Masa pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada tanggal 17 Agustus
1945 seiring dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan M. Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Pendudukan Jepang di Indonesia diawali dengan pendaratan di kota tarakan pada 10 Januari 1942.
selanjutnya menduduki Minahasa, Balikpapan (Balikpapan merupakan sumber-sumber minyak maka
diserang dengan hati-hati agar tetap utuh, tetapi dibumihanguskan oleh tentara Belanda), ambon,
Pontianak, Makasar, Banjarmasin, Palembang, dan Bali. Adapun serangan-serangan pasukan Jepang di
Jawa diawali pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang mendarat di Teluk Banten, Indramayu, dan Bojonegoro.
Kemudian tanggal 5 Maret kota Batavia (Jakarta) jatuh ke tangan tentara Jepang dan dilanjutkan
menduduki Buitenzorg (Bogor). Jepang menyerang di Pulau Jawa karena dipandang sebagai basis
kekuatan politik dan militer Belanda. Serangan-serangan Jepang dalam waktu singkat dapat menjatuhkan
negara-negara imperialis Belanda di Indonesia. Pasukan Belanda terkepung di Cilacap dan Bandung
kemudian menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati, Subang (Jawa Barat) pada tanggal 8 Maret
1942. Penyerahan ini ditandatangani oleh Panglima Tentara Hindia Belanda Letnan Jenderal Ter Poorten
dan di pihak Jepang diwakili Jenderal Hitosyi Imamura. Peristiwa itu menandai pendudukan Jepang di
Indonesia.
Setelah jatuh ke tangan Jepang. Indonesia berada di bawah pemerintahan militer. Pemerintahan militer
Jepang di Indonesia terbagi dalam tiga daerah pemerintahan seperti berikut:
1. Wilayah Sumatra di bawah pemerintahan Angakatan Darat (Bala Tentara XXV) yang berpusat di
Bukittinggi.
2. Wilayaha Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Angakatan Darat (Bala Tentara XVI) yang
berpusat di Jakarta.
3. Wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku di bawah pemerintahan Angkatan laut (Armada
Selatan II) yang berpusat di Makassar.
Pemerintahan di ketiga wilayah itu dipimpin oleh kepala staf tentara/armada dengan sebutan Gunseikan
(kepala pemerintahan militer) dan kantornya disebut Gunseikanbu. Karena kekurangan tenaga
pemerintahan, orang Jepang terpaksa mengangkat orang Indonesia unuk menduduki jabatan tinggi
1. Menjadikan Indonesia sebagai pemasok bahan mentah untuk industri dan mesin perang.
2. Menggalang rakyat Indonesia menjadi bagian dari kekuatan untuk membendung gempuran
pasukan Sekutu
3. Eksploitasi secara besar – besaran sumber kekayaan alam Indonesia dan sumber tenaga manusia
untuk kepentingan perang menghadapi sekutu
C. UPAYA PEMERINTAH JEPANG MEMIKAT HATI BANGSA INDONESIA SUPAYA
MAU MEMBANTU JEPANG
1. Siaran Radio Tokyo sering kali memperdengarkan lagu kebangsaan Indonesai Raya dan pidato-
pidato yang sangat merdu di telinga.
2. Kata orang Jepang, mereka datang ke Indonesia sebagai saudara tua untuk melepaskan bangsa
kita dari belenggu penjajahan Belanda dan untuk menciptkana kemakmuran bersama dalam
lingkungan Asia Timur Raya.
3. Pemimpin-pemimpin Indonesia yang diasingkan Belanda seperti Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta,
Sutan Syahrir dan lain-lain, dibebaskan oleh Jepang.
4. Diadakan propaganda untuk mengelebui mata rakyat, propaganda tersebut disebut Gerakan 3 A,
yaitu Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Pmimpin Asia.
5. Dilarang memnggunakan bahasa Belanda dan boleh menggunakan bahasa Indonesia
1. Bidang Politik
Pada masa awal pendudukan, Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap Jepang pada
awalnya menunjukkan kelunakan, misalnya:
Kebijakan Jepang yang lunak ternyata tidak berjalan lama. Jenderal Imamura mengubah semua
kebijakannya. Kegiatan politik dilarang dan semua organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai
gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru. Tentunya untuk kepentingan Jepang itu sendiri.
Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain Gerakan Tiga A, Putera, dan Jawa Hokokai.
a. Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A dibentuk pada bulan Maret 1942 dan dipimpin oleh Hihosyi Shimizu (propagandis
jepang) dan Mr. Syamsuddin (Indonesia). Gerakan Tiga A terdiri dari Nippon Cahaya Asia, Nippon
Pelindung Asia, dan Nippon Pemimpin Asia. Tujuan gerakan ini adalah untuk menghimpun potensi
bangsa guna kemakmuran bersama. Ternyata Gerakan Tiga A tidak berumur lama karena dirasa kurang
efektif oleh Jepang sehingga dibubarkan, sebagai gantinya dibentuk Putera (Pusat Tenaga Rakyat).
