Anda di halaman 1dari 95

MATERI MATA PELAJARAN SEJARAH KELAS X SEMESTER

GENAP

KD 3.7 Menganalisis peristiwa proklamasi kemerdekaan dan pembentukan


pemerintahan pertama RI serta maknanya bagi kehidupan sosial, budaya, ekonomi, politik
dan pendidikan bangsa Indonesia Mengolah informasi tentang proses masuk dan
perkembangan penjajahan bangsa Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda, Inggis) ke Indonesia

KEGIATAN BELAJAR I

TIRANI MATAHARI TERBIT

( Masa Pendudukan Jepang di Indonesia )

A. Proses Masuknya Jepang ke Indonesia

Dalam PD II jepang bergabung dengan negara-negara Poros (as),karena Jepang ingin


meluaskan ekspansinya sampai ke selatan/kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dimana
saat itu kawasan Asia tenggara dikuasai oleh Sekutu. Disamping itu ambisi Jepang untuk
menguasai Asia tenggara juga dipengaruhi ajaran Shintoisme yaitu Doktrin Hokka –Ichiu guna
mewujudkan kawasan Persemakmuran Asia Timur Raya. Ambisi tersebut akhirnya dibuktikan
jepang dengan menyerang Pangkalan AL Amerika Serikat di Pearl Harbour pada tanggal 8
desember 1941. Penyerangan tersebut bertujuan untuk untuk melumpuhkan kekuatan Amerika
serikat karena Jepang khawatir kalau :

a. Amerika serikat dapat mnenyerang Jepang sewaktu-waktu


b. Keberadaan pangkalan militer tersebut menjadi penghalang/ganjalann ekspansi
Jepang

Serangan tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Amerika Serikat, banyak
kapal-kapal kecil, hancur, 8 kapal besar hancur, 188 pesawat terbang hancur dan sekitar 2200
jiwa manusia menjadi korban. Selanjutnya Amerika Serikat menyatakan perang terhadap
jepang, dan pihak sSekutu membentuk pasukan gabungan yang disebut ABDACOM ( American,
British,Deutch,Australian, Comand). Peristiwa tersebut mengawali berkobarnya Perang Asia
Timur Raya atau Perang Pasific, yang berimplikasi sangat luas terhadap bangsa-bangsa di
kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia

Sesuai dengan tujuan penyerbuan, yaitu mencari dan menguasai sumber alam terutama
minyak tanah, maka penyerbuan Jepan g ke Indonesia dilakukan dengan menduduki daerah
penghasil minyak di Kalimantan dan Sumatera terlebih dahulu. Penyerbuan Jepang dapat
digambarkan sebagai berikut :

 Tanggal 11 januari Jepang berhasil mendarat di Tarakan ( Kaltim) dan menguasai


daerah tersebut tgl 12 januari 1942
 Tanggal 24 januari 1942 menguasai Balikpapan
 Tanggal 29 Januari menguasai Pontianak
 Tanggal 3 Februari menguasai Samarinda dilanjutkan Kotabangun pada tanggal 5
Februari dan banjarmasin tanggal 10 Februari. Dengan demikian dalam waktu
2dua bulan seluruh Kalimantan sebagai daerah tambang,terutama minyak
dikuasai Jepang seluruhnya.
 Tanggal 16 februari 1942 menguasai Palembang
 Tanggal 1 Maret 1942 pasukan Jepang berhasil mendarat di teluk banten Eretan
Wetan
 Tanggal 5 maret 1942 bandung berhasik dikuasai
 Tentara Belanda tidak memberi perlawanan dan akhirnya pada tanggal 8 Maret
1942 pemerintah Belanda melalui Jendral Ter Poorten Panglima Tertinggi
Tentara Belanda di Indonesia menandatangani penyerahan tanpa syarat di Kalijati
(Subang) kepada Immamura, dan mengakhiri kekuasaan belanda di Indonesia
digantikan oleh Jepang.

Pada masa kedatangan Jepang ke Indonesia, rakyat Indonesia menerima Jepang dengan
tangan terbuka, mengapa bisa demikian ?. rakyat Indonesia dapat menrima Jepang karena hal-hal
sebagai berikut :

 Jepang dianggap sebagai dewa penolong yang berhasil bangsa Belanda dari
Indonesia
 Propaganda Jepang yang ingin membentuk negara persemakmuran Asia
Timur raya, termasuk Indonesia
 Propaganda Jepang melalui gerakan 3 A
 Jepang menempatkan tokoh-tokoh nasionalis sebagai pemimpin lembaga
bentukan Jepang, bahkan menempatkan dan melibatkan tokoh nasionalis
dalam susunan pemerintahan/birokrasi Jepang

B. Sistem Politik dan Pemerintahan Pendudukan Jepang

Berbeda dengan jaman Hindia Belanda yang hanya terdapat satu pemerintahan sipil, pada
zaman pendudukan Jepang terdapat tiga pemerintahan militer pendudukan sebagai berikut :

a. Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara Ke 25) untuk Sumatera, dengan pusatnya
di Bukittinggi.
b. Pemerintahan Militer Angkatan Darat (Tentara Ke 16) untuk Jawa dan Madura, dengan
pusatnya di Jakarta.
c. Pemerintahan Militer Angkatan Laut (Armada Selatan Ke 2) untuk Sulawesi,
Kalimantan, dan Maluku, dengan pusatnya di Makassar

Panglima Tentara ke 16 di pulau Jawa ialah Letnan Jendral Hitoshi Imamura . dengan Kepala
Stafnya ialah Jendral Sizaboro Okasaki. Mereka mendapat tugas membentuk suatu

2
pemerintahan militer di Jawa dan kemudian diangkat sebagai Gunseikan (kepala
pemerintahan militer ) . pemerintahan militer pusat disebut Gunsekanbu dan terdiri dari 5
Departemen terdiri dari :

a. Sumobu = Departemen Urusan Umum


b. Zaimubu = Departemen Keuangan
c. Sangyobu = Departemen Perusahaan, industri, dan Kerajinan Tangan
d. Kotsubu = Departemen Lalu Lintas
e. Shihobu = Departemen Kehakiman

Selain kebijakan politik di atas , pemerintah militer Jepang juga melakukan perubahan dalam
birokrasi pemerintahan. Dengan sistem sentralisasi kekuasaan , Jepang mencoba untuk
menanamkan kekuasaan di indonesia. Menurut Undang-Undang no 27, seluruh pulau Jawa dan
madura, kecuali Koci (daerah istimewa) Yogyakarta dan Surakarta dibagi atas tingkatan-
tingkatan sbb :

a. Syuu = Karisidenan
b. Syi = kota praja
c. Ken = kabupaten
d. Gun = kawedanan
e. Son = kecamatan
f. Ku = desa
g. Aza = dukuh
h. Gumi = RT

C. Kebijakan Pemerintahan masa pendudukan Jepang


1. Bidang Politik

Meningkatnya Perang Pasifik semakin melemahnya Angkatan Perang jepang.Guna menahan


serangan Sekutu yang semakin kuat ,Jepang mengubah sikapnya terhadapnegeri jajahannya. Di
depan sidang Istimewa ke 82 Parlemen di Tokyo pada tanggal 16 Juni 1943,Perdana Menteri
Hideki Tojo mengeluarkan kebijakan kepada orang Indonesia untuk turut mengambil bagian
dalam pemerintahan negara. Pada tangal 1 Agustustus 1943 dikeluarkan pengumuman Saiko
Shikikan ( Panglima trtinggi) tentang garis-garis besar rencana mengikut sertakan orang-orang
Indonesia dalam pemerintahan.

Adapun para tokoh nasional yang kemudia diikut sertakan dalam susunan pemerintahan sipil
Jepang antara lain :

a. Prof. Dr. Husein Djajadiningrat sebagai kepala departemen Urusan Agama


b. Mas Sutardjo Kartohadikusumo diangkat menjadi Syuutyookan jakarta
c. R.P Suroso menjadi Syuutyookan Kedu
d. RM Suryo menjadi Syuutyookan Bojonegoro

3
Selain itu juga diangkat 7 penasihat ( sanyo) bangsa Indonesia yang dilakukan pada pertengahan
september yaitu sebagai berikut :

a. Ir. Soekarno untuk Departemen Urusan Umum (Somubu).


b. Mr. Suwandi dan dr. Abdul Rasyid untuk Biro Pendidikan dan Kebudayaan dan
Departemen Dalam Negeri (Naimubu-bunkyōku).
c. Prof. Dr. Mr. Supomo untuk Departemen Kehakiman (Shihōbu).
d. )Mochtar bin Prabu Mangkunegoro untuk Departemen Lalu Lintas (Kotsubu).
e. Mr. Muh Yamin untuk Departemen Propaganda (Sendenbu).
f. Prawoto Sumodilogo untuk Departemen Perekonomian (Sangyobu)
Pada masa pendudukan Jepang kebebasan berorganisasi dibatasi, Jepang tidak membenarkan
adanya organisasi-organisasi yang mengarah pada pergerakan nasionalisme. Organisasi yang
boleh berjalan hanya organisasi yang dibentuk oleh Jepang.
Tanggal 8 September 1942 dikeluarkan UU no 2 untuk mengendalikan seluruh organisasi
nasional . Selanjutnya dibentu organisasi –organisasi oleh jepang. Pada organisasi yang dibentuk
Jepang ini para tokoh nasionalis Indonesia berkesempatan menjadi pemimpin organisasi-
organisasi tersebut, sehingga mereka memperoleh kesempatan yang lebih luas untuk
berorganisasi dan menanamkan kesadaran kebangsaan pada masyarakat indonesia. Adapun
organisasi bentukan tersebut antara lain :
a. Gerakan 3 A

Gerakan Tiga A merupakan organisasi propaganda untuk kepentingan perang Jepang.


Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942. Pimpinannya adalah Mr. Sjamsuddin.
Tujuan berdirinya Gerakan Tiga A adalah agar rakyat dengan sukarela menyumbangkan
tenaga bagi perang Jepang. Semboyannya adalah Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin
Asia, Nippon pelindung Asia. Untuk menunjang gerakan ini, dibentuk Barisan Pemuda
Asia Raya yang dipimpin Sukarjo Wiryopranoto. Adapun untuk menyebarluaskan
propaganda, diterbitkan surat kabar Asia Raya. 
Setelah kedok organisasi ini diketahui, rakyat kehilangan simpati dan meninggalkan
organisasi tersebut. Pada tanggal 20 November 1942, organisasi ini dibubarkan.

b. PUTERA
Pada tanggal 9 Maret 1943, diumumkan lahirnya gerakan baru yang disebut Pusat
tenaga Rakyat atau Putera. Pemimpinnya adalah empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno,Moh.
Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansyur. Tujuan Putera menurut versi Ir. Soekarno
adalah untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh
imperialisme Belanda.
Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat
Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Oleh karena itu, telah digariskan
sebelas macam kegiatan yang harus dilakukan sebagaimana
tercantum dalam peraturan dasarnya. Di antaranya yang terpenting adalah memengaruhi
rakyat supaya kuat rasa tanggung jawabnya untuk menghapuskan pengaruh Amerika,
Inggris, dan Belanda, mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya, memperkuat
rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang, serta mengintensifkan pelajaran-pelajaran
bahasa Jepang.

4
Di samping itu, Putera juga mempunyai tugas di bidang sosial-ekonomi. Jadi,
Putera dibentuk untuk membujuk para kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektual
agar mengerahkan tenaga dan pikirannya guna membantu Jepang dalam rangka
menyukseskan Perang Asia Timur Raya. Organisasi Putera tersusun dari pemimpin pusat
dan pemimpin daerah. Pemimpin pusat terdiri dari pejabat bagian usaha budaya dan
pejabat bagian propaganda. Akan tetapi, organisasi Putera di daerah semakin hari semakin
mundur. Hal ini disebabkan, antara lain,
 keadaan sosial masyarakat di daerah ternyata masih terbelakang, termasuk dalam
bidang pendidikan, sehingga kurang maju dan dinamis;
 keadaan ekonomi masyarakat yang kurang mampu berakibat mereka tidak dapat
membiayai gerakan tersebut.
 Dalam perkembangannya, Putera lebih banyak dimanfaatkan untuk perjuangan
dan kepentingan bangsa Indonesia. Mengetahui hal ini, Jepang membubarkan
Putera dan mementingkan pembentukan organisasi baru, yaitu Jawa Hokokai.

c. JAWA HOKOKAI (Himpunan Rakyat Jawa)

Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1 Januari 1944. Organisasi ini
diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang
dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi
pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang. Oleh karena itu, Jepang merancang
pembentukan organisasi baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk
golongan Cina dan Arab.
Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal
Kumakichi Harada. Sebelum mendirikan Jawa Hokokai, pemerintah pendudukan Jepang
lebih dahulu meminta pendapat empat serangkai. Alasan yang diajukan adalah semakin
hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga Jepang perlu membentuk organisasi baru
untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala kekuatan rakyat. Dasar organisasi ini
adalah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang meliputi pengorbanan
diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti.
Secara tegas, Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Jika
pucuk pimpinan Putera diserahkan kepada golongan nasionalis Indonesia, kepemimpinan
Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Adapun pimpinan
daerah diserahkan kepada pejabat setempat mulai dari Shucokan sampai Kuco. Kegiatan-
kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam anggaran dasarnya sebagai berikut.

 Melaksanakan segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan


segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.
 .Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat
persaudaraan antara segenap bangsa.
 Memperkukuh pembelaan tanah air.
Anggota Jawa Hokokai adalah bangsa Indonesia yang berusia minimal 14 tahun,
bangsa Jepang yang menjadi pegawai negeri, dan orang-orang dari berbagai kelompok
profesi. Jawa Hokokai merupakan pelaksana utama usaha pengerahan barang-barang dan
padi. Pada tahun 1945, semua kegiatan pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan

5
oleh Jawa Hokokai sehingga organisasi ini harus melaksanakan tugas dengan nyata dan
menjadi alat bagi kepentingan Jepang.
d. Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat)
Pemerintah pendudukan Jepang kemudian membentuk Badan Pertimbangan Pusat
(Cuo Sangi In). Badan hal ini bertugas mengajukan usulan kepada pemerintah serta
menjawab pertanyaan pemerintah mengenai masalah-masalah politik dan memberi saran
tindakan-tindakan yang perlu dilakukan oleh pemerintah militer Jepang di Indonesia

e. Majelis Islam A'laa Indonesia (MIAI


MIAI merupakan organisasi yang berdiri pada masa penjajahan Belanda, tepatnya
pada tahun 1937 di Surabaya. Pendirinya adalah K. H. Mas Mansyur dan kawan-kawan.
Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang sebab merupakan
gerakan anti-Barat dan hanya bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta
penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja. Meskipun demikian, pengaruhnya yang besar
menyebabkan Jepang merasa perlu untuk membatasi ruang gerak MIAI.

2. Pembentukan organisasi Semi Militer dan Militer


Guna memperkuat barisan pertahanan dan membantu kekuatan militer, Jepang
mengeluarkan kebijakan untuk membentuk organisasi-organisasi semi militer yang
mengikutsertakan rakyat Indonesia, antara lain sebagai berikut:

a. Seinendan

Pada 29 April 1943, tepat pada hari ulang tahun Kaisar Jepang Hirohito, diumumkan
secara resmi pembentukan dua organisasi pemuda, 
yaitu seinendan dan keibodan. Keanggotaan seinendan terbuka bagi pemuda-pemuda
Asia yang berusia antara 15-25 tahun, yang kemudian diubah menjadi batasan usia
14-22 tahun, karena suatu kebutuhan yang mendesak. Tujuan didirikannya Seinendan
adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan
mempertahankan tanah airnya dengan menggunakan tangan dan kekuatannya sendiri.
Tetapi, maksud terselubung diadakannya pendidikan dan pelatihannya ini adalah guna
mempersiapkan pasukan cadangan untuk kepentingan Jepang di Perang Asia Timur
Raya
b. Keibodan
 Keibodan merupakan barisan pembantu polisi Jepang dengan tugas-tugas kepolisian,
seperti penjagaan lalu lintas dan pengaman di desa-desa. Anggotanya ialah pemuda-
pemuda yang berusia antara 20-35 tahun, yang kemudian diubah menjadi antara 26-
35 tahun. Untuk kalangan etnis Cina juga dibentuk semacam Keibodan, yang
disebut Kakyo Keibotai
 c. Heiho
 Pada bulan April 1943 dikeluarkan pengumuman mengenai pembukaan kesempatan
kepada para pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang (Heiho).
Pemuda yang ingin menjadi anggota Heiho harus memenuhi syarat-syarat kecakapan

6
umum, seperti berbadan sehat, berkelakuan baik, berumur antara 18-25 tahun, dan
berpendidikan serendah-rendahnya adalah Sekolah Rakyat (Sekolah Dasar)
 d. Pembela Tanah Air (PETA)
 PETA dibentuk atas prakarsa Gatot Mangkupraja dan disahkan melalui Osamu
Seirei No. 44 tanggal 3 Oktober 1943. Berbeda dengan Heiho, PETA mengenal lima
macam tingkat kepangkatan, sebagai berikut :
 - Komandan Batalion (Daidanco), dipilih dari kalangan tokoh-tokoh masyarakat,
seperti pegawai pemerintah, pemimpin agama, pamong praja, politikus, dan penegak
hokum.
 - Komandan Kompi (Cudanco), dipilih dari kalangan yang telah bekerja, tetapi
belum mencapai pangkat yang tinggi, seperti guru sekolah dan juru tulis.
 - Komandan Peleton (Shodanco), dipilih dari kalangan pelajar-pelajar sekolah
lanjutan tingkat pertama atau sekolah lanjutan tingkat atas.
 - Komandan Regu (Budanco) dan Komandan Pasukan Sukarela (Giyuhei), dipilih
dari kalangan pemuda dari tingkatan Sekolah Dasar.
 Dalam perkembangannya, ternyata banyak sekali anggota PETA di
beberapa daidan (batalion) yang merasa kecewa terhadap pemerintah pendudukan
Jepang. Kekecewaan tersebut menimbulkan pemberontakan. Pemberontakan PETA di
Blitar pada tanggal 14 Februari 1945 yang dipimpin oleh Supriyadi dan Muradi.

 e. Fujinkai
Selain pemuda, juga dilakukan pembentukan organisasi kaum wanita. Pada bulan
Agustus 1943, dibentuklah Fujinkai (Himpunan Wanita) yang usianya minimal
adalah 15 tahun. Organisasi ini bertugas untuk mengerahkan tenaga perempuan turut
serta dalam memperkuat pertahanan dengan cara mengumpulkan dana wajib. Dana
wajib dapat berupa perhiasan, bahan makanan, hewan ternak ataupun keperluan-
keperluan lainnya yang digunakan untuk perang

3. Kebijakan Sosial dan Ekonomi


Dalam rangka “menjepangkan” bangsa Indonesia, Jepang melakukan beberapa peraturan.
Dalam Undang-Undang No. 4 ditetapkan hanya bendera Jepang, Hinomaru, yang boleh dipasang
pada hari-hari besar dan hanya lagu kebangsaan Kimigayo yang boleh diperdengarkan. Sejak
tanggal 1 April 1942 ditetapkan harus menggunakan waktu (jam) Jepang. Perbedaan waktu
antara Tokyo dan Jawa adalah 90 menit. Kemudian mulai tanggal 29 April 1942 ditetapkan
bahwa kalender Jepang yang bernama Sumera. Tahun 1942 kalender Masehi, sama dengan tahun
2602 Sumera. Demikian juga setiap tahun rakyat Indonesia diwajibkan untuk merayakan hari
raya Tancōsetsu, yaitu hari lahirnya Kaisar Hirohito
Luasnya daerah pendudukan Jepang, menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja
yang sebanyak-banyaknya untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu pertahanan,
lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya dan jembatan. Tenaga untuk
mengerjakan semua itu, diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya melalui suatu
sistem kerja paksa yang dikenal dengan Romusha. Romusha ini dikoordinir melalui program
Kinrohosi/kerja bakti. Pada awalnya mereka melakukan dengan sukarela, lambat laun karena

7
terdesak perang Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerah
(Romukyokai) yang ada di setiap desa. Banyak tenaga Romusha yang tidak kembali dalam tugas
karena meninggal akibat kondisi kerja yang sangat berat dan tidak diimbangi oleh gizi dan
kesehatan yang mencukupi. Kurang lebih 70.000 orang dalam kondisi menyedihkan dan berakhir
dengan kematian dari ± 300.000 tenaga Romusha yang dikirim ke Birma, Muangthai, Vietnam,
Malaya dan Serawak. (buku Sejarah kelas II Bumi Aksara).

Untuk mendukung kekuatan dan kebutuhan perangnya, pemerintah Jepang mengambil


beberapa kebijakan ekonomi, antara lain :
1) Pengambilan Aset-Aset Pemerintah Hindia Belanda
Aset-aset yang ditinggalkan oleh pemerintah colonial Belanda disita dan menjadi milik
pemerintah pendudukan Jepang, seperti perkebunan, bank-bank, pabrik-pabrik, pertambangan,
sarana telekomunikasi, dan perusahaan transportasi.
2) Kontrol terhadap Perkebunan dan Pertanian Rakyat
Tidak semua tanaman perkebunan dan pertanian sesuai dengan kepentingan perang. Hanya
beberapa tanaman saja yang mendapat perhatian pemerintah pendudukan Jepang, seperti karet
dan kina, serta Jarak. Kopi, teh, dan tembakau hanya dikategorikan sebagai tanaman kenikmatan
dan kurang berguna bagi keperluan perang sehingga perkebunan ketiga tanaman tersebut banyak
digantikan dengan tanaman penghasil bahan makanan dan tanaman jarak yang berguna sebagai
pelumas mesin pesawat tentara Jepang.
3) Kebijakan Moneter dan Perdagangan
Pemerintah pendudukan Jepang menetapkan bahwa mata uang yang berlaku, tetap menggunakan
gulden atau rupiah Hindia Belanda. Tujuannya adalah agar harga barang-barang tetap dapat
dipertahankan seperti sebelum terjadinya perang.
Perdagangan pada umumnya lumpuh dikarenakan menipisnya persediaan barang-barang di
pasaran. Barang-barang yang dibutuhkan oleh rakyat didistribusikan melalui penyalur yang
ditunjuk agar dapat dilakukan pengendalian harga.
4) Sistem Ekonomi Perang
Dalam situasi perang, setiap daerah harus menetapkan sistem ekonomi autarki, yaitu sistem
ekonomi yang mengharuskan setiap daerah berupaya memenuhi kebutuhan pokoknya sendiri,
tanpa mengandalkan bantuan dari daerah lain. Setiap daerah autarki mempunyai tugas pokok
memenuhi kebutuhan pokok sendiri untuk tetap bertahan dan mengusahakan memproduksi
barang-barang untuk keperluan perang[
Pada tahun 1944, kondisi politis dan militer Jepang mulai terdesak, sehingga tuntutan
akan kebutuhan bahan-bahan perang makin meningkat. Untuk mengatasinya pemerintah Jepang
mengadakan kampanye penyerahan bahan pangan dan barang secara besar-besaran melalui Jawa
Hokokai dan Nagyo Kumiai (koperasi pertanian), serta instansi resmi pemerintah. Dampak dari
kondisi tersebut, rakyat dibebankan menyerahkan bahan makanan 30% untuk pemerintah, 30%
untuk lumbung desa dan 40% menjadi hak pemiliknya. Sistem ini menyebabkan kehidupan
rakyat semakin sulit, gairah kerja menurun, kekurangan pangan, gizi rendah, penyakit mewabah

8
melanda hampir di setiap desa di pulau Jawa salah satunya: Wonosobo (Jateng) angka kematian
53,7% dan untuk Purworejo (Jateng) angka kematian mencapai 224,7%. Bisa Anda bayangkan
bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia pada masa Jepang (bahkan
rakyat dipaksa makan makanan hewan seperti keladi gatal, bekicot, umbi-umbian).
    Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasakan bertambah berat pada saat
rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang amat memprihatinkan. Pakaian rakyat
compang camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak penyakit gatal-gatal
akibat kutu dari karung tersebut. Adapula yang hanya menggunakan lembaran karet sebagai
penutup.
Praktek eksploitasi/pengerahan sosial lainnya yang dapat Anda ketahui adalah bentuk
penipuan terhadap para gadis Indonesia untuk dijadikan wanita penghibur ( Jung hu Ianfu) dan
disekap dalam kamp tertutup. Para wanita ini awalnya diberi iming-iming pekerjaan sebagai
perawat, pelayan toko, atau akan disekolahkan, ternyata dijadikan pemuas nafsu untuk melayani
prajurit Jepang di kamp-kamp: Solo, Semarang, Jakarta, Sumatera Barat. Kondisi tersebut
mengakibatkan banyak gadis yang sakit (terkena penyakit kotor), stress bahkan adapula yang
bunuh diri karena malu

4. Aspek kebudayaan

Kebijakan yang diterapkan pemerintah Jepang di bidang pendidikan adalah


menghilangkan diskriminasi. Rakyat dari lapisan manapun berhak untuk mengenyam
pendidikan formal. Jepang juga menerapkan jenjang pendidikan formal seperti di negaranya
yaitu: SD 6 tahun, SMP 3 tahun dan SMA 3 tahun. Sistem ini masih diterapkan oleh pemerintah
Indonesia sampai saat ini sebagai satu bentuk warisan Jepang.
Satu hal yang melemahkan dari aspek pendidikan adalah penerapan sistem pendidikan
militer. Sistem pengajaran dan kurikulum disesuaikan untuk kepentingan perang. Siswa memiliki
kewajiban mengikuti latihan dasar kemiliteran dan mampu menghapal lagu kebangsaan Jepang.
Begitu pula dengan para gurunya, diwajibkan untuk menggunakan bahasa Jepang dan Indonesia
sebagai pengantar di sekolah menggantikan bahasa Belanda. Untuk itu para guru wajib
mengikuti kursus bahasa Jepang yang diadakan. Para siswa setiap harinya mempunyai kewajiban
antara lain :
 Belajar bahasa Indonesia dan jepang
 Melakukan penghormatan kepada kaisar (seikerei)
 Latihan kemiliteran
 Kerja bakti/kinrohosi
 Menyanhyikan lagu kimigayo
 Gerak badan/taiso

D. Perlawanan Rakyat Terhadap Penjajahan Jepang

1) Peristiwa Cot Plieng, Aceh pada 10 November 1942


Pemberontakan dipimpin seorang ulama muda Tengku Abdul Jalil, guru mengaji di Cot Plieng,
Lhokseumawe. Usaha Jepang untuk membujuk sang ulama tidak berhasil, sehingga Jepang
melakukan serangan mendadak di pagi buta sewaktu rakyat sedang melaksanakan salat Subuh.
Dengan persenjataan sederhana/seadanya rakyat berusaha menahan serangan dan berhasil

9
memukul mundur pasukan Jepang untuk kembali ke Lhokseumawe. Begitu juga dengan
serangan kedua, berhasil digagalkan oleh rakyat. Baru pada serangan terakhir (ketiga) Jepang
berhasil membakar masjid sementara pemimpin pemberontakan (Teuku Abdul Jalil) berhasil
meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang salat.
2) Peristiwa Singaparna.
Perlawanan fisik ini terjadi di pesantren Sukamanah Singaparna, Tasikmalaya di bawah
pimpinan KH. Zainal Mustafa pada 1943. KH. Zainal Mustafa menolak dengan tegas ajaran yang
berbau Jepang, khususnya kewajiban untuk melakukan Seikerei setiap pagi, yaitu memberi
penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkukkan badan ke arah matahari
terbit. Kewajiban Seikerei ini jelas menyinggung perasaan umat Islam Indonesia karena
termasuk perbuatan syirik/menyekutukan Tuhan. Selain itu beliaupun tidak tahan melihat
penderitaan rakyat akibat tanam paksa.
Saat utusan Jepang akan menangkap, KH. Zainal Mustafa telah mempersiapkan para santrinya
yang telah dibekali ilmu beladiri untuk mengepung dan mengeroyok tentara Jepang, yang
akhirnya mundur ke Tasikmalaya.
Jepang memutuskan untuk menggunakan kekerasan sebagai upaya untuk mengakhiri
pembangkangan ulama tersebut. Pada 25 Februari 1944, terjadilah pertempuran sengit antara
rakyat dengan pasukan Jepang setelah salat Jumat. Meskipun berbagai upaya perlawanan telah
dilakukan, namun KH. Zainal Mustafa berhasil juga ditangkap dan dibawa ke
Tasikmalaya kemudian dibawa ke Jakartauntuk menerima hukuman mati dan dimakamkan di
Ancol.
3) Peristiwa Indramayu April 1944.
Peristiwa Indramayu terjadi bulan April 1944 disebabkan adanya pemaksaan kewajiban
menyetorkan sebagian hasil padi dan pelaksanaan kerja rodi/kerja paksa/Romusha yang telah
mengakibatkan penderitaan rakyat yang berkepanjangan.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Haji Madriyan dan kawan-kawan di desa Karang Ampel,
Sindang, Kabupaten Indramayu.
Pasukan Jepang sengaja bertindak kejam terhadap rakyat di kedua wilayah (Lohbener dan
Sindang) agar daerah lain tidak ikut memberontak setelah mengetahi kekejaman yang dilakukan
pada setiap pemberontakan.
4) Pemberontakan Teuku Hamid
Teuku Hamid adalah seorang perwira Giyugun, bersama dengan satu pleton pasukannya
melarikan diri ke hutan untuk melakukan perlawanan. Ini terjadi pada bulan November 1944.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Jepang melakukan ancaman akan membunuh para
keluarga pemberontak jika tidak mau menyerah. Kondisi tersebut memaksa sebagian pasukan
pemberontak menyerah, sehingga akhirnya dapat ditumpas.
Di daerah Aceh lainnya timbul pula upaya perlawanan rakyat seperti di Kabupaten Berenaih
yang dipimpin oleh kepala kampung dan dibantu oleh satu regu Giyugun (perwira tentara
sukarela), namun semua berakhir dengan kondisi yang sama yakni berhasil ditumpas oleh
kekuatan militer Jepang dengan sangat kejam.

10
5) Pemberontakan Peta
 Perlawanan PETA di Blitar (29 Februari 1945)
Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan Dr. Ismail.
Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi, Romusha maupun Heiho yang
dilakukan secara paksa dan di luar batas perikemanusiaan. Sebagai putera rakyat para pejuang
tidak tega melihat penderitaan rakyat. Di samping itu sikap para pelatih militer Jepang yang
angkuh dan merendahkan prajurit-prajurit Indonesia. Perlawanan PETA di Blitar merupakan
perlawanan yang terbesar di Jawa. Tetapi dengan tipu muslihat Jepang melalui Kolonel Katagiri
(Komandan pasukan Jepang), pasukan PETA berhasil ditipu dengan pura-pura diajak berunding.
Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa sampai mati. Sedangkan Syodanco
Supriyadi berhasil meloloskan diri.
 Perlawanan PETA di Mereudu-Pidie, Aceh pada November 1944.
Perlawanan ini dipimpin oleh Perwira Gyugun Teuku Hamid. Latar belakang perlawanan ini
karena sikap Jepang yang angkuh dan kejam terhadap rakyat pada umumnya dan prajurit
Indonesia pada khususnya.
 Perlawanan PETA di Gumilir, Cilacap pada April 1945.
Perlawanan ini dipimpin oleh pemimpin regu (Bundanco) Kusaeri bersama rekan-rekannya.
Perlawanan yang direncanakan dimulai tanggal 21 April 1945 diketahui Jepang sehingga Kusaeri
ditangkap pada tanggal 25 April 1945. Kusaeri divonis hukuman mati tetapi tidak terlaksana
karena Jepang terdesak oleh Sekutu
 Perlawanan Pang Suma
Perlawanan rakyat yang dipimpin oleh Pang Suma berkobar di kalimantan Barat. Pang Suma
adalah pemimpin suku Dayak yang besar pengaruhnya di kalangan suku-suku di daerah
tayan dan Meliau. Perlawanan ini bersifat gerilya untuk mengganggu aktivitas Jepang di
Kalimantan.
Momentum perlawanan Pang Suma diawali dengan pemukulan seorang tenaga kerja Dayak oleh
pengawas Jepang, satu di antara sekitar 130 pekerja pada sebuah perusahaan kayu Jepang.
Kejadian ini kemudian memulai sebuah rangkaian perlawanan yang mencapai puncak dalam
sebuah serangan balasan Dayak yang dikenal dengan Perang Majang Desa, dari April hingga
Agustus 1944 di daerah Tayan Meliau, Batang Tarang, Kabupaten Sangau. Sekitar 600 pejuang
kemerdekaan dibunuh oleh Jepang, termasuk Pang Suma.
6) Perlawanan Koreri di Biak, Irian Barat pada 1943
Perlawanan ini dipimpin oleh L. Rumkorem, pimpinan Gerakan Koreri yang berpusat di Biak.
Perlawanan ini dilatarbelakangi oleh penderitaan rakyat yang diperlakukan sebagai budak belian,
dipukuli, dan dianiaya. Dalam perlawanan tersebut rakyat banyak jatuh korban, tetapi rakyat
melawan dengan gigih. Akhirnya Jepang meninggalkan Pulau Biak
7) Perlawanan di Pulau Yapen Selatan.

11
Perlawanan ini dipimpin oleh Nimrod. Ketika Sekutu sudah mendekat maka memberi bantuan
senjata kepada pejuang sehingga perlawanan semakin seru. Nimrod dihukum pancung oleh
Jepang untuk menakut-nakuti rakyat. Tetapi rakyat tidak takut dan muncullah seorang pemimpin
gerilya yakni S. Papare
8) Perlawanan di Tanah Besar, Papua.
Perlawanan ini dipimpin oleh Simson. Dalam perlawanan rakyat di Papua, terjadi hubungan
kerja sama antara gerilyawan dengan pasukan penyusup Sekutu sehingga rakyat mendapatkan
modal senjata dari Sekutu.
9) Gerakan bawah tanah
Sebenarnya bentuk perlawanan terhadap pemerintah Jepang yang dilakukan rakyat Indonesia
tidak hanya terbatas pada bentuk perlawanan fisik saja tetapi Anda dapat pula melihat betnuk
perlawanan lain/gerakan bawah tanah seperti yang dilakukan oleh:
 Kelompok sutan Syahrir di daerah Jakarta dan Jawa Barat dengan cara menyamar sebagai
pedagang nanas di Sindanglaya.
 Kelompok Sukarni, Adam malik dan Pandu Wiguna. Mereka berhasil menyusup sebagai
pegawai kantor pusat propaganda Jepang Sendenbu (sekarang kantor berita Antara).
 Kelompok Syarif Thayep, Eri Sudewo dan Chairul Saleh. Mereka adalah kelompok
mahasiswa dan pelajar.
 Kelompok Achmad Subardjo, Sudiro dan Wikana. Mereka adalah kelompok gerakan
Kaigun (AL) Jepang.
Mereka yang tergabung dalam kelompok di bawah tanah, berusaha untuk mencari informasi dan
peluang untuk bisa melihat kelemahan pasukan militer Jepang dan usaha mereka akan dapat
Anda lihat hasilnya pada saat Jepang telah kalah dari Sekutu, kelompok pemudalah yang lebih
cepat dapat informasi tersebut serta merekalah yang akhirnya mendesak golongan tua untuk
secepatnya melakukn proklamasi.
E. Dampak Positif dan Negatif Pendudukan Jepang

Dampak Positif Pendudukan Jepang :

 Diperbolehkannya bahasa Indonesia untuk menjadi bahasa komunikasi nasional dan


menyebabkan bahasa Indonesia mengukuhkan diri sebagai bahasa nasional. Mengganti
nama-nama kota dari bahasa Belanda ke dalam istilah Indonesia, misalnya Boetenzorg
menjadi Bogor, Mr Cornelis menjadi jatinegara, Priangr menjadi Priangan
 Jepang mendukung semangat anti Belanda, sehingga mau tak mau ikut mendukung
semangat nasionalisme Indonesia. Antara lain menolak pengaruh-pengaruh Belanda,
misalnya perubahan nama Batavia menjadi Jakarta.
 Untuk mendapatkan dukungan rakyat Indonesia, Jepang mendekati pemimpin nasional
Indonesia seperti Soekarno dengan harapan agar Soekarno mau membantu Jepang

12
memobilisasi rakyat Indonesia. Pengakuan Jepang ini mengukuhkan posisi para pemimpin
nasional Indonesia dan memberikan mereka kesempatan memimpin rakyatnya.
 Dalam bidang ekonomi didirikannya kumyai yaitu koperasi yang bertujuan untuk
kepentingan bersama.
 Mendirikan sekolah-sekolah seperti SD 6 tahun, SMP 9 tahun, dan SLTA 
 Pembentukan strata masyarakat hingga tingkat paling bawah yaitu rukun tetangga (RT)
atau Tonarigumi
 Diperkenalkan suatu sistem baru bagi pertanian yaitu line system (sistem pengaturan
bercocok tanam secara efisien) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan.
 Dibentuknya BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Dari sini
muncullah ide Pancasila.
 Jepang dengan terprogram melatih dan mempersenjatai pemuda-pemuda Indonesia demi
kepentingan Jepang pada awalnya. Namun oleh pemuda hal ini dijadikan modal untuk
berperang yang dikemudian hari digunakan untuk menghadapi kembalinya pemerintah
kolonial Belanda.
 Dalam pendidikan dikenalkannya sistem Nipon-sentris dan diperkenalkannya kegiatan
upacara dalam sekolah
Dampak Negatif Pendudukan Jepang :

 Penghapusan semua organisasi politik dan pranata sosial warisan Hindia Belanda yang
sebenarnya banyak diantaranya yang bermanfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan, sosial,
ekonomi, dan kesejahteraan warga.
 Romusha merupaka  mobilisasi rakyat Indonesia (terutama warga Jawa) untuk kerja
paksa dalam kondisi yang tidak manusiawi.
 Penghimpunan segala sumber daya seperti sandang, pangan, logam, dan minyak demi
kepentingan perang. Akibatnya beras dan berbagai bahan pangan petani dirampas Jepang
sehingga banyak rakyat yang menderita kelaparan.
 Krisis ekonomi yang sangat parah. Hal ini karena dicetaknnya uang pendudukan secara
besar-besaran sehingga menyebabkan terjadinya inflasi.
 Kebijakan self sufficiency (kawasan mandiri) yang menyebabkan terputusnya hubungan
ekonomi antar daerah.
 Kebijakan fasis pemerintah militer Jepang yang menyebar polisi khusus dan intelijen di
kalangan rakyat sehingga menimbulkan ketakutan. Pemerintah Jepang bebas melanggar hak
asasi manusia dengan menginterogasi, menangkap, bahkan menghukum mati siapa saja yang
dicurigai atau dituduh sebagai mata-mata atau anti-Jepang tanpa proses pegadilan.

13
 Pembatasan pers sehingga tidak ada pers yang independen, semuanya dibawah
pengawasan Jepang.
LATIHAN SOAL

JAWABLAH SOAL-SOAL DI BAWAH INI

1. Apa yang anda ketahui tentang Pearl harbour ?


2. Mengapa Jepang bergabung dengan kelompok Poros/as?
3. Buktikan bahwa antara PD II dengan perang Pasific itu sama !
4. Apa alasan Jepang menghancurkan Pearl Harbour?
5. Kapan secara nyata Amerika Serikat melibatkan diri dalam PD II?
6. Identifikasikan kerugian Amerika Serikat akibat kehancuran Pearl Harbour!
7. Apa yang dimaksud dengan Hakko –Ichiu ?
8. Mengapa Jepang mengincar daerah-daerah penghasil tambang, utamanya minyak ketika
menyerbu Indonesia?
9. Peristiwa penting apa yang terjadi pada tanggal 8 Maret 1942?
10. Jakarta dikatakan sebagai “kota terbuka” apa maksudnya?
11. Mengapa penandatanganan Kapitulasi Kalijati pihak Belanda “ hanya” diwakili oleh
Panglima Angkatan Perangnya saja (jendral Ter Poorten)?
12. Ketika Jepang pertama kali datang ke Indonesia seluruh rakyat menyambut dengan
gembira mengapa demikian ?
13. Identifikasikan 5 peristiwa penting yang berkaitan dengan penyerbuan Jepang ke
Kalimantan!
14. Bagaimana susunan pemerintahan Jepang di Indonesia ?
15. Mengapa Jepang menerapkan sistem sentralisasi pemerintahan?
16. Apa alasan pemerintah Jepang melibatkan tokoh-tokoh nasionalis dalam susunan
pemerintahan mereka di Indonesia?
17. Mengapa Jepang saat pertama Jepang masuk Indonesia, Jepang melakukan propaganda
besar-besaran?
18. Mengapa Jepang membentuk organisasi semi militer dan militer? Jelaskan alasannya
19. Apa yang membedakan antara PETA dengan organisasi semi militer dan militer lain
bentukan Jepang?
20. Mengapa para tokoh nasionalis mau bekerjasama dan terlibat dalam berbagai organisasi
bentukan Jepang?
21. Apa saja kebijakan Jepang yang dilakukan dalam bidang budaya ?
22. Hal positip apa yang kita peroleh dalam bidang pendidikan pada masa pendudukan
Jepang?
23. Jelaskan yang dimaksud dengan sistem ekonomi perang?
24. Diskripsikan bentuk perlawanan bawah tanah yang anda ketahui
25. Mengapa PETA melakukan aksi perlawanan terhadap Jepang
26. Ceritakan salah satu bentuk perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang

14
27. Identifikasikan yang dimaksud dengan : Romusha dan Jung hu ianfu

KEGIATAN BELAJAR II

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING SEKITAR PROKLAMASI

A. Upaya mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia

Sejak awal tahun 1944 ,pertahanan militer Jepang semakin melemah, Jepang mengalami
banyak kekalahan dari pihak tentara Sekutu, misalnya :

 Kekalahan di Kwayalen (kepulauan Marshal)


 Kekalahan di perairan Filipina
 Kekalahan di Saipan dan kepulauan Mariana

Kemenangan pihak Sekutu ini tidak terlepas dari peranan Amerika Serikat, yang pada saat
itu di bawah komando Jendral Doglas Macarthur yang terkenal dengan siasat perang “siasaat
lancat kataknya”, berhasil menysuri pantai Irian dan membangun markasnya di
Jayapura/Hollandia.Dari Hollandia, MacAethur menyerang Filipina,sedangkan pasukan
Angkatan Lautnya yang berpusat di Biak dan Morotae berhasil menghancurkan pertahanan
Jepang di Maluku,Sulawesi,Surabaya,Semarang. Kekalahan beruntun yang dialami
Jepang,merubah sikap tentara Jepang yang semula ofensif menjadi defensif .

Pada tanggal 18 Juli 1944, PM Hideki Tojo digantikan oleh PM Kuniaki Koiao. Bulan
agustus 1944, kondisi Jepang makin terdesak,mental tentara mulai mundur,produksi perang
merosot,sehingga persediaan senjata dan amunisi berkurang,dan hilangnya sejumlah kapal
angkut dan kapal perang.

Guna mempertahankan pengaruh Jepang di negeri jajahannya ( Indonesia), pada tanggal 7


September dalam pidatonya PM Koiso memberikan “ Janji kemerdekaan Indonesia di kelak
kemudian hari “. Kemudian diumumkan juga bahwa bendera Merah Putih boleh dikibarkan
kembali begitu pula lagu kebangsaan Indonesia raya boleh dinyanyikan .

Salah satu realisasi dari “Janji Koiso” tersebut , Jepang membentuk suatu badan untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Kedua badan tersebut adalah Badan Penyelidik
Usaha-Usaha persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/Dokuritsu Jumbi Cosakai) dan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI/Dokuritsu Jumbi Inkai)

1. BPUPKI
Pada tanggal 1 Maret 1945 Panglima Tentara ke -16 Kumachiki Harada mengumumkan
dibentuknya BPUPKI. BPUPKI secara resmi akhirnya dibentuk baru pada tanggal 28 Mei
1945.,dengan ketua dr. Radjiman Widyodiningrat, wakilnya R.P Soeroso dengan anggota
berjumlah 60 orang, ditammbah 7 orang Jepang. Tujuan dari dibentuknya BPUPKI adalah untuk
menyelidiki hal-hal pentinhg yang berhubungan dengan segi politik, ekonomi,tata pemerintahan

15
yang diperlukan bagi negara Indonesia merdeka. Adapaun tugas utamanya adalah mempelajari
dan menyusun rancana Indonesia merdeka. Sebagai realisasi dari tugas BPUPKI maka BPUPKI
melaksanakan dua kali sidang dengan agenda :
a) Sidang I (29 Mei-1 Juni 1945) dengan agenda pembahasan dasar negara Indonesia
merdeka ;
 Mr. Moh. Yamin (29 Mei 1945) mengemukakan lima”AsasDasar negara
kebangsaan RI” yaitu :
1) Peri Kebangsaan
2) Peri kemanusiaan
3) Peri Ketuhanan
4) Peri Kerakyatan
5) Kesejehteraan rakyat
 Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945) juga mengemukakan 5 dasar negara yaitu :
1) Persatuan
2) Kekeluargaan
3) Mufakat dan demokrasi
4) Musyawarah
5) Keadilan sosial
 Ir. Soekarno ( 1 Juni 1945) mengemukakan 5 dasar negara dan dinamakan
Pancasila, dengan rumusan sebagai berikut :
1) Kebangsaan Indonesia
2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan
3) Mufakat atau Demokrasi
4) Kesejahteraan sosial
5) Ketuhanan Yang Maha Esa
b) Masa Reses
Sidang BPUPKI belum mencapai kata sepakat mengenai dasar negara bagi Indonesia
merdeka.Untuk menindak lanjuti sidangnya yang pertama maka dibentuk panitia kecil
atau Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945. Susunan panitia sembilan
 Ir. Soekarno (ketua)
 Drs. Moh.Hatta ( wakil Ketua)
 K.H. Wachid Hasyim
 Abdoel Kahar Moezakar
 Mr.A.A. Maramis
 Abikoesno Tjakrasoejasa
 H. Agus Salim
 Mr. Ahmad Soebardjo
 Mr. Moh Yamin

16
Panitia sembilan bertugas membahas kembali usul-usul dai anggota baik secara lisan
maupun tertulis. Panitia Sembilan berhasil menyusun suatu piagam yang diberi nama Piagam
Jakarta atau Jakarta Charter, dalam piagam tersebut termuat rancangan dasar negara Indonesia.
Ada sedikit perbedaan rumusan Pancasila dalam Piagam Jakarta dengan dengan rumusan
Pancasila yang sekarang, yakni pada sila -1 . Rumusan sila -1 pada Piagam Jakarta berbunyi
Ketuhanan dengan kewajibannya menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.
c) Sidang II ( 10 Juli-16 Juli 1945)
Pokok pembahasan pada sidang ke II adalah Perumusan Undang-Undang dasar.
Dengan rincian kegiatan sbb :
 Pada tangga 10 Juli dibentuk panitia Perancang UUD,yang terdiri dari 10
orang dengan ketuanya Ir. Soekarno
 Padatangga 11 Juli , Panitia Perancang UUD menerima dengan baik Piagam
Jakarta sebagai pembukaan UUD. Kemudian dibentuk Panitia kecil dengan
yang beranggotakan 7 orang dengan ketua Prpf.Dr.Mr. Soepomo
 Pada tanggal 13 Juli Panitia Perancang UUD menerima hasil kerja Panitia kecil
berupa Rancangan UUD. Rancangan UUD kemudian diserahkan pada panitia
penghaluis bahasa yang terdiri dari Prof. Husein Djajadiningrat,Prof.Dr.Mr
Soepomo dan H. Agus salim
 Pada tanggal 14 Juli 1945 Panitia Perancang UUD menyerahkan hasil kerjanya
kepada BPUPKI berupa :
1) Pernyataan Indonesia merdeka
2) Pembukaan UUD
3) UUD ( Batang Tubuh)
2. Pembentukan PPKI ( Dokuritsu Inkai )
Pada tanggal 6 Agustus 1945 kota Hirosima di bom oleh Amerika Serikat, hal ini
menyebabkan kedudukan Jepang di perang Pasifik makin terdesak. Selanjutnya pada
tanggal 7 Agustus BPUPKI dibubarkan dan diganti dengan PPKI yang bertugas
melanjutkan pekerjaan BPUPKI dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia
PPKI beranggotakan 21 orang yang berasal dari berbagai daerah dan diketuai oleh Ir.
Soekarno. Pada tanggal 9 Agustus Jandral Teruchi memanggil Ir. Soekarno, Drs. Moh
Hatta dan Dr. K.R.T. Radjiman Widyadininigrat ke Dalat Saigon untuk mempersiapkan
peresmian dan pelantikan PPKI.

B. Peristiwa Pemanggilan Tiga Tokoh Indonesia ke Dalath

Pada tanggal 9 Agustus kembali Amerika Serikat menjatuhkan bom atomnya di kota
Nagasaki, hal ini menyebabkan Jepang makin terdesak dan mulai menyadari bahwa mereka akan
mengalami kekalahan. Untuk itu Jepang melakukan berbagai upaya terutama untuk
mendapatkan bantuan dari negeri jajahannya (Indonesia)

17
Pada tanggal 9 Agustus Jandral Teruchi memanggil Ir. Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Dr.
K.R.T. Radjiman Widyadininigrat ke Dalat Saigon untuk mempersiapkan peresmian dan
pelantikan PPKI. Selain itu Teruchi juga menyampaikan keputusan Pemerintah Kekaisaran
Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia yang wilayahnya meliputi
seluruh bekas jajahan Hindia Belanda. Dengan demikian ,pertemuan Dalath dan hasil-hasilnya
merupakan momentum politik yang besar artinya ke arah pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia yang telah dicita-citakan sejak lama.

Tanggal 15 Agustus ke 3 tokoh kembali ke Jakarta ,namun ketiganya tidak mengetahui


bahwa sesungguhnya Jepang telah menyerah pada Sekutu. Namun para pemuda justru lebih dulu
mengetahuinya. Oleh karena itu setibanya di Jakarta para pemuda mendesak Ir.Soekarno dan
Moh Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun keduanya
menyatakan bahwa masalah Proklamasi kemerdekaan akan dibicarakan lagi dalam Sidang PPKI
yang baru akan dilaksanakan pada tanggal 18 Agustus 1945.

C. Peristiwa Rengasdengklok

Tanggal 15 Agustus 1945 tiga tokoh nasionalis ( Ir Soekarno, Drs. Moh Hatta dan Dr. K.R.T
Radjiman Widyodiningrat tiba kembali di Jakarta. Sutan Syahrir menemui Drs. Moh Hatta dan
mengabarkan bahwa Jepang telah menyerah pada Sektu untuk itu Syahrir meminta kemerdekaan
Indonesia sehera diumumkan karena Jepang sudah tidak berkuasa lagi. Drs. Moh Hatta
menyetujui keinginan Syahrir , namun tidak sependapat tentang cara pelaksanaan kemerdekaan
indonesia

Pada malam hari tanggal 15 Agustus kan rapat di ruang 1945 para pemuda Chaermengadakan
rapat di ruang laboratorium Mikrobiologi di pegangsaan Timur dan dihadiri antara lain : Chaerul
Saleh, Soekarni, Yoesoep Koenta ,Soerachmad,Djohan Noer,Darwis,Abdoelrachman,Moewardi,
Sampoen Singgih,Hamdan dan Wikana. Rapat dipimpin oleh Chaerul Saleh, dan menghasilkan
keputusan antara lain :

 Mendesak Soekarno –Hatta agar mau memutuskan hubungannya dengan pemerintah


militer Jepang dan bersedia berunding dengan para pemuda
 Menunjuk Darwis dan Wikana untuk menemui Soekarno-Hatta guna menyampaikan
kemauan golongan pemuda.

Namun ternyata kedua tokoh tersebut tetp pada pendiriannya dan menolak keinginan para
pemuda.Penolakan tersebut menimbulkan suasana yang cukup menegangkan , dan golongan
muda pada tanggal 16 Agustus 1945 dinihari memutuskan akan membawa Soekarno-Hatta ke
luar Jakarta yaitu menuju Rengasdengklok. Adapun tujuannyaa adalah :

 Menjauhkan Soekarno-Hatta dari pengaruh/intervensi asing terutama pemerintah


pendudukan Jepang
 Mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia

18
Sedangkan Rengasdengklok dipilih sebagai tempatmengamankan Soekarno-Hatta karena

 Rengasdengklok dilatabelakangi oleh laut sehingga mudah meloloskan diri bila terjadi
serangan dari pihak Jepang
 Sebelah timur daerah Rengasdengklok dibentengi oleh Purwakarta dan Cilamaya yang
berada di bawah penguasaan suatu Deidan PETA yang siap menghadapi setiap
kemungkinan yang berasal dari arah timur
 Sebelah selatan juga ada tentara PETA Kedung Gedeh
 Sebelah barat juga ada tentara PETA di Bekasi yang siap menghadapi musuh yang
mencoba menyerang dari arah Jakarta
 Di Rengasdengklok ada satu cudan (kompi) tentara PETA di bawah pimpinan Cudancho
Soebeno dan Oemar bahsan

Pada sore harinya Ahmad Soebardjo bersama Soediro menuju Rengasdengklok untuk
menjemput Soekarno-Hatta. Achmad Soebardjo berhasil meyakinkan golongan muda kalau
Soekarno-Hatta dijinkan kembali ke Jakarta maka kesok harinya 17-8-1945 proklamasi
kemerdekaan Indonesia sudah diumumkan.

D. Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan Proklamasi


Kemerdekaan Indonesia

Dengan alasan keamanan maka diputuskan bahwa perumusan naskah Proklamasi


dilaksanakan di jln Imam Bonjol no 1 yaitu rumah dari Laksamana Muda Maeda yang
merupakan Wakil Angkatan laut Jepang yang berkedudukan di wilayah kekuasaan Angkatan
darat Jepang.

Tokoh yang terlibat dalam perumusan naskah proklamasi antara lain : Ir. Soekarno, Drs.
Moh Hatta, Mr. Ahmad Soebardjo, dan dari golongan muda yang turut menyaksikan perumusan
naskah proklamasi adalah Soekarni, BM. Diah, dan Soediro. Setelah perumusan naskah
proklamasi selesai disusun Ir Soekarno membacakan konsep naskah proklamasi dihadapan
semua anggota PPKI yang hadir dan juga golongan muda. Setelah pembacaan Soekarno meminta
seluruh yang hadir menandatangani naskah tersebut. Namun atas atas usul Sekarni dari golongan
muda yaitu yang menandatangani naskah proklamasi cukup Soekarno-Hatta atas nama bangsa
Indonesia. Usulan tersebut akhirnya diterima oleh semua pihak.

Setelah diadakan beberapa perubahan , Ir Soekarno meminta Sayoeti Melik mengetik teks
proklamasi tersebut. Adapun perubahan-perubahan dalam naskah proklamasi antara lain :

 Kata tempoh diganti dengan tempo (tampa h)


 Djakarta 17-8-’05 diganti dengan Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
 Wakil bangsa Indonesia diganti dengan Atas nama bangsa Indonesia
 Hal2 diganti menjadi Hal-hal

19
Naskah yang diketik sayoeti Melik inilah yang dianggap sebagai naskah otentik Proklamasi
kemerdekaan Indonesia yang dibacakan oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta pada tangga 17
Agustus 1945 yang ditandatangi oleh beliau berdua atas nama bangsa Indonesia

Pelaksanaan upacara Proklamasi kemerdekaan pada mulanya direncanakan dilaksanakn di


lapangan IKADA,tetapi Ir. Soekarno menyarankan agar upacara sebaiknya diadakan diadakan di
kediamannya di Jalan Peangsaan Timur No.56 Jakarta pada hari Jumat 17 Agustus 1945 jam
10.00.

Upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang merupakan peristiwa besar dalam sejarah
bangsa Indonesia ini dilaksanakan secara sederhana dengan urutan sebagai berikut:

a. Pembacaan Teks Proklamasi


b. Pengibaran Bendera merah Putih
c. Sambutan Walikota Soewiryo dan dr. Moewardi

Peristiwa proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 itu
mempunyai arti dan makna yang sangat dalam yaitu ::

a. Dari sudut pandang hukum,proklamasi merupakan pernyataan yang berisi keputusan


bangsa Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia ) dan
menghapuskan tatanan hukum kolonial
b. Proklamasi kemerdekaan merupakan sumber hukum bagi tegak dan berdirinya NKRI
c. Dari sudut pandang politik dan ideologi,proklamasi merupakan pernyataan bangsa
Indonesia yang bebas,merdeka, dan berdaulat penuh
d. Proklamasi ,merupakan puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai
kemerdekaan
e. Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan
seluruh dumia,bahwa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk
menggemgam seluruh hak kemerdekaan
f. Proklamasi merupakan titik kulminasi dari perjuangan panjang yang telah dilakukan
bangsa Indonesia selama berabad-abad dalam usahanya mengusir kaum imperialis dan
kolonialis asing
g. Proklamasi kemerdekaan merupakan jembatan emas yang dapat dilalui bangsa Indonesia
untuk membangun bangsa dan negaranya mencapai masyarakat adil dan makmur
h. Proklamasi kemerdekaan merupakan manifesto politik nasional dalam mewujudkan
NKRI yang bersatu,berdaulat,sebagaimana telah dirumuskan dalam Rancangan UUD
hasil kerja BPUPKI dan PPKI

KEGIATAN BELAJAR III

PEMBENTUKAN PEMERINTAH INDONESIA

20
Pada awal kemerdekaan,Indonesia dapat diibaratkan sebagai bayi yang baru lahir. Indonesia
masih sangat labil,oleh karena itu Indonesia harus segera berbenah dalam berbagai hal. Tugas
menumpuk harus segera dikerjakan.Permasalahan yang dihadapi semuanya menutut untuk segera
diselesaikan. Partisipasi dari negara-negara asing dalam rangka pembenahan berbagai bidang
sangat diperlukan . Namun, yang paling menetukan keberhasilan usaha tersebut adalah bangsa
Indonesia sendiri.

Pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI sebagai satu-satunya lembaga negara mengambil
langkah-langkah politik untuk mengendalikan negara dengan mengadakan sidang yang pertama.
Dalam sidangnya tersebut PPKI berhasil menetapkan tiga putusan penting :

a. Menetapkan dan mengesahkan UUD negara


b. Memilih dan menetapkan Ir. Soekarno dan Drs.Moh.Hatta sebagai Presiden dan wakil
Presiden
c. Membentuk badan Komite nasional sebagai Badan Pembantu Presiden sebelum
MPR/DPR yang diharapkan oleh UUD terbentuk

Pada tanggal 19 Agustus 1945, PPKI kembali mengadakan sidangnya . Sebelum sidang
dimulai Presiden Soekarno menunjuk Otto Iskandardinata, Mr. Achmad Soebardjo,Soetardjo
Kartohadikoesoema,dan Mr. kasman Singodimedjo untuk membentuk Panitia Kecil yang akan
membahas masalah pembentukan departemen. Adapun hasil sidang PPKI yang kedua adalah

a. Memutuskan pembagian wilayah Indonesia menjadi 8 prpvinsi diseluruh bekas koloni


Hindia Belanda
b. Pembentukan 12 kementrian /departemen dan 4 menterinegara

Sebagai realisasi dari sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945 tentang pembentukan12
kementrian dan pembagian Wilayah RI ke dalam 8 Provinsi, maka pada tanggal 2 September
1945 dibentuklah Kabinet RI pertama dan 8 provinsi dalam NKRI.

Susunan Kabinet RI pertama dan 4 Menteri Negara

1. Menteri Dalam Negeri: R.A.A. Wiranata Koesoemah


2. Menteri Luar Negeri : Mr. Achmad Soebardjo
3. Menteri Keuangan : Mr. A.A. Maramis
4. Menteri Kehakiman : Prof.Dr.Mr. Soepomo
5. Menteri kemakmuran : Ir. Soerachman Tjokrohadisoerjo
6. Menteri Keamanan Rakyat : Soepriyadi
7. Menteri Pengajaran : Ki hajar Dewantara
8. Menteri Penerangan : Mr. Amir Syarifudin
9. Menteri Kesehatan ; Dr. Boentaran Martoatmojo
10. Menteri Sosial : Mr. Iwa Koesoema Soemantri
11. Menteri Perhubungan : Abikoesno Tjokrosoejoso

21
12. Menteri Pekerjaan Umum : Abikoesno Tjokrosoejoso

4 Menteri Negara :

1. Menteri Negara : Wachid Hasyim


2. Menteri Negara : Dr. M. Amir
3. Menteri Negara : Mr. R.M Sartono
4. Menteri Negara : R. Otto Iskandardinata

Selain itu diangkat pula beberapa pejabat tinggi negara, antara lain

1. Ketua Mahkamah Agung : Mr. Dr. Kusumah Atmaja


2. Jaksa Agung : Mr.Gatot tarunamiharjo
3. Sekretaris Negara : Mr. A.G Pringgodigdo
4. Juru Bicara Negara : Sukarjo Wiryo Pranoto

Selain departemen—departemen dibentuk masing-masing dengan para menterinya,dilakukan


pula pembagian wilayah RI dalam 8 provinsi masing-masing dengan gubernurnya :

1. Sumatera : Mr. Teuku Mochamad Hasan


2. Jawa Barat : Soetardjo Kartohadikoesoema
3. Jawa Tengah : R. Pandji Soeroso
4. Jawa Timur : R.A. Soerjo
5. Sunda Kecil : Mr. I Gusti Ktut Pudja
6. Maluku : Mr. J. Latuharhary
7. Sulawesi : Dr. G.S.S.J. ratulangie
8. Kalimantan : Ir. Pangeran Mochamad Noor

A. Pembentukan Berbagai Partai Politik

Sidang PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945 juga memutuskan adanya pembentukan partai
politik nasional yang kemudian terbentuk PNI (Partai Nasional Indonesia). Partai ini diharapkan
sebagai wadah persatuan pembinaan politik bagi rakyat Indonesia. BPKNIP mengusulkan perlu
dibentuknya partai-partai politik, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Wakil Presiden dengan
maklumat pada tanggal 3 Nopember 1945. Setelah dikeluarkan maklumat itu, berdirilah partai-
partai politik di NKRI.
Beberapa partai politik yang kemudian terbentuk misalnya :
a. Masyumi, berdiri tanggal 7 November 1945, dipimpin oleh dr Sukiman Wiryosanjoyo
b. PKI (Partai Komunis Indonesia) berdiri 7 November 1945 dipimpin oleh Mr. Moh.
Yusuf. Oleh tokoh-tokoh komunis, sebenarnya pada tanggal 2 Oktober 1945 PKI telah
didirikan.
c. PBI (Partai Buruh Indonesia), berdiri tanggal 8 November 1945 dipimpin oleh Nyono
d. Partai Rakyat Jelata, berdiri tanggal 8 Nopember 1945 dipimpin oleh Sutan Dewanis
e. Parkindo (Partai Kristen Indonesia), berdiri tanggal 10 November 1945 dipimpin oleh
Dr Prabowinoto

22
f. PSI (Partai Sosialis Indonesia), berdiri tanggal 10 November 1945 dipimpin Amir
Syarifuddin
g. PRS (Partai Rakyat Sosialis), berdiri tanggal 10 November 1945 dipimpin oleh Sutan
Syahrir
h. PKRI Partai Katholik Republik Indonesia), berdiri tanggal 8 Desember 1945
i. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia, berdiri tanggal 17 Desember 1945 dipimpin oleh
JB Assa
j. PNI (Partai Nasional Indonesia), berdiri tanggal 29 Januari 1946. PNI merupakan
penggabungan dari Partai Rakyat Indonesia (PRI), Gerakan Republik Indonesia, dan
Serikat Rakyat Indonesia, yang masing-masing sudah berdiri dalam bulan November dan
Desember 1945.

B. Komite van Aksi dan Lahirnya Badan-badan Perjuangan

Sukarni dan Adam Malik membentuk Komite van Aksi yang dimaksudkan sebagai gerakan
yang bertugas dalam pelucutan senjata terhadap serdadu Jepang dan merebut kantor-kantor yang
masih diduduki Jepang. Munculnya Komite van Aksi kemudian disusul dengan lahirnya berbagai
badan perjuangan lainnya di bawah Komite van Aksi seperti API (Angkatan Pemuda Indonesia),
BARA (Barisan Rakyat Indonesia) dan BBI (Barisan Buruh Indonesia) Di berbagai daerah
kemudian juga berkembang badan-badan perjuangan.

Di Surabaya muncul BBI pada tanggal 21 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 25 Agustus
1945, dibentuk Angkatan Muda oleh Sumarsono dan Ruslan Wijayasastra. Kedua tokoh ini
kemudian membentuk PRI (Pemuda Republik Indonesia) bersama Bung Tomo pada tanggal 23
September.
Demikian halnya yang terjadi di Yogyakarta, Surakarta, dan Semarang, di sana juga muncul
berbagai badan perjuangan. Misalnya, Angkatan Muda dan Pemuda di Semarang, Angkatan
Muda di Surakarta, Angkatan Muda Pegawai Kesultanan atau dikenal Pekik (Pemuda Kita
Kesultanan) di Yogyakarta.
Di Bandung berdiri Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia yang kemudian lebih dikenal
dengan PRI (Pemuda Republik Indonesia). Selain itu, juga muncul Barisan Banteng, Pesindo
(Pemuda Sosialis Indonesia). BPRI (Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia), dan juga muncul
Hizbullah-Sabilillah.
Bahkan orang-orang luar Jawa yang berada di Jawa membentuk badan perjuangan seperti
KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi) dan PIM (Pemuda Indonesia Maluku). Kemudian,
muncul pula badan-badan perjuangan yang lebih bersifat khusus, misalnya TP (Tentara Pelajar),
TGP (Tentara Genie Pelajar), dan TRIP (Tentara Republik Indonesia Pelajar).
Selanjutnya berkembang pula kelaskaran. Badan-badan perjuangan juga berkembang di luar
Jawa, antara lain sebagai berikut.
a. Di Aceh terdapat API (Angkatan Pemuda Indonesia) yang dipimpin oleh Syamaun Gaharu dan
BPI (Barisan Pemuda Indonesia) kemudian menjadi PRI (Pemuda Republik Indonesia) yang
dipimpin oleh A. Hasyim.
b. Di Sumatra Utara terdapat Pemuda Republik Andalas.
c. Di Sumatra Barat terdapat Pemuda Andalas dan Pemuda Republik Indonesia Andalas Barat.
d. Di Lampung terdapat API (Angkatan Pemuda Indonesia) yang dipimpin oleh Pangeran Emir
Mohammad Noor.

23
e. Di Bengkulu terdapat PRI (Pemuda Republik Indonesia) dipimpin oleh Nawawi Manaf.
f. Di Kalimantan Barat terdapat PPRI (Pemuda Penyongsong Republik Indonesia). Tokoh-
tokohnya, antara lain Musani Rani dan Jayadi Saman.
g. Di Kalimantan Selatan terdapat PRI (Persatuan Rakyat Indonesia) yang dipimpin oleh
usbandi.
h. Di Bali terdapat AMI (Angkatan Muda Indonesia) dan PRI (Pernuda Republik Indonesia).
i. Di Sulawesi Selatan terdapat PPNI (Pusat Pemuda Nasional Indonesia) yang dipimpin oleh
Manai Sophian, AMRI (Angkatan Muda Republik Indonesia), Pemuda Merah Putih, dan
Penunjang Republik Indonesia.
Dengan munculnya badan-badan perjuangan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di
seluruh tanah air telah siap menggelorakan revolusi untuk membersihkan kekuatan Jepang dari
Indonesia.
C. Lahirnya Tentara Nasional Indonesia
Sebagai negara yang wilayahnya luas, tentara mutlak diperlukan sebagai benteng pertahanan.
Sebutan TNI (Tentara Nasional Indonesia), lebih populer dengan sebutan ABRI (Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia). Bagaimana sejarah lahirnya Tentara Nasional Indonesia?
Terbentuknya TNI berpangkal dari maklumat pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat).
Kesatuan TKR kemudian berkembang menjadi TNI.

a. Badan Keamanan Rakyat


Beberapa minggu setelah proklamasi kemerdekaan, Presiden Sukarno masih bersikap
hati-hati. Hal ini berkaitan dengan sikap Jepang yang tidak senang kalau terjadi perubahan status
quo (dari negara jajahan menjadi negara merdeka), apalagi sampai memiliki tentara. Sejak
Jepang menyerah kepada Sekutu, Jepang harus menjaga Indonesia agar jangan sampai terjadi
perubahan sampai Sekutu tiba di Indonesia. Oleh karena takut kepada pemerintah Sekutu, maka
Jepang bersikap keras kepada Indonesia. Sikap keras dan ketidaksenangan Jepang terhadap
Indonesia, misalnya melucuti persenjataan dan sekaligus membubarkan Peta pada tanggal 18
Agustus 1945. Jepang khawatir Peta akan menjelma menjadi tentara Indonesia. Oleh
karena itu, Presiden Sukarno bersikap lebih hati-hati, agar Republik Indonesia tetap dapat
berlangsung. Sikap Sukarno yang demikian itu tidak disenangi oleh para pemuda yang
lebih bersifat revolusioner. Oleh karena itu, para pemuda memelopori pembentukan badan-badan
perjuangan.

Sampai akhir bulan Agustus 1945, sikap hati-hati Sukarno masih tetap dipertahankan.
Hal ini terbukti pada waktu diadakan sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945. Untuk menghadapi
situasi dalam sidang itu diputuskan, untuk pembentukan BKR (Badan Keamanan Rakyat). BKR
merupakan bagian dari BPKKP (Badan Penolong Keluarga Korban Perang). Tujuan dibentuknya
BKR untuk memelihara keselamatan masyarakat dan keamanan di berbagai wilayah. Oleh
karena itu, BKR juga dibentuk di berbagai daerah, namun harus diingat bahwa BKR bukan
tentara. Jadi, sampai akhir bulan Agustus 1945, Indonesia belum memiliki tentara.

b. Tentara Keamanan Rakyat


Sampai akhir bulan September 1945, ternyata Indonesia belum memiliki kesatuan dan
organisasi ketentaraan secara resmi dan profesional. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh.
Hatta belum membentuk kesatuan tentara. Hal ini tampaknya sangat terpengaruh oleh sikap serta
strategi politik yang cenderung pada usaha diplomasi. BKR hanya diprogram untuk menjaga

24
keselamatan dan keamanan masyarakat di daerah masing-masing. BKR kemudian menghimpun
bekas-bekas anggota Peta, Heiho, Seinendan, dan lain-lain. BKR bukan merupakan kekuatan
bersenjata yang bersifat nasional. Para pemuda belum puas dengan keberadaan BKR. Oleh
karena itu, badanbadan perjuangan terus mengadakan perlawanan terhadap kekuatan Jepang.
Angkatan Perang Inggris yang tergabung dalam SEAC (South East Asian Command) mendarat
di Jakarta pada tanggal 16 September 1945. Pasukan ini dipimpin Laksamana Muda Lord Louis
Mountbatten yang mendesak pihak Jepang untuk mempertahankan status quo di Indonesia.
Indonesia masih dipandang sebagai daerah jajahan seperti pada masa-masa sebelum
17 Agustus 1945. Dengan demikian maka Jepang semakin keras dan berani untuk tetap
mempertahankan diri dan melawan gerakan para pemuda yang sedang melakukan usaha
perlucutan senjata dan perebutan kekuasaan. Pada tanggal 29 September 1945, mendarat lagi
tentara Inggris yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Sir Philip Christison, panglima dari AFNEI
(Allied Forces Netherlands East Indies). Kedatangan tentara AFNEI ternyata diboncengi oleh
tentara Belanda yang disebut NICA (Netherlands India Civil Administration). Hal ini
enimbulkan kemarahan bagi bangsa Indonesia. Akhirnya, timbul berbagai insiden dan
perlawanan terhadap kekuatan asing, terutama terhadap Belanda. Dengan demikian ancaman dari
kekuatan asing semakin besar. Para pemimpin negara menyadari bahwa sulit mempertahankan
negara dan kemerdekaan tanpa suatu tentara atau angkatan perang. Sehubungan dengan itu, maka
pemerintah memanggil bekas mayor KNIL, Urip Sumoharjo dan ditugasi untuk membentuk
tentara kebangsaan. Urip Sumoharjo sejak zaman Belanda sudah memiliki pengalaman di bidang
kemiliteran. la termasuk lulusan pertama dari Sekolah Perwira di Meester Cornelis yang
didirikan Belanda. Kemudian, dikeluarkanlah Maklumat Pemerintah pada tanggal 5 Oktober
1945 tentang pembentukan TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Adapun maklumat itu berbunyi
sebagai berikut.
Untuk memperkuat perasaan keamanan umum, maka diadakan suatu
Tentara Keamanan Rakyat.
Jakarta, 5 Oktober 1945
Presiden Republik Indonesia
Soekarno
Urip Sumoharjo diangkat sebagai Kepala Staf TKR. Sehari kemudian pemerintah
mengeluarkan maklumat yang isinya mengangkat Supriyadi (bekas komandan Peta) sebagai
Menteri Keamanan Rakyat. Selanjutnya, pada tanggal 9 Oktober 1945, KNIP mengeluarkan
perintah mobilisasi bagi bekasbekas tentara, Peta, KNIL, Heiho dan laskar-laskar yang ada untuk
bergabung menjadi satu ke dalam TKR. Sementara itu, kesatuan aksi atau badan-badan
perjuangan para pemuda yang bersifat setengah militer atau setengah organisasi politik (laskar-
laskar) masih tetap diizinkan beroperasi apabila tidak ingin bergabung ke dalam TKR. Personalia
pimpinan TKR temyata belum mantap. Hal ini terutama disebabkan oleh tidak munculnya tokoh
Supriyadi. Supriyadi hilang secara misterius sejak berakhirnya pemberontakan Peta di Blitar
pada Februari 1945. Oleh karena itu, pada tanggal 20 Oktober 1945 diumumkan kembali
pengangkatan pejabat-pejabat pimpinan di lingkungan TKR. Susunan pimpinan TKR yang baru
sebagai berikut.
Menteri Keamanan Rakyat ad interim: Muhamad Suryoadikusumo
• Pimpinan Tertinggi TKR: Supriyadi
• Kepala Staf Umum TKR: Urip Sumoharjo

25
Ternyata, Supriyadi tidak kunjung datang. Oleh karena itu, secara operasional
kepemimpinan yang aktif dalam TKR adalah Urip Sumoharjo. Ia memilih Markas Besar TKR di
Yogyakarta dan membagi TKR dalam 16 divisi. Seluruh Jawa dan Madura dibagi dalam 10
divisi dan Sumatra dibagi menjadi 6 divisi. Mengingat Supriyadi tidak pernah muncul, maka atas
prakarsa Markas Tertinggi TKR, pada tanggal 12 November 1945, diadakan pemilihan
pemimpin tertinggi TKR yang baru. Dalam, rapat pemilihan itu dihadiri oleh para Komandan
Divisi, Sri Sultan Hamengkubuwana IX, dan Sri Mangkunegoro X. Rapat dipimpin oleh Urip
Sumoharjo. Dalam rapat itu disepakati untuk mengangkat Kolonel Sudirman, Panglima Divisi V
Banyumas sebagai Panglima Besar TKR dan sebagai Kepala Staf,disepakati mengangkat Urip
Sumoharjo. Namun pengangkatan dan pelantikan Kolonel Sudirman baru dilaksanakan pada
tanggal 18 Desember 1945, setelah pertempuran Ambarawa selesai. Setelah pertempuran itu
selesai, pangkat Sudirman menjadi Jenderal dan Urip Sumoharjo menjadi Letnan Jenderal.

c, Dari TKR, TRI, ke TNI


Sejarah ketentaraan Indonesia terus mengalami perubahan pada masa awal
kemerdekaan. TKR dengan sebutan keamanan rakyat, dinilai hanya merupakan kesatuan yang
menjaga keamanan rakyat yang belum menunjukkan sebagai suatu kesatuan angkatan bersenjata
yang mampu melawan musuh dengan perang bersenjata. Jenderal Sudirman ingin meninjau
susunan dan tata kerja TKR. Kemudian atas prakarsa Markas Tertinggi TKR, emerintah
mengeluarkan Penetapan Pemerintah No.2/SD 1946 tanggal 1 Januari 1946. Isi dari Penetapan
Pemerintah itu adalah mengubah nama Tentara Keamanan Rakyat menjadi Tentara Keselamatan
Rakyat. Kementerian Keamanan Rakyat diubah menjadi Kementerian Pertahanan. Belum genap
satu bulan, sebutan Tentara Keselamatan Rakyat diganti dengan TRI (Tentara Republik
Indonesia). Hal ini berdasarkan pada Maklumat Pemerintah tertanggal 26 Januari 1946. Di dalam
maklumat itu ditegaskan bahwa TRI merupakan tentara rakyat, tentara kebangsaan, atau tentara
nasional. Namun dalam maklumat itu tidak menyinggung tentang kedudukan badan-badan
perjuangan atau kelaskaran di luar TKR.
Di dalam Lingkungan Markas Tertinggi, TRI kemudian disempurnakan dengan
dibentuknya TRI Angkatan Laut yang kemudian dikenal dengan ALRI (Angkalan Laut Republik
Indonesia) dan TRI Angkatan Udara yang dikenal dengan AURI (Angkalan Udara Republik
Indonesia). Tanggal 17 Mei diadakan beberapa perubahan di dalam organisasi. Beberapa
perubahan itu antara lain sebagai berikut.
1. Di lingkungan Markas Besar:
a. Panglima Besar: Jenderal Sudirman, dan
b. Kepala Staf Umum : Letnan Jenderal Urip Sumoharjo
2. Pengurangan jumlah divisi:
a. Jawa - Madura yang semula 10 divisi dijadikan 7 divisi ditambah 3 brigade di
Jawa Barat
b. Sumatra semula 6 divisi menjadi 3 divisi.
3. Dalam Kementerian Pertahanan:
a. dibentuk Direktorat Jenderal bagian militer, yang dipimpin oleh Mayor Jenderal
Sudibyo, dan
b. dibentuk biro khusus yang menangani badan-badan perjuangan dan kelaskaran.
Situasi negara semakin genting. Aksi-aksi pihak tentara Belanda semakin mengancam
kehidupan dan kelangsungan Republik Indonesia. Untuk menghadapi situasi yang semakin

26
membahayakan ini, maka diperlukan kekuatan tentara yang kompak dan bersatu padu.
Sementara dalam kenyataannya, Indonesia masih menghadapi masalah-masalah yang
berkaitan dengan kekuatan bersenjata kita. Di samping tentara resmi TRI, ALRI, dan AURI,
masih ada laskar-laskar. Pada umumnya kesatuan kelaskaran lebih condong kepada induk
partainya yang seideologi dan belum tentu searah dengan perjuangan para tentara yang tergabung
dalam TRI. Jelas ini akan memperlemah perjuangan bangsa dalam menghadapi aksi-aksi kaum
Belanda.
Sehubungan dengan kenyataan itu maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden
mengeluarkan dekrit yang berisi tentang pembentukan panitia yang disebut Panitia
Pembentukan Organisasi Tentara Nasional. Panitia itu dipimpin sendiri oleh Presiden Sukarno.
Setelah panitia itu bekerja, akhirnya keluar Penetapan Presiden tentang pembentukan organisasi
TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Mulai tanggal 3 Juni 1947, secara resmi telah diakui berdirinya TNI sebagai
penyempurnaan dari TRI. Segenap anggota angkatan perang yang tergabung dalam TRI dan
anggota kelaskaran dimasukkan ke dalam TNI. Dalam organisasi ini telah dimiliki TNI
Angkatan Darat (TNI AD), TNI Angkatan Laut (TNI AL), dan TNI Angkatan Udara (TNI AU).
Semua itu terkenal dengan sebutan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Saat ini
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia kembali bernama Tentara Nasional Indonesia.

DIBUANG SAYANG

1. Dalam PD II Jepang berusaha menguasai wilayah Asia tenggara. Namun untuk


mewujudkan ambisinya tersebut Jepang harus berhadapan dengan Sekutu yang telah
menguasai Asia Tenggara. Tekad untuk menguasai daerah Asia Tenggara tersebut
dibuktikan dengan serangan yang sangat mendadak terhadap pangkalan militer
Amerika serikat di Pearl Harbour ( Hawai pada tanggal 8 Desember 1941
2. Saat PD II meletus,ambisi Jepang melaksanakan doktrin Hakko Ichiu untuk
mewujudkan kawasan Persemakmuran Asia Timur Raya makin kuat.Ambisi tersebut
diwujudkan menyerang pangkalan militer Amerika Serikat di Pearl harbour dengan
tujuan melumpuhkan kekuatan Amerika Serikat yang diperkirakan menjadi ganjalan
ekspansi Jepang
3. Dengan sistem sentralisasi kekuasaan,Jepang mencoba untuk menanamkan
kekuasaannya di Indonesia. Masing-masing daerah dibagi menjadibeberapa wilayah
yang lebih kecil. Pada awalnya Jawa dibagi menjadi 3 provinsi ( Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Jawa Timur ditambah dua daerah istimewa yaitu Surakarta dan
Jogjakarta
4. Organisasi PUTERA oleh pihak Jepang dianggap lebih bermanfaat bagi bangsa
Indonesia sehingga pada tanggal 1 Januari 1944 PUTERA diganti menjadi Jawa
Hokokai
5. Salah satu kebijakan politik pemerintahan Jendral Koiso terhadap Indonesia adalah
memberi janji kemerdekaan.Tujuan yang ingin dicapai dengan janji pemberian
kemerdekaan adalah agar rakyat Indonesia menganggap pasukan Sekutu yang datang

27
sebagai penjajah yang akan merebut kemerdekaan mereka. Dengan demikian akan
terjadi perlawanan dari rakyat Indonesia yang kemungkinan dapat membantu Jepang
memenangi perang
6. BPUPKI melakukan sidang pertamanya tanggal 29 Mei 1945 hingga 1 juni 1945.
Sidang pertama ini membahas masalah pokok tentang dasar negara Indonesia yang
kemudian dikenal dengan nama Pancasila. Adapun tokoh-tokoh yang telah
mengajukan pandangannya tentang dasar negara Indonesia adalah : Mr. Muh Yamin,
Prof. Dr.Mr.Supomo, dan Ir. Sukarno
7. Pada sidang PPKI sempat terjadi kebuntuan mengenai pencantuman kata “ ….dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk—pemeluknya” dalam Pembukaan
UUD 1945. Pencantuman kata-kata tersebut menimbulkan protes wakil-wakil dari
Indonesia bagian Timur yang mengancam akan membentuk Negara Indonesia Timur
apabila tidak diadakan perubahan terhadap pembukaan UUD 1945. Berkat diplomasi
Kasman Singodimejo,maka anggota dari golongan Islam bersedia menghapus kalimat
itu
8. Dalam rangka menguasai sumber-sumber ekonomi Indonesia,Jepang menyusun
beberapa rencana, antara lain :
a) Tahap penguasaan , yaitu menguasai seluruh kekayaan alam,termasuk kekayaan milik
pemerintah Hindia Belanda;
b) Tahap penyusun kembali struktur ekonomi wilayah dalam rangka memenuhi
kebutuhan perang. Dalam tahap ini direncanakan setiap wilayah harus dapat
mencukupi kebutuhannya sendiri untuk menunjang kebutuhan perang.
9. Banyak tenaga kerja Romusha yang meninggal akibat kondisi yang sangat berat dan
tidak dimbangi oleh gizi dan kesehatan yang mencukupi. Kurang lebih ada 70000
orang meninggal dalam kondisi menuedihkan dari sekitar 300.000 tenaga romusha
yang dikirim ke Birma,Muangthai,Vietnam,Malaysia,dan serawak
10. Untuk mengenang peristiwa Proklamasi yang bersejarah tersebut dihalaman gedung
Jalan Pegangsaan Timur 56 jakarta dibangunlah sebuah tugu peringatan
Proklamasi,jalan di depan gedung tersebut kemudian diberi nama jalan Proklamasi
dan dibangun monumen Proklamator Soekarno-Hatta
11. Pada tanggal 17 Agustus 1945 teks proklamasi telah diterima Kepala Bagian Radio
Domei (Kantor berita Jepang), Waidan B,Palenewen dari seorang wartawan Domei
bernama Syahrudin, waidan segera memerintahkan F. Wuz untuk menyiarkan berita
proklamasi tiga kali berturut-turut
12. Pada tanggal 29 Agustus 1945 anggota KNIP dilantik,dan baru mengadakan rapat
pleno pertama tanggal 16 Oktober 1045
13. Ada dua hasil rapat pleno KNIP yaitu pembentukan BP KNIP dan usul
kepadapresiden agar KNIP diberi hak kekuasaan legislatif
14. Karena kedua keputusan tersebut maka keluarlah maklumat Wakil Presiden No X
tanggal 3 November 1945 mengenai pemebentukan partai-[artain politik

28
15. Maklumat Wakil Presiden tersebut diikuti dengan munculnya banyak partai politik
dan perubahan kabinet dari Kabinet Presidensil menjadi kabinet Parlementer

29
KD 3.8 Menganalisis strategi dan bentuk perjuangan bangsa Indonesia dalam upaya
mempertahankan kemerdekaan dari ancaman Sekutu dan Belanda
KEGIATAN BELAJAR I

REVOLUSI MENEGAKKAN PANJI-PANJI NKRI

A. Keadaan Indonesia pada Awal Kemerdekaan

Secara politis keadaan Indonesia pada awal kemerdekaan belum begitu


mapan. Ketegangan, kekacauan, dan berbagai insiden masih terus terjadi. Hal ini tidak lain
karena masih ada kekuatan asing yang tidak rela kalau Indonesia merdeka,misalnya Jepang yang
secara defakto masih memiliki kekuatan militer disamping itu jepang beralasan bahwa ia diminta
oleh Sekutu agar tetap menjaga Indonesia dalam keadaan status quo.

1. Kondisi Politik dan Keamanan


a. Jepang masih mempertahankan status quo di Indonesia dan tidak mau mengakui
keberadaan RI
b. Kedatangan Sekutu di Indonesia pada tanggal 19 September 1945 di bawah pimpinan
Lord Louis Mounbatten. Keadaan menjadi tidak kondusif setelah diketahui
kedatangan Sekutu ternyata membawa serta NICA (Netherlands Indies Civil
Administration )
c. Pembentukan BKR ( Badan Keamanan Rakyat ) yang diumumkan pada tanggal 23
Agustus 1945. Tugas utama BKR adalah sebagai penjaga keamanan umum di daerah-
daerah. Presiden menegaskan dan menganjurkan agar BKR yang dibentuk tidak
hanya di pusat tetapi juga di daerah-daerah dan berfungsi sebagai Badan Penolong
Keluarga Korban Perang. Pembentukan BKR menimbulkan kekecewaan dikalangan
pemuda yang lebih menginginkan dibentuknya tentara nasional yang lebih menjamin
keamanan bangsa dan negara.Akhirnya para pemuda membentuk badan-badan
perjuangan atau laskar bersenjata yang tergabung dalam Komite van Aksi yang
bermarkas di Jln Menteng 31 dengan ketuanya antara lain Adam malik,Chaerul
saleh,Soekarni dan M. Nitiharjo. Adapun yang tergabung dalam Komite van Aksi
antara lain API, BARA,BBI,BB,PIM,KRIS,TP,TRIP,HIZBULLAH.BPRI
d. Dengan dikeluarkannya maklumat 3 November 1945,maka banyak bermunculan
partai-partai dengan berbagai latar belakang. Dalam perkembangan selanjutnya,
jumlah partai parpol politik makin bertambah. Dengan memanfaatkan parpol yang
ada para politisi berebut kursi dan jabatan di pemerintahan. Akibatnya terjadi ketidak
stabilan dalam pemerintahan dan politik di Indonesia. Kondisi tersebut diperparah
dengan usulan BP KNIP agar para menteri tidak bertanggungjawab kepada presiden
tetapi kepada KNIP,sebagai pengganti fungsi DPR saat itu, dan usulan tersebut
diterima oleh pemerintah maka kaninet presidensil berubah menjadi kabinet
parlementer mulai 11 November 1945 dengan Perdana menterinya Sutan Syahrir

2. Kondisi Ekonomi
Pada awal kemerdekaannya , Indonesia mendapatkan warisan keadaan ekonomi yang
sangat kacau antara lain :

30
a. Hiper inflasi , disebabkan peredaran mata uang Jepang yang tak terkendali (sekitar 4
milyar). Pemerintah Indonesia yang baru saja berdiri tidak berani menyatakan tidak
berlakunya mata uang Jepang, karena saat itu Indonesia belum memiliki mata uang
sendiri. Pemerintah Indonesia akhirnya mengeluarkan kebijakan dengan menetapkan
3 mata uang sebagai alat pembayaran yang sah yaitu mata uang dari De Javasche
Bank, pemerintah Hindia belanda dan Jepang
b. Blokade Ekonomi Belanda, tujuannya untuk menutup perdagangan Republik
Indonesia. Akibatnya Indonesia tidak dapat melakukan kegiatan ekspor dan impor.
Dengan menggunakan senjata ekonomi ini Belanda berharap akan menimbulkan
keresahan dan kegelisahan di kalangan rakyat dan akan menimbulkan
ketidakpercayaan ,kebencian rakyat pada pemerintah RI

Pemerintah Indonesiapun mengatasi kesulitan perekonomian Indonesia dengan cara-cara


sebagai berikut
1) Mengatasi di bidang Moneter
 Pemerintah melakukan Pinjaman Nasional ; Menkeu Ir. Surachman atas
persetujuan BP KNIP melakukan pinjaman nasional yang direncanakan
sebesar 1 milyar yang dibagi dua tahap. Pinjaman akan dibayarkan
kembali dalam jangka 40 tahun

 Pemerintah mengeluarkan Oeang Repoeblik Indonesia (ORI)


Pada bulan Oktober 1945 pemerintah RI mengeluar uang kertas baru
yang dikenal dengan nama ORI. Uang ini untuk menggantikan mata uang
Jepang dengan kurs setiap 1000 mata uang Jepang ditukar dengan 1
rupiah ORI, dan pemilikannya dibatasi dengan ketentuan setiap keluarga
hanya diijinkan memiliki Rp 300,00 dan yang belum berkeluarga RP
100,00
 Pemerintah membentuk Bank Negara Indonesia. Pada tanggal 1 November
1945 pemerintah secara resmi mendirikan Bank Negara Indonesia, dengan
tugas mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia
2) Usaha menembus Blokade Ekonomi Belanda
 Mengirimkan beras ke India
 Mengadakan hubungan dagang dengan luar negeri secara langsung ;
hubungan dagang langsung pemerintah Indonesia dengan pihak luar negeri
ini dirintis oleh Banking and Trading Corporation (BTC) suatu badan
perdagangan semi pemerintah yang dipimpin oleh Dr. Sumitro
Djojohadikusumao dan Dr. Ong Ing Die. BTC berhasil bertransaksi
dengan Isbrantsen Inc ( perusahaan swasta Amerika Serikat) namun kapal
Martin Behrman yang membawa pesanan BTC dicegat oleh AL belanda
 Membentuk Indonesia Office (Indof); Sejak tahun 1947,pemerintah
Indonesia mendirikan Indonesia Office (Indof). Indof secara resmi
merupakan badan yang memperjuangkan kepentingan politik luar
negeri.Namun ,Indof secara rahasia adalah pengendali usaha penembus
blokade dan perdagangan barter. Disamping itu Indof juga berperan
sebagai perantara dengan para pedagang Singapura dan mengusahakan
kapal-kapal yang diperlukan. Indof dipimpin Mr. Oetojo Ramelan

31
 Membentuk Kementerian Pertahanan Usaha Luar Negeri (KPLUN) ;
KPLUN adalah perwakilan kementerian pertahanan di luar negeri. Tugas
KPLUN adalah membeli senjatata dan perlengkapan Angkatan Perang dan
mmemasukkannya ke Indonesia. KPLUN dipimpin oleh Ali
Jayengprawiro
3) Menyelenggerakan Konferensi Ekonomi ; Konferensi ini dilaksanakan
pada bulan februari 1946 dipimpin oleh Ir. Darmawan Mangunkusumo
(Menteri Kemakmuran) yang dihadiri para gubernur,cendikiawan dan
para pejabat negara. Tujuan dari dilaksanakannya konferensi ini adalah
untuk memperoleh kesepakatan dalam menanggulangi masalah-masalah
ekonomi yang mendesak. Hasil dari konferensi ini adalah
 Masalah produksi dan distribusi bahan makanan
 Masalah status dan administrasi perkebunan
4) Merehabilitasi Pabrik gula : Pada tanggal 21 Mei 1946 pemerintah mengeluarkan
PP no 3 tahun 1946 tentang pembentukan Badan Penyelenggaraan Perusahaan
Gula Negara (BPPGN)) yang berstatus Perusahaan Negara yang dipimpin
Notosudirjo. Kemudian pemerintah kembali mengeluarkan PP No 4 tahun 1946
pada tanggal 6 Juni 1946 tentang pementukan Perusahaan Perkebunan Negara
(PPN) dengan status Perusahaan Negara
5) Pelaksanaan Plan Kasimo ; adalah usaha swasembada pangan dengan petunjuk
pelaksanaan yang praktis, dengan cara melakukan perluasan lahan di Sumatera
dan intensifikasi dengan bibit unggul di Jawa sekaligus pencegahan
penyembelihan hewan yang kurang perlu.
3. Kehidupan Sosial

Pada awal masa kemerdekaan,kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia mengalami


perubaha dan perkembangan meliputi kehidupan sosial masyarakat,penddidikan,bahasa dan seni
serta media komunikasi
a. Perubahan Sosial masyarakat ; Dengan kemerdekaan, bangsa Indonesia
menghapuskan diskriminasi terhadap semua warga negara. Semua warga negara
mempunyai hak dan keajiban yang sama,meskipun bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai suku bangsa namun semua harus tetap bersatu mempertahankan
kemerdekaaan.
b. Pendidikan ; Pendidikan menjadi salah satu tujuan nasional yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945.Untuk mencapai tujuan itu,pemerintah harus mengembangkan
dan memajukan pendidikan. Tujuan pendidikan dan pengajaran sebagaimana telah
digariskan adalah mengarahkan dan membimbing murid menjadi warga negara yang
mempunyai tanggungjawab. Sekolahsekolah dibuka bagi war5ga negara
Indonesia.Metode pengajaran yang ditekankan adalah sistem
kerja,aktivitas,kreativitas,serta memahami peristiwa-peristiwa yang terjadi di luar
lingkungan. Jenjang pendidikan dibagi atas tiga tingkatan yaitu pendidikan dasar,
menengah dan tinggi. Sedangkan pengembangannya tidak hanya disektor pendidikan
formal namun juga sektor in formal/pendidikan luar sekolah .Pelaksanaan sistem
pendidikan disesuaikan dengan keadaan sosial masyarakat dengan memegang prinsip
demokrasi,kemerdekaan,dan keadilan sosial . Tokoh-tokoh yang pernah menjadi
Menteri Pendidikan,Pengajaran dan Kebudayaan di awal kemerdekaan antara lain :

32
 Ki Hajar Dewantara (19 agustus-14 November 1945)
 Mr. TSG Mulia ( 14 November 1945-12 Maret 1946)
 Mohammad Safei ( 12 Maret-2 Oktober 1946)
 Mr. Suwandi
c. Bahasa dan Seni ; Larangan Jepang untuk menggunakan bahasa Belanda pada masa
penjajahan Jepang dan berkembangnya semangat nasionalisme sngat berpengaruh
dalam perkembangan bahasa indonesia. Pada awal kemerdekaan Indonesia, bahasa
Indonesia telah difungsikan sebagai bahasa nsional. Adapun yang mendorong
perkembangan bahasa dan sastra Indonesia antara lain :
 Bangkitnya semangat kebangsaan Indonesia,sehingga memperkecil sifat
kesukuan dan kedaerahan
 Telah diterbitkan kitab logat Melayu pada tahun 1901 yang ditulis oleh Van
Ophuysen
 Didirikan Commisie Voor de Volkslectuur pada tahun 1908 yang kemudian
lebih dikenal dengan Balai Pustaka
 Dilarangnya penggunaan bahasa Belanda di jaman Jepang
Pada Tanggal 18 Juli 1947 menteri PPK membentuk Komisi bahasa yang
mempunyai tugas sebagai berikut :
 Menetapkan istilah-istilah dalam bahasa Indonesia
 Menetapkan tata bahasa Indonesia
 Menysun kamus baru atau penyempurnaan yang telah ada dalam bahasa
Indonesia
Hasil dari Komisi bahas adalah Ejaan Republik yang dikenal dengan nama Ejaan
Suwandi dan menetapkan istilah baru
d. Media Komunikasi ; Dengan berkembangnya bahasa dan seni berkembang pula
media komunikasi massa yaitu pers. Sampai dengan tahun 1948 persurat kabaran di
Indonesia berkembang pesat ada sekitar 124 surat kabar dengan oplah 405.000
eksemplar, surat kabar—surat kabar tersebut pada umumnya untuk mengobarkan
semangat rakyat dalam mempertahankan kemerdekaan. Selain perkembangan pers
media komunikasi radio berkembang pula, radio mempunyai andi besar dalam
menyebarkan berita proklamasi.

B. Merdeka atau Mati


Kemerdekaan yang telah diperoleh sebagai hasil perjuangan yang sangat panjang,harus
dipertahankan apapun taruhannya. Sikap dan tekad bangsa Indonesia ternyata teruji melalui
serangkaian pertempuran besar diberbagai daerah.

1) Pertempuran Lima hari diSemarang ( 14 Oktober -18 Oktober 1945)


2) Pertempuran Jogjakarta ( 6 Oktober 1945
3) Pertempuran Ambarawa (20 November- 15 desember )
4) Pertempuran medan Area
5) Bandung Lautan Api
6) Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Sikap perlawanan dan pengorbanan yang begitu hebat diperlihatkan rakyat Indonesia di
berbagai daerah akhirnya menyadarkan pihak Sekutu bahwa mereka tidak boleh mengabaikan
perjuangan rakyat Indonesia. Kesadaran itu mendorong mereka untuk mengadakan

33
perundinganperundingan . Para pemimpin bangsa Indonesipun menunjukkan niat baiknya kepada
Sekutu dan dunia dengan mau mengikuti ajakn untuk melakukan perundingan guna
menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

C. PERUNDINGAN-PERUNDINGAN SEBAGAI UPAYA MENYELESAIKAN


PERTIKAIAN

1) Perundingan awal Indonesia –Belanda tanggal 1 Februari 1946 di Jakarta


Tokoh-tokohnya : Penengah Sir Archibald Kerr ( Inggris ). Indonesia diwakili oleh
PM Sutan Syahrir, dan Belanda diwakili oleh van Mook.
Pada awal perundingan van Mook membabacakan pernyataan pemerintah Belanda
yang isinya mengulang pidato Ratu Wihelmina tanggal 7 Desember 1942 sebagai
berikut ;
 Indoneisa akan dijadikan sebagai negara Commonwealth berbentuk federasi yang
memiliki pemerintahan sendiri (self government) dalam lingkungan Kerajaan Belanda
 Masalah-masalah dalam negeri Indonesia diurus oleh pihak Indonesia,sedangkan
masalah luar negeri diurus oleh pihak Belanda
 Sebelum negara Commonwealth dibentuk terlebih dahulu akan membentuk
pemerintahan peralihan yang berjangka 10 tahun
 Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB

Pihak Indonesia dengan tegas menolaknya,dan mengirimkan nota balasannya pada


tanggal 12 maret 1946 yang isinya adalah sebagai berikut ;
 Negara Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah
bekas jajahan Hindia belanda
 Pinjaman-pinjaman Belanda sebelum tanggal 8 Maret 1942 menjadi tanggungjawab
pemerintah RI
 Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu dan mengenai
urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federsi yang terdiri
dari orang-orang Indonesia dan Belanda
 Tentara Belanda segera ditarik dari Indonesia dan jika perlu diganti oleh TRI
 Selama perundingan berlangsung,semua aksi militer harus dihentikan dan pihak
Indonesia akan melakukan pengawasan terhadap pengungsian tawanantawanan
Belanda dan inteniran lainnya.

2) Perundingan di Hoge Veluwe (Belanda) tanggal 14-24 April 1946

 Delegasi Indonesia diwakili oleh Mr. A.K.Pringgodigdo dan Dr. Soedarsono


 Delegasi Belanda dipimpin oleh Dr.J.van Mook
 Penengah Sir Archibald Clark dari Inggris

Dalam perundingan ini pihak RI menuntut adanya pengakuan secara de facto RI atas
Jawa,Madura,dan Sumatera,sebaliknya Belanda hanya mau mengakui secara de facto
wilayah RI meliputi Jawa dan Madura saja. Belanda tetap menginginkan RI menjadi
bagian dari kerajaan Belanda dalam bentuk Uni Indonesia-Belanda.

34
3) Perundingan Linggajati
Perundingan selanjutnya adalah perundingan Linggajati yang berlangsung dari
tanggal 11 -15 Novenber 1946. . Delegasi Indonesia dipimpin oleh Sutan Syahrir,
anggotanya Mr. Moh. Roem, Mr. Susanto Tirtoprojo, dan A.K. Gani. Sementara pihak
Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn dengan beberapa anggota, yakni Van
Mook, F de Boor, dan van Pool. Sebagai penengah dan pemimpin sidang adalah Lord
Killearn, juga ada saksi-saksi yakni Amir Syarifudin, drLeimena, dr. Sudarsono, dan
Ali Budiarjo. Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta juga hadir di dalam
perundingan Linggarjati itu. Dalam perundingan itu dihasilkan kesepakatan yang
terdiri dari 17 pasal. Isi pokok Perundingan Linggarjati antara lain sebagai berikut.
 Pemerintah Belanda mengakui kekuasaan secara de facto pemerintahan RI
atas wilayah Jawa, Madura, dan Sumatera. Daerahdaerah yang diduduki
Sekutu atau Belanda secara berangsur-angsur akan dikembalikan kepada RI.

 Akan dibentuk Negara Indonesia Serikat (NIS) yang meliputi seluruh wilayah
Hindia Belanda (Indonesia) sebagai negara berdaulat.
 Pemerintah Belanda dan RI akan membentuk Uni Indonesia-Belanda yang
dipimpin oleh raja Belanda.
 Pembentukan NIS dan Uni Indonesia- Belanda diusahakan sudah selesai
sebelum 1 Januari 1949.
 Pemerintah RI mengakui dan akan memulihkan serta melindungi hak milik
asing.
 Pemerintah RI dan Belanda sepakat untuk mengadakan pengurangan jumlah
tentara.
 Bila terjadi perselisihan dalam melaksanakan perundingan ini, akan
menyerahkan masalahnya kepada Komisi Arbitrase.

Naskah persetujuan kemudian diparaf oleh kedua delegasi di Istana Rijswijk Jakarta
sekarang Istana Merdeka). Isi perundingan itu harus disyahkan dahulu oleh parlemen masing-
masing (indonesia oleh KNIP). Untuk meratifikasi dan mensyahkan isi Perundingan Linggarjati,
kedua parlemen masih enggan dan belum puas. Pada bulan Desember 1946, Presiden
mengeluarkan Peraturan No. 6 tentang penambahan anggota KNIP. Hal ini dimaksudkan untuk
memperbesar suara yang pro Perjanjian Linggarjati dalam KNIP. Tanggal 28 Februari 1947
Presiden melantik 232 anggota baru KNIP. Akhirnya isi Perundingan Linggarjati disahkan oleh
KNIP pada tanggal 25 Maret 1947, yang lebih dikenal sebagai tanggal Persetujuan Linggarjati.
Setelah Persetujuan Linggarjati disahkan, beberapa negara telah memberikan pengakuan
terhadap kekuasaan RI. Misalnya dari Inggris, Amerika Serikat, Mesir, Afganistan, Birma
(Myanmar), Saudi Arabia, India, dan Pakistan.
Pengakuan yang diberikan Amerika Serikat pada tanggal 17 April 1947 mempunyai arti penting,
mengingat kedudukan serta pengaruhnya di dunia Internasional.
Pengakuan - pengakuan yang datang dari berbagai negara untuk RI membuat Belanda
terpojok dan kewalahan,Belandapun berusaha menganulir Perjanjian Linggajati dengan
mengajukan usulan-usulan yang tidak masuk akal misalnya dengan mengirimkan Nota Komisi
Jendral yang bersifat ultimatum dan harus dijawab oleh pemerintah RI dalam waktu 14 hari.

Adapun Nota Komisi Jendral tertanggal 27 Mei 1947 itu isinya antara lain ;

35
 Membentuk bersama suatu Pemerintah Peralihan (interim)
 Mengeluar uang bersama
 RI supaya mengirimkan beras untuk rakyat di daerah-daerah pendudukan Belanda
 Menyelenggarakan bersama ketertiban dan keamanan di seluruh Indonesia
termasuk daerah-daerah RI yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie
bersama)
 Menyelenggarakan pemilikan bersama atas impor dan ekspor

Seluruh rakyat Indonesia dengan keras menentang Nota Komisi Jendral yang dianggap
sangat menghina rakyat Indonesia.Dalam sidang kabinet tanggal 16 Juli 1947 ditegaskan bahwa
pemerintah RI dengan tegas menolak ultimatum Belanda. Akibatnya secara sepihak Belanda
melancarkan agresi militer ke wilayah RI.

4) Perjanjian Renville
Belanda secara terang-terangan melanggar persetujuan Linggajati dengan melakukan
Agresi Militer di seluruh wilayah RI pada tanggal 21 Juli 1947`.Aksi militer yang dilakukan
Belanda justru membuat kedudukan RI semakin kuat dan semakin banyak mendapat dukungan
internasional.Mereka mengakui perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 1 Agustus 1947 DK PBB mengeluarkan seruan kepadaIndonesia dan
Belanda untuk segera menghentikan tembak menembak /gencatan senjata kemudian meningkat
ke jenjang perundingan. Seruan ini mulai diberlakukan tanggal 4 Agustus 1947. Sutan Syahrir
sebagai duta keliling RI meminta pada DK PBB untuk membentuk badan Arbitrase yang netral.
DK PBB menanggapi permintaan tersebut dengan menawarkan suatu komisi jasa baik (Good
Will Commision) yang bertugas menjalankan suatu usaha kompromi.Komisi ini kemudian
dikenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN).

Adapun anggota KTN terdiri dari ;


 Australia mewakili Indonesia dengan tokohnya Richard C.Kirby
 Belanda mewakili Belanda dengan tokohnya Paul van Zeland
 Amerika serikat sebagai penengah dengan tokohnya Dr. Frank B. Graham
Pada tanggal 27 Oktober 1947 delegasi KTN tiba di Jakarta untuk melaksanakan
tugasnya. Dalam masalah militer KTN dapat mengambil inisiatif,tetapi dala masalah politik
KTN hanya boleh memberikan saran dan tidak berhak dalam masalah tersebut.
KTN dalam usahanya berhasil mendekati pihak RI-Belanda untuk kembali mengadakan
perundingan. Belanda mengusulkan perundingan diadakan di jakarta, tetapi menolak dan
menginginkan perundingan di luar daerah pendudukan. Akhirnya disepqakati bahwa
perundingan akan dilaksanakan di atas kapal pengangkut pasukan Amerika USS renville yang
saat itu sedang berlabuh di teluk Jakarta.
Akhirnya wakil Indonesia dan Belanda dapat bertemu di atas kapal Renville pada
tanggal 8 Desember 1947. Adapun Indonesia diwakili oleh ; Amir Ssarifuddin,Ali
Sastroamidjojo, Dr. Tjoa Siek Ien,Sutan Syahrir, H. Agus salim, Mr. Nasrun dan dua
orang anggota cadangan yaitu Ir. H.Djuanda dan Setiadji. Delegasi Belanda dipimpin oleh
Raden Abdoel Kadir Widjojoatmodjo dan Mr. Koets, Mr. Ch.R. Soumokil,Tengku
Zulkarnen , Mr. Adjie Kartanegara, Mr. Masjarie,Thi Thian Tjiong, Mr.A.H.Opyuysen
dan A.Th. Band.

36
Menjelang hari natal 1947 KTN mengajukan dua hal pokok yang terkenal dengan
Pesan Natal atau Christmas Message. Isi Christmas Message sebagai berikut ;
1) Segera dikeluarkan perintah penghentian tembak menembak di sepanjang garis
van Mook
2) Penghentian tembak menembak segera diikuti dengan perjanjian peletakan senjata
dan pembentukan daerah-daerah kosong (demilliterized zones)
Selain mengajukan Christmas Message KTN juga mengajukan usul politik untuk dipilih RI-
Belanda yang berisi antara ;
1) Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia
2) Kerjasama antara Indonesia-Belanda
3) Dibentuknya suatu negara federasi

Dengan persetujuannya atas prinsip-prinsip dari KTN oleh pihak Indonesia maupun
Belanda ,maka pada tanggal 17 Januari 1948 delegasi kedua negara yang bertikai kembali
mengadakan pertemuan di atas kapal USS Renville untuk menandatangani persetujuan gencatan
senjata dan prinsip-prinsip politik yang disaksikan oleh KTN. Secara singkat isi dari perjanjian
Renville adalah :
1) 10 pasal persetujuan gencatan senjata
2) 6 pokok prinsip tambahan untuk perundingan guna mencapai penyelesaian politik antara
lain ;
a. Belanda berdaulat atas Indonesia sampai pengakuan kedaulatannya kepada Negara
Indonesia Serikat yang merdeka
b. RI menjadi bagian dari RIS
c. Sebelum pemerintah Negara Federal terbentuk,maka RI harus mempunyai wakil-wakil
yang layak dalam tiap-tiap pemerintahan Federal sementara
d. Akan mengadakan plebisit (pepera) di wilayah Jawa,Madura,dan Sumatera untuk
menentukan apakah rakyat daerah-daerah tersebut mau bergabung pada RI atau RIS
3) 12 masa Prinsip Politik termasuk tiga pokok hasil Perseetujuan Linggajati

Dampak langsung dari Persetujuan Renville terjadi ketidak percayaan terhadap Kabinet
Amir Syarifudin, akhirnya pada tanggal 23 Januari 1948 PM Amir Syarifudin menyerahkan
kembali mandatnya kepada presiden. Pada tanggal 29 Januari 1948,Presiden Soekarno
membentuk kabinet baru dengan Persdana menterinya adalah I Moh. Hatta.
Dampak lainnya adalah dengan terpaksa pihak RI harus menarik pasukannya yang berada
di garis demarkasi van Mook, misalnya di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur harus
dikosongkan. Akibat dari itu lebih dari 35 ribu anggota Divisi Siliwangi harus hijrah ke Jawa
Tengah dan sekitar 6 rubu anggota Devisi Damarwulan dari Jawa Timur juga ditarik ke wilayah
RI. Perintah hijrah pasukan TNI dari kantong-kantong gerilya dan peblisit,menimbulkan
ketidakpuasaan TNI sebagai akibatnya banyak diantara anggota TNI menyatakan keluar dari
keanggotaan TNI ehingga makin memperlemah pertahanan RI.

D. Agresi Militer Belanda II


Keinginan Belanda untuk terus menguasai Indonesia tidak pernah berhenti,berbagai cara
terus dilakukan termasuk dengan mengingkari perundingan-perundingan yang telah disepakati
secara sepihak. Bahkan Belanda selalu menuduh Indonesia sebagai pihak yang tidak taat
terhadap hasil-hasil perundingan.

37
Dari sikap Belanda yang seperti itu maka pihak pemerintah RI tidak tinggal
diam,berbagai persiapan dilakukan untuk menghadapi serangan militer pihak Belanda. TNI
membentuk Markas Besar Komando Djawa (MBKD) dipimpin oleh Kolonel A.H Nasution dan
MBKS (Markas Besar Komando Sumatera) dipimpin Kolonel Hidayat.
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda secara membabi buta melakukan melancarkan
serangan ke seluruh wilayah RI dengan sasaran utama MBAD dan MBAU.Belanda dengan cepat
dapat menguasai pos-pos penting di sekitar lapangan Maguo dan selanjutnya menduduki Ibu
Kota Yogyakarta. TNI mengadakan perlawanan dengan cara gerilya. Presiden dan Wapres yang
menolak hijrah dengan alasan supaya mereka tetap mudah berhubungan dengan KTN untuk
berdeplomasi, Akibatnya keduanya ditawan oleh Belanda. Presiden Sukarno diasingkan ke
Prapat, Moh hatta ke pulau Bangka.
Serangan militer Belanda atau yang lebih dikenal dengan Agresi Militer II mendapat
reaksi keras dari masyarakat Internasional, misalnya dari Amerika Serikat yang pada tanggal 7
Februari 1949 memberikan simpatinya pada Indonesia. Wujud simpati dari Amrika Serikat untuk
masyarakat Indonesia dengan memberikan pernyataan sebagai berikut ;
 AS menghentikan semua bantuannya kepada Belanda sampai negeri ini
menghentikan permusuhan dengan Indonesia
 Mendesak Belanda supaya menarik semua pasukannya ke belakang garis status quo
renville
 Membebaskan para pemimpin Indonesia yang ditawan sejak 18 desember 1948
 Mendesak Belanda untuk membuka kembali perundingan yang jujur dengan
Indonesia atas dasar persetujuan Renville.

Rasa simpati dunia internasional juga datang dari, Rusia, Cina, Kolombia dan negaranegara yang
tergabung dalam PBB.

Jendral Spoor sebagai pemimpin tentara Belanda mengira bahwa pemerintahan RI


berakhir karena telah berhasil menduduki ibu kota negara namun perkiraan mereka meleset.
Karena kelangsungan pemerintahan RI dapat dilanjutkan dengan baik, sebelum pihak Belanda
sampai di Istana, Presiden Sukarno telah berhasil mengirimkan radiogram yang berisi mandat
kepada Menteri Kemakmuran Syafruddin Prawiranegara yang sedang melakukan kunjungan ke
Sumatera untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Perintah sejenis
juga diberikan kepada Mr. A.A. Maramis yang sedang di India. Apabila Syafruddin
Prawiranegara ternyata gagal melaksanakan kewajiban pemerintah pusat, maka Maramis diberi
wewenang untuk membentuk pernerintah pelarian (Exile Goverment) di luar negeri. Begitu pula
dengan dugaan Belanda mengenai Angkatan Perang Republik Indonesia yang dikira telah hancur
total ternyata meleset. Karena Karena Letjen Soedirman sebagai Pangsar Angkatan Perang
RI,sebelumnya telah mengatur siasat dan kekuatan untuk menghadapi serangan Belanda tsb.
Sementara itu, Panglima Besar Jenderal Sudirman yang sedang sakit harus dirawat oleh
dr. Suwondo selaku dokter pribadinya di rumah di kampung Bintaran. Setelah mendengar
Belanda melancarkan serangan, Jenderal Sudirman segera menuju istana Presiden di Gedung
Agung. Ketika mengetahui Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa pemimpin lainnya ingin tetap
bertahan di ibu kota, maka Jenderal Sudirman, dengan para pengawalnya pergi ke luar kota
untuk mengadakan perang gerilya. Para ajudan yang menyertai Jenderal Sudirman, antara lain
Suparjo Rustam dan Cokropranolo. Sedangkan pasukan di bawah pimpinan Letkol Soeharto
terus berusaha menghambat gerak maju pasukan Belanda. Kemudian beberapa tokoh militer

38
vang mengikuti jejak Jenderal Sudirman, antara lain Kolonel Gatot Subroto, dan Kolonel TB.
Simatupang.

Puncak dari serangan terhadap kedudukan dan kekuatan musuh terjadi pada 1 Maret 1949
terhadap ibu kota Yogyakarta. Serangan pada 1 Maret 1949 ini dilakukan pada siang hari yang
sama sekali diluar dugaan pihak Belanda. Serangan ini berhasil dengan gemilang.Tentara
Nasional Indonesiamenduduki Yogyakarta selama 6 jam,kemudian mengundurkan diri.

E. Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)


Agresi militer Belanda II yang dilancarkan oleh Belanda telah diduga sebelumnya oleh
para pemimpin bangsa Indonesia. Pada tanggal 9 November 1949 Pangsar Sudirman
mengeluarkan Perintah Siasat nomor 1 yang intinya mengenai Pertahanan rakyat Semesta yang
berisi halhal sbb ;

a. Sistem pertahanan Lini (Pertahanan Berlapis Segaris) tidak lagi digunakan untuk
menghadapi Belanda,melainkan dengan sistem Wehrkreise ( Lingkaran
Pertahanan). Sistem ini membagi daerah dalam lingkaran pertahanan yang dapat
berdiri sendiri dan dilengkapi dengan satu brigade mobil dan unsurunsur teritorial.
Konsepsi strategis ini dilengkapi dengan taktik gerilya
b. Pasukan yang tadinya hijrah ke daerah RI,harus melakikan Wingate yang artinya
melakukan infiltrasi ke wilayah daerah asal pasukan itu yang telah menjadi daerah
pendudukan musuh. Dan bila wingate berhasil,pasukanpasukan tersebut dapat
membentukl kantongkantong gerilya atau Wehkreise
c. Pengungsian dapat dilakukan dengan usaha menghambat laju serangan
musuh,antara lain dengan melakukan sabotase dan siasat bumi hangus

Pada tanggal 19 Desember 1948 di Gedung Negara Yogyakarta sebelum para pemimpin
ditawan Belanda,mereka masih sempat mengadakan rapat kilat yang hasilnya antara lain :
a. Pemberian kuasa penuh kepada Syafrudin Prawiranegara untuk membentuk
Pemerintahan darurat Republik Indonesia (PDRI)
b. Pemberian kuasa penuh kepada Maramis, L.N Palar, dan Dr. Sudarsono yang
sedang berada di india untuk membentuk pemerintahan di pengasingan
c. Presiden dan Wapres RI memutuskan tidak mengungsi dan tetap tinggal di kota
dengan kemungkinan berunding dengan Belanda dan KTN

Dengan terbentuknya PDRI yang berpusat di Bukit tinggi Sumatera Barat serta
Pemerintahan Militer di Pulau jawa,roda pemerintahan tetap berputar sekalipun ibu kota negara
diduduki musuh dan Presiden serta pemimpinnya ditawan, tetapi NKRI tetap berdiri dengan
teguh.
F. Perundingan Roem-Royen
Agresi Militer belanda II Menimbulkan kecaman dunia internasional termasuk PBB,dan
juga bangsa-bangsa di Benua Asia yang turut merasakan penderitaan Indonesia.Atas prakasa
India dan Birma pada tanggal 2 sampai 3nJanuari 1949 di New Delhi diselenggarakan
Konferensi Asia yang dihadiri utusan dari Afrika dan Australia. Hasil dari konferensi tersebut
berupa Resolusi New Delhi antara lain sbb :

39
a. Penghentian semua operasi militer dengan segera oleh Belanda dan penghentian
semua aktivitas gerilya oleh pihak RI
b. Belanda harus memberikan kesempatan bagi para pemimpin bangsa Indonesia
untuk kembali ke Yogyakarta segera
c. Perundinganperundingan akan dilakukan segera dalam waktu sesingkatsingkatnya
dengan dar perundingan Linggajati,Perundingan renville,dan terutama berdasarkan
pembentukan Pemerintahan Interem Federal paling lambat 15 Maret 1949 dan
pemilihan Dewan Pembuat UndangUndang dasar Negara Indonesia Serikat
selambatlambatnya tanggal 1 juli 1949
d. KTN diubah menjadi Komisi Perserikatan BangsaBangsa untuk Indonesia ( United
Nation Commision for Indonesia/UNCI) . UNCI akan bertugas membantu
memperlancar perundingan-perundingan,mengurus pengembalian kekuasaan
Pemerintah RI,serta berhak mengajukan usul-usul mengenai hal yang dapat
membantu tercapainya perdamaian.

Ketika terlihat titik terang bahwa RI dan Belanda bersedia maju ke meja perundingan,
maka atas inisiatif Komisi PBB untuk Indonesia pada tanggal 14 April 1949 diselenggarakan
perundingan di Jakarta di bawah pimpinan Merle Cochran, anggota Komisi dari AS. Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Moh. Roem dan delegasi Belanda dipimpin oleh H.J. Van Royen.
Dalam perundingan itu, RI tetap berpendirian bahwa pengembalian pemerintahan RI ke
Yogyakarta merupakan kunci pembuka perundingan-perundingan selanjutnya. Sebaliknya pihak
Belanda menuntut agar lebih dulu dicapai
persetujuan tentang perintah penghentian perang gerilya oleh pihak RI. Merle Cochran, wakil
dari AS di UNCI mendesak agar Indonesia mau melanjutkan perundingan.
Waktu itu Amerika Serikat menekan Indonesia, kalau Indonesia menolak, Amerika tidak akan
memberikan bantuan dalam bentuk apa pun. Perundingan segera dilanjutkan pada tanggal 1 Mei
1949. Kemudian pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai Persetujuan Roem-Royen. Isi Persetujuan
Roem-Royen antara lain sebagai berikut. :
a. Pihak Indonesia bersedia mengeluarkan perintah kepada pengikut RI yang
bersenjata untuk menghentikan perang gerilya. RI juga akan Ikut serta dalam
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, guna mempercepat penyerahan
kedaulatan kepada Negara Indonesia Serikat (NIS), tanpa syarat.

b. Pihak Belanda menyetujui kembalinya RI ke Yogyakarta dan menjamin


penghentian gerakan-gerakan militer dan membebaskan semua tahanan politik.
Belanda juga berjanji tidak akan mendirikan dan mengakui negara-negara yang
ada di wilayah kekuasaan RI sebelum Desember 1948, serta menyetujui RI
sebagai bagian dari NIS.

Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera memerintahkan Sri Sultan


Hamengkubowono IX untuk mengambil alih pemerintahan Yogyakarta dari pihak Belanda.
Pihak tentara dengan penuh kecurigaan menyambut hasil persetujuan itu, namun Panglima
Jenderal Sudirman memperingatkan seluruhkomando kesatuan agar tidak memikirkan masalah-
masalah perundingan. Setelah pemerintah RI kembali ke Yogyakarta, pada tanggal 13 Juli 1949
diselenggarakan sidang Kabinet RI yang pertama. Pada kesempatan itu, Syafruddin

40
Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada wakil presiden Moh. Hatta. Dalam sidang
kabinet juga diputuskan untuk mengangkat
Sri Sultan Hamengkobuwono IX menjadi Menteri Pertahanan merangkap Ketua Koordinator
Keamanan`

G. Konferensi Inter Indonesia untuk Kebersamaan Bangsa

Belanda tidak berhasil membentuk negara-negara bagian dari suatu negara


federal. BFO. Namun di antara para pemimpin BFO banyak yang sadar dan melakukan
pendekatan untuk bersatu kembali dalam upaya pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS).
Hal ini terutama didorong oleh sukses yang diperoleh para pejuang dan TNI kita dalam perang
gerilya. Mereka sadarhanya akan dijadikan alat dan boneka bagi kekuasaan Belanda. Oleh karena
itu perlu dibentuk semacam front untuk menghadapi Belanda. Sementara itu, Kabinet Hatta
meneruskan perjuangan diplomasi, yaitu menyelesaikan masalah intern terlebih dahulu.
Beberapa kali diadakan Konferensi Inter-Indonesia untuk menghadapi usaha Van Mook dengan
Negara bonekanya. Ternyata hasil Konferensi Inter-Indonesia itu berhasil dengan baik.
Walaupun untuk sementara pihak RI menyetujui terbentuknya Negara RIS, tetapi bukan berarti
pemerintah RIS tunduk kepada pemerintah Belanda.
Pada bulan Juli dan Agustus 1949 diadakan konferensi Inter-Indonesia. Dalam
konferensi itu diperlihatkan bahwa politik devide et impera Belanda untuk memisahkan daerah-
daerah di luar wilayah RI mengalami kegagalan. Hasil Konferensi Inter-Indonesia yang
diselenggarakan di Yogyakarta antara lain:

1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme.
2. RIS akan dikepalai oleh seorang presiden dibantu oleh menteri-menteri yang
bertanggung jawab kepada presiden.
3. RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari RI maupun Belanda.
4. Angkatan Perang RIS adalah Angkatan Perang Nasional, dan Presiden RIS adalah
Panglima Tertinggi Angkatan Perang.
5. Pembentukan Angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia
sendiri.

Dalam konferensi selanjutnya juga diputuskan untuk membenluk Panitia Persiapan


Nasional yang anggotanya terdiri atas wakil-wakil RI dan BFO. Tugasnya menyelenggarakan
persiapan dan menciptakan suasana tertib sebelum dan sesudah KMB. BFO juga mendukung
tuntutan RI tentang penyerahan kedaulatan tanpa syarat, tanpa ikatan politik maupun ekonomi.
Pihak RI juga menyepakati bahwa Konstitusi RIS akan dirancang pada saat KMB di Den Haag.

H. KMB dan Pengakuan Kedaulatan

Perjanjian Roem Royen belum menyelesaikan masalah Indonesia Belanda. Salah satu
agenda yang disepakati Indonesia Belanda adalah penyelenggaraan Konferensi Meja Bundar di
Den Haag. Bagaimana pelaksanaan KMB tersebut? Bagaimana kelanjutan perjuangan bangsa
Indonesia dalam mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah selesai KMB? Mari
kita lacak peristiwa-peristiwa proses pengakuan kedaulatan RI dari Belanda!

41
Indonesia telah menetapkan delegasi yang mewakili KMB yakni Moh. Hatta, Moh. Roem, Mr.
Supomo, Dr. J. Leimena, Mr. Ali Sastroamijoyo, Dr. Sukiman, Ir. Juanda, Dr. Sumitro
Joyohadikusumo, Mr. Suyono Hadinoto, Mr. AK. Pringgodigdo, TB. Simatupang, dan Mr.
Sumardi. Sedangkan BFO diwakili oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. KMB dibuka pada
tanggal 23 Agustus 1949 di Den Haag. Delegasi Belanda dipimpin oleh Mr. Van Maarseveen
dan dari UNCI sebagai mediator adalah Chritchley.
Tujuan diadakan KMB adalah untuk :
1. menyelesaikan persengketaan antara Indonesia dan Belanda
2. untuk mencapai kesepakatan antara para peserta tentang tata cara penyerahan yang
penuh dan tanpa syarat kepada Negara Indonesia Serikat, sesuai dengan ketentuan
Persetuiuan Renville.

Beberapa masalah yang sulit dipecahkan dalam KMB terutama sebagai berikut.

a. Soal Uni Indonesia-Belanda. Pihak Indonesia menghendaki agar sifatnya hanya kerja
sama yang bebas tanpa adanya organisasi permanen. Sedangkan Belanda menghendaki
kerja yang lebih luas dengan organisasi permanen (mengikat).
b. Soal utang. Pihak Indonesia hanya mengakui utang-utang Hindia Belanda sampai
menyerahnya Belanda kepada Jepang. Sementar Belanda menghendaki agar Indonesia
mengambil alih semua utang Hindia Belanda sampai penyerahan kedaulatan, termasuk
biaya perang kolonial melawan TNI.

Setelah melalui pembahasan dan perdebatan, tanggal 2 November 1949 KMB


dapat diakhiri. Hasil-hasil keputusan dalam KNIB antara lain sebagal berikut.

a. Belanda mengakui keberadaan negara RIS (Republik Indonesia Serikat) sebagai negara
yang merdeka dan berdaulat. RIS terdiri dari RI dan 15 negara bagian/daerah yang pernah
dibentuk Belanda.
b. Masalah Irian Barat akan diselesaikan setahun kemudian, setelah pengakuan
kedaulatan.
c. Corak pemerintahan RIS akan diatur dengan konstitusi yang dibuat oleh para delegasi
RI dan BFO selama KMB berlangsung
d. Akan dibentuk Uni Indonesia Belanda yang bersifat lebih longgar , berdasarkan kerja
sama secara sukarela dan sederajat. Uni Indonesia Belanda ini disepakati oleh Ratu
Belanda.
e. RIS harus membayar utang-utang Hindia Belanda sampai waktu pengakuan
kedaulatan.
f. RIS akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan izin baru untuk
perusahaan-perusahaan Belanda.

Ada sebagian keputusan yang merugikan Indonesia, yakni beban utang Hindia Belanda
yang harus ditanggung RIS sebesar 4,3 miliar gulden. Juga penundaan soal penyelesaian Irian
Barat yang merupakan masalah yang menjadi pekerjaan panjang bangsa Indonesia. Tetapi yang
jelas bahwa hasil KMB telah memberikan kesempatan yang lebih luas bagi Indonesia untuk
membangun negeri sendiri. Setelah KMB selesai dan menghasilkan berbagai keputusan dengan

42
segala cara pelaksanaannya, kemudian Moh. Hatta dan rombongan pada tanggal 7 November
1949 meninggalkan negeri Belanda. Rombongan kemudian singgah ke Kairo dan Rangoon.
Tanggal 14 November 1949 Moh. Hatta tiba di Maguwo, Yogyakarta disambut oleh Presiden.

I. Pembentukan Republik Indonesia Serikat

Isi KMB diterima oleh KNIP melalui sidangnya pada tanggal 6 Desember
1949. Tanggal 14 Desember 1949 diadakan pertemuan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56
Jakarta. Pertemuan ini dihadiri oleh wakil-wakil Pemerintah RI, pemerintah negara-negara
bagian, dan daerah untuk membahas Konstitusi RIS. Pertemuan ini menyetujui naskah Undang-
Undang Dasar yang akan menjadi Konstitusi RIS.

Negara RIS berbentuk federasi meliputi seluruh Indonesia dan RI menjadi salah
satu bagiannya. Bagi RI keputusan ini sangat merugikan, tetapi merupakan strategi agar Belanda
segera mengakui kedaulatan Indonesia sekalipun dalam bentuk federasi RIS. Dalam konstitusi
itu juga dijelaskan bahwa Presiden dan para menteri yang dipimpin oleh seorang Perdana
Menteri, secara bersamasama merupakan pemerintah. Lembaga perwakilannya terdiri dari dua
kamar, yakni Senat dan DPR. Senat merupakan perwakilan negara/daerah bagian yang masing-
masing diwakili dua orang. Kemudian, DPR beranggota 150 orang yang merupakan wakil-wakil
seluruh rakyat Indonesia.
Tanggal 16 Desember1949, Ir. Sukarno terpilih sebagai Presiden RIS. Secara
resmi Ir. Sukarno dilantik sebagai Presiden RIS tanggal 17 Agustus 1949, bertempat di Bangsal
Siti Hinggil Keraton Yogyakarta oleh Ketua Mahkamah Agung, Mr. Kusumah Atmaja , dan Drs.
Moh. Hatta diangkat sebagai Perdana Menteri. Tanggal 20 Desember 1949 Kabinet Moh. Hatta
dilantik. Dengan demikian terbentuk Pemerintahan RIS.

Dengan diangkatnya Sukarno sebagai Presiden RIS, maka presiden RI menjadi kosong.
Untuk itu, maka ketua KNIP, Mr. Asaat ditunjuk sebagai pejabat Presiden RI. Tanggal 27
Desember 1949 Mr. Asaat dilantik sebagai pemangku jabatan Presiden RI sekaligus dilakukan
acara serah terima jabatan dari Sukarno kepada Mr. Asaat. Langkah ini diambil untuk
mempertahankan kelangsungan negara RI. Apabila sewaktu-waktu RIS bubar, maka RI akan
tetap bertahan, karena memiliki kepala negara.

J. Penyerahan dan Pengakuan Kedaulatan

Pada tanggal 27 Desember 1949, terjadilah penyerahan kedaulatan Belanda


kepada Indonesia yang dilakukan di Belanda dan di Indonesia. Di Negeri Belanda, delegasi
Indonesia dipimpin oleh Moh. Hatta sedangkan pihak Belanda hadir Ratu Juliana, Perdana
Menteri Willem Drees, dan Menteri Seberang Lautan Sasseu bersama-sama menandatangani
akte penyerahan kedaulatan di Ruang Tahta Amsterdam. Di Indonesia dilakukan oleh Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota Belanda A.H.S. Lovink. Dengan berakhirnya
KMB itu, berakhir pula perselisihan Indonesia Belanda. Indonesia kemudian mendapat

43
pengakuan dari negara-negara lain. Pengakuan pertama datang dari negara-negara yang
tergabung dalam Liga Arab, yaitu Mesir, Suriah, Libanon, Saudi Arabia dan Afganistan, India,
dan lain-lain. Untuk perkataan “penyerahan kedaulatan” itu oleh pihak Indonesia diartikan
sebagai “pengakuan kedaulatan”, walaupun pihak Belanda tidak menyetujui dengan perkataan
tersebut. Namun, dalam kenyataan oleh masyarakat internasional diakuinya keberadaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Walaupun Belanda sendiri tidak mengakui Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 dan hanya mengakui tanggal 27 Desember 1949, namun keberadaan
Negara Kesatuan Republik Indonesia itu tetap terhitung sejak Proklamasi Kemerdekaan oleh
bangsa Indoensia. Pada saat itu bangsa Indonesia tidak menghadapi Belanda, melainkan
menghadapi Jepang, karena sebelumnya Belanda sudah kalah dan menyerah pada Jepang. Oleh
karena itu, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia mutlak atas usaha bangsa Indonesia sendiri.

K. Kembali ke Negara Kesatuan

Setelah RIS menerima pengakuan kedaulatan, segera muncul rasa tidak puas di kalangan
rakyat terutama negara-negara bagian di luar RI. Sejumlah 15 negara bagian/daerah yang
merupakan ciptaan Belanda, terasa berbau kolonial, sehingga belum merdeka sepenuhnya.
Negara-negara bagian ciptaan Belanda adalah sebagai berikut.
1. Negara Indonesia Timur (NIT) merupakan negara bagian pertama ciptaan Belanda
yang terbentuk pada tahun 1946.
2. Negara Sumatra Timur, terbentuk pada 25 Desember 1947 dan diresmikan pada
tanggal 16 Februari 1948.

3. Negara Sumatra Selatan, terbentuk atas persetujuan Van Mook pada tanggal 30
Agustus 1948. Daerahnya meliputi Palembang dan sekitarnya. Presidennya adalah
Abdul Malik.
4. Negara Pasundan (Jawa Barat),.
5. Negara Jawa Timur, terbentuk pada tanggal 26 November 1948 melalui surat
keputusan Gubernur Jenderal Belanda.
6. Negara Madura, terbentuk melalui suatu plebesit dan disahkan oleh Van Mook
pada tanggal 21 Januari 1948.

Di samping enam negara bagian tersebut, Belanda masih menciptakan


daerah-daerah yang berstatus daerah otonom. Daerah-daerah otonom yang dimaksud adalah
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar (daerah Kalimantan Tengah), Daerah Banjar
(Kalimantan Selatan), Kalimantan Tenggara, Jawa Tengah, Bangka, Belitung, dan Riau
Kepulauan.
Setelah pengakuan kedaulatan tuntutan bergabung dengan negara RI
semakin luas. Tuntutan semacam ini memang dibenarkan oleh konstitusi RIS pada pasal 43 dan
44. Penggabungan antara negara/daerah yana satu dengan daerah yang lain dimungkinkan karena
dikehendaki rakyatnva. Oleh karena itu, pada tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dengan
persetujuan DPR dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1950
tentang, Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Setelah dikeluarkannya Undang-
Undang Darurat No. 11 itu, maka negara-negara

44
bagian atau daerah otonom seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Madura bergabung dengan RI
di Yogyakarta. Karena semakin banyaknya negaranegara bagian/daerah yang bergabung dengan
RI maka sejak tanggal 22 April 1950, negara RIS hanya tinggal tiga yakni RI sendiri, Negara
Sumatra Timur, dan Negara Indonesia Timur.

Perdana Menteri RIS, Moh. Hatta mengadakan pertemuan dengan Sukawati


(NIT) dan Mansur (Sumatra Timur). Mereka sepakat untuk membetuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Sesuai dengan usul dari DPR Sumatra Timur, proses pembentukan
NKRI tidak melalui penggabungan dengan RI tetapi penggabungan dengan RIS. Setelah itu
diadakan konferensi yang dihadiri oleh wakil-wakil RIS, termasuk dari Sumatra Timur dan NIT.
Melalui konferensi itu akhirnya pada tanggal 19 Mei 1950 tercapai persetujuan yang dituangkan
dalam Piagam Persetujuan.
Isi pentingnya adalah :

1. Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari


negara RI yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
2. Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari
UUD RI tahun 1945. Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama untuk
menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan.

Panitia bersama juga ditugaskan untuk melaksanakan isi Piagam Persetujuan


19 Mei 1950. Pada tanggal 12 Agustus 1950, pihak KNIP RI menyetujui Rancangan UUD itu
menjadi UUD Sementara. Kemudian, tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS
mengesahkan Rancangan UUD Sementara KNIP, menjadi UUD yang terkenal dengan sebutan
Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950.

Pada tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat gabungan parlemen (DPR)


dan Senat RIS. Dalam rapat gabungan ini Presiden Sukarno membacakan Piagam Persetujuan
terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu, Presiden Sukarno terus ke
Yogyakarta untuk menerima kembali jabatan Presiden Negara Kesatuan dari pejabat Presiden RI,
Mr. Asaat. Dengan demikian berakhirlah riwayat hidup negara RIS, dan secara resmi tanggal 17
Agustus 1950 terbentuklah kembali Negara Kesatuan RI. Sukarno kembali sebagai Presiden dan
Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden RI.

LATIHAN SOAL

PILIHLAH JAWABAN YANG TEPAT

1. Ir. Sukarno tidak menyetujui penggunaan lapangan IKADA sebagai tempat


penyelenggaraan upacara Proklamasi kemerdekaan karena …
a. Tempat tersebut yang mengusulkan golongan pemuda
b. Tempat tersebut merupakan tempat umum
c. Jepang sudah mengetahui rencana penggunaan lapangan tersebut
d. Karena jauh dari pusat kota
e. Dianggap tidak memadai untuk tempat upacara kenegaraan

45
2. Penyampaian berita proklamasi ke daerahdaerah secara resmi disampaikan melalui …
a. Siaran radio
b. Pamflet
c. Telivisi
d. Iklan
e. Poster
3. Pemilihan Presiden Wapres yang pertamakali dilakukan dengan cara …
a. Dipilih oleh MPR
b. Voting dalam PPKI
c. Dipilih langsung oleh masyarakat
d. Dipilih oleh utusan daerah
e. Aklamasi dari anggota PPKI

4. Pada awal terbentuknya RI,lembaga yang melaksanakan fungsi DPR/MPR adalah

a. KNIP c. PPKI e. PNI


b. BKR d. BPUPKI

5. Tugas dari KNIP adalah …

a. Menggantikan menteri d. Mengangkat menteri


b. Membantu presiden e. Menggantikan presiden
c. Menggantikan PPKI

6. Mereka yang disebut di bawah ini,yang bukan pengurus KNIP adalah …


a. Mr. Kasman Singodimejo
b. Soelroedikoesmo
c. Mas Sutarjo
d. Mr. Latuharhary
e. Adam Malik
7. PPKI pada tanggal tanggal 18 Agustus telah menghasilkan keputusan penting bagi
kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia, yaitu …
a. Pengesahan UUD 1945
b. Penetapan anggota PPKI
c. Pembubaran BPUPKI
d. Penggantian anggota PPKI
e. PEMILU
8. Salah satu sidang PPKI pada tanggal 19 Agustus 1945 menetapkan wilayah RI menjadi
a. 7 propinsi
b. 8 propinsi
c. 9 propinsi
d. 10 propinsi

46
e. 11 propinsi
9. Pendirian partai-partai di Indonesia pada awl kemerdekaan ,berdasarkan pada …
a. Maklumat Pemerintah tgl 3 Novembert 1945
b. Maklumat Pemerintah No.VII/th 1945
c. Maklumat Pemerintah No. VIII/th 1945
d. Maklumat Pemerintah No. X/th 1945
e. Maklumat Pemerintah No, XI/th 1945
10. Sistem pemerintahan yang dianut oleh pemerintah Indonesia setelah bulan November …
a. Parlementer
b. Presidensial
c. Otoriter
d. Anglo Saxon
e. Bikameral
11. Wadah persatuan negara-negara boneka bentukan Belanda adalah …
a. RIS
b. NTT
c. BFO
d. KMB
e. KNIL
12. Pada awal kemerdekaan,Indonesia membentuk BKR sebagai penjaga keamanan dan
bukan membentuk tentara. Alasan untuk tidak membentuk tentara adalah …
a. Indonesia belum mampu membiayai tentara
b. Belum ada seseorang yang berpangkat jendral untuk memimpin tentara
c. Tidak diperbolehkan oleh Jepang
d. Menghindari permusuhan dengan kekuatan asing yang masih berada di indonesia
e. BKR telah mampu bertindak sebagai tentara nasional
13. Partisipasi pengusaha swasta dalam memperbaiki perekonomian Indonesia pada awal
kemerdekaan terwujud dalam pembentukan …
a. Badan Perancang Ekonomi
b. Indonesia Office
c. Banking and Trading Corporation
d. Dean Ekonomi Nasional
e. Persatuan Tenaga Ekonomi
14. Latar belakang pembentukan negara RIS adalah …
a. Bentuk RI sudah tidak cocok lagi
b. RIS cocok dengan kondisi geografis Indonesia
c. Adanya perundingan KMB yang merugikan Indonesia
d. Adanya tuntutan di beberapa wilayah Indonesia agar dibentuk RIS
e. Adanya perundingan Roem-Royen
15. Komisi jasa baik untuk mengatasi Agresi Militer II adalah …

47
a. KTN d. UNTAF
b. UNCI e. UNTAG
c. UNTEA

URAIAN :

1. Identifikasikan permasalahan politik RI diawal kemerdekaan!


2. Hal apa saja yang dilakukan penerintah RI untuk mengatasi masalah moneter
3. Apa saja tugas dari Sekutu di Indonesia?
4. Apa alasan pemerintah tidak membentuk tentara nasional di awal kemerdekaan?
5. Sebutkan 4 perundingan yang dilaksanakan untuk mengakhiri pertikaian antara Indonesia
dan Belanda !

48
KD 3.10. Mengevaluasi perkembangan kehidupan politik dan ekonomi Bangsa Indonesia
pada masa awal kemerdekaan sampai dengan masa Demokrasi Terpimpin

Bagian I

Indonesia Masa Demokrasi Liberal

Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan dari yang sebelumnya berbentuk Republik
Indonesia Serikat pada tanggal 17 Agustus 1950. Perubahan bentuk Negara ini diikuti pula
perubahan undang-undang dasarnya dari Konstitusi RIS ke UUD Sementara 1950. Perubahan
ke UUD sementara ini membawa Indonesia memasuki masa Demokrasi Liberal. Masa
Demokrasi Liberal di Indonesia memiliki ciri banyaknya partai politik yang saling berebut
pengaruh untuk memegang tampuk kekuasaan. Hal tersebut membawa dampak
terganggunya stabilitas nasional di berbagai bidang kehidupan.
Pada era demokrasi liberal terdapat tujuh kabinet yang memegang pemerintahan, sehingga
hampir setiap tahun terjadi pergantian kabinet. Jatuh bangunnya kabinet ini membuat
program-program kabinet tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kondisi inilah
yang menyebabkan instabilitas nasional baik di bidang politik, ekonomi, sosial dan
keamanan. Kondisi ini membuat Presiden Sukarno, dalam salah satu pidatonya mengatakan
bahwa “sangat gembira apabila para pemimpin partai berunding sesamanya dan memutuskan
bersama untuk mengubur partai-partai”. Sukarno bahkan dalam lanjutan pidatonya menekankan
untuk melakukannya sekarang juga. Pernyataan Sukarno membuat hubungan dengan Hatta
semakin renggang yang akhirnya dwitunggal menjadi dwitanggal ketika Hatta mengundurkan
diri sebagai wakil presiden pada Desember 1956.
Bagaimana sebenarnya demokrasi liberal dilaksanakan di Indonesia? Apakah sistem ini
memang seburuk yang dikatakan oleh Sukarno? Ringkasan materi ini akan mencoba
menguraikan hal tersebut.

A. Sistem Politik dan Pemerintahan


Sejak proklamasi kemerdekaan, Indonesia telah mengadopsi dua sistem pemerintahan yaitu
sistem presidensial dan sistem parlementer. Sistem pertama yang digunakan adalah sistem
presidensial. Sistem ini diberlakukan sejak 18 Agustus 1945. Pada November 1945,
dikeluarkan Maklumat Pemerintah 3 November 1945 yang berisi tentang pemberlakuan
sistem multipartai di Indonesia. Pada bulan yang sama, muncul Maklumat Pemerintah 14
November 1945 yang menandai peralihan Indonesia dari sistem Presidensial menjadi sistem
Parlementer. Perdana Menteri Indonesia pertama ialah Sutan Sjahrir (1946-1947), lalu
berturut-turut digantikan oleh Amir Sjarifoeddin (1947-1948) dan Moh. Hatta (1948-
1950). Hatta masih memegang jabatan sebagai perdana menteri ketika Indonesia berbentuk
Republik Indonesia Serikat (RIS). Ketika RIS resmi dibubarkan, maka Hatta meletakkan
jabatannya sebagai perdana menteri1. Sejak saat itu dimulailah era Demokrasi Liberal.
Pada era Demokrasi Liberal, landasan hukum yang digunakan adalah UUDS 1950.
Sistem pemerintahan negara menurut UUDS 1950 adalah sistem parlementer. Artinya
Kabinet disusun menurut perimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen dan
sewaktu-waktu dapat dijatuhkan oleh wakil-wakil partai dalam parlemen. Presiden
sebagai kepala negara hanya merupakan lambang kesatuan saja. Salah satu ciri yang nampak
dalam masa ini adalah kerap kali terjadi penggantian kabinet. Pergantian kabinet yang sering
terjadi disebabkan oleh adanya perbedaan kepentingan diantara partai-partai yang ada.
Meskipun demikian, Kabinet-kabinet tersebut pada umumnya memiliki program yang
tujuannya sama, yaitu masalah keamanan, kemakmuran dan masalah Irian Barat (saat ini
Papua Barat).
Pada masa Demokrasi Liberal, kabinet-kabinet yang dibentuk tidak didasarkan pada hasil
pemilu melainkan berdasarkan penunjukan dari presiden Sukarno sesuai dengan UUDS 1950
1
Pengunduran diri Hatta dari jabatan perdana menteri ini merupakan konsekuensi dari penerapan UUDS
1950. Dalam pasal 55 ayat (1) UUDS 1950 dinyatakan bahwa “Djabatan Presiden, Wakil-Presiden, dan
Menteri tidak boleh dipangku bersama-sama dengan mendjalankan djabatan umum apapun didalam dan
diluar Republik Indonesia”. Dengan adanya pasal yang melarang rangkap jabatan tersebut, maka Hatta
yang sebelumnya telah menjabat sebagai wakil presiden harus meletakkan jabatannya sebagai perdana
menteri Indonesia.

49
pasal 51 ayat (2). Adapun kabinet-kabinet yang memerintah pada era ini antara lain2:

1. Kabinet Natsir
Kabinet Natsir dibentuk pada tahun 1950 dan dipimpin oleh Mohammad Natsir dari
Masjumi. Natsir memiliki keinginan untuk membentuk sebuah “kabinet nasional”
yang artinya berusaha untuk melibatkan sebanyak mungkin partai dalam
pemerintahannya. Natsir gagal merangkul PNI yang justru menjadi oposisi bersama
dengan PKI dan Partai Murba. Kelompok oposisi inilah yang menjatuhkan kabinet
Natsir. Melalui Mosi Hadikusumo dari PNI, hubungan antara Natsir beserta
kabinetnya tidak berjalan lancar. Hal inilah yang menyebabkan Natsir mundur dari
jabatannya sebagai perdana menteri pada tanggal 21 Maret 1951.
2. Kabinet Sukiman
Kabinet Sukiman dibentuk pada tahun 1951 dan dipimpin oleh Sukiman
Wirjosandjojo dari Masjumi sebagai perdana menteri. Kepemimpinan Sukiman
didampingi oleh Raden Suwirjo dari PNI sebagai wakil perdana menteri. Sukiman
relatif lebih berhasil dalam hal poltik daripada Natsir karena berhasil
merangkul PNI untuk mendukung pemerintahannya. Meskipun demikian,
kabinet ini tidak terlepas dari sejumlah persoalan. Sejumlah menteri seperti M Iskaq
dan Muh. Yamin melaksanakan kebijakan tanpa koordinasi dengan Sukiman. Selain
itu, pada masa in juga banyak terjadi pemogokan buruh di berbagai daerah.
Puncaknya ketika Ahmad Soebardjo selaku menteri luar negeri menandatangani
Mutual Security Act (MSA) yang menyatakan kesediaan Indonesia menerima bantuan
dan bekerjasama dengan Amerika Serikat. Hal ini dianggap sebagai pengkhianatan
terhadap prinsip politik luar negeri bebas aktif. Pada akhirnya, melalui mosi tidak
percaya dari Sunarjo (PNI), kabinet Sukiman kemudian menyerahkan kembali
mandatnya pada Sukarno pada tanggal 23 Februari 1952.
3. Kabinet Wilopo
Kabinet Wilopo dibentuk pada tanggal 30 Maret 1952. Kabinet ini dipimpin oleh
Wilopo dari PNI sebagai perdana menteri. Tugas utama kabinet ini menjalankan
persiapan pemilu untuk memilih anggota parlemen dan anggota konstituante.
Kabinet Wilopo mendapat dukungan luas dari berbagai partai seperti PKI, PSI,
dan PSII. Meskipun demikian, kabinet ini juga tidak terlepas dari sejumlah masalah.
Dua masalah yang paling menonjol adalah peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa
Tanjung Morawa. Peristiwa 17 Oktober 1952 merupakan peristiwa pengepungan
Istana Negara oleh sekelompok tentara dibawah pimpinan Kolonel Nasution dengan
tujuan memaksa Sukarno membubarkan parlemen serta melakukan perombakan
dalam tubuh kementerian pertahanan dan TNI. Sementara itu, peristiwa Tanjung
Morawa adalah insiden pembebasan lahan yang dilakukan oleh Deli Planters
Vereeniging (DPV) yang berujung pada tewasnya 5 orang petani di Tanjung Morawa,
Sumatera Timur. Kabinet Wilopo gagal mengontrol penyelesaian terhadap kedua
peristiwa tersebut sehingga muncul berbagai desakan yang mengakibatkan
kejatuhan kabinet ini.
4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I
Kabinet Ali I dibentuk pada 30 Juli 1953. Kabinet Ali I dipimpin oleh Ali
Sastroamidjojo dari PNI sebagai perdana menteri. Tugas utama kabinet ini
melanjutkan tugas kabinet Wilopo yakni menjalankan persiapan pemilu untuk
memilih anggota parlemen dan anggota konstituante. Kabinet Ali I juga berhasil
mengadakan Konferensi Asia-Afrika pada April 1955 di Bandung. Namun,
kabinet ini justru gagal menyelesaikan persoalan dalam tubuh TNI-AD terutama
tuntutan dari Kolonel Zulkifli Lubis. Persoalan tersebut yang mengakibatkan kabinet
ini menyerahkan kembali mandatnya ke presiden Sukarno pada 24 Juli 1955.

2
Nama kabinet merujuk pada nama perdana menteri yang memimpin kabinet tersebut.

50
5. Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet Burhanuddin Harahap dibentuk pada 11 Agustus 1955. Kabinet ini dipimpin
oleh Burhanuddin Harahap dari Masjumi yang ditunjuk oleh formatur kabinet
pimpinan Moh. Hatta sebagai perdana menteri. Kabinet ini berhasil melaksanakan
pemilu 1955 yang telah dirancang oleh Kabinet Ali I. Setelah pemilu dilaksanakan,
Burhanuddin Harahap resmi meletakkan jabatannya sebagai perdana menteri di akhir
tahun 1955.
6. Kabinet Ali Sastroamidjojo II
Kabinet Ali II merupakan kabinet yang berisikan partai-partai pemenang pemilu 1955
(PNI, Masjumi, dan NU). Satu-satunya partai pemenang pemilu yang tidak terlibat
dalam kabinet ini adalah PKI. Sukarno sempat mengusulkan agar PKI dimasukkan
dalam kabinet, namun ketiga partai yang ada dalam kabinet menolak hal tersebut.
Kabinet Ali II merupakan kabinet pertama yang memiliki Rencana Lima Tahun
yang antara lain isinya mencakup masalah Irian Barat, masalah otonomi
daerah, masalah perbaikan nasib buruh, penyehatan keuangan dan
pembentukan ekonomi keuangan. Sayangnya, kabinet ini kesulitan untuk
menyelesaikan persoalan Irian Barat serta isu anti-Cina di masyarakat.
Puncaknya Masjumi serta Ikatan Pembela Kemerdekaan Indonesia (IPKI) menarik
menterinya dari kabinet. Oleh karena situasi politik yang semakin tidak kondusif,
maka Ali Sastroamidjojo terpaksa mengembalikan mandatnya kepada Sukarno pada
tanggal 14 Maret 1957.
Sebagai dampak dari demisionernya Kabinet Ali II dan munculnya gerakan-
gerakan separatis di daerah-daerah yang tidak puas terhadap jalannya pemerintahan
pusat, maka Presiden Sukarno mengumumkan berlakunya Undang-undang negara
dalam keadaan darurat perang atau State van Oorlog en Beleg (SOB) di seluruh
Indonesia. Keadaan ini membuat angkatan perang mempunyai wewenang khusus
untuk mengamankan negara. Inilah titik awal dari peran militer dalam politik di
Indonesia yang nantinya berpuncak pada era Demokrasi Terpimpin dan Orde Baru.
7. Kabinet Djuanda
Kabinet Djuanda merupakan kabinet terakhir di era Demokrasi Liberal yang dibentuk
pada 9 April 1957. Kabinet ini dipimpin seorang tokoh non-partai bernama Djuanda
Kartasasmita. Kabinet ini didukung oleh PNI, NU, dan Parkindo namun tidak
menyertakan Masjumi di dalamnya. Kabinet Djuanda merupakan Zaken Kabinet3
dengan beban tugas yang harus dijalankan adalah perjuangan membebaskan Irian
Barat, dan menghadapi keadaan ekonomi dan keuangan yang memburuk. Salah
satu prestasi terbesar dari kabinet Djuanda adalah keberhasilannya menentukan batas
teritorial laut Indonesia yang dikenal dengan istilah Deklarasi Djuanda. Sayangnya,
kabinet ini hanya berjalan selama dua tahun. Kegagalan Konstituante hasil Pemilu
1955 membentuk UUD baru membuat Sukarno geram. Sukarno akhirnya
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Salah satu isi dekrit tersebut adalah
pemberlakuan kembali UUD 1945 yang mengubah sistem pemerintahan Indonesia
kembali menjadi sistem presidensiil. Dengan demikian, secara otomatis kabinet
Djuanda resmi dibubarkan.
B. Sistem Kepartaian dan Pemilu 1955
Partai politik merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya
mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan dibentuknya partai
politik adalah untuk memperoleh, merebut dan mempertahankan kekuasaan secara
konstitusional. Jadi munculnya partai politik erat kaitannya dengan kekuasaan.
Indonesia pada mulanya menerapkan sistem partai tunggal. Presiden Sukarno
mengumumkan pembentukan Partai Nasional Indonesia sebagai partai tunggal pada 23
Agustus 1945. namun keinginan Presiden Sukarno tidak dapat diwujudkan. Gagasan
pembentukan partai baru muncul lagi ketika pemerintah mengeluarkan maklumat

3
Zaken Kabinet adalah kabinet yang diisi oleh para ahli di bidangnya masing-masing

51
pemerintah pada tanggal 3 November 1945. Melalui maklumat inilah gagasan
pembentukan partai-partai politik dimunculkan kembali dan berhasil membentuk partai-
partai politik baru.
Sistem kepartaian yang dianut pada masa demokrasi liberal adalah sistem multi
partai. Sistem multi partai artinya sebuah sistem pemerintahan yang terdiri dari
banyak partai dimana partai-partai tersebut bertarung dalam Pemilu untuk
memperebutkan kekuasaan. Pembentukan partai politik ini menurut Mohammad Hatta
agar memudahkan dalam mengontrol perjuangan rakyat Indonesia. Hatta juga
menyebutkan bahwa pembentukan partai politik ini bertujuan untuk mudah dapat
mengukur kekuatan perjuangan rakyat dan untuk mempermudah meminta tanggung
jawab kepada pemimpin-pemimpin barisan perjuangan. Sayangnya, pada kenyataannya
partai-partai politik tersebut cenderung untuk memperjuangkan kepentingan golongan
daripada kepentingan nasional. Partai-partai politik yang ada saling bersaing, saling
mencari kesalahan dan saling menjatuhkan. Sejumlah partai yang memiliki peran penting
pada masa Demokrasi Liberal adalah PNI, Masjumi, NU, PKI, dan PSI.
Pada masa Demokrasi Liberal, Indonesia berhasil melaksanakan pemilu untuk
pertama kalinya pada tahun 1955. Pelaksanaan Pemilu 1955 bertujuan untuk memilih
wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam parlemen dan dewan Konstituante.
Pemilihan umum ini diikuti oleh partai-partai politik yang ada serta oleh kelompok
perorangan. Pemilihan umum ini sebenarnya sudah dirancang sejak kabinet Ali
Sastroamidjojo I (31 Juli 1953-12 Agustus 1955) dengan membentuk Panitia Pemilihan
Umum Pusat dan Daerah pada 31 Mei 1954. Namun pemilihan umum tidak dilaksanakan
pada masa kabinet Ali I karena terlanjur jatuh. Kabinet pengganti Ali I yang berhasil
menjalankan pemilihan umum, yaitu kabinet Burhanuddin Harahap.
Pelaksanaan Pemilihan Umum pertama dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang
meliputi 208 kabupaten, 2139 kecamatan dan 43.429 desa. Pemilihan umum 1955
dilaksanakan dalam 2 tahap. Tahap pertama untuk memilih anggota parlemen yang
dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua untuk memilih anggota Dewan
Konstituante (badan pembuat Undang-undang Dasar) dilaksanakan pada 15 Desember
1955. Pada pemilu pertama ini 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-
kotak suara. Jumlah ini mewakili 91,5% jumlah pemilih terdaftar (Ricklefs, 2011: 376).
Pemilihan umum 1955 merupakan tonggak demokrasi pertama di Indonesia.
Keberhasilan penyelenggaraan pemilihan umum ini menandakan telah berjalannya
demokrasi di kalangan rakyat. Rakyat telah menggunakan hak pilihnya untuk memilih
wakil-wakil mereka. Banyak kalangan yang menilai bahwa pemilihan umum 1955
merupakan pemilu yang paling demokratis yang dilaksanakan di Indonesia.
Pemilu 1955 dimenangkan oleh 4 partai besar berturut-turut adalah PNI, Masjumi,
NU, dan PKI. Jumlah anggota Parlemen hasil Pemilu 1955 adalah 257 orang. Parlemen
juga didominasi oleh anggota dari keempat partai tersebut dengan pembagian:
Partai Jumlah Kursi di Parlemen
PNI 57 Kursi
Masjumi 57 Kursi
NU 45 Kursi
PKI 39 Kursi
PSII 8 Kursi
Parkindo 8 Kursi
Partai Katolik 6 Kursi

52
PSI 5 Kursi
Murba 2 Kursi
Lain-lain 30 Kursi
(Sumber: M.C. Ricklefs Sejarah Indonesia Modern, hlm 377)
Sementara itu, Pemilu anggota Dewan Konstituante dilaksanakan pada 15 Desember
1955. Dewan Konstituante bertugas untuk membuat Undang-undang Dasar yang tetap,
untuk menggantikan UUD Sementara 1950.4 Adapun hasil pemilu konstituante tidak
berbeda jauh daripada hasil pemilu legislatif. Pembagian kursi anggota Konstituante
adalah sebagai berikut5:
Partai Jumlah Kursi di Dewan Konstituante
PNI 119 Kursi
Masjumi 112 Kursi
NU 91 Kursi
PKI 80 Kursi
Sayangnya, sidang-sidang Dewan Konstituante yang berlangsung sejak tahun 1956
hingga 5 Juli 1959 tidak menghasilkan apa yang diamanatkan oleh UUDS 1950.
Konstituante memang berhasil menyelesaikan bagian-bagian dari rancangan UUD,
namun terkait dengan masalah dasar negara, namun Dewan Konstituante tidak berhasil
menyelesaikan perbedaan yang mendasar diantara usulan dasar negara yang ada.
Pembahasan mengenai dasar negara mengalami banyak kesulitan karena adanya konflik
ideologis antar partai. Perbedaan tersebut meruncing pada dua kubu yakni kubu
nasionalis yang mendukung penerapan Pancasila sebagai dasar negara (PNI, PKI, PKRI,
Permai, Parkindo, Baperki) dan kubu yang menghendaki penerapan Islam sebagai dasar
negara (Masjumi, NU, dan PSII).
Alotnya perdebatan mengenai dasar negara di Konstituante, ditambah dengan
krisis politik selama masa Demokrasi Liberal membuat Sukarno geram. Pada 21
Februari 1957 memperkenalkan konsepsinya yang diberi nama Demokrasi Terpimpin.
Sukarno merasa bahwa sistem Parlementer tidak cocok dengan Indonesia. Konsep
Sukarno ini mendapat dukungan dari PKI dan TNI. PNI serta NU bersikap lebih netral
sementara Masjumi menolak konsepsi ini. Pada akhirnya, tanggal 5 Juli 1959 Sukarno
mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante serta
mengembalikan dasar negara ke UUD 1945. Dengan demikian, berakhirlah era
Demokrasi Liberal dan digantikan dengan era Demokrasi Terpimpin.
C. Sistem Perekonomian
Pemikiran ekonomi pada 1950an pada umumnya berupaya mengubah struktur
perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Pada masa kolonial,
perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh
kelompok etnis Cina. Selain itu, beban hutang Hindia Belanda sebagai konsekuensi dari
KMB juga memperburuk kondisi perekonomian Indonesia. Kondisi inilah yang ingin
diubah oleh para pemikir ekonomi nasional di setiap kabinet pada era Demokrasi Liberal.
Untuk mengubah kondisi perekonomian tersebut, maka diberlakukanlah beberapa
program ekonomi antara lain:
1. Gunting Sjaifuddin
Pada awal tahun 1950, Pemerintah berusaha untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar dan mengatasi defisit anggaran. Untuk itu pada tanggal 20 Maret 1950,
Menteri Keuangan, Syafrudin Prawiranegara, mengambil kebijakan memotong uang
dengan memberlakukan nilai setengahnya untuk mata uang yang mempunyai nominal

4
Hal ini sesuai dengan aturan yang tercantum dalam pasal 134 UUDS 1950 yang berbunyi, “Konstituante
(Sidang Pembuat Undang-undang Dasar) bersama-sama pemerintah selekas-lekasnya menetapkan
Undang-undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara
ini”.

5
Dewan Konstituante juga berusaha mengakomodir golongan minoritas dengan ketentuan jumlah kursi
minimal golongan Cina adalah 18 kursi, golongan Eropa 12 kursi dan golongan Arab 6 kursi.

53
Rp2,50 ke atas. Potongan sebelah kiri dapat digunakan untuk pembayaran hingga 9
Agustus 1950 dan tidak berlaku setelahnya. Sementara potongan sebelah kanan dapat
ditukar dengan obligasi negara sebesar separuh nilai mata uang dan akan dibayar 30
tahun setelahnya dengan bunga 3% per tahun. Mata uang yang dapat diikutkan dalam
program ini hanya mata uang De Javasche Bank dan mata uang NICA. Sementara
mata uang Oeang Repoeblik Indonesia (ORI) tidak diikutkan dalam program ini.
Kebijakan yang dikenal dengan nama Gunting Sjaifuddin ini bertujuan untuk menekan
inflasi serta mengontrol peredaran mata uang di Indonesia.
2. Ekonomi Benteng (Bagian dari Soemitro Plan)
Program ini berasal dari pemikiran seorang ekonom bernama Soemitro
Djojohadikoesoemo. Menurut Soemitro, perekonomian Indonesia hanya akan maju
apabila didukung oleh adanya kelas menengah pribumi yang kuat. Oleh karena kelas
menengah pribumi masih lemah, maka pemerintah harus membimbing serta
memberikan bantuan kredit kepada kelas menengah pribumi tersebut.
Program Benteng diwujudkan dengan cara mencadangkan impor barang-barang
tertentu bagi kelompok bisnis pribumi, serta membuka kesempatan bagi para pedagang
pribumi mendapatkan bantuan modal dari pemerintah. Harapannya adalah, program ini
mampu menumbuhkan kaum pengusaha pribumi agar mampu bersaing dalam usaha
dengan para pengusaha keturunan Cina dan asing lainnya. Upaya yang dilakukan
pemerintah adalah memberi peluang usaha sebesar-besarnya bagi pengusaha pribumi
dengan bantuan kredit. Dengan upaya tersebut diharapkan akan tercipta kelas
pengusaha pribumi yang mampu meningkatkan produktivitas barang dan modal
domestik.
Sayangnya dalam pelaksanaan muncul masalah karena dalam pelaksanaan
Program Benteng, pemberian lisensi impor banyak yang disalahgunakan. Mereka yang
menerima lisensi bukanlah orang-orang yang memiliki potensi kewiraswastaan yang
tinggi, namun orang-orang yang mempunyai hubungan khusus dengan kalangan
birokrat yang berwenang mendistribusikan lisensi dan kredit. Bahkan ada yang
menyalahgunakan maksud pemerintah tersebut untuk mencari keuntungan yang cepat
dengan menjual lisensi impor yang dimilikinya kepada pengusaha dari keturunan Cina.
Penyelewengan lain dalam pelaksanaan Politik Benteng adalah dengan cara
mendaftarkan perusahaan yang sesungguhnya merupakan milik keturunan Cina
dengan menggunakan nama orang Indonesia pribumi. Orang Indonesia hanya
digunakan untuk memperoleh lisensi, pada kenyataannya yang menjalankan lisensi
tersebut adalah perusahaan keturunan Cina. Perusahaan yang lahir dari kerja sama
tersebut dikenal sebagai perusahaan “Ali-Baba". Ali mewakili Pribumi dan Baba
mewakili warga keturuan Cina.
3. Nasionalisasi Aset Asing
Nasionalisasi perusahaan asing berupa tindakan pencabutan hak milik perusahaan
swasta Belanda atau asing yang kemudian diambil alih atau ditetapkan statusnya
sebagai BUMN. Pengalihan hak milik modal asing sudah dilakukan sejak pengakuan
kedaulatan pada tahun 1949. Hal ini terkait dengan hasil KMB yang belum
terselesaikan, yaitu kasus Irian Barat. Belanda berjanji persoalan Irian Barat akan
diselesaikan dalam satu tahun setelah berakhirnya KMB, namun pada kenyataannya
hal tersebut tidak dilaksanakan. Akibatnya pemerintah Indonesia mengambil tindakan
tegas untuk melakukan nasionalisasi perusahaan Belanda. Rakyat Indonesia yang
memiliki semangat nasionalisme juga ikut serta dalam proses tersebut (Wasino, 2016:
66).
Sejak tahun 1957 nasionalisasi yang dilakukan pemerintah terbagi dalam dua
tahap; pertama, tahap pengambilalihan, penyitaan dan penguasaan atau sering
disebut “di bawah pengawasan”. Kedua, perusahaan-perusahaan yang diambil alih itu
kemudian dinasionalisasikan. Tahap ini dimulai pada Desember 1958 dengan
dikeluarkannya UU tentang nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda di
Indonesia. Pemerintah kemudian membentuk Badan Nasionalisasi (Banas) yang

54
bertugas melakukan koordinasi terhadap pelaksanaan nasionalisasi aset-aset asing
tersebut. Salah satu perusahaan yang dinasionalisasi adalah Escomptobank NV yang
diubah menjadi Bank Dagang Negara. Selain itu terdapat pula perusahaan NV De Unie
yang diubah menjadi PN Daja Upaja, dan sebagainya.
D. Pencapaian dan Evaluasi Pelaksanaan Demokrasi Liberal
Masa Demokrasi Liberal bisa dianggap sebagai masa belajar berdemokrasi bagi bangsa
Indonesia. Bangsa Indonesia baru mulai memasuki situasi yang kondusif untuk menata
jalannya pemerintahan setelah ancaman keamanan dari Belanda berakhir pada akhir
1949. Sayangnya, sistem parlementer yang digunakan pada masa ini belum bisa berjalan
sempurna dan mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara Indonesia. Sejumlah
catatan baik yang bersifat positif (prestasi) maupun negatif (kelemahan) berkaitan dengan
pelaksanaan Demokrasi Liberal terangkum dalam poin-poin berikut ini:

1. Prestasi
 Menyelenggarakan KAA (April 1955). Penyelenggaraan KAA dianggap sebagai
prestasi besar pemerintah Indonesia. KAA dilaksanakan pada masa Kabinet Ali I.
KAA merupakan pernyataan sikap Indonesia sebagai inisiator negara-negara Asia-
Afrika agar bangkit dan mendobrak dominasi negara-negara dari benua Eropa-
Amerika. Selain itu, KAA juga mempertegas prinsip politik luar negeri bebas-aktif.
 Pemilu Pertama (September dan Desember 1955). Pemilu 1955 dianggap sebagai
Pemilu tersukses sepanjang sejarah di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari minimnya
jumlah kecurangan serta jumlah pemilih terdaftar yang mengikuti Pemilu sebesar
91,5%.
 Terbitnya Deklarasi Djuanda tentang batas kontinen (12 mil dari batas pulau
terluar), diakui dunia pada 1982 (UNCLOS). Deklarasi Djuanda mempertegas batas
kedaulatan laut Indonesia sehingga sejak saat itu wilayah perairan Indonesia diakui
kedaulatannya oleh dunia Internasional.
2. Kelemahan
• Partai-partai politik saling berebut kekuasaan di parlemen demi kepentingan
kelompok. Partai-partai yang ada justru lebih fokus untuk memperoleh kekuasaan
daripada mendukung program-program pemerintah yang dapat menyejahterakan
rakyat.
• Sering ganti kabinet, akibatnya banyak program kerja yang terbengkalai
(instabilitas nasional). Pergantian kabinet yang terlalu sering (+- 1 tahun sekali)
membuat banyak program pemerintah gagal karena kabinet baru belum tentu
melanjutkan program kabinet sebelumnya dan lebih fokus pada upaya konsolidasi
politik.
• Kesenjangan antara pusat dan daerah semakin parah. Akibatnya timbul
ketidaksukaan para pejabat maupun perwira di daerah terhadap politisi di Jakarta 6
yang dianggap sengaja melupakan urusan-urusan kesejahteraan rakyat di daerah. Hal
inilah yang juga melatarbelakangi peristiwa PRRI/Parmesta.
DAFTAR SUMBER

Abdurrakhman, dkk (2015). Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII

Ricklefs. M.C. (2011). Sejarah Indonesia Modern

Wasino. (2016). Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Asing Menuju Ekonomi Berdikari

https://id.wikipedia.org/wiki/gunting_syafruddin

6
Rasa ketidaksukaan ini diperparah dengan mundurnya Hatta dari jabatan wakil presiden pada
akhir 1956. Pengunduran diri Hatta diakibatkan oleh ketidaksepahamannya dengan Sukarno
perihal kepartaian. Hatta sendiri dianggap sebagai tokoh dari luar Jawa yang paling disegani.
Dengan pengunduran diri Hatta, para tokoh-tokoh di luar Jawa semakin meyakini jika
pemerintahan Indonesia kelak hanya akan didominasi oleh orang Jawa.
55
http://historia.id/modern/inilah-bidangbidang-usaha-yang-dinasionalisasi

Bagian II

INDONESIA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN 1959-1965

A. Latar Belakang Demokrasi Terpimpin


Alotnya perdebatan mengenai dasar negara di Konstituante, ditambah dengan
krisis politik selama masa Demokrasi Liberal membuat Sukarno geram. Pada 21
Februari 1957 memperkenalkan konsepsinya yang diberi nama Demokrasi Terpimpin.
Sukarno merasa bahwa sistem Parlementer tidak cocok dengan Indonesia. Konsep
Sukarno ini mendapat dukungan dari PKI dan TNI. PNI serta NU bersikap lebih netral
sementara Masjumi menolak konsepsi ini. Pada akhirnya, tanggal 5 Juli 1959 Sukarno
mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang membubarkan Konstituante serta
mengembalikan dasar negara ke UUD 1945. Dengan demikian, berakhirlah era
Demokrasi Liberal dan digantikan dengan era Demokrasi Terpimpin.
Demokrasi Terpimpin merupakan suatu bentuk pelaksanaan demokrasi Indonesia itu
sendiri. Demokrasi Terpimpin harus sesuai dengan kehendak rakyat banyak, namun juga
jangan sampai diselewengkan. Untuk mengantisipasi penyelewengan inilah, maka
demokrasi perlu dilaksanakan secara terpimpin. Maksud pelaksanaan demokrasi secara
terpimpin adalah menjadikan Sukarno sebagai sosok pemimpin dan pemersatu yang
mengawasi jalannya demokrasi di Indonesia. Demokrasi Terpimpin merupakan satu
kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Demokrasi saja bisa menyeleweng menjadi
Liberalisme, sementara terpimpin saja bisa menyeleweng ke Fasisme (Djawatan
Penerangan Republik Indonesia, 1963: 566).
Konsep Demokrasi Terpimpin menghendaki terbentuknya kabinet berkaki empat
yang anggotanya terdiri dari wakil-wakil PNI, Masyumi, NU dan PKI. Selain itu Sukarno
juga menghendaki dibentuknya Dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari golongan
fungsional di dalam masyarakat. Pokok-pokok pemikiran yang terkandung dalam
konsepsi tersebut, pertama, dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan sistem
demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mencerminkan aspirasi
masyarakat secara seimbang. Kedua, pembentukan kabinet gotong royong berdasarkan
imbangan kekuatan masyarakat yang terdiri atas wakil partai-partai politik dan kekuatan
golongan politik baru yang diberi nama oleh Presiden Sukarno golongan fungsional atau
golongan karya.
Konsep Sukarno ini mendapat reaksi beragam. A.H. Nasution, salah satu tokoh
militer terpenting pada masa itu secara terbuka menyatakan dukungan terhadap ide
tersebut. Sementara itu, anggota Konstituante berpendapat sebaliknya. Di sisi lain, pada 6
Mei 1957 dibentuklah Dewan Nasional yang membahas mengenai usulan kembali ke
UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Dukungan Nasution nampaknya membuat
Sukarno semakin percaya diri untuk melaksanakan konsepsi Demokrasi Terpimpin.
Sukarno lalu mendesak Konstituante untuk mengesahkan pemberlakuan kembali UUD
1945. Anggota-anggota Konstituante nampaknya kesulitan untuk menemukan kata
sepakat dan bahkan banyak anggotanya yang mulai jarang mengikuti sidang-sidang
Konstituante. Kondisi genting ini membuat Nasution, Suwiryo (ketua PNI), dan D.N.
Aidit (ketua CC PKI) mendesak Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang
menyatakan pemberlakukan kembali UUD 1945.
Desakan berbagai pihak tersebut membuat Sukarno yakin jika tidak ada cara lain
selain memberlakukan kembali UUD 1945. Pada tanggal 5 Juli 1959, Sukarno
mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang berisi:
1. Menetapkan pembubaran Konstituante.
2. Menetapkan UUD 1945 dan Menyatakan tidak berlakunya UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-
utusan dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
(DPAS).

56
Sejak diberlakukannya Dekrit tersebut, secara resmi Indonesia telah memasuki era
Demokrasi Terpimpin. Secara teori, sistem pemerintahan beralih dari Parlementer
menjadi Presidensiil.
Untuk mempertegas konsep Demokrasi Terpimpin, pada 17 Agustus 1959, Sukarno
menyampaikan pidato Penemuan Kembali Revolusi Kita (Rediscovery of Our
Revolution). Pidato tersebut kelak dikenal dengan istilah Manifesto Politik, UUD 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian
Indonesia (Manipol-USDEK). Berdasarkan keputusan Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) tanggal 25 September 1959, Manipol-USDEK ditetapkan sebagai Garis-Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) (Panitia Pembina Djiwa Revolusi, 1964:11-12). Secara
garis besar, isi Manipol-USDEK mencakup revolusi, gotong royong, demokrasi, anti
imperialisme-kapitalisme, anti demokrasi liberal, dan perubahan secara total.
Beberapa langkah yang diambil oleh Sukarno pada masa awal demokrasi terpimpin:
1. Membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 dan menggantinya dengan DPR-Gotong
Royong yang anggotanya berasal dari wakil-wakil partai dan golongan karya.
2. Membentuk Front Nasional yang merupakan suatu organisasi massa yang
memperjuangkan cita-cita Proklamasi dan UUD 1945.
3. Melakukan Regrouping Kabinet yakni pengintegrasian lembaga-lembaga tinggi dan
tertinggi negara dengan eksekutif. MPRS, DPRGR, DPA, Mahkamah Agung dan
Dewan Perancang Nasional dipimpin langsung oleh Presiden.

B. Kondisi Politik Dalam Negeri


Selama masa demokrasi terpimpin, kekuatan politik utama Indonesia terpusat di tangan
Sukarno. Selain Sukarno terdapat dua kekuatan utama yakni TNI-AD dan PKI. TNI,
sejak pemberlakuan SOB di akhir era demokrasi liberal memiliki kekuatan politik yang
sangat besar. Di sisi lain, PKI berhasil bangkit menjadi partai yang paling populer berkat
program-programnya yang membela kepentingan rakyat banyak. Ketiga kutub politik ini
(Sukarno, TNI-AD, dan PKI) merupakan aktor politik utama di Indonesia selama masa
demokrasi terpimpin.
Dinamika politik Indonesia masa Demokrasi Terpimpin tidak dapat dilepaskan dari
terjadinya Perang Dingin. Perang Dingin merupakan konflik ideologis yang melibatkan
Blok Barat (AS, Inggris, dll) dan Blok Timur (Uni Soviet, Cina, dll). TNI-AD cenderung
dekat dengan Blok Barat sementara PKI berada pada posisi yang berlawanan. Sukarno,
walaupun secara resmi menyatakan posisi Indonesia sebagai negara “non-blok” pada
dasarnya lebih dekat pada Blok Timur terutama setelah AS diketahui mendukung
pemberontakan PRRI/Parmesta dan penolakan Sukarno pada bantuan luar negeri AS di
tahun 1963. Kedekatan Sukarno dengan Blok Timur inilah yang membuat AS berusaha
menjatuhkannya supaya Indonesia tidak sepenuhnya menjadi bagian dari Blok Timur. AS
juga memiliki kepentingan untuk menguasai SDA Indonesia terutama tambang emas di
Papua. Konstelasi politik luar negeri ini sangat mempengaruhi kondisi politik dalam
negeri Indonesia di masa demokrasi terpimpin
Sukarno cenderung lebih dekat dengan PKI daripada TNI. Alasannya, PKI banyak
mendukung kebijakan Sukarno dan memiliki haluan politik yang sama yakni anti
Kolonialisme dan Imperialisme. Sementara itu, hubungan Sukarno dengan TNI tidak
pernah berada dalam kondisi yang stabil. Dua tokoh terpenting TNI-AD, Nasution dan
Ahmad Yani memiliki hubungan yang berbeda dengan Sukarno. Nasution cenderung
berseberangan dengan Sukarno, sementara sikap Yani merupakan orang yang sangat
dekat dengan Sukarno. Selain itu, sebagai upaya menyatukan berbagai golongan politik,
Sukarno menyampaikan slogan Nasionalisme, Agama, dan Komunis (Nasakom).
Nasakom disambut dengan baik oleh PKI sementara TNI bersikap lebih netral. Sementara
itu, partai-partai yang menolak Nasakom seperti PSI dan Masjumi dibubarkan7.
7
Pembubaran PSI dan Masjumi sesungguhnya lebih terkait pada keterlibatan tokoh-tokoh partai tersebut
seperti Soemitro Djojohadikoesoemo, Sjafruddin Prawiranegara, dan lainnya dalam peristiwa
PRRI/Parmesta. Sukarno mencurigai kedekatan mereka dengan AS sehingga membubarkan PSI dan
Masjumi.

57
TNI-AD dan PKI terlibat dalam berbagai peristiwa konfrontasi. Munculnya UU No.
5 Tahun 1960 yang lebih dikenal dengan UU Pokok Agraria (UUPA) membuat kondisi
ekonomi, sosial, dan politik Indonesia memanas. UUPA mendorong adanya redistribusi
atau pembagian kembali penguasaan tanah di Indonesia. Program ini bermaksud
untuk menghapus kesenjangan kepemilikan tanah di Indonesia. 8 Rakyat terutama petani
yang bergabung dalam BTI9 melakukan aksi sepihak untuk melaksanakan redistribusi
tanah tersebut. Para tuan tanah, yang menguasai tanah luas keberatan dengan aksi sepihak
tersebut dan meminta bantuan pada TNI untuk menghentikan tindakan tersebut.
Akibatnya, konfrontasi antara TNI dan BTI tidak terhindarkan.
Di tingkat pusat, hubungan TNI dan PKI juga tidak cukup baik. TNI menganggap
PKI sebagai ancaman karena PKI sangat dekat dengan Sukarno. Usulan Aidit mengenai
angkatan kelima yakni kaum buruh dan petani yang dipersenjatai untuk membantu
operasi Dwikora membuat TNI sangat marah. Yani menolak mentah-mentah usulan
tersebut dan menganggapnya sebagai ancaman nyata bagi TNI-AD (Ricklefs, 2011: 422).
Sementara itu, banyaknya perwira TNI-AD yang bersekolah ke AS menimbulkan
kecurigaan bahwa TNI-AD bersekutu dengan AS untuk menjatuhkan Sukarno dari kursi
presiden. PKI dan Sukarno juga mencurigai TNI-AD tidak sepenuh hati dalam
melaksanakan operasi Dwikora meskipun Yani menolak mentah-mentah isu ini.
Memasuki tahun 1965, konflik politik ini semakin memanas. Kesehatan Sukarno
dikabarkan memburuk sehingga membuat TNI-AD dan PKI semakin mewaspadai rival
masing-masing. TNI-AD meyakini usulan pembentukan angkatan kelima adalah jalan
bagi PKI untuk melaksanakan kudeta militer sementara PKI meyakini adanya isu Dewan
Jenderal yang tengah bersiap-siap melakukan kudeta terhadap Sukarno. Pada
kenyataannya, kedua isu tersebut tidak pernah terbukti benar. Konflik ini berakhir dengan
peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang menewaskan Yani dan lima orang perwira
tinggi TNI-AD dan seorang ajudan Nasution. Peristiwa ini diikuti oleh pembantaian
massal yang terjadi pada orang-orang yang dituduh Komunis oleh militer 10 yang
mengubur PKI selamanya dari sejarah Indonesia. Setelah peristiwa tersebut, Sukarno juga
dianggap ikut bertanggungjawab sehingga dipaksa mengundurkan diri dari jabatannya
pada tahun 1967.

C. Operasi Trikora dan Dwikora


1. Operasi Trikora (Pembebasan Irian Barat)
Persoalan Irian Barat merupakan salah satu persoalan terberat yang dialami Indonesia
pasca penyerahan kedaultan tahun 1949. Persoalan ini seharusnya diselesaikan satu
tahun setelah penyerahan kedaulatan. Namun pada kenyataannya, Belanda masih
enggan menyerahkan Irian Barat ke Indonesia. Pemerintah pada mulanya berusaha
melakukan upaya diplomasi untuk menyelesaikan persoalan ini, namun belum
membuahkan hasil. Situasi ini mendorong terjadinya konfrontasi ekonomi dan politik
terhadap Belanda untuk menyelesaikan persoalan Irian Barat.
Konfrontasi ekonomi dilakukan dengan menasionalisasi aset-aset Belanda
termasuk milik perusahaan swasta yang masih ada di Indonesia. Sementara
konfrontasi politik dilakukan dengan membawa persoalan Irian Barat ke PBB.
Sukarno menyinggung persoalan Irian Barat dalam pidatonya yang berjudul
Membangun Dunia Kembali (To Build The World a New) di tahun 1960. Sebagai
tanggapan atas pidato tersebut, diplomat AS Ellsworth Bunker mengusulkan jika
Belanda harus segera menyerahkan kembali Irian Barat ke Indonesia melalui PBB
dalam waktu dua tahun. Sedangkan Belanda justru menginginkan agar dibentuk
negara Papua terlebih dahulu.

8
Program ini kadangkala juga disebut dengan istilah land reform
9
Barisan Tani Indonesia (BTI) merupakan organisasi petani dibawah naungan PKI.
10
Termasuk Aidit, Njoto, dan sejumlah tokoh penting PKI lainnya.

58
Sukarno yang geram terhadap sikap Belanda akhirnya memutuskan untuk
mengadakan konfrontasi militer. Sebagai penegasan akan sikapnya terkait persoalan
Irian Barat, Sukarno membacakan pidato Tri Komando Rakyat (Trikora) pada tanggal
19 Desember 1961 di Yogyakarta yang berisi:
 Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda
 Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat
 Bersiaplah untuk melakukan mobilisasi umum guna mempertahankan
kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa
Dengan deklarasi Trikora maka konfrontasi total terhadap Belanda di Irian Barat
mulai dilakasanakan. Operasi pembebasan Irian Barat dikenal dengan nama Operasi
Mandala yang dipimpin oleh Mayjen Soeharto. Salah satu peristiwa penting dalam
Operasi Mandala adalah terjadinya Pertempuran Laut Aru pada tanggal 15 Januari
1962 yang menewaskan Komodor Yos Sudarso. Operasi Mandala menunjukkan pada
dunia jika Indonesia memang tidak main-main dalam upaya mengembalikan Irian
Barat ke dalam pangkuan republik.
Konfrontasi militer Indonesia membuat tekanan dunia internasional terhadap
Belanda meningkat. AS yang berusaha menjauhkan Indonesia dari pengaruh
Komunis mendukung penuh upaya Indonesia dalam konfrontasi ini. Pada akhirnya,
setelah mendapat tekanan dari berbagai pihak, Belanda melunak dan mulai membuka
ruang diplomasi. Pada tanggal 15 Agustus 1962, pemerintah Belanda dan Indonesia
menandatangani Perjanjian New York yang pada pokoknya mengembalikan Irian
Barat ke PBB. Setalah itu, PBB membentuk United Nation Temporary Excecutive
Authority (UNTEA) yang akan menyerahkan Irian Barat ke Indonesia pada tanggal 1
Mei 1963. Irian Barat resmi menjadi milik Indonesia setelah rakyat Papua memilih
bergabung dengan Indonesia melalui Penentuan Pendapat Rakyat (Papera) pada
tahun 1969.

2. Operasi Dwikora (Ganyang Malaysia)


Konfrontasi Malaysia bermula dari keinginan Tun Abdul Razak (Malaysia) dan Lee
Kuan Yu (Singapura) untuk membentuk Federasi Malaysia yang mencakup wilayah
Semenanjung Malaya, Kalimantan Utaram dan Singapura. Sukarno menolak ide
tersebut dan menganggapnya sebagai akal-akalan Inggris untuk menguasai Asia
Tenggara.11 Filipina juga menolak pembentukan federasi tersebut. Untuk meredakan
ketegangan, diadakan Konferensi Malaysia, Philipina, dan Indonesia (Maphilindo)
pada tanggal 31 Juli-5 Agustus 1963. Konferensi Maphilindo menyepakati persoalan
Federasi Malaysia akan dikonsultasikan dengan PBB terlebih dahulu serta akan
memberikan kesempatan bagi rakyat Kalimantan Utara menentukan nasibnya sendiri.
Tiba-tiba pada tanggal 14 September 1963, Tun Abdul Razak
memproklamasikan berdirinya Federasi Malaysia. Sukarno sangat murka terhadap
proklamasi tersebut dan menganggapnya sebagai pelecehan terhadap PBB dan
Indonesia. Demonstrasi anti Malaysia segera terjadi di Jakarta dan aksi balasan
dilakukan di Kuala Lumpur. Sukarno segera memutuskan hubungan diplomatik
antara Indonesia dan Malaysia pada tanggal 17 September 1963. Situasi ini menarik
perhatian dunia internasional. AS, Jepang dan Thailand berusaha melakukan mediasi
namun tidak membuahkan hasil.
Sukarno kemudian mengucapkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada
tanggal 3 Mei 1964 yang berisi:
 Pertinggi ketahanan revolusi Indonesia
 Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaysia, Singapura, Serawak,
dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia
Untuk melaksanakan konfrontasi, Sukarno kemudian membentuk Komando
Siaga yang dipimpin oleh Marsekal Madya Omar Dhani guna melancarkan serangan
ke wilayah Kalimantan Utara.
11
Baik Malaysia maupun Singapura sebelumnya merupakan wilayah jajahan Inggris.

59
Situasi memanas ketika tanggal 7 Januari 1965 Malaysia diterima sebagai
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Sukarno yang murka segera menyatakan
Indonesia keluar dari PBB pada hari itu juga. Konfrontasi terus berlanjut setelah
Indonesia keluar dari PBB namun tidak banyak memberikan hasil. Konfrontasi baru
mereda dan berakhir ketika terjadi Gerakan 30 September yang berujung pada
kejatuhan Sukarno dari kursi presiden Indonesia.
D. Beberapa Kebijakan Ekonomi
Secara prinsip, kebijakan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin berusaha memusatkan
kegiatan ekonomi pada negara. Alat-alat produksi serta distribusi vital harus berada
dalam penguasaan atau minimal pengawasan negara. Prinsip ekonomi berdiri di atas kaki
sendiri (berdikari) juga menjadi dasar kebijakan ekonomi. Adapun sejumlah kebijakan
ekonomi masa demokrasi terpimpin antara lain:

1. Pembentukan Depernas
Dewan Perancang Nasional (Depernas) merupakan lembaga yang dibentuk pada
tanggal 15 Agustus 1959 dengan tujuan menyusun rencana perekonomian nasional.
Depernas kemudian menyusun sebuah program yang dikenal dengan nama Pola
Pembangunan Semesta Berencana. Perencanaan ini terdiri atas blueprint tripola yang
meliputi pola proyek pembangunan, pola penjelasan pembangunan, dan pola
pembiayaan pembangunan. Pada tahun 1963, Depernas diubah menjadi Badan
Perancangan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dketuai sendiri oleh Sukarno.

2. Kebijakan Sanering
Kebijakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25 Agustus 1959 pukul
06.00 pagi. Peraturan ini bertujuan mengurangi banyaknya uang yang beredar untuk
kepentingan perbaikan keuangan dan perekonomian negara. Untuk mencapai tujuan
itu uang kertas pecahan Rp500 dan Rp1000 yang ada dalam peredaran pada saat
berlakunya peraturan itu diturunkan nilainya menjadi Rp50 dan Rp100. Kebijakan ini
diikuti dengan kebijakan pembekuan sebagian simpanan pada bank-bank yang
nilainya di atas Rp25.000 dengan tujuan untuk mengurangi jumlah uang yang
beredar. Kebijakan keuangan kemudian diakhiri dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 6/1959 yang isi pokoknya ialah ketentuan bahwa
bagian uang lembaran Rp1000 dan Rp500 yang masih berlaku harus ditukar dengan
uang kertas bank baru yang bernilai Rp100 dan Rp50 sebelum tanggal 1 Januari 1960

3. Dekon
Deklarasi Ekonomi (Dekon) merupakan strategi dasar ekonomi Indonesia dalam
rangka pelaksanaan Ekonomi Terpimpin. Strategi Ekonomi Terpimpin dalam Dekon
terdiri dari beberapa tahap; Tahapan pertama, harus menciptakan suasana ekonomi
yang bersifat nasional demokratis yang bersih dari sisa-sisa imperialisme dan
kolonialisme. Tahapan ini merupakan persiapan menuju tahapan kedua yaitu tahap
ekonomi sosialis. Beberapa peraturannya merupakan upaya mewujudkan stabilitas
ekonomi nasional dengan menarik modal luar negeri serta merasionalkan ongkos
produksi dan menghentikan subsidi.

4. Proyek Mercusuar
Proyek mercusuar merupakan proyek yang lebih bersifat politis dari pada ekonomi.
Beberapa proyek yang termasuk dalam proyek mercusuar misalnya pembangunan
Monumen Nasional (Monas), pertokoan Sarinah, dan kompleks olahraga Senayan
yang dipersiapkan untuk Asian Games IV dan Games Of the New Emerging Forces
(Ganefo). Sayangnya proyek-proyek yang bersifat prestise politik atau Mercusuar,
dengan mengorbankan ekonomi dalam negeri. Sebagai akibatnya, Indonesia justru
60
mengalamin defisit anggaran yang berujung pada hyper-inflasi di akhir era demokrasi
terpimpin.

Daftar Sumber:

Abdurrakhman, dkk (2015). Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII

Panitia Pembina Djiwa Revolusi (1964) Pantjawarsa Manipol

Ricklefs. M.C. (2011). Sejarah Indonesia Modern

Djawatan Penerangan Republik Indonesia. (1963) Tudjuh Bahan Pokok Indoktrinasi.


Surabaya

61
KD 3.9. Mengevaluasi upaya bangsa Indonesia dalam menghadapi ancaman disintegrasi
bangsa antara lain (PKI Madiun 1948, DI/TII, APRA, Andi Azis, RMS, PRRI/Parmesta,
G30S)
BAGIAN I

PERJUANGAN MENGHADAPI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA


(1948-1965)

Kesadaran nasional Indonesia mulai terbangun pada awal abad ke-20 yang dirintis oleh
kaum terpelajar dengan mendirikan Budi Utomo (1908), lalu diikuti berdirinya organisasi
pergerakan nasional lainnya. Sejak saat itu, orientasi perjuangan masyarakat Nusantara mulai
bergeser ke arah terbentuknya suatu negara yang merdeka dengan landasan rasa kebangsaan,
yaitu bangsa Indonesia. Tidak lagi berorientasi pada perjuangan lokal/kedaerahan sebagaimana
masa sebelumnya. Puncaknya, sejauh ini Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 menjadi
tonggak perjuangan berikutnya yang paling menentukan. Setidaknya, proklamasi kemerdekaan
tersebut sebagai suatu tanda perubahan status dari kondisi masyarakat tanpa ikatan hukum
menjadi masyarakat yang terikat oleh kekuatan hukum suatu negara merdeka, yakni Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tentu saja keadaan ini menjadi hal yang berbeda dengan
kondisi pada masa sebelumnya, di mana ada suatu kekuatan asing yang mengendalikan dan
mengeksploitasi masyarakat Nusantara dalam arus penjajahan. Dengan demikian, makna
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak hanya sekedar terbentuknya suatu negara, tetapi
terdapat makna yang lebih fundamental, yaitu wujud spiritualisme bangsa Indonesia yang
semakin nyata. Maka, makna Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tidak bisa dilihat hanya pada
hari Jumat, 17 Agustus 1945 saja, tapi juga harus melihat rangkaian proses sebelum dan juga
sesudahnya. Negara hanyalah suatu wujud yuridis (hukum), sementara jiwa kebangsaan adalah
isi pokok yang menentukan kuat-lemahnya suatu negara.
Senada dengan sudut pandang Sukarno, bahwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
bukanlah suatu tujuan akhir, namun hanya semacam jembatan yang menyeberangkan bangsa
Indonesia dari suatu keadaan terjajah menuju keadaan yang merdeka. Sesampainya pada keadaan
yang merdeka, perjuangan bangsa Indonesia masih belum berakhir, yaitu mengemban suatu
tanggung jawab mengelola kemerdekaan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Di samping
itu, tantangan dan ancaman masih terus mewarnai perjalanan baru bangsa Indonesia. Dalam
mengemban amanah kemerdekaan serta menghadapi tantangan dan ancaman ini, kualitas
kebangsaan bangsa Indonesia terus diuji untuk mencapai suatu kedewasaan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Pasca Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, NKRI masih mendapat ancaman pihak asing,
terutama Belanda, melalui suatu serangan militer dalam wujud Agresi Militer I (21 Juli 1947)
dan Agresi Militer II (19 Desember 1948). Dalam satu sisi, agresi militer Belanda tersebut
merupakan ancaman nyata yang mengakibatkan kerugian material dan moril bagi bangsa
Indonesia. Namun di sisi lain, agresi militer tersebut semakin memperkuat solidaritas bangsa
Indonesia, yaitu bersatunya kekuatan militer dan sipil dalam rangka perjuangan fisik melalui
kekuatan militer maupun perjuangan non-fisik melalui meja perundingan. Pada akhirnya,
Belanda harus mengakui kedaulatan NKRI melalui suatu rangkaian Konferensi Meja Bundar
(KMB) yang dimulai pada tanggal 23 Agustus 1949 di negeri Belanda antara pemerintah
Indonesia dengan pemerintah Belanda. Konferensi tersebut disimpulkan dengan suatu
“penyerahan kedaulatan” (souvereniteit overdracht) pada 27 Desember 1949 dari Kerajaan
Belanda kepada bangsa Indonesia sebagai suatu negara federasi, Republik Indonesia Serikat
(RIS). Agresi Belanda yang berakhir dengan KMB juga membuktikan kepada dunia
internasional perihal eksistensi NKRI sebagai suatu negara yang berdaulat yang memiliki jiwa
kebangsaan yang kuat.

A. Berbagai Pergolakan di Dalam Negeri (1948-1965)


Selain ancaman eksternal (dari luar/pihak asing), kedaulatan NKRI juga mendapat
ancaman internal (dari dalam), yaitu timbulnya pergolakan-pergolakan besar yang pernah
berlangsung di dalam negeri akibat ketegangan politik selama rentang tahun 1948-1965.
1. Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Ideologi
Ideologi adalah sistem dasar seseorang tentang nilai-nilai dan tujuan-tujuan serta sarana-
sarana pokok untuk mencapainya. Secara sederhana, ideologi merupakan pandangan hidup
paling mendasar bagi manusia dalam hidup bermasyarakat. Menurut Herbert Feith, aliran
politik besar yang terdapat di Indonesia, terutama setelah Pemilu 1955, terbagi dalam lima
kelompok, yakni:
- Nasionalisme radikal (diwakili oleh PNI);

62
- Islam (diwakili oleh Masyumi dan NU);
- Komunis (PKI);
- Sosialisme Demokrat (Partai Sosialis Indonesia/PSI); dan
- Tradisionalis Jawa (Partai Indonesia Raya/PIR, kelompok teosofis/kebatinan, dan
pamongpraja).
Dalam perkembangannya, terdapat kelompok-kelompok yang melakukan gerakan dengan
membawa ideologinya hingga menimbulkan pergolakan besar, bahkan dapat disebut
sebagai gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah (kudeta).
a. Pemberontakan PKI Madiun 1948
PKI (Partai Komunis Indonesia) merupakan partai revolusioner yang timbul-tenggelam
sejak berdirinya pada tahun 1920. Gagalnya gerakan perlawanan PKI terhadap
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada tahun 1926-1927 menyebabkan pihak
Belanda bertindak tegas dengan menyatakan PKI sebagai partai terlarang serta
melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokohnya. Muso, seorang tokoh PKI yang
melarikan diri ke Moskow (Rusia) pasca gerakan PKI tahun 1926-1927, kemudian
kembali ke Indonesia pada 10 Agustus 1948.
Kembalinya Muso ke Indonesia membawa doktrin/ajaran “Jalan Baru” yang mengubah
arah dan strategi perjuangan PKI. Inti dari doktrin tersebut adalah perjuangan bangsa
Indonesia merupakan wujud penentangan terhadap imperialis (Blok Barat/Amerika
Serikat dan sekutunya) dan karena itu seharusnya Indonesia pro-Uni Sovyet (Blok
Timur), tentunya dengan semangat komunisme.
Muso kemudian menjadi pimpinan PKI dan berkolaborasi dengan Amir Syarifuddin
yang merupakan tokoh pemerintah dari kelompok oposisi berhaluan “kiri” dalam wadah
Front Demokrasi Rakyat (FDR). PKI versi baru di bawah kolaborasi Muso dan Amir
Syarifuddin bergerak semakin berani hingga memulai aksi radikal yang berpusat di
Madiun pada tanggal 18 September 1948. Simbol paling penting dari aksi PKI di
Madiun tahun 1948 adalah pidato Muso di Balai Kota Madiun yang memproklamasikan
berdirinya “Sovyet Republik Indonesia”. Pidato Muso inilah yang menguatkan
anggapan bahwa gerakan PKI di Madiun (1948) merupakan suatu aksi
kudeta/pemberontakan. Selain menggunakan kekuatan militer yang berhasil mereka
pengaruhi, gerakan ini juga berwujud demonstrasi, penculikan dan pembunuhan tokoh
anti-komunis, dan pemogokan kaum buruh dan petani.
Sebelum meletusnya gerakan PKI 18 September 1948 di Madiun, pemerintah Indonesia
sebenarnya sudah melakukan pencegahan melalui jalur diplomasi dengan melibatkan
Tan Malaka (tokoh “kiri” yang kooperatif dengan pemerintah). Namun, kondisi politik
terlanjur memanas hingga meletus gerakan tersebut. Puncaknya, kekuatan militer yang
dipelopori Divisi Siliwangi digerakkan oleh pemerintah untuk memadamkan
pemberontakan. Akhirnya, Muso tewas tertembak sedangkan Amir Syarifuddin
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati. Sementara tokoh muda PKI, Aidit dan Lukman,
berhasil melarikan diri dan kembali menghidupkan PKI hingga meletusnya Gerakan 30
September 1965.
Keberhasilan pemerintah Indonesia memadamkan pemberontakan komunis (PKI) di
Madiun ini mendapatkan simpati Amerika Serikat yang awalnya hanya sebagai
penengah konflik Indonesia-Belanda mengenai penyerahan kedaulatan, kemudian
berubah menjadi pendukung Indonesia. Hal ini tidak lepas dari strategi global Amerika
Serikat untuk membendung arus Komunisme di Indonesia.

b. Pemberontakan DI/TII
Secara umum, pemberontakan DI/TII merupakan dampak dari kondisi politik di
pemerintah RI pusat yang berpengaruh atau menimbulkan reaksi negatif di beberapa
daerah. Kondisi tersebut diantaranya Perjanjian Renville (Indonesia-Belanda), kebijakan
demobilisasi dan reorganisasi militer, serta persoalan otonomi daerah. Selain itu,
buruknya kondisi sosial-ekonomi masyarakat terutama di Jawa Barat juga mendorong
lahirnya peristiwa ini. Dampak dan reaksi negatif dari berbagai faktor tersebut
berkembang menjadi fanatisme ideologi mewujudkan negara yang berlandaskan hukum
Islam.
(1) DI/TII Kartosuwiryo (Jawa Barat)
Gerakan DI/TII dimulai di daerah Priangan, Jawa Barat yang pada masa revolusi
fisik masyarakatnya masih didominasi oleh gagasan Islam yang kolot dan
cenderung anti modernisme Islam (Kahin, 2013: 461). Pada masa itu, mayoritas
masyarakat Priangan berprofesi sebagai petani. Sayangnya kondisi perekonomian
masyarakat sangat buruk akibat ulah para rentenir baik yang berasal dari Cina

63
maupun rentenir pribumi. Secara politik, masyarakat Jawa Barat juga mengalami
kekecewaan akibat keputusan pemerintah yang menerima isi perjanjian
Renville. Isi perjanjian tersebut mengharuskan pasukan Republik Indonesia
hengkang dari Jawa Barat untuk mundur ke wilayah Republik Indonesia di Jawa
Tengah. Keputusan ini jelas mengecewakan rakyat maupun para prajurit di Jawa
Barat yang sebagian besar merupakan tentara Hizbullah dan sebagian lagi adalah
tentara Sabilillah.12 Mereka merasa bahwa keputusan tersebut membuat perjuangan
mereka selama ini dalam menghadapi Belanda menjadi sia-sia belaka.
Kedua laskar tersebut lalu dipengaruhi oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo13 yang
sejak awal bercita-cita mendirikan Darul Islam/Negara Islam. Selanjutnya,
Kartosuwiryo menghimpun kedua laskar tersebut menjadi Tentara Islam Indonesia
(TII). TII ini digunakan sebagai kekuatan membentuk Darul Islam (DI) atau Negara
Islam Indonesia (NII) yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 oleh
Kartosuwiryo di Tasikmalaya (Jawa Barat). Terbentuknya NII tersebut juga
didukung situasi kekosongan kekuasaan RI di Jawa Barat.
Ketika pasukan Divisi Siliwangi kembali ke Jawa Barat, kedatangan pasukan ini
ditentang oleh TII yang sudah mendirikan NII di Jawa Barat. Proklamasi berdirinya
NII dan perlawanan TII terhadap pasukan resmi RI disimpulkan oleh pemerintah
sebagai bentuk pemberontakan.
Untuk itu, digelar Operasi “Pagar Betis” (pengepungan) yang melibatkan unsur
militer dan masyarakat untuk mempersempit ruang gerak dan memotong arus
perbekalan pasukan DI/TII. Selain itu, juga didukung operasi militer sehingga
berhasil mengakhiri pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dengan tertangkapnya
Kartosuwiryo pada tahun 1962, lalu dia dijatuhi hukuman mati.
(2) DI/TII Amir Fatah (Jawa Tengah)
Dampak Perjanjian Renville juga dialami oleh daerah Pekalongan-Brebes-Tegal
yang mengalami kekosongan kekuasaan RI. Amir Fatah beserta laskar Hizbullah
segera mengambil alih kekuasaan. Setelah pasukan TNI kembali ke Pekalongan-
Brebes-Tegal, terjadi ketegangan antara Amir Fatah dan pasukannya dengan TNI.
Sempat terjadi perdamaian antara kubu Amir Fatah dengan TNI, namun Amir Fatah
lebih tertarik pada tawaran Kartosuwiryo. Selanjutnya, Amir Fatah mengikuti jejak
Kartosuwiryo untuk memproklamirkan berdirinya NII di Jawa Tengah serta
melakukan perlawanan terhadap TNI sehingga aksi ini dianggap sebagai suatu
pemberontakan.
Situasi ini memaksa pemerintah mengambil tindakan tegas dengan mengerahkan
pasukan TNI untuk menumpas pemberontakan Amir Fatah dan pasukannya. Operasi
militer ini berhasil mengakhiri pemberontakan DI/TII Amir Fatah pada tahun 1951.
Selain gerakan di bawah pimpinan Amir Fatah, di Jawa Tengah bagian lain juga
terjadi pemberontakan DI/TII, diantaranya yang dilakukan oleh Kyai Sumolangu
(Kebumen) dan Batalyon 426 (Kudus-Klaten-Surakarta). Semuanya ditumpas
dengan operasi militer oleh pemerintah.
(3) DI/TII Kahar Muzakar (Sulawesi Selatan)
Pasca Perang Kemerdekaan (1946-1949), sisa-sisa pejuang Perang Kemerdekaan di
Sulawesi Selatan tergabung dalam Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan
menuntut agar pasukan KGSS dijadikan tentara resmi (APRIS, Angkatan Perang
RIS) dengan nama Brigade Hasanuddin. Mereka menentang kebijakan pemerintah
mendemobilisasi KGSS dan mereorganisasi guna menyeleksi kembali anggota
KGSS yang memenuhi syarat sebagai tentara profesional.
Untuk meredakan gejolak tersebut, pemerintah menugaskan Kahar Muzakar sebagai
penengahnya. Kahar Muzakar (tokoh dari Sulawesi Selatan) merupakan anggota
militer resmi yang bertugas di Jawa dengan pangkat kolonel. Namun, Kahar
Muzakar justru membela tuntutan KGSS dan bergabung di dalamnya untuk
melakukan pemberontakan.
Dalam masa pemberontakannya, Kahar Muzakar melakukan kontak dengan
Kartosuwiryo, kemudian pada tanggal 7 Agustus 1953 dia memproklamasikan

12
Kedua laskar tersebut telah berdiri sejak masa pendudukan Jepang
13
Kartosuwiryo merupakan pemimpin utama DI/TII. Ironisnya, ia adalah kawan lama Sukarno selama
masa pergerakan. Di mata pengikutnya Kartosuwiryo memiliki kharisma yang kuat serta memiliki
kemampuan gaib. Sejak awal Kartosuwiryo memang keberatan dengan ide negara republik yang
menurutnya gagal memberikan kesejahteraan pada rakyat. Selain itu, ia juga berpendapat jika para
pemimpin republik terlalu lunak dalam menghadapi perundingan dengan Belanda.

64
daerah Sulawesi Selatan sebagai bagian dari Darul Islam pimpinan Kartosuwiryo.
Dalam menyelesaikan kasus ini, pemerintah RI melakukan operasi militer hingga
pada Februari 1965 operasi ini berakhir dengan tewasnya Kahar Muzakar.
(4) DI/TII Ibnu Hajar (Kalimantan Selatan)
Dalam masa Perang Kemerdekaan menghadapi kembalinya Belanda ke Indonesia,
Divisi IV dari ALRI (Angkatan Laut RI) berperan dalam perjuangan di Kalimantan
Selatan. Ketika muncul kebijakan re-organisasi militer, banyak anggota Divisi IV
ALRI merasa kecewa karena harus didemobilisasi atau mendapat posisi yang tidak
sesuai. Kekecewaan mereka berujung pada pembelotan yang dikoordinir Letnan
Dua Ibnu Hajar (mantan Divisi IV ALRI). Ibnu Hajar menamai pasukannya tersebut
sebagai Kesatuan Rakyat Indonesia yang Tertindas (KRIyT) dan kerap melakukan
kerusuhan.
Perkembangannya, pada tahun 1954, Ibnu Hajar dan pasukannya menyatakan diri
sebagai bagian dari pemerintahan DI/TII Kartosuwiryo. Hal ini merupakan
tanggapan Ibnu Hajar yang sebelumnya ditawari oleh Kartosuwiryo untuk menjadi
Panglima TII Kalimantan. Namun, pada tahun 1963, Ibnu Hajar berhasil ditangkap
dalam operasi militer TNI dan dijatuhi hukuman mati.
(5) DI/TII Daud Beureuh (Aceh)
Pada tahun 1949, Wakil Perdana Menteri Syafruddin Prawiranegara ditempatkan di
Aceh untuk memimpin perjuangan di Sumatera jika KMB gagal. Tanpa konsultasi
dengan pemerintah pusat, dia menjadikan Aceh sebagai propinsi, terpisah dari
Sumatera Utara, dan Daud Beureuh diangkat sebagai gubernurnya. Setelah RIS
bubar pada tahun 1950, pemerintah pusat menetapkan wilayah Aceh sebagai bagian
dari propinsi Sumatera Utara seperti semula. Hal tersebut ditolak oleh PUSA
(Persatuan Ulama Seluruh Aceh) yang dimotori oleh Daud Beureuh dan menuntut
agar Aceh memiliki otonomi sendiri. Pemerintah mengupayakan jalan diplomasi
dengan mendatangkan Wakil Presiden Muh. Hatta (1950), Perdana Menteri M.
Natsir (1951), bahkan Presiden Sukarno (1953) untuk menyelesaikan persoalan,
namun mengalami kegagalan.
Situasi semakin memanas ketika Daud Beureuh melakukan kontak dengan
Kartosuwiryo pada tahun 1953, lalu menyatakan Aceh sebagai bagian dari Darul
Islam pimpinan Kartosuwiryo. Konflik militer antara pasukan Daud Beureuh dengan
TNI terus berkecamuk selama beberapa tahun.
Akhirnya, pemerintah RI menjadikan Aceh sebagai daerah berotonomi khusus
(istimewa) pada tanggal 21 September 1959. Hal tersebut ditanggapi positif oleh
Daud Beureuh dengan menghentikan pertempuran. Dan ia mendapat pengampunan
dari pemerintah.

c. Pemberontakan PKI 1965 (Gerakan 30 September 1965/G-30-S/Gestok/Gestapu)


Perkembangan politik di Indonesia pada tahun 1965 telah mencapai klimaksnya.
Muncul isu bahwa Sukarno sakit parah dan bahkan umurnya tidak lama lagi. Isu ini
membuat pimpinan PKI dan TNI-AD meningkatkan kewaspadaan. Baik pimpinan PKI
maupun TNI-AD sama-sama menuduh rivalnya sedang mempersiapkan kudeta terhadap
Sukarno. Di sisi lain, Perang Dingin sedang berkecamuk di dunia internasional antara
Blok Barat dan Blok Timur. Sikap Sukarno secara resmi di dunia internasional adalah
“Non-Blok”. Meskipun demikian, Sukarno menjalin hubungan dengan sejumlah negara-
negara Blok Timur seperti Uni Soviet dan Cina. Sikap Sukarno yang mendua inilah
membuat AS dan Inggris khawatir jika Indonesia akan bergabung dalam Blok Timur.14
Pada Mei 1965, muncul sebuah dokumen yang dikenal dengan nama “Dokumen
Gilchrist”. Dokumen rahasia ini dikirimkan oleh duta besar Inggris untuk Indonesia Sir
Andrew Gilchrist kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia. Isi dokumen itu
menyatakan jika ada rencana gabungan antara Inggris, AS dan our local army friends15
untuk menggulingkan Sukarno dari jabatannya sebagai presiden.16 Munculnya dokumen
ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak. Yani menolak dengan tegas tuduhan
tersebut. Sebaliknya, PKI menganggap jika dokumen tersebut merupakan bukti kuat
bahwa TNI-AD memang sedang mempersiapkan sebuah kudeta. Sukarno kemudian

14
Bagaimanapun Indonesia memiliki posisi strategis dalam percaturan geopolitik dunia. Selain posisinya
yang strategis secara geografis, Indonesia juga memiliki kekayaan SDA yang luar biasa melimpah. Inilah
daya tarik utama Indonesia bagi negara-negara Blok Barat dan Timur.
15
Our local army friends merujuk pada sekelompok perwira tinggi AD yang dipimpin oleh Yani
16
Hingga saat ini kebenaran isi Dokumen Gilchrist masih sulit dikonfirmasi

65
memanggil petinggi TNI termasuk Yani dan Nasution untuk meminta klarifikasi
mengenai isu ini sekaligus berupaya untuk meredakan ketegangan.
Isu tersebut terus menggelinding bagai bola salju. Beberapa waktu kemudian muncullah
isu Dewan Jenderal dengan anggota sekelompok elit TNI-AD yang dianggap tidak loyal
pada Sukarno dalam operasi Dwikora. Dewan Jenderal bahkan dianggap sedang
mempersiapkan kudeta terhadap Sukarno. PKI merupakan pihak yang paling reaktif
mengenai isu ini dan meminta Sukarno untuk mencopot anggota-anggota Dewan
Jenderal dari posisinya. Yani menolak isu Dewan Jenderal tersebut. Ia menyatakan jika
Dewan Jenderal merupakan sebuah dewan yang mengurus perihal kepangkatan para
perwira tinggi di lingkungan internal TNI-AD semata (Rossa, 2008: 267). Yani berbalik
menuduh PKI-lah yang mempersiapkan kudeta karena menuntut pembentukan
Angkatan Kelima yakni kaum buruh dan tani yang dipersenjatai. Yani menganggap, jika
kaum buruh dan tani dipersenjatai maka PKI sebagai partai yang paling populer di
kalangan buruh dan tani akan mudah mengambilalih kekuasaan. Isu Dewan Jenderal
dan Angkatan Kelima ini membuat kondisi politik Indonesia semakin memanas.
Puncak dari segala konflik politik tersebut terjadi pada tanggal 1 Oktober 1965. Sebuah
gerakan militer yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September” menculik dan
membunuh Yani beserta lima orang staf umumnya. 17 Jenderal Nasution sebagai target
utama justru lolos dari upaya penculikan dan pembunuhan. Gerakan 30 September
dipimpin oleh Letkol Untung, anggota resimen Tjakrabirawa. Tewasnya Yani dan
sejumlah staf umumnya menimbulkan kecurigaan akan keterlibatan PKI dalam
peristiwa tersebut. Surat-surat kabar yang terbit selama bulan Oktober menuduh PKI
sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas peristiwa tersebut.18
TNI-AD segera bereaksi keras mendapati para pimpinannya terbunuh. Mayjen Soeharto
selaku Pangkostrad segera mengambilalih komando TNI-AD. Ia memerintahkan
penumpasan dan penangkapan terhadap tokoh gerakan 30 September. Sejumlah tokoh
Gerakan 30 September seperti Letkol Untung, Letkol Abdul Latief, dan Brigjen
Soepardjo segera ditangkap. D.N. Aidit yang juga terlibat dalam peristiwa ini ditembak
mati di Jawa Tengah beberapa minggu setelahnya. Segera setelahnya, RPKAD 19
pimpinan Sarwo Edhie Wibowo melakukan pembantaian massal terhadap orang-orang
yang dituduh Komunis oleh militer dan mengubur PKI selamanya dari sejarah
Indonesia.

Kontroversi:
Peristiwa Gerakan 30 September ini merupakan peristiwa yang masih menyisakan
kontroversi hingga hari ini. Kesemrawutan fakta-fakta serta tewasnya sejumlah tokoh
yang terlibat dalam peristiwa ini tanpa sempat berbicara pada publik membuat
peristiwa ini sulit ditentukan kebenarannya. Ada sejumlah hipotesa mengenai peristiwa
ini:
(1) Dalang G-30-S adalah PKI. Teori ini merupakan “versi resmi” TNI-AD dan
pemerintah Indonesia terutama masa Orde Baru. Menurut teori ini, tokoh-tokoh
PKI berperan dalam mempengaruhi unsur-unsur tentara untuk melakukan suatu
gerakan ofensif (terbuka) yang mendukung cita-cita/ideologi PKI untuk mengganti
dasar negara Pancasila menjadi Komunis.
(2) G-30-S merupakan Persoalan Internal Angkatan Darat (AD). Teori ini berasal
dari dua orang Indonesianis terkemuka, Ben Anderson dan Ruth McVey. Menurut
teori ini, G-30-S merupakan peristiwa yang timbul akibat adanya perpecahan di
tubuh AD. Salah satu pihak AD menyusupi dan memprovokasi PKI untuk
melakukan G-30-S, di mana korbannya adalah para perwira tinggi AD.
(3) Dalang G-30-S adalah Dinas Intelijen AS (CIA). Menurut teori ini, AS khawatir
Indonesia jatuh ke tangan komunis, berkaitan dengan PKI yang semakin
mendominasi/berkuasa. Selanjutnya, CIA bekerjasama dengan oknum AD untuk
memprovokasi PKI melakukan suatu gerakan kudeta (G-30-S). Setelah G-30-S, PKI

17
Korban Gerakan 30 September adalah Jenderal Ahmad Yani, Letjen S. Parman, Letjen R. Suprapto,
Letjen M.T. Haryono, Mayjen D.I. Pandjaitan, dan Mayjen Soetojo Siswomihardjo. Tokoh-tokoh ini
kelak dikenal dengan sebutan Pahlawan Revolusi. Selain para pahlawan revolusi, korban dari gerakan ini
adalah Kapten Pierre Tandean (ajudan Nasution), Ade Irma Suryani (putri Nasution), dan dua orang
keponakan D.I. Pandjaitan.
18
Selama bulan Oktober 1965 seluruh surat kabar sipil dilarang terbit kecuali dua surat kabar milik TNI-
AD yaitu Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha. Hampir seluruh informasi awal mengenai peristiwa G-
30-S merujuk pada dua surat kabar tersebut.
19
Resimen Para Komando Angkatan Darat, sekarang Komando Pasukan Khusus (Kopassus).

66
kemudian dihancurkan. Namun, tujuan akhir skenario CIA ini adalah menjatuhkan
kekuasaan Sukarno yang dianggap lebih memihak ke komunis.
(4) G-30-S merupakan Pertemuan Kepentingan Inggris dan AS. Menurut teori ini,
terdapat titik temu antara keinginan Inggris untuk mengakhiri sikap konfrontatif
Sukarno terhadap Malaysia dan keinginan AS untuk membebaskan Indonesia dari
komunisme. Dua kepentingan tersebut dapat tercapai dengan menggulingkan
kekuasaaan Sukarno.
(5) Dalang G-30-S adalah Sukarno. Teori ini berangkat dari keinginan Sukarno untuk
melenyapkan sebagian perwira tinggi AD yang bersikap oposisi terhadap dirinya
karena sikap Sukarno yang cenderung merapat ke PKI.
(6) Teori Chaos: Tidak ada pemeran tunggal dan skenario tunggal dalam G-30-S.
Teori ini dikemukakan oleh John Rossa. Menurut teori ini, peristiwa G-30-S
merupakan hasil perpaduan antara unsur-unsur Nekolim (Barat), pimpinan PKI
yang keblinger (tersesat) serta oknum-oknum ABRI yang membelot. Rencana awal
G-30-S adalah menculik anggota Dewan Jenderal dan menghadapkannya pada
Sukarno, namun akibat buruknya eksekusi di lapangan, G-30-S justru berubah jadi
ajang pembunuhan para jenderal AD.

2. Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Kepentingan


Konflik dan pergolakan dalam pembahasan ini merupakan pergolakan yang melibatkan
mantan pasukan KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger, Tentara Kerajaan Hindia
Belanda), di mana pasukan tersebut sebagian besar merupakan orang pribumi.
a. Pemberontakan APRA
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dibentuk oleh Raymond Westerling (mantan
perwira komando Belanda) pada tahun 1949, di mana kekuatannya berasal dari unsur
KNIL. Gerakan ini didalangi para pemilik modal Belanda demi mengamankan
kepentingan ekonominya di negara federal. Berikut ini tuntutan APRA:
- Mempertahankan negara Indonesia berbentuk federal (RIS)
- Agar APRA dijadikan tentara federal (APRIS, Angkatan Perang RIS) di negara
Pasundan.
Pada awal Januari 1950, para petinggi APRA menyusun rencana untuk melenyapkan
beberapa pejabat RIS, seperti Kolonel T.B. Simatupang (Kepala Staf APRIS) dan Sri
Sultan HB IX (Menhan). Pada tanggal 23 Januari 1950, APRA menyerbu kota Bandung
dan menduduki Markas Staf Divisi Siliwangi sehingga puluhan anggota APRIS gugur.
Namun, aparat pemerintah kemudian dapat menghalau pasukan APRA dari Bandung.
Bahkan, rencana aksi APRA di Jakarta berhasil digagalkan oleh aparat pemerintah
hingga sejumlah anggota APRA beserta para petingginya berhasil ditangkap. Namun,
Westerling melarikan diri ke Belanda.
b. Peristiwa Andi Aziz
Peristiwa ini pada intinya adalah menyangkut keberadaan dua kubu pasukan yang
berbeda di Makassar, yaitu kubu APRIS dari unsur mantan KNIL (APRIS/KNIL) dan
kubu APRIS dari unsur TNI (APRIS/TNI). Berawal dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan
pasukannya (APRIS/KNIL) agar hanya mereka yang dijadikan pasukan APRIS di
Negara Indonesia Timur (NIT). Kedatangan pasukan APRIS/TNI di Sulawesi Selatan
pada tanggal 5 April 1950 di bawah pimpinan Mayor H.V Worang (Batalion Worang)
menimbulkan kekhawatiran sekaligus kekecewaan Andi Aziz dan pasukannya. Pasukan
Andi Aziz kemudian bereaksi dengan melakukan serangan militer dan menduduki
beberapa tempat penting, bahkan menawan Panglima Teritorium Indonesia Timur,
Letkol A.J. Mokoginta (APRIS/TNI).
Menanggapi tindakan Andi Aziz dan pasukannya, pada 7 April 1950, pemerintah RIS
mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Kolonel Alex E. Kawilarang. Pemerintah RIS
memerintahkan Andi Aziz melapor ke Jakarta, menarik pasukannya, menyerahkan
senjata, serta membebaskan tawanan. Namun Andi Aziz terlambat melapor, sementara
pasukannya telah berontak. Setibanya di Jakarta, Andi Aziz segera ditangkap, diadili,
dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara. Pasukannya yang memberontak akhirnya
berhasil ditumpas oleh Batalion Worang.
c. Pemberontakan RMS
Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) bertujuan memisahkan diri dari
Republik Indonesia Serikat dan menggantinya dengan negara sendiri. RMS
diproklamasikan oleh Dr.Ch.R.S. Soumokil (mantan Jaksa Agung NIT) pada 24 April
1950 yang juga didukung oleh mantan pasukan KNIL.

67
Pemerintah RIS mengutus dr. Leimena untuk berunding dengan pihak RMS, namun
menuai kegagalan. Operasi militer TNI pun akhirnya dilakukan di bawah pimpinan
Kolonel Alex E. Kawilarang. Didukung benteng alam dan kemampuan pasukan
RMS/KNIL yang memiliki kualifikasi sebagai pasukan komando, awalnya cukup
merepotkan pasukan TNI dalam menghadapi kaum pemberontak. Bahkan, pasukan TNI
kehilangan Letkol Slamet Riyadi dan Letkol Soediarto yang gugur tertembak. Soumokil
awalnya melarikan diri ke Pulau Seram, namun akhirnya ditangkap pada tahun 1963
dan dijatuhi hukuman mati.
3. Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Sistem Pemerintahan
a. Pemberontakan PRRI-Permesta
Awal tahun 1957, di beberapa daerah Sumatera dan Sulawesi muncul gerakan-gerakan
oknum militer menentang pemerintah pusat yang disebabkan oleh minimnya alokasi
dana pembangunan dari pusat ke daerah. Minimnya alokasi dana tersebut juga
berdampak pada minimnya fasilitas bagi tentara (terutama AD) di daerah. Persoalan ini
kemudian berkembang, dari masalah internal militer AD hingga tuntutan otonomi
daerah. Para tokoh militer daerah tersebut menentang kepemimpinan KASAD A.H.
Nasution dengan mengambil alih kepemimpinan daerah dan membentuk dewan-dewan
daerah sebagai alat memperjuangkan tuntutan. Dewan-dewan tersebut adalah sebagai
berikut:
(1) Dewan Banteng di Sumatera Barat, dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
(2) Dewan Gajah di Sumatera Utara, dipimpin oleh Maludin Simbolon.
(3) Dewan Garuda di Sumatera Selatan, dipimpin oleh Letkol Barlian.
(4) Dewan Manguni di Sulawesi Utara, dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.
Pembentukan dewan-dewan daerah tersebut kemudian mendapat dukungan dari para
politisi (terutama dari kalangan oposisi) yang menyingkirkan diri dari pemerintahan
pusat ke Sumatera. Hal ini dikarenakan kekecewaan mereka terhadap jalannya
pemerintahan di pusat, terutama dominasi PKI di pemerintahan pusat. Oleh karena itu
juga, gerakan ini kerap juga disebut gerakan anti-PKI/komunis. Para politisi tersebut
diantaranya adalah Syafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harap, Muhammad Natsir,
Mr. Asaat, dan Soemitro Djojohadikusumo.
Di Sumatera, puncak ketegangan terjadi ketika Letkol Ahmad Husein
memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di
Padang (Sumatera Barat) pada tanggal 15 Februari 1958 dan Syafruddin Prawiranegara
sebagai perdana menterinya. Mereka menganggap bahwa PRRI hanyalah upaya
menyelamatkan negara Indonesia, bukan upaya pemisahan diri.
Di Sulawesi, proklamasi PRRI disambut baik oleh Dewan Manguni yang telah
memproklamasikan piagam Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta). Pada tanggal 17
Februari 1958, Permesta menyatakan memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat
dan mendukung PRRI di Sumatera. Uniknya, gerakan Permesta ini mendapat dukungan
dari unsur militer asing, yaitu pilot Allen Lawrence Pope. Dari penangkapan Pope
membuktikan adanya keterlibatan AS melalui operasi CIA-nya yang mengutus Pope
untuk mendukung aksi Permesta. Hal ini berkaitan dengan kekhawatiran AS terhadap
dominasi komunisme di pemerintahan Indonesia saat itu.
Khusus untuk menguasai Sumatera Barat (basis PRRI), pemerintah melancarkan
“Operasi 17 Agustus”di bawah pimpinan Ahmad Yani yang dimulai pada 17 April
1958. Di lain pihak, untuk menumpas pemberontakan Permesta, pemerintah
melancarkan operasi militer “Operasi Merdeka” di bawah pimpinan Letkol Rukmito.
Secara umum, pemberontakan PRRI-Permesta berakhir pada tahun 1961 dengan
menyerahnya para pemimpin gerakan.

Daftar Sumber:

Abdurrakhman, dkk (2015). Sejarah Indonesia SMA/MA/SMK/MAK Kelas XII

Kahin, George McTurnan (2013). Nasionalisme dan Revolusi Indonesia

Ricklefs. M.C. (2011). Sejarah Indonesia Modern

Rossa, John. (2008). Dalih Pembunuhan Massal

68
KD 3.11. Mengevaluasi perkembangan kehidupan politik dan ekonomi Bangsa Indonesia
pada masa Orde Baru sampai dengan awal Reformasi, serta peranan mahasiswa dan
pemuda dalam perubahan politik dan ketatanegaraan Indonesia

BAGIAN I
INDONESIA MASA ORDE BARU

A. Masa Transisi
1. Aksi Tritura dan Pemuda pada Masa Transisi
Setelah peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) kondisi ekonomi, sosial,
dan politik di Indonesia mengalami kekacauan. Sejumlah pihak melakukan aksi
demonstrasi menuntut pemerintah menyelesaikan persoalan ini. Salah satu pihak yang
paling sering melancarkan aksi demonstrasi adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa
(KAMI). KAMI merupakan gabungan berbagai organisasi mahasiswa seperti HMI,
PMKRI, PMII, dan GmnI. KAMI dipimpin oleh sebuah presidium yang dipimpin
oleh Zamroni (PMII). Tokoh-tokoh lain yang tergabung dalam KAMI antara lain
Abdul Ghafur, Cosmas Batubara, Subhan ZE, Hari Tjan Silalahi, dan Sulastomo.
KAMI melakukan berbagai demonstrasi untuk menuntut perbaikan kepada
pemerintah. Aksi tersebut sebagai respon terhadap kondisi negara yang semakin
kacau. Pada awal tahun 1966 misalnya, terjadi inflasi hingga menyentuh angka 600%.
Untuk itu KAMI mendesak pemerintah untuk turun tangan mengontrol harga
kebutuhan bahan pokok. Pada tanggal 12 Januari 1966 KAMI bersama dengan
sejumlah organisasi yang tergabung dalam Front Pancasila mengajukan tiga buah
tuntutan yang terkenal dengan istilah Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Adapun isi
Tritura adalah:
1) Bubarkan PKI
2) Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI
3) Turunkan harga kebutuhan pokok serta perbaiki ekonomi

Sukarno kemudian mengubah kabinet Dwikora menjadi Kabinet 100 Menteri


untuk meredakan ketegangan. Usaha ini belum cukup berhasil karena sebagian
anggota Kabinet 100 Menteri dianggap memiliki hubungan dengan PKI. Demonstrasi
menjadi semakin hebat dengan dukungan militer untuk para demonstran (Crouch,
1999: 202). Puncaknya pada tanggal 24 Februari 1966 terjadi bentrokan antara
pasukan Tjakrabirawa dan anggota KAMI yang menewaskan salah satu demonstran,
Arief Rahman Hakim. Tewasnya Arief Rahman Hakim diikuti perintah pembubaran
KAMI oleh Sukarno membuat Situasi makin buruk. Aksi para demonstran semakin
sulit dikendalikan. Kondisi ini berlangsung hingga pertengahan Maret 1966.

2. Supersemar
Pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno mengadakan sidang kabinet untuk
membahas berbagai persoalan terkini. Namun, hal tersebut tidak berpengaruh
terhadap gelombang demonstrasi yang semakin membesar dari hari ke hari. Selain itu
muncul isu bahwa terdapat pasukan tanpa tanda pengenal yang diduga berniat
mengepung istana presiden. Sukarno kemudian memutuskan untuk menghentikan
sidang kabinet dan meninggalkan Jakarta untuk menuju istana Bogor. Tindakan
Sukarno ini diikuti oleh Para Wakil Perdana Menteri yakni Dr. Soebandrio, Dr.
Chaerul Saleh, dan Dr. J. Leimena.
Setelahnya, tiga perwira TNI-AD, Amirmachmud, Basuki Rahmat, serta M.
Jusuf menyusul Sukarno ke Istana Bogor. Ketiga perwira tersebut membawa pesan
dari Menpangad Jenderal Soeharto untuk disampaikan kepada presiden Sukarno.
Sesampainya di Bogor, mereka terlibat dalam diskusi panjang dengan presiden
Sukarno. Mengingat situasi negara yang secara umum semakin kacau dan genting,
pada akhirnya diputuskan bahwa Sukarno mengeluarkan surat perintah yang dikenal
sebagai SP 11 Maret atau Supersemar. Supersemar ditujukan kepada Soeharto

69
untuk mengambil segala tindakan yang dianggap diperlukan untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban.
Adapun sejumlah tindakan yang diambil Soeharto setelah menerima Supersemar
antara lain:
1) Membubarkan dan melarang PKI berserta organisasi yang memiliki
keterkaitan dengan PKI
2) Menahan menteri serta pejabat yang diduga terlibat dalam peristiwa Gerakan
30 September (G30S/PKI)
3) Mengangkat lima orang menteri koordinator sebagai presidium kabinet yaitu:
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Adam Malik, Roeslan Abdulgani, Idham
Chalid, dan J. Leimena

Kontroversi:
Hingga kini keaslian naskah Supersemar masih diperdebatkan oleh banyak
kalangan.Versi resmi menyebutkan jika Supersemar ditandatangani secara sukarela
oleh Sukarno dan diberikan kepada Soeharto. Versi lain menurut Sukardjo
Wilardjito (ajudan Sukarno) menyebutkan jika Sukarno dipaksa menandatangani
Supersemar oleh empat (bukan tiga) perwira dengan perwira keempat adalah
Jenderal Maraden Panggabean. Satu hal yang pasti, hingga kini keberadaan naskah
asli Supersemar tidak pernah jelas keberadaannya sehingga kebenaran pasti
mengenai isi naskah tersebut tidak dapat dipastikan. (Asvi Warman Adam, 2007:
76-80)
3. Dualisme Kepemimpinan Nasional

Sejak Soeharto memegang amanat sebagai pengemban Supersemar timbullah masalah


baru di Indonesia. Masalah tersebut sering disebut sebagai dualisme kepemimpinan
naisonal. Dualisme kepemimpinan nasional yang dimaksud adalah adanya dua orang
pemegang kepemimpinan nasional yaitu Sukarno sebagai presiden yang memimpin
kabinet sementara disisi lain Soeharto sebagai pengemban Supersemar memegang
kendali pemerintahan. Dalam dualisme ini, posisi Sukarno sebagai pemimpin tidak
lebih hanya sebagai simbol belaka sementara tugas-tugas pemerintahan sepenuhnya
dijalankan oleh Soeharto. Dampak dari adanya dualisme ini adalah munculnya
ketegangan di kalangan masyarakat antara yang pro Sukarno dan pro Soeharto. Hal ini
jelas membahayakan keutuhan bangsa.
Segera setelahnya posisi Sukarno semakin melemah, sejumlah menteri pendukungnya
ditangkap dengan alasan terlibat dalam Gerakan 30 September (G30S/PKI). Sementara
itu, demonstrasi masyarakat yang kontra terhadap pemerintahan Sukarno semakin
meluas. Hal ini kemudian mendorong MPRS yang dipimpin A.H. Nasution untuk
meminta laporan pertanggungjawaban dari Sukarno. Pada 22 Juni 1966, Sukarno
membacakan pidato “Nawaksara” yang berisi tentang laporan pertanggungjawaban
terhadap kondisi terkini Indonesia termasuk peristiwa Gerakan 30 September
(G30S/PKI). Namun laporan tersebut belum cukup memuaskan para anggota MPRS
sehingga mereka meminta Sukarno melengkapi pidato pertanggungjawaban tersebut.
Sukarno kemudian melengkapi pidato pertanggungjawabannya tersebut pada tanggal 10
Januari 1967 yang diberi judul “Pelengkap Nawaksara”. Sebagaimana pidato
“Nawaksara”, pidato “Pelengkap Nawaksara” ini juga ditolak oleh MPRS. Hal ini yang
menjadi pertanda bagi Sukarno untuk segera meletakkan jabatannya sebagai presiden.
Pada tanggal 22 Februari 1967, presiden Sukarno resmi mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai presiden. Sebulan kemudian, tanggal 12 Maret 1967 MPRS resmi
melantik Soeharto sebagai pejabat presiden republik Indonesia. Soeharto akhirnya resmi
dipilih sebagai presiden Indonesia dalam sidang Umum V MPRS pada tanggal 27 Maret
1968. Sejak saat itu secara resmi rezim Orde Baru dimulai.

70
RANGKUMAN PERISTIWA MASA TRANSISI ORDE LAMA KE ORDE BARU

Tanggal Peristiwa
1 Oktober 1965 Penculikan dan Pembunuhan tujuh perwira
AD oleh Gerakan 30 September
(G30S/PKI)
Oktober1965 – 1966 Demonstrasi dan kericuhan anti-PKI,
“pembersihan” terhadap pihak-pihak yang
berhubungan dengan PKI
12 Januari 1966 Aksi Tritura
24 Februari 1966 Kericuhan antara KAMI dan Tjakrabirawa,
Arief Rahman Hakim tewas
11 Maret 1966 Sukarno mengeluarkan Supersemar
(Dualisme Kepemimpinan Nasional)
22 Juni 1966 Pidato “Nawaksara” ditolak MPRS
10 Januari 1967 Pidato “Pelengkap Nawaksara” ditolak
MPRS
22 Februari 1967 Sukarno mengundurkan diri dari jabatan
Presiden
12 Maret 1967 Sidang Istimewa MPRS memilih Soeharto
sebagai pejabat presiden RI
27 Maret 1968 Sidang Umum V MPRS memilih dan
melantik Soeharto sebagai presiden RI
yang kedua

B. Stabilisasi Politik dan Rehabilitasi Ekonomi


Soeharto berusaha menjalankan ajaran Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen. Hal ini didasari pada anggapan bahwa pemerintahan Sukarno pada era Orde
Lama banyak melakukan penyelewengan terhadap ajaran Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan-kebijakan yang dilakukan pada masa Orde Baru pada umumnya digunakan
untuk menunjang pembangunan ekonomi. Adapun kebijkan-kebijakan tersebut terbagi
dalam beberapa bidang yaitu:
1. Kebijakan pada Bidang Politik
a. Normalisasi Hubungan Internasional
Orde Baru berusaha mengubah haluan politik luar negeri Indonesia yang dianggap
terlalu dekat dengan Blok Timur selama masa Orde Lama. Beberapa tindakan yang
diambil antara lain normalisasi hubungan dengan Malaysia yang diikuti pembentukan
ASEAN tanggal 8 Agustus 1967, bergabungnya kembali Indonesia dalam PBB, serta
mengahapus “Poros Jakarta-Pnom Penh-Hanoi-Peking-Pyongyang” untuk
menegaskan politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif.
b. Upaya Mewujudkan Stabilitas Politik

Selama masa Orde Baru, kekuatan politik yang berpotensi menjadi oposisi
dilemahkan oleh pemerintah. Tujuannya supaya tercipta stabilitas politik, sehingga
program pembangunan dapat berjalan dengan baik. Stabilitas politik dapat
membuat pemerintah tidak terganggu dengan urusan-urusan politik sehingga
dapat fokus pada program-program ekonomi pembangunan. Sebagai contoh,
sejak tahun 1966 PKI dan berbagai organisasi yang berkaitannya dilarang, kemudian
pihak-pihak yang diduga menjadi pendukung serta simpatisan Sukarno juga
dilemahkan posisinya. Pihak-pihak lain yang juga dilemahkan kekuatan politiknya
antara lain, Partai Sosialis Indonesia, dan Kelompok Islam Fundamentalis. Dengan
demikian, pemerintahan selama masa Orde Baru dapat berlangsung nyaris tanpa
gangguan dari pihak oposisi sehingga dapat fokus melaksanakan program
pembangunan.

c. Pemilu dan Fusi Partai politik

71
Sebagai upaya mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis, Orde Baru
menyelenggarakan Pemilu sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi politik rakyat
Indonesia. Pemilu pertama pada masa Orde Baru dilaksanakan tahun 1971 yang
diikuti oleh 9 partai yakni, PNI, NU, Parmusi, PSII, Perti, Partai Kristen Indonesia,
Partai Katolik, Partai Murba,dan IPKI. Selain itu ada satu organisasi lain yang
mengikuti Pemilu 1971 yaitu Golongan Karya (Golkar). Adapun Pemilu 1971
berhasil dimenangkan oleh Golkar dengan 62,82% suara diikuti oleh NU (18,68%),
Parmusi (5,56%), serta PNI (6,93%), dst.

Seusai pemilu 1971, pemerintah menggulirkan wacana penyederhanaan partai politik.


Alasannya adalah banyaknya partai justru akan menghambat pembangunan seperti
yang terjadi pada masa demokrasi liberal. Meskipun mendapat banyak penolakan dari
partai-partai dengan alasan membungkam kebebasan berkumpul dan berserikat yang
dijamin UUD 1945, wacana penyederhanaan partai ini berhasil dilakukan pada tahun
1973. Adapun hasil penyederhanaan partai ini adalah:

Partai Peserta Pemilu 1971 Partai hasil Fusi partai 1973 (Peserta Pemilu
hingga tahun 1997)
NU
Parmusi
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Perti
PSII
PNI
Partai Katolik
Partai Kristen Indonesia Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Partai Murba
IPKI
Golkar Golkar

Selama Pemilu di era Orde Baru, Golkar mendominasi perolehan suara. Berturut-turut
sejak tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997, Golkar selalu menang dengan suara
mutlak. Hal ini tidak terlepas dari kewajiban bagi seluruh pegawai negeri sipil
(PNS) dan aparat birokrasi pemerintah (termasuk ABRI) untuk memilih dan
memenangkan Golkar dalam Pemilu.

d. Penyeragaman Ideologi

Pemerintahan masa Orde Baru juga berusaha melakukan depolitisasi besar-besaran


dalam kehidupan masyarakat. Kegiatan politik masyarakat cenderung dibatasi oleh
pemerintah. Kondisi ini diperkuat dengan gagasan penerapan Pancasila sebagai
ideologi tunggal. Soeharto kemudian mengusulkan agar seluruh masyarakat Indonesia
berikrar setia kepada Pancasila yang dikenal dengan istilah Eka Prasetia Pancakarsa.
Soeharto juga mengusulkan diadakannya program Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (P4) untuk memastikan seluruh rakyat Indonesia memiliki
kesamaan pandangan dan dapat menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen.

Program P4 kemudian resmi disahkan menjadi Tap MPR No.II/MPR/1978. Pelaksana


program P4 ini adalah Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksana P4 (BP7) yang
bertugas mengkoordinasi pelaksanaan P4 ditingkat lokal hingga daerah. Seluruh
pegawai negeri diwajibkan mengikuti penataran P4. Bahkan seluruh pelajar di sekolah
menengah hingga mahasiswa juga diwajibkan mengikuti penataran P4 ini.

e. Dwifungsi ABRI

Dwifungsi ABRI memiliki arti bahwa ABRI memiliki dua fungsi yakni fungsi militer
dan fungsi non-militer. Fungsi militer ABRI bertugas untuk menjaga pertahanan dan
keamanan NKRI, sementara fungsi non-militer pada umumnya menjadikan ABRI

72
sebagai salah satu kekuatan sosial-politik di era Orde Baru. Dwifungsi ABRI
memungkinkan militer memiliki perwakilan dalam berbagai organisasi pemerintahan
seperti MPR, DPR, DPD, hingga DPRD. Fraksi-fraksi ABRI dalam lembaga-lembaga
legislatif tersebut pada umumnya memiliki suara yang cukup besar pula sehingga
seringkali menentukan keputusan yang akan diambil.

Selain memiliki posisi di lembaga legislatif, banyak perwira ABRI mengisi berbagai
jabatan pemerintahan seperti Bupati, Gubernur, Walikota, Pejabat eselon
kementerian, Menteri, hingga Duta Besar. Besarnya pengaruh ABRI dalam berbagai
lapisan pemerintahan secara tidak langsung memperkuat posisi Golkar sebagai
“partai” dominan selama Orde Baru. Dengan demikian, pemerintahan Soeharto dapat
berjalan stabil dan kuat berkat dukungan Golkar dan ABRI.

2. Kebijakan Pembangunan Ekonomi


Kebijakan pembangunan pada masa Orde Baru pada didasarkan pada tiga prinsip
yang dikenal dengan sebutan “Trilogi Pembangunan”. Adapun ketiga prinsip dalam
“Trilogi Pembangunan” tersebut meliputi:
1) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
2) Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi
3) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada
terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Dengan demikian, segala hal yang dapat menghambat pembangunan, terutama yang
berasal dari bidang politik sebagamana yang telah disebutkan sebelumnya harus
segera disingkirkan. Sementara itu,dalam bidang ekonomi sejumlah program yang
dilakukan oleh pemerintah Orde Baru antara lain:

a. Perbaikan Ekonomi dan Penanaman Modal Asing

Pada masa akhir pemerintahan Sukarno, hutang luar negeri Indonesia berjumlah
sekitar 2.358 juta dollar AS. Selain itu inflasi sangat tinggi mencapai 600% membuat
kondisi perekonomian Indonesia semakin memburuk. Untuk mengatasi hal tersebut,
pemerintah Orde Baru berusaha mencari bantuan luar negeri. Untuk itu pada
bulan Februari 1967 dibentuklah sebuah lembaga yang bernama Inter Govermental
Group on Indonesia (IGGI). IGGI merupakan lembaga donor dari sejumlah negera
maju untuk memberikan bantuan lunak kepada pemerintah Indonesia guna
memperbaiki kondisi perekonomiannya. Belanda kemudian dipilih sebagai ketua
IGGI.

Usaha pemerintah Orde Baru mengajak kerja sama IGGI tidak terlepas dari
komitmen pemerintah yang pro terhadap modal asing. Hal tersebut dibuktikan
dengan diterbitkannya UU no. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
(UU PMA). Dengan UU PMA banyak perusahaan asing yang mulai masuk dan
berinvestasi di Indonesia seperti Freeport, Newmont, dsb. Selain itu, pemerintah
juga berusaha menggalang dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan serta
menarik modal dalam negeri melalui UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU
PMDN). Melalui berbagai program tersebut, inflasi berhasil dikendalikan hingga
mencapai 8,88% pada tahun 1971.

b. Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)

Repelita suatu perencanaan prioritas pembangunan ekonomi dalam jangka waktu


lima tahun yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru. Selama Orde Baru, Repelita
dilaksanakan sebanyak enam kali, yakni:

1. Repelita I

73
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan
awal pembangunan Orde Baru. Tujuan dari Repelita I ialah meningkatkan taraf
hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam
tahap berikutnya. Sementara sasaran Repelita I adalah Sandang pangan,
Perbaikan sarana dan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan
kerja, dan kesejahteraan rohani.
2. Repelita II

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979. Sasaran


utamanya adalah tersedianya sandang dan pangan, perumahan, sarana dan
prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7%
per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada
akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat
Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%.

3. Repelita III

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III
pembangunan masih berdasarkan pada Trilogi Pembangunan dengan penekanan
lebih menonjol pada segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur
Pemerataan, yaitu:

1) Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang,


pangan, dan perumahan.
2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3) Pemerataan pembagian pendapatan
4) Pemerataan kesempatan kerja
5) Pemerataan kesempatan berusaha
6) Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi
generasi muda dan kaum perempuan
7) Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air
8) Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

4. Repelita IV

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik beratnya
adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada
awal tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah
akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan
pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

5. Repelita V

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik beratnya
pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi yang
cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.

6. Repelita VI

Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik beratnya
masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber
daya manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai
penggerak utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang

74
melanda negara-negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter
dan peristiwa politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan
rezim Orde Baru runtuh.

c. Program-Program Bidang Pendidikan, Sosial, dan Kesehatan


Pemerintah Orde Baru berusaha menyukseskan pembangunan pada bidang sosial,
pendidikan serta kesehatan dengan melaksanakan berbagai macam program.
Beberapa program pada bidang pendidikan antara lain:
 Pemerataan pendidikan dasar melalui pendirian Sekolah Dasar (SD) Inpres
yang diperkirakan mencapai 150.000 hingga tahun 1994.
 Program wajib belajar 6 tahun yang ditingkatkan hingga mencapai 9 tahun di
tahun 1994.
 Program pemberantasan buta huruf pada era 1970-1980an
 Program Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA) yang berusaha
memberi bantuan kepada peserta didik yang kurang mampu.
Sementara itu program pada bidang sosial dan kesehatan meliputi:
 Program Keluarga Berencana (KB) untuk mengontrol pertumbuhan penduduk
Indonesia
 Pendirian Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) serta Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu) untuk mempermudah pelayanan kesehatan dan gizi
kepada masyarakat
 Peningkatan rasio tenaga medis dan infrastruktur kesehatan, hasilnya pada
tahun 1980 terdapat rasio jumlah dokter 1:11.400 (1 dokter untuk 11.400
warga) dan jumlah rasio jumlah tempat tidur di rumah sakit adalah 1:1787
pada tahun 1979 (Ricklefs, 2005: 433-434)

C. Peristiwa Malari dan Integrasi Timor-Timur


1. Malari

Malapetakan 15 Januari (Malari) merupakan peristiwa demonstrasi mahasiswa yang


berujung kerusuhan dan huru-hara. Malari terjadi di Jakarta pada tanggal 15 Januari
1974. Demonstrasi ini dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mahasiswa terhadap
pembangunan yang tidak adil serta adanya dugaan korupsi di tubuh pemerintah.
Mahasiswa juga menilai jika pemerintah terlalu mengistimewakan investor Jepang
meskipun hal tersebut merugikan rakyat. Pada tanggal 14-17 Januari 1975, Perdana
Menteri Tanaka mengunjungi Indonesia. Mahasiswa menjadikan kunjungan tersebut
sebagai kesempatan untuk menggelar demonstrasi.

Mahasiswa kemudian menggalang massa untuk melancarkan aksi pada tanggal 15 Januari
1974. Mereka menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah seperti penurunan
harga serta pemberantasan korupsi. Demonstrasi yang tadinya berjalan damai tiba-tiba
berubah menjadi huru-hara. Massa menjadi liar dan tak terkendali. Mobil-mobil buatan
Jepang dibakar, komplek-komplek pertokoan juga turut dibakar. Dilaporkan 11 orang
meninggal dunia dalam peristiwa ini. Dampak dari peristiwa ini adalah penangkapan
terhadap 700 orang dimana 45 orang diantaranya dipenjara. Selain itu, pemerintah
kemudian memperketat kehidupan politik di kampus. Mahasiswa dibatasi kegiatan
politiknya dan didorong untuk lebih fokus dalam kegiatan-kegiatan ilmiah. Dengan
demikian, gerakan mahasiswa pada masa Orde Baru menjadi sulit dilakukan pasca
peristiwa Malari.

Kontroversi:
Hingga kini persoalan bagaimana demonstrasi mahasiswa tersebut berujung ricuh masih
menjadi misteri. Beberapa pihak menduga jika kerusuhan Malari sengaja direkayasa.
Asisten pribadi Soeharto, Ali Moertopo diduga menjadi dalang kerusuhan tersebut, ia
membayar sekelompok preman untuk melakukan perusakan dan penjarahan terhadap

75
berbagai komplek pertokoan. Tujuannya Ali Moertopo tidak lain untuk menjatuhkan
kedudukan saingannya yakni Jenderal Soemitro dari jabatan Pangkobkamtib. Disisi lain,
muncul dugaan jika Soemitro memang telah melatih sejumlah mahasiswa untuk
melakukan demonstrasi besar-besaran pada tanggal tersebut. Yang jelas, Soeharto
benar-benar marah kepada Soemitro akibat peristiwa Malari dan mencopotnya dari
jabatan Pangkobkamtib. Selain itu, Soeharto juga menghapuskan jabatan Asisten
Pribadi, namun demikian kebenaran dari peristiwa Malari masih menjadi misteri hingga
saat ini. (Jenkins, 2010: 29 dan Asvi Warman Adam, 2007: 81-85)
2. Integrasi Timor-Timur

Pada mulanya, Timor-Timur merupakan wilayah jajahan Portugal. Pada tanggal 15 April
1974 terjadi sebuah kudeta di Portugal yang terkenal dengan sebutan “Revolusi Bunga”.
Revolusi Bunga menandai demokratisasi pemerintahan di Portugal yang berhasil lepas
dari rezim otoriter. Pemerintahan baru di Portugal yang dipimpin oleh Jenderal Antonio
de Spinola ini kemudian mengeluarkan kebijakan dekolonisasi yaitu melepaskan
seluruh wilayah jajahan Portugal yang masih tersisa termasuk Timor-Timur.

Semenjak itu, di Timor-Timur sendiri muncul berbagai partai antara lain:

1) UDT, partai ini menginginkan Timor-Timur merdeka secara bertahap


2) Fretilin, partai ini berpaham Komunis dan menginginkan Timor-Timur segera
merdeka
3) Apodeti, partai ini menginginkan Timor-Timur bergabung dengan Indonesia

Pada tanggal 30 November 1975, Apodeti bersama dengan UDT serta dua partai lain,
Kota, dan Trabalista menyatakan kesediaan bergabung dengan Indonesia. Peristiwa ini
kemudian dikenal dengan nama “Deklarasi Balibo”. Pasca Deklarasi Balibo, desakan
kepada pemerintah baik dari dalam maupun luar negeri untuk memasukkan Timor-Timur
ke dalam wilayah Indonesia semakin kuat. Di sisi lain, deklarasi ini mendapat tentangan
keras dari pihak Fretilin.

Pemerintah Indonesia kemudian memutuskan untuk menyelenggarakan operasi militer


dengan tujuan melumpuhkan pihak Fretilin sekaligus mempercepat proses integrasi
Timor-Timur. Operasi tersebut dikenal dengan nama “Operasi Seroja”. Tindakan
Indonesia ini mendapat dukungan dari sejumlah negara seperti AS dan Australia yang
khawatir Timor-Timur akan dikuasai oleh Fretilin dan menjadi negara Komunis apabila
mereka merdeka. Pemerintah Indonesia tidak membutuhkan waktu lama untuk
mengalahkan Fretilin. Akhirnya, pada tanggal 17 Juli 1976, Timor-Timur resmi
bergabung dengan Indonesia dan menjadi provinsi ke-27.

D. Dampak Kebijakan Politik-Ekonomi pasa Masa Orde Baru


1. Dampak Positif
 Pertumbuhan ekonomi meningkat yang diikuti dengan menurunnya angka
kemiskinan
 Kondisi sosial-ekonomi masyarakat mulai membaik, angka partisipasi
pendidikan dasar meningkat, serta menurunnya angka kematian bayi
 Indonesia sempat mengalami swasembada beras pada awal 1980-an
 Pembangunan infrastruktur dilakukan diberbagai daerah
2. Dampak Negatif
 Sentralisasi pemerintahan yang membuat segala kebijakan dan pengelolaan
anggaran dikelola pemerintah pusat
 Merebaknya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang sangat merugikan
rakyat
 Depolitisasi kehidupan masyarakat dan pemerintah cenderung bersikap otoriter
dalam menjalankan pemerintahannya
 Pemilu yang dilaksanakan penuh manipulasi dan kecurangan

76
 Muncul banyak kasus pelanggaran HAM dan pembungkaman terhadap
kebebasan berekspresi

Daftar Sumber:

Abdurrakhman, dkk, (2015). Sejarah Indonesia untuk Kelas XII. Jakarta: Kemendikbud.

Asvi Warman Adam, (2007). Seabad Kontroversi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Ben Anderson, (1990). Kuasa-Kata: Jelajah Budaya-Budaya Politik di Indonesia, Yogyakarta:


Mata Bangsa.

David Jenkins, (2010). Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer di Indonesia 1975-
1983. Depok: Komunitas Bambu.

Harold Crouch. (1999). Militer dan Politik di Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan.

M.C. Ricklefs, (2011). Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: UGM Press.

77
BAGIAN II
INDONESIA MASA REFORMASI (1998 – 2009)

A. Latar belakang Reformasi 1998


Sejak pertengahan tahun 1997, Indonesia terkena imbas krisis moneter di Asia Tenggara.
Sistem ekonomi Indonesia yang lemah tidak mampu mengatasi krisis. Kurs rupiah terhadap
dollar AS tiba-tiba melemah secara drastis Krisis lain menyusul yakni pada akhir tahun 1997
pemerintah melikuidasi 16 bank. Kemudian disusul membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional (BPPN) yang bertugas mengawasi 40 bank bermasalah. Keadaan makin kacau ketika
pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan. Kepercayaan dunia dan
rakyat Indonesia terhadap kepemimpinan Soeharto makin menurun.
Pada Pemilu 1997 Golkar kembali muncul sebagai pemenang. Hal ini membuat dukungan
kepada Soeharto makin besar untuk kembali menjadi presiden di Indonesia. Pada sidang MPR
bulan Maret 1998, Soeharto kembali terpilih sebagai presiden RI untuk yang ketujuh kalinya.
Keberhasilan Soeharto menjadi presiden tidak dapat dipisahkan dengan komposisi anggota
DPR/MPR yang sarat dengan nuansa nepotisme. Sejumlah kerabat, rekan, dan bahkan hampir
semua putra-putrinya tampil dalam lembaga negara ini. Soeharto kemudian membentuk Kabinet
Pembangunan VII yang sarat dengan unsur nepotisme dan kolusi ini. Hal tersebut memicu para
mahasiswa dan golongan intelektual mengadakan protes terhadap pelaksanaan pemerintahan.
Kondisi tersebut memicu terjadinya krisis multidimensional di Indonesia. Krisis
multidimensional adalah suatu kondisi krisis dalam berbagai bidang yang terjadi dalam waktu
yang nyaris bersamaan. Adapun bidang-bidang yang mengalami krisis adalah bidang politik,
ekonomi, hukum, dan sosial. Penjelasan krisis dalam berbagai bidang tersebut antara lain:
1. Krisis politik
 Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam kehidupan pemerintahan.
 Menurunnya kepercayaan rakyat terhadap presiden Soeharto
 Pemerintahan Soeharto dilaksanakan secara otoriter
 Adanya keinginan untuk melakukan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
2. Krisis Ekonomi
 Melemahnya nilai tukar rupiah secara drastis dari Rp. 2.500/US$ (Juli 1997) menjadi
Rp. 17.000/US$ (Januari 1998)
 Naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat.
 Kenaikan harga BBM
 Sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok.
 Terjadinya PHK besar-besaran di berbagai perusahaan
3. Krisis Hukum
 Maraknya kasus pelanggaran HAM
 Tidak terselesaikannya sejumlah kasus korupsi
4. Krisis Sosial
 Terjadinya konflik sosial di berbagai daerah
 Meningkatnya sentimen terhadap etnis Tionghoa yang diikuti perusakan dan
penjarahan toko-toko maupun unit usaha milik etnis Tionghoa
Krisis multidimensional tersebut kemudian mendorong berbagai pihak terutama mahasiswa
dan golongan oposisi untuk menuntut pengunduran diri Soeharto serta diadakannya reformasi.
Reformasi merupakan perubahan yang radikal dan menyeluruh untuk perbaikan. Reformasi
menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah
yang lebih baik secara konstitusional dalam berbagai bidang kehidupan. Ketika terjadi krisis
multidimensional, maka seluruh rakyat mendukung adanya reformasi dan menghendaki adanya
pergantian kepemimpinan yang diharapkan dapat membawa perubahan Indonesia di segala
bidang ke arah yang lebih baik.

B. Jalannya Reformasi dan Peran Pemuda dalam Reformasi


Awal tahun 1998 menjadi titik balik pemerintahan Soeharto. Gerakan mahasiswa mulai
semakin menguat untuk memaksa pengunduran diri Soeharto. Gerakan mahasiswa di sejumlah
kampus seperti UI, ITB, UGM, dan lain-lain menuntut pengunduran diri Soeharto serta
pelaksanaan reformasi secara menyeluruh. Demonstrasi mahasiswa semakin membesar sehingga
memaksa Panglima ABRI menawarkan diadakannya dialog antara mahasiswa dan pemerintah.
Tawaran tersebut kemudian ditolak oleh para mahasiswa. Gerakan mahasiswa tersebut
membawa sejumlah agenda serta tuntutan reformasi. Adapun agenda serta tuntutan reformasi
tersebut yaitu:

78
1. Suksesi kepemimpinan nasional dan adili Soeharto beserta krooni-kroninya
2. Amandemen UUD 1945
3. Pemberantasan KKN
4. Penghapusan Dwifungsi ABRI
5. Penegakan Supremasi hukum
6. Pelaksanaan Otonomi daerah
Selanjutnya untuk melaksanakan agenda serta tuntutan tersebut, mahasiswa melakukan
demonstrasi besar-besaran di Jakarta serta daerah-daerah lain untuk menuntut pengunduran diri
Soeharto. Bulan Mei 1998 menjadi puncak ketegangan sekaligus upaya melaksanakan reformasi
tersebut. Berikut ini adalah kronologi peristiwa sepanjang bulan Mei 1998 yang berkaitan
dengan Reformasi:
Tanggal Peristiwa
4 Mei 1998 Pemerintah kembali menaikkan harga BBM dan TDL, hal ini memicu
gelombang demonstrasi yang lebih besar dari mahasiswa
9 Mei 1998 Di tengah kondisi genting, presiden Soeharto justru meninggalkan
Indonesia untuk menghadiri pertemuan G15 di Kairo, Mesir
12 Mei 1998 Tragedi Trisakti, 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti (Elang Mulya,
Hery Hertanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan) tewas
ditangan aparat saat tengah mengikuti demonstrasi
13 Mei 1998 Tragedi Trisakti membuat demonstrasi mahasiswa semakin membesar,
disisi lain terjadi peristiwa pembakaran dan penjarahan di Jakarta dan Solo
14 Mei 1998 Soeharto mempercepat kepulangannya ke Indonesia sementara itu
demonstrasi mahasiswa mulai menduduki sejumlah gedung-gedung
pemerintahan
18 Mei 1998 Ketua MPR/DPR Harmoko secara terbuka meminta Soeharto turun dari
jabatannya sebagai presiden
19 Mei 1998 Soeharto menjanjikan mempercepat pemilu dan mengundang sejumlah
tokoh masyarakat untuk meredakan ketegangan
20 Mei 1998 Rencana apel raksasa di Monas dibatalkan, Harmoko kembali meminta
Soeharto mundur, dan 14 menteri Kabinet Pembangunan VII
mengundurkan diri
21 Mei 1998 Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden dan B.J Habibie
diangkat sebagai presiden ketiga RI

Pengunduran diri presiden Soeharto tersebut menjadi pertanda berakhirnya Orde Baru
sekaligus menjadi awal dari babak baru sejarah bangsa Indonesia yaitu masa Reformasi.

C. Masa pemerintahan B.J. Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)


B.J. Habibie merupakan presiden ketiga RI sekaligus presiden pertama RI di era Reformasi.
Ia menggantikan Soeharto sebagai presiden sejak presiden kedua tersebut mengundurkan diri
dari jabatan presiden tanggal 21 Mei 1998. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 8, apabila presiden
mengundurkan diri dari jabatannya, maka wakil presiden langsung mengambil alih jabatan
tersebut. Habibie dilantik di Istana Presiden tanggal 21 Mei 1998. Kabinet yang dibentuk oleh
Habibie adalah Kabinet Reformasi Pembangunan.
Sebagai presiden pertama di masa reformasi, fokus pemerintahan Habibie adalah mengawal
masa transisi dari Orde Baru ke masa refromasi. Oleh karena itu, kebijakan pada masa Habibie
berpusat pada upaya melaksanakan cita-cita reformasi. Meskipun Habibie memiliki komitmen
untuk melaksanakan tuntutan serta agenda reformasi, masih banyak pihak juga yang menolak
kepemimpinan Habibie karena dianggap sebagai perwakilan Orde Baru.
Salah satu kebijakan yang dilakukan oleh Habibie pada masa pemerintahannya adalah
dengan menunjukkan komitmen pada bidang HAM. Kebebasan berpendapat dan berekspresi
yang sebelumnya dibatasi pada masa Orde Baru mulai diberikan kebebasan pada masa Habibie.
Hal ini sangat penting karena kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan salah satu
bagian dari HAM sekaligus merupakan pilar demokrasi. Pada masa pemerintahan Habibie juga
pemerintah memberikan kebebasan pada pers dan media massa untuk menyampaikan informasi
tanpa melalui sensor ketat dari negara.
Pada masa pemerintahan Habibie tidak terlepas dari sejumlah masalah. Salah satu persoalan
yang dihadapi pada masa Habibie adalah Disintegrasi Timor-Timur tahun 1999. Timor-Timur
yang bergabung dengan Indonesia sejak tahun 1976 ternyata masih menyimpan sejumlah
persoalan. Sejumlah pihak seperti eks Fretilin secara terang-terangan masih memiliki cita-cita
untuk merdeka. Indonesia merespon hal tersebut dengan mengirimkan aparat ke Timor-Timur.
Sayangnya, aparat yang dikirim pemerintah seringkali melakukan tindak kekerasan disana. Hal

79
tersebut mendapat kecaman pihak internasional yang menekan pemerintah Indonesia segera
melepaskan Timor-Timur. Setelah mendapat berbagai tekanan termasuk dari Australia yang
selama ini mendukung Indonesia, akhirnya pemerintah memutuskan untuk menyelenggarakan
referendum di Timor-Timur. Referendum dilaksanakan pada September 1999 dengan hasil
78,5% rakyat Timor-Timur mendukung kemerdekaan. Berdasarkan hasil tersebut, maka Timor-
Timur resmi lepas dari Indonesia.
Persoalan Timor-Timur mempengaruhi pandangan DPR/MPR terhadap BJ Habibie. Pada
tanggal 14 Oktober 1999, B.J. Habibie membacakan pidato pertanggungjawabannya di depan
Sidang Istimewa MPR. Sejumlah fraksi di DPR/MPR menyatakan keberatannya terutama
berkaitan dengan persoalan KKN, HAM, dan Disintegrasi Timor-Timur. Setalah melalui
berbagai perdebatan dan tanggapan fraksi-fraksi, maka pada tanggal 20 Oktober 1999 laporan
pertanggungjawaban tersebut resmi ditolak. Dengan hasil tersebut, B.J. Habibie akhirnya
menyatakan diri mundur sebagai calon presiden RI.

Kebijakan Politik:
1. Membebaskan sejumlah tahanan politik
2. Memperbaharui Undang-undang serta GBHN
3. Melakukan demokratisasi dengan meninjau kembali UU Subversi
4. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan yang mengakomodir semua golongan
5. Memberikan kebebasan pendirian partai politik
6. Pemberlakuan otonomi daerah yang seluas-luasnya
7. Mendorong perwujudan Hak Azasi Manusia melalui kebebasan berpendapat, berserikat dan
pembebasan tahanan politik
8. Demokratisasi Pers
9. Membatasi masa jabatan presiden untuk mencegah pemerintahan yang otoriter
10. Melaksanakan Pemilu 1999
11. Menghapus Dwifungsi ABRI dan memisahkan POLRI dari institusi ABRI melalui Inpres
No. 2 Tahun 1999

Kebijakan Ekonomi:
1. Mempercepat penyelesaian UU yang menghilangkan praktek monopoli dan persaingan tidak
sehat
2. Merestrukturisasi dan memperkuat sektor keuangan dan perbankan
3. Memperkuat basis sektor riil ekonomi
4. Memastikan dukungan IMF untuk memperbaiki perekonomian Indonesia

Kebijakan Sosial:
1. Melalui UU Otonomi daerah, Habibie berusaha menyelesaikan berbagai pergolakan sosial
yang terjadi di Indonesia
2. Menyediakan Jaringan Pengaman Sosial bagi masyarakat yang terdampak krisis

D. Masa Pemerintahan KH Abdurrahman Wahid (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)


KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) merupakan presiden keempat RI atau kedua pasca
reformasi. Gus Dur merupakan presiden pertama yang berasal dari kalangan pesantren. Gus Dur
terpilih pada rapat paripurna MPR ke-13 tanggal 20 Oktober 1999. Ia terpilih lewat dukungan
poros tengah (partai-partai Islam). Dalam pemilihan tersebut, ia berhasil mengalahkan Megawati
Soekarnoputri yang kemudian menjadi wakil presiden RI. Kabinet yang dibentuk oleh Gus Dur
adalah Kabinet Persatuan Nasional.
Gus Dur merupakan tokoh yang terkenal dengan semangat Pluralisme-nya. Pluralisme
merupakan paham yang mengakui kemajemukan dalam masyarakat sehingga menerima
perbedaan dalam masyarakat. Pluralisme juga mengakui kesetaraan semua umat manusia
terlepas dari latar belakang agama, suku, bangsa, ras dan sebagainya. Semangat pluralisme Gus
Dur nampak dalam kebijkannya melegalkan agama Konghuchu serta mengakui hak-hak sipil
etnis Tionghoa di Indonesia. Oleh karena itu, Gus Dur sering disebut sebagai bapak pluralisme.
Agenda utama pemerintahan Gus Dur tidak terlepas dari upaya mewujudkan cita-cita
reformasi. Pemeberantasan terhadap persoalan KKN menjadi fokus utama dalam masa
pemerintahan Gus Dur. Penyelesaian terhadap kasus hukum presiden Soeharto menjadi salah
satu persoalan yang coba diselesaikan oleh Gus Dur. Sayangnya, upaya ini belum cukup berhasil
karena Soeharto gagal diadili dengan alasan kesehatan. Gus Dur juga tidak terlepas dari
kontroversi. Ia sempat mengusulkan pencabutan Tap. MPRS No.XXV tahun 1966 tentang
pelarangan terhadap PKI, serta paham Marxisme dan Leninisme. Selain itu, Gus Dur juga sempat

80
berusaha membuka hubungan dagang dan diplomatic dengan Israel. Kedua kebijakan tersebut
batal dilakukan akibat protes keras yang dilakukan berbagai pihak termasuk DPR.
Gus Dur memang tidak pernah lepas dari kontroversi. Pada akhir masa jabatannya, ia
tersandung kasus Bulog Gate dan Brunei Gate. Bulog Gate merupakan kasus dugaan korupsi
yang terjadi di BULOG dan diduga menyeret Gus Dur, sementara Brunei Gate merupakan kasus
dugaan penyimpangan dana bantuan dari Sultan Brunei. Gus Dur tidak pernah terbukti terlibat
dalam kedua kasus tersebut, namun hal tersebut menjadi senjata bagi lawan-lawan politiknya
untuk menjatuhkan Gus Dur. Gus Dur lalu terlibat konflik dengan DPR/MPR. Tanggal 22 Juli
2003, Gus Dur mengeluarkan Dekrit yang secara umum isinya membekukan DPR/MPR. Dekrit
ini tidak mendapat dukungan dari pihak lain. Pada akhirnya, melalui Sidang Istimewa MPR
tanggal 23 Juli 2003, Gus Dur resmi dilengserkan dari jabatannya sebagai presiden dan
digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.
Kebijakan Politik:
1. Membubarkan Departemen Penerangan yang dianggap sebagai alat mengendalikan media
massa pada masa Orde Baru
2. Mengusulkan penghapusan TAP. MPRS No. XXV tahun 1966 tentang larangan ajaran
Marxisme-Leninisme-Komunisme meskipun kemudian ditolak oleh DPR
3. Mengupayakan penyelesaian kasus KKN yang dilakukan Soeharto
4. Mengubah proses pelaksanaan Pemilu dengan memberikan kesempatan rakyat memilih
anggota dewan dari pusat hingga ke daerah
Kebijakan Ekonomi:
1. Mendorong eksplorasi sumber daya alam Indonesia dengan mendirikan Departemen
Eksplorasi Laut yang kemudian diganti dengan Departemen Kelautan dan Perikanan
2. Membuka hubungan dagang dengan Israel meskipun mendapat banyak kecaman di dalam
negari
Kebijakan Sosial:
1. Memulihkan hak-hak etnis Tionghoa di Indonesia
2. Mendukung semangat Pluralisme dengan berusaha melindungi golongan minoritas

E. Masa Pemerintahan Megawati (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)


Megawati Soekarnoputri merupakan presiden kelima RI dan satu-satunya presiden wanita di
Indonesia hingga saat ini. Ia merupakan putri presiden pertama RI, Soekarno. Megawati juga
merupakan ketua Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P). Ia dilantik sebagai presiden
RI menggantikan Gus Dur yang dilengserkan oleh DPR/MPR pada tanggal 23 Juli 2003. Kabinet
yang dibentuk oleh Gus Dur adalah Kabinet Gotong Royong.
Agenda utama pemerintahan Megawati masih melanjutkan agenda pemerintahan
sebelumnya terutama pada persoalan pemberantasan KKN. Untuk itu, pada tahun 2002
Pemerintah mengesahkan UU pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai
lembaga yang menindak segala perkara terkait dengan kasus korupsi. Selain itu, pada masa
pemerintahan Megawati reformasi pada bidang politik terus berlanjut seperti pemilihan presiden
secara langsung, pemilihan langsung kepala daerah dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan Megawati pula terjadi sejumlah masalah yang berkaitan dengan
kedaulatan RI. Indonesia harus kalah dari Malaysia dalam pengadilan internasional terkait kasus
sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan di lepas pantai Kalimantan. Akibatnya kedua pulau tersebut
lepas dari wilayah RI. Selain itu, pada masa pemerintahan Megawati juga banyak melakukan
kebijakan privatisasi BUMN seperti Indosat yang dijual ke Singapura. Persoalan lain yang terjadi
pada masa Megawati adalah terbunuhnya aktivis HAM Munir yang kasusnya hingga kini masih
belum sepenuhnya terselesaikan.
Pemilu 2004, selain digunakan untuk memilih anggota legislatif juga merupakan Pemilu
pertama yang diselenggarakan untuk memilih presiden secara langsung. Pemilihan Presiden
dilakukan selama dua putaran. Pada putaran kedua, pasangan Megawati-Hasyim berhasil
dikalahkan oleh pasangan SBY-Jusuf Kalla. Dengan hasil itu, maka pemerintahan Megawati
resmi berakhir pada 20 Oktober 2004 untuk kemudian digantikan oleh SBY.
Kebijakan Politik:
1. Mendorong pemberantasan KKN salah satunya dengan membentuk Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
2. Mengubah proses pemilihan presiden sehingga presiden dapat dipilih langsung oleh
rakyat
3. Mengubah proses pemilihan kepala daerah sehingga kepala daerah dapat dipilih langsung
oleh rakyat (kecuali di DIY)
4. Membatasi wewenang MPR sehingga MPR memiliki kedudukan sejajar dengan presiden

81
5. Melakukan upaya pencegahan disintegrasi bangsa di Papua dan Aceh dengan melakukan
bagi hasil sumber daya alam di kedua wilayah serta pemberian otonomi khusus
6. Mulai memberlakukan sistem Outsourching
Kebijakan Ekonomi:
1. Mengupayakan perimbangan pengelolaan keuangan pemerintah pusat dan daerah
sehingga pemerintah daerah dapat mengelola SDA di wilayah masing-masing secara
lebih optimal
2. Melakukan privatisasi BUMN dan menjual sejumlah aset negara seperti Indosat yang
dijual ke Singapura, dll
Kebijakan Sosial:
1. Mengupayakan terwujudnya Situasi sosio-kultural yang kondusif untuk memajukan
kehidupan masyarakat sipil
2. Menciptakan kesejahteraan dan rasa aman masyarakat dengan meningkatkan komitmen
terhadap HAM
3. Mengusulkan UU Perlindungan Perempuan

F. Masa Pemerintahan SBY (20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2014)


Susilo Bambang Yudhoyono merupakan presiden keenam RI sekaligus presiden pertama RI
yang dipilih langsung oleh rakyat Indonesia. Ia dilantik pada 20 Oktober 2004. Agenda utama
pada masa pemerintahan SBY adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat dan melakukan
pemberantasan KKN. Kabinet yang dibentuk pada masa pemerintahan SBY adalah Kabinet
Indonesia Bersatu.
Sebagai upaya realisasi peningkatan kesejahteraan rakyat, pemerintahan SBY meluncurkan
program Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebagai kompensasi kenaikan harga BBM. Sayangnya,
program ini masih belum dianggap efektif menolong perekonomian rakyat kecil. Selain itu,
peningkatan kesejahteraan bagi PNS, TNI, dan POLRI juga berusaha diwujudkan pada masa
SBY. Prestasi terbesar SBY adalah berhasil meredam beberapa konflik lokal di Indonesia, yaitu:
 Konflik Aceh
Konflik Aceh berlangsung berlarut-larut sejak tahun 1976 dimana GAM (Gerakan Aceh
Merdeka) sebagai aktor utamanya yang menuntut pemisahan Aceh dari NKRI. Pada
awalnya, SBY membangun dialog pada level internasional sehingga menghasilkan
Geneva Agreement berupa Kesepakatan Penghentian Permusuhan. Namun, kesepakatan
tersebut kurang berhasil, hingga pada pucaknya diupayakan kembali jalur diplomasi di
Helsinki, Finlandia. Melalui penandatangan perjanjian damai di Helsinki pada tanggal
15 Agustus 2005 antara pihak Pemerintah RI dengan petinggi GAM, konflik ini
berakhir damai.
 Konflik Poso
Konflik bernuansa etnis yang berlangsung di Poso (Sulawesi Tengah) sejak era
reformasi 1998, berkembang menjadi konflik bernuansa agama dan politik hingga
berlangsung berkepanjangan. SBY juga berusaha meredam dampak konflik di Poso
dengan mengeluarkan Instruksi Presiden No. 14 Tahun 2005 tentang langkah-langkah
komprehensif penanganan masalah Poso.
 Konflik Papua
Konflik di Papua mirip dengan konflik Aceh, dimana terdapat OPM (Organisasi Papua
Merdeka) yang menuntut pemisahan diri dari NKRI. Konflik ini disebabkan kurangnya
keadailan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan sehingga perkembangan
Papua terlihat lambat. Untuk itu, SBY menekankan kembali pemberlakuan otonomi
khusus yang didukung dengan aliran dana yang cukup besar bagi Papua. Otonomi
khusus bagi Papua tersebut sebenarnya telah dilaksanakan pada masa pemerintahan
Megawati melalui UU No. 21 tahun 2001, dimana salah satu penggagasnya adalah SBY
ketika menjadi Menteri Koordinator Politik dan Keamanan pada masa pemerintahan
Megawati.
Meskipun belum sepenuhnya berhasil meredam konflik, namun upaya SBY dalam meredam
konflik di Poso dan Papua merupakan bentuk komitmen menjaga integrasi bangsa.
SBY kembali terpilih sebagai presiden pada tahun 2009. Bersama dengan ekonom UGM,
Boediono, SBY berhasil mengalahkan pasangan Megawati-Prabowo serta Jusuf Kalla-Wiranto.
Pada masa pemerintahannya yang kedua SBY banyak meneruskan program-program yang
dilakukannya pada masa jabatan pertama. Hanya saja, pada masa pemerintahannya yang kedua
ini, SBY banyak diganggu oleh kasus korupsi yang menyangkut partainya yakni Partai
Demokrat. Meskipun demikian, SBY tetap dapat menyelesaikan tugasnya sebagai presiden. Ia
menjabat sebagai presiden hingga tanggal 20 Oktober 2014 untuk digantikan oleh Joko Widodo.

82
Kebijakan Politik:
1. Melakukan perjanjian damai dengan kelompok GAM untuk menyelesaikan konflik Aceh
2. Melakukan penyelesaian dalam konflik Poso melalui Inpres No. 14 Tahun 2005
3. Memberlakukan status Otonomi khusus pada Papua
Kebijakan Ekonomi:
1. Menaikkan harga BBM
2. Melakukan penanggulangan kemiskinan dan mengurangi kesenjangan
Kebijakan Sosial:
1. Meningkatkan kesejahteraan PNS, TNI, dan POLRI
2. Melakukan rehabilitasi daerah yang terkena bencana alam (Tsunami di Aceh, Gempa di
Nias, dll)
3. Memberikan BLT untuk membantu perekonomian rakyat miskin
4. Memberikan dana BOS untuk siswa sekolah
5. Meluncurkan program Bidik Misi untuk mahasiswa kurang mampu

G. Perbandingan masa Orde Baru dan Reformasi


Reformasi mengubah begitu banyak aspek kehidupan bangsa Indonesia. Berikut ini adalah
tabel perbandingan kebijakan pada masa Orde Baru dan Reformasi secara umum:
Aspek Orde Baru Reformasi
Penegakan  Pelanggaran HAM sering  Pelanggaran HAM relatif
HAM dilakukan oleh pemerintah berkurang meskipun belum
 Kebebasan berpendapat dan sepenuhnya hilang
berekspresi sangat dibatasi  Pemerintah menjamin kebebasan
 Pemerintah mengontrol ketat berpendapat dan berekspresi
pers dan media massa  Pers dan media massa memiliki
kebebasan untuk menyampaikan
berita
Pemberantasa  Kasus KKN sering dijumpai di  Komitmen pemerintah dalam
n KKN berbagai lembaga negara memberantas KKN mulai muncul,
 Komitmen pemerintah dalam contohnya melalui pembentukan
memberantas KKN masih sangat KPK
minim  Meskipun demikian kasus KKN
belum sepenuhnya berhasil
ditumpas
Otonomi Pemerintahan masih bersifat Pemerintahan bersifat desentralistik
Daerah sentralistik yang artinya Pemerintah yang artinya kekuasaan pemerintah
Pusat memiliki kekuasaan yang pusat terhadap urusan daerah dibatasi
sangat luas termasuk urusan daerah sehingga pemerintah daerah mampu
mengurusi urusan rumah tangganya
sendiri
Pelaksanaan  Pemilu hanya memilih partai  Pemilu legislatif memilih partai
Pemilu  Presiden dipilih dalam Sidang dan anggota legislatif dari pusat
Umum MPR hingga daerah
 Presiden dipilih langsung oleh
rakyat
Masa Jabatan Masa jabatan presiden adalah 5 tahun Masa jabatan presiden adalah 5 tahun
Presiden dan jumlah periode tidak dibatasi dan jumlah periode dibatasi dua kali
Dwifungsi ABRI memiliki kekuatan hankam dan ABRI dipecah menjadi TNI yang
ABRI sosial-politik sehingga dapat terlibat mengurusi bidang pertahanan dan
dalam politik praktis POLRI yang mengurusi bidang
keamanan, fungsi sosial-politik
dihapus sehingga TNI/POLRI tidak
dapat terlibat politik praktis

83
KD 3.12. Mengevaluasi peran bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia antara lain
KAA, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, GNB, ASEAN, OKI, dan Jakarta Informal
Meeting

BAGIAN I

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA DAN PERAN INDONESIA


DALAM PANGGUNG DUNIA

A. LATAR BELAKANG
Terlepas dari berapa lama waktu yang pasti mengenai lamanya Indonesia terbelenggu
dalam penjajahan bangsa imperialis, namun akumulasi perasaan terjajah itu semakin
mempertegas kebulatan tekad bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dengan cara yang
lebih terorganisir dalam skala nasional. Meskipun keinginan meraih kemerdekaan cukup kuat,
ketika momentum memproklamasikan kemerdekaan sudah terwujud, Indonesia masih memiliki
banyak pekerjaan rumah tangga negara yang cukup fundamental. Sebagai sebuah bangsa,
setidaknya sejak tahun 1928, Indonesia sudah siap untuk merdeka. Namun, sebagai rumah
tangga negara, bagi Indonesia masih banyak yang harus dibentuk.
Cara pandang Soekarno mengenai sebuah kemerdekaan benar-benar terjadi di Indonesia.
Selain memandang kemerdekaan sebagai suatu jembatan emas, dalam pidatonya yang sama,
Soekarno juga menganalogikan kemerdekaan layaknya sebuah perkawinan yang harus didasari
oleh suatu kebulatan tekad untuk hidup bersama, di atas syarat-syarat lainnya (bersifat materi)
yang memungkinkan untuk tidak harus dipenuhi dengan segera. Alhasil, ketika sudah merdeka,
Indonesia hanya memiliki satu gubug, satu tikar, dan satu periuk, seperti nasib Sarinen dan
Samiun yang digambarkan Soekarno dalam analoginya itu. Namun sebaliknya, jika bangsa
Indonesia – yang secara moril sudah siap untuk merdeka – menunggu kesiapan materi yang
“njilimet”(detail) terlebih dahulu, hampir dapat dipastikan bahwa kemerdekaan Indonesia akan
bergeser menjauh lebih lambat dari 17 Agustus 1945. “Jadi, persoalannya adalah demikian: kita
berani merdeka atau tidak?” tandas Soekarno.
Setelah kebulatan tekad berhasil mewujudkan kemerdekaan, langkah berikutnya adalah
melengkapi struktur negara, setidaknya memenuhi syarat-syarat berdirinya suatu negara secara
de facto dan de jure dengan melihat realitas Indonesia saat itu. Sebagai sebuah negara baru,
Indonesia juga perlu menentukan rumusan politik luar negerinya yang kelak juga ikut
menentukan nasib bangsa dan negara. Realitas di Indonesia saat itu menjadi latar belakang yang
cukup berpengaruh terhadap penentuan arah politik luar negeri Indonesia. Berikut ini realitas-
realitas yang melatarbelakangi penentuan arah politik luar negeri Indonesia:
- Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia sedang menata kelengkapan negara, baik
konstitusinya maupun isntitusinya,
- Indonesia sedang mempertahankan kemerdekaan dari upaya pendudukan kembali oleh
Belanda,
- Indonesia sedang berupaya mendapatkan pengakuan kedaulatan dari negara lain,
- Indonesia sedang berupaya melepaskan diri dari unsur-unsur kolonialisme Belanda yang
masih ada di Indonesia,
- Dunia internasional sedang terpolarisasi ke dalam dua kubu, Blok Barat (Amerika
Serikat) dan Blok Timur (Uni Sovyet), dalam iklim Perang Dingin,
- Di Indonesia terdapat kelompok kiri (komunis) pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin
dalam wadah FDR/PKI yang mendesak pemerintah agar memihak Uni Sovyet dalam
rangka mempertegas sikap yang anti kolonialisme dan imperialisme.

Dengan realitas seperti itu, mendesak bagi Indonesia untuk segera menentukan suatu
sikap yang tepat demi membela kepentingan nasional di tengah gelombang Perang Dingin.

B. LAHIRNYA BENTUK POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA


Dengan uraian latar belakang di atas, dapat dimaklumi jika pada masa awal pasca
kemerdekaan, para pemimpin Indonesia lebih berkosentrasi pada persoalan dalam negeri. Selain
itu, adanya upaya mendapatkan pengakuan kedaulatan dari negara lain, terutama pengakuan
kedaulatan dari Belanda yang berusaha menduduki kembali Indonesia. Dengan demikian, maka
Indonesia senantiasa berusaha menarik simpati negara-negara lain melalui upaya diplomasi,
termasuk juga dengan mengubah sistem pemerintahan presidensiil menjadi sistem parlementer
agar Indonesia menjadi lebih demokratis. Namun demikian, Indonesia juga harus menentukan
sikap terhadap iklim dunia yang sedang dilanda gelombang Perang Dingin. Untuk itu,

84
sumbangan pemikiran awal mengenai prinsip politik luar negeri Indonesia datang dari dua tokoh
nasional berikut.
- Sutan Syahrir
Sekitar seminggu sebelum pelantikannya sebagai Perdana Menteri (14 November 1945),
Sutan Syahrir sempat menuliskan pemikirannya dengan judul “Perdjoeangan Kita”.
Dalam buku kecil tersebut, dijelaskan sikap Indonesia sebaiknya tidak berseteru dengan
Blok Barat yang saat itu sedang membangun pengaruh di Asia. Dia menekankan
pentingnya diplomasi dalam menghadang misi Barat tersebut. Dan ketika menanggapi
ajakan Ho Chi Minh (tokoh komunis di Vietnam) untuk bekerjasama melawan
imperialisme dan kolonialisme, Syahrir berpendapat bahwa Indonesia sebaiknya menolak
ajakan tersebut. Beraliansi dengan Ho Chi Minh – yang sedang berkonfrontasi dengan
Perancis – berarti akan menambah musuh baru, yaitu Perancis, sehingga akan menambah
beban perjuangan bagi Indonesia. Melalui pidatonya dalam Asian Relations Conference
di New Delhi pada 23 Maret – 2 April 1947, Syahrir mengajak bangsa-bangsa di Asia
untuk bersatu dalam upaya mewujudkan perdamaian dunia dengan cara hidup
berdampingan secara damai disertai sikap yang tidak memihak terhadap salah satu
kekuatan Perang Dingin.
Dapat dilihat bahwa pilihan Syahrir ini cukup rasional dengan melihat kondisi Indonesia
yang masih lemah. Dia ingin berkosentrasi pada perjuangan Indonesia untuk lepas dari
pengaruh Belanda melalui upaya diplomasi. Artinya, saat itu Indonesia dalam posisi tidak
memihak (BEBAS) Blok Barat maupun Blok Timur.
- Mohammad Hatta
Dalam Sidang BP KNIP pada September 1948, Hatta menyampaikan pidatonya yang
diberi judul “Mendayung di Antara Dua Karang”. Melalui pidatonya itu, Hatta
menyampaikan bahwa Indonesia sebaiknya memiliki pendirian yang tidak memihak di
tengah-tengah perseteruan dua blok besar tersebut. Dengan pendirian tersebut, bangsa
Indonesia berhak penuh untuk memperjuangkan tujuannya, yaitu Indonesia Merdeka
seluruhnya, melalui semboyan: ‘percaya diri dan berjuang atas kemampuan sendiri’.
Pandangan Hatta tersebut kemudian memberi arah sekaligus menjadi prinsip pelaksanaan
politik luar negeri Indonesia yang dikenal dengan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif.
Penjelasannya adalah sebagai beirkut.
 BEBAS, mengandung arah politik luar negeri Indonesia yang tidak memihak
salah satu blok internasional (Barat maupun Timur). Sikap tidak memihak
Indonesia ini demi mencapai kemerdekaan Indonesia sepenuhnya atas usaha dan
kemampuan sendiri. Karena jika memihak pada salah satu blok, berarti sudah
mengikatkan diri pada kekuatan adi daya sehingga Indonesia bukan lagi
merupakan negara yang merdeka seutuhnya.
 AKTIF, merupakan suatu komitmen untuk senantiasa mengupayakan perdamaian
dunia dengan menjalin hubungan baik (persahabatan) dengan semua negara (baik
Blok Barat maupun Blok Timur) atas dasar saling menghargai. Upaya
mewujudkan perdamaian dunia tersebut bertujuan untuk melindungi Indonesia
dari segala ancaman dari luar.

C. LANDASAN dan TUJUAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA


Berikut ini merupakan landasan-landasan yang digunakan oleh Indonesia dalam
menjalankan politik luar negerinya.
(1) Landasan Idiil
Landasan idiil pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila. Pancasila
merupakan salah sayu faktor objektif yang berpengaruh atas politik luar negeri Indonesia.
(2) Landasan Konstitusional
Landasan kosntitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah
Pembukaan UUD 1945, yaitu:
- Alinea pertama: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
- Alinea keempat: “…ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial….”
Kutipan dari kedua alinea tersebut menyiratkan tentang (a) Anti-penjajahan, b) Pro-
kemerdekaan, dan (c) Berperan di dunia internasional.
(3) Landasan Operasional
Setiap periode pemerintahan di Indonesia menetapkan landasan operasional politik luar
negeri yang senantiasa berubah sesuai kepentingan nasionalnya.

85
(4) Tujuan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif
Tujuan politik luar negeri Indonesia adalah mengabdi kepada tujuan nasional bangsa
Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat: “Melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan ekadilan sosial….”

D. PELAKSANAAN POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA


Dalam perjalanan sejarah politik Indonesia, terdapat beberapa corak pemerintahan yang
tumbuh dan berkembang sejak Indonesia merdeka. Dari masing-masing corak pemerintahan
tersebut, dapat pula dilihat dinamika pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.
(1) Masa Revolusi dan Masa Liberal (1945 – 1959)
Pada masa ini, Indonesia sedang dalam tahap konsolidasi nasional terkait dengan
penataan pemerintahan dan mempertahankan kemerdekaan. Dalam operasionalnya,
politik luar negeri Indonesia pada masa ini dilandasi oleh Maklumat Politik Pemerintah
tanggal 1 November 1945, yaitu:
• Politik damai dan hidup berdampingan secara damai
• Tidak mencampuri urusan internal negara lain
• Politik bertetangga baik dan kerjasama dengan semua negara
• Mengacu pada Piagam PBB
Landasan operasional tersebut terkait pada agenda untuk mendapatkan pengakuan
kedaulatan dari negara lain serta menyelesaikan proses dekolonisasi di Indonesia agar
sepenuhnya terbebas dari unsur-unsur pengaruh kolonialisme, terutama Belanda.
Dengan landasan tersebut di atas, Indonesia melaksanakan beberapa tindakan dalam
politik luar negerinya, diantaranya sebagai berikut.
• Berupaya melepaskan diri dari ikatan kolonialisme Belanda, dengan jalan diplomasi
maupun militer. Puncak perjuangan ini adalah saat penandatangan Konferensi Meja
Bunda (KMB) di akhir tahun 1949,
• Perjuangan pembebasan Irian Barat,
• Kontribusi aktif dalam memprakarsai Konferensi Asia-Afrika.
Pada masa ini, Indonesia berusaha menjalankan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif secara
disiplin dan konsisten. Contohnya, ketika PM Sukiman menjalin kerjasama dengan AS
dalam wujud Mutual Security Act (MSA) pada tahun 1951, maka parlemen segera
mengecam kebijakan tersebut sehingga Sukiman lengser dari kursi perdana menteri. Hal
ini dikarenakan Sukiman telah melakukan penyimpangan terhadap prinsip Politik Luar
Negeri Bebas-Aktif. Selain itu, pada September 1954, Indonesia juga menolak untuk
bergabung dalam Southeast Asian Treaty Organization (SEATO), yaitu organisasi yang
dibentuk untuk menahan laju pengaruh komunisme di Asia Tenggara.

(2) Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)


Kebijakan politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin juga tidak lepas dari
dinamika Perang Dingin serta semangat revolusi RI sebagai tahap transisi menuju periode
pembentukan identitas bangsa dan konsolidasi politik pasca kolonial. Landasan
operasional pada masa Demokrasi Terpimpin didominasi oleh pemikiran-pemikiran
Soekarno, yaitu:
• Pidato Soekarno “Penemuan Kembali Revolusi Kita”/ Manipol (17 Agustus 1959),
tentang anti-imperialisme dan kolonialisme.
• Pidato Soekarno “Djalannya Revolusi Kita” / Djarek (17 Agustus 1960), tentang
langkah pelaksanaan Manipol, Indonesia harus aktif dalam politik luar negerinya.
Selain itu, Djarek juga menyatakan bahwa dunia telah terbagi menjadi dua blok yang
saling bertentangan, yaitu NEFOS (New Emerging Forces) dan OLDEFOS (Old
Established Forces). NEFOS merupakan kekuatan baru yang sedang bangkit,
didominasi negara-negara yang baru saja merdeka. Sedangkan OLDEFOS
merupakan kekuatan lama yang sudah mapan, didominasi negara-negara imperialis
(Barat).
Sikap anti-imperialisme dan kolonialisme serta ternyata turut mempengaruhi Soekarno
dalam menentukan pelaksanaan politik luar negeri dan identitas bangsa di tengah dunia
internasional dan juga adanya upaya Indonesia mendapatkan dukungan internasional.
Berikut ini beberapa wujud pelaksanaannya:

86
• Indonesia berslogan Nasakom (Nasionalis-Agama-Komunis) untuk melawan
Nekolim (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Maka, pada masa ini ideologi
komunis mendapat tempat yang sah/legal dalam wujud PKI.
• Bersikap konfrontatif terhadap Barat, terutama dalam rangka merebut Irian Barat dan
Konfrontasi terhadap Malaysia.
• Keluar dari keanggotaan PBB, sebagai puncak dari Konfrontasi terhadap Malaysia.
• Condong ke Blok Timur (pro-China, pro-Moskow, dan melegalkan PKI).
• Kampanye doktrin Oldefos vs Nefos. Secara umum, doktrin ini menempatkan
Indonesia ke dalam posisi Nefos yang berkonfrontasi dengan Oldefos.
• Politik Mercusuar (GANEFO dan CONEFO), namun justru menyebabkan krisis
ekonomi hingga krisis politik.

(3) Masa Orde Baru (1966 – 1998)


Landasan operasional politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru meliputi
sejumlah Ketetapan MPR, adapun ketetapan yang dimaksud antara lain:
• TAP MPRS No. XII/MPRS/1966
• TAP MPR No. IV/MPR/1973 (tentang stabilisasi regional Asia Tenggara serta
upaya pembangunan ekonomi dan peningkatan kerjasama internasional).
• TAP MPR No. IV/MPR/1978 (tentang politik luar negeri dalam pembangunan
segala bidang).
• TAP MPR No. II/MPR/1983 (tentang sasaran Politik LN).
Sementara itu, sejumlah agenda dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah:
• Masuk kembali ke PBB pada bulan September 1966
• Menghentikan sikap agresif-konfrontatif dengan negara lain, contoh konkritnya
adalah menghentikan Operasi Dwikora meskipun di sisi lain Indonesia juga
melakukan invasi ke Timor-Timur.
• Fokus membangun sektor ekonomi terutama pada masa awal Orde Baru dengan
cara menjalin hubungan dengan negara-negara Barat demi mendapatkan pinjaman
dana. Salah satu caranya dengan menggalang bantuan internasional melalui
Intergovermental Group on Indonesia (IGGI) yang diprakarsai oleh AS untuk
memberikan pinjaman dana dan mendorong masuknya investasi asing di
Indonesia.
• Stabilisasi politik keamanan nasional dan regional, salah satu bentuk konkritnya
adalah turut serta dalam pembentukan ASEAN.
• Membangun hubungan baik dengan pihak Barat dan “good neighbourhood
policy” (kebijakan tetangga baik) yang dipengaruhi oleh kebijakan presiden AS
Franklin Delano Roosvelt. Maksud kebijakan tetangga baik adalah, pemerintah
Indonsia tidak melakukan intervensi dan lebih menekankan hubungan timbal balik
yang saling menguntungkan dalam berbagai bidang dengan negara-negara
tetangga.

(4) Masa Reformasi (1998 – 2009)


Selama masa reformasi, terdapat perubahan landasan operasional politik luar negeri
Indonesia. Adapun landasan operasional yang digunakan adalah TAP MPR No.
IV/MPR/1999, tentang:
• Penyebab krisis 1997 dan perlunya suatu reformasi
• Pembangunan ekonomi (rehabilitasi dan persiapan AFTA)
• Perbaikan kemampuan diplomasi
• Perluasan perjanjian ekstradisi
• Pemeliharaan stabilitas Asia Tenggara
Sementara itu, sejumlah agenda dan pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa
reformasi meliputi:
• Pemulihan perekonomian nasional pasca krisis 1997 melalui kerjasama
internasional. Salah satu hasilnya adalah dengan mendapat bantuan dari IMF dan
Bank Dunia untuk mengatasi krisis ekonomi.

87
• Melaksanakan REFORMASI (Desentralisasi, Demokratisasi, Penghapusan
Dwifungsi ABRI, lebih memperhatikan HAM, dll)
• Memperbaiki citra Indonesia demi memulihkan kepercayaan internasional
terhadap Indonesia, salah satunya dengan melakukan kunjungan kenegaraan ke
manca negara dengan mengangkat isu-isu nasional.
• Upaya kerja sama internasional untuk mengatasi terorisme.

88
Bank Soal Sejarah
1. Keadaan Jepang pada akhir kekuasaannya di Indonesia semakin buruk disebabkan karena
a. Kekalahan front ABCD com dalam peperangan di Laut Pasifik
b. Semakin berjayanya Inggris dalam peperangan di Laut Pasifik
c. Kekalahan Jepang melawan ABCD com di Laut Karang
d. pengeluaran biaya perang yang besar
e. Jatuhnya Pulau Marina ke tangan Belanda
2. Sebab utama menyerahnya Jepang tanpa syarat pada sekutu pada 14 Agustus 1945 adalah … .
a. Sekutu bekerjasama dengan Indonesia mengalahkan Jepang
b. Jepang tidak dapat memperalat Indonesia melawanSsekutu
c. Indonesia berhasil mengalahkan sekutu di Laut Pasifik
d. Hirosima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh Sekutu
e. Dibomnya Pulau Saipan oleh Sekutