Dari Perspektif
Ilmu
Komunikasi
• Sabrina Meliani Sukma 2110412047
• Gusti Wafiq Ukhti Hafa 2110412057
• Dafa Syachrullah 2110412058
• Dimas Noveryan 2110412066
• Reza Rafif Rusfandi 2110412235
Dalam kaitan antara ilmu sejarah dengan ilmu sosial, pada buku yang
berjudul “Penjelasan Sejarah (Historical Explanation)”, penulis
menulis bahwa kooperasi antara ilmu sejarah dan ilmu sosial bisa saja
tampak sebagai kontradiksi. Sejarah berhubungan dengan gejala yang
unik, sekali terjadi, dan terikat dengan konteks waktu dan tempat.
Sementara ilmu sosial berusaha mencari hukum umum, terjadi
Sejarah dengan pendekatannya yang interdisipliner memerlukan ilmu lain agar bisa memanjang dalam
ruang (sinkronik), karena sejarah adalah ilmu yang memanjang dalam waktu (diakronik). Sementara
ilmu komunikasi justru dengan multiperspektifnya malah bisa memberikan sudut pandang bagi ilmu
lain dalam kajiannya
Penulisan Sejarah Tentang Jaman Pendudukan
Jepang
Penelitian mengenai propaganda Jepang selama menduduki Indonesia sebenarnya pernah ditulis. Satu
nama yang perlu disebut adalah Dewi Yuliati, Doktor Sejarah di Universitas Diponegoro. Yuliati pernah
melakukan tiga penelitian mengenai propaganda dan media massa pada masa pendudukan Jepang,
masing-masing Sistem Propaganda Jepang di Jawa 1942-1945 , Seni Sebagai Media Propaganda Pada
Masa Pendudukan Jepang di Jawa 1942- 1945, Pengawasan Terhadap Pers Bumi Putera di Jawa Pada
Masa Pendudukan Jepang 1942- 1945.
Propaganda Jepang dan Gerakan 3 A
Bermula Ketika Jenderal Ter Poorten menyerah tanpa
syarat di hadapan Jenderal Imamura Hitsoji pada 8
Maret 1942, menandakan berakhirnya kekuasaan
Belanda di Indonesia.
● Bahasa propaganda jepang bersifat jauh, mulai dari realistis seperti menanamkan sikap anti Barat
kepada rakyat Indonesia hingga memberi pengaruh kepada kalangan Islam dengan menekankan
persamaan antara Shinto dengan Islam, dan mengumbar harapan bahwa Kaisar akan memeluk
Islam serta melukis suatu gambar tentang kekuasaan Islam yang berpusat di sekeliling Kaisar
Khilafah Jepang.
● Jepang menerapakan propaganda putih dan propaganda hitam. sekaligus Propaganda hitam (black
propaganda) adalah penyebaran kebohongan yang dilakukan dengan sengaja dan strategis.
Sedangkan propaganda putih (white propaganda) merupakan stra- tegi yang berlawanan dengan
propaganda buruk dengan mempro- mosikan informasi dan ide yang positif.
● Namun tidak hanya menerapkan propaganda putih dan hitam, pemerintah pendudukan Jepang
ternyata juga menerapkan bentuk propaganda lain yang abu-abu (grey propaganda). Ini adalah
jenis propaganda yang dilakukan melalui penyebaran informasi atau ide yang samarsamar.
Penyebarnyapun sulit untuk bisa dipastikan, meski bisa diduga.
Gerakan 3A dan Kegagalan Propaganda Sejak Awal
• Pemerintah menunjuk Raden Samsoedin sebagai ketua untuk memimpin Gerakan 3A lalu
mencoba mempropagandakan Gerakan 3A ke seluruh Jawa. Dengan semboyan : “Nippon
Pemimpin Asia, Nippon Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia”, Gerakan 3 A dibentuk
pemerintah militer Jepang dengan tujuan mengumpulkan dukungan bagi tujuan perang
Jepang untuk mencapai “Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya”.
• September 1942, Gerakan 3A dibubarkan pemerintah militer Jepang. kegagal- an Gerakan
3A sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kesalahan sejak awal yang dilakukan oleh
pemerintah pendudukan Jepang sendiri:
1. komponen propagandis dalam propaganda,
2. teknik propaganda yang dilakukan yang masih berkait dengan propagandis
3. serta persepsi yang mulai timbul di kalangan masyarakat namun tampak dikesam- pingkan
oleh Jepang.
• Acuan tiga hal ini bagaimanapun mencoba ikuti formulasi Laswell dalam unsur-unsur
proses komunikasi, meskipun tidak sama persis, yaitu : who (propagandis : gerakan 3A dan
pemimpinnya), say what (propaganda untuk merebut simpati raky at Indonesia agar
mendukung Jepang), in which channel (penerapan teknik propaganda), to whom
(komunikan : rakyat Indonesia), with what effect (kegagalan propaganda).
●Mengacu pada komponen pertama, pemerintah pendudukan Jepang
sepertinya memang telah “salah” dalam menunjuk kepemimpinan Gerakan
3A. Mr. Samsoeddin, pemimpin yang ditunjuk, adalah tokoh muda
Parindra 10. Dalam memimpin institusi ini, ia dibantu oleh tokohtokoh
Parindra lain, yang memang kemudian menjadi dominan di lembaga ini,
seperti Soetan K. Pamuntjak dan Mohammad Saleh. Tokoh-tokoh populer
dan berpengaruh seperti Soekarno 11, Hatta dan Ki Hajar Dewantara tidak
diikutsertakan. Bahkan Abikoesno Tjokrosoejoso, pemimpin PSII dan
politisi Islam terkemuka pada masa itu hanya diposisikan mengepalai
sebuah subseksi dalam Gerakan 3A