Bagi para pemimpin Indonesia, Putera bertujuan untuk membangun dan menghidupkan segala apa yang
dirobohkan oleh imperialis Belanda. Sedangkan bagi Jepang, Putera bertujuan untuk memusatkan segala
potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Putera lebih bermanfaat bagi
bangsa Indonesia daripada bagi Jepang. Putera lebih mengarahkan perhatian rakyat kepada kemerdekaan
daripada kepada usaha perang pihak Jepang. Oleh karena itu kemudian Jepang membentuk Jawa Hokokai
(Himpunan Kebaktian Jawa).
c. Badan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In)
Pada tanggal 5 September 1943 membentuk Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan) atas anjuran Perdana
Menteri Hideki Tojo. Ketua Cuo Sangi In dipegang oleh Ir. Soekarno. Tugas badan ini adalah
mengajukan usul kepada pemerintah serta menjawab pertanyaan pemerintah mengenai tindakan yang
perlu dilakukan oleh pemerintah militer.
Pada bulan Maret 1944 pemerintah Jepang membentuk Jawa Hokokai. Jawa Hokokai dinyatakan sebagai
organisasi resmi pemerintah sehingga pucuk kepemimpinan langsung dipegang oleh Gunseikan.
Himpunan ini mempunyai tiga dasar yaitu mengorbankan diri, mempertebal persaudaraan, dan
melaksanakan sesuatu dengan bukti. Jawa Hokokai mempunyai tugas antara lain mengerahkan rakyat
untuk mengumpulkan padi, besi tua, pajak, dan menanam jarak sebagai bahan baku pelumas untuk
Jepang.
2. Bidang Ekonomi
Pada awal pendudukan Jepang, ekonomi Indonesia mengalami kelumpuhan obyek-obyek vital seperti
pertambangan dan industri dibumihanguskan oleh Sekutu. Untuk menormalisasi keadaan, Jepang banyak
melakukan kegiatan produksi. Semua kegiatan ekonomi diarahkan untuk memenuhi kebutuhan perang.
Misalnya dengan membangun pabrik senjata dan mewajibkan rakyat menanam pohon jarak. Oleh karena
itu Jepang menerapkan sistem autarki. Sistem autarki adalah tiap-tiap daerah diharapkan dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Untuk membangun fasilitas perang, Jepang memerlukan banyak tenaga kasar.
Tenaga kasar yang digunakan untuk kerja paksa dinamakan romusha. Kehidupan romusha sangat
mengenaskan. Mereka hidup menderita, miskin, kelaparan, dan tidak jarang terjadi kematian. Selain
dengan romusha, Jepang juga mengeksploitasi sumber daya alam terutama batu bara dan minyak bumi.
3. Bidang Sosial
Pada masa Jepang banyak rakyat Indonesia yang dipaksa menjadi romusha. Mereka dipaksa bekerja keras
tanpa diberi upah dan makanan. Akibatnya banyak romusha yang meninggal dan terjangkit wabah
penyakit. Bentuk lain dari romusa adalah kinrohosi, yaitu wajib kerja tanpa upah bagi tokoh masyarakat,
seperti pamong desa dan para pegawai rendah.
4 . Bidang Militer
Dalam rangka memperkuat kedudukan dalam Perang Pasifik, Jepang melakukan mobilisasi para pemuda
untuk dibina dalam latihan militer. Oleh karena itu Jepang membentuk organisas iorganisasi semimiliter
dan organisasi militer.
SEMI MILITER
MILITER
5. Bidang Pendidikan
Tetapi semua yang dilakukan oleh Jepang tersebut hanya untuk menarik simpati rakyat agar mau
membantu Jepang mengahadapi lawan-lawannya dalam Perang Pasifik.
Perlawanan dengan strategi kooperasi muncul disebabkan jepang melarang berdirinya semua
organisasi pergerakan nasional. Adapun bentuk perjuangan bangsa Indonesia dengan strategi
kooperasi dilakukan melalui organisasi :
Gerakan illegal ini dipelopori oleh mereka yang tidak setuju dengan gerakan kooperasi. Mereke
memilih berrjuang secara sembunyi – sembunyi melawan Jepang. Gerakan illegal ini terdiri dari
beberapa kelompok antara lain :
– Kelompok Sukarni
– Kelompok Kaigun
– Kelompok Mahasiswa
1. Perlawanan bersenjata
Munculnya perlawanan bersenjata terhadap jepang pada umumnya disebabkan oleh perlakuan
kejam pemerintah Jepang terhadap bangsa Indonesia baik melalui Romusha, Wajib Militer,
maupun penyerahan hasil bumi secara paksa, antara lain
– Perlawanan rakyat Singaparna, Jawa Barat 25 Februari 1944 K.H. Zainal Mustafa