris berbaris, latihan
menggunakan senjata, masuk organisasi militer bahkan ikut latihan perang.
Bekas pasukan PETA itulah yang menjadi Badan Keamanan Rakyat (BPR), yang menjadi
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan sekarang dikenal dengan Tentara Nasional
Indonesia (TNI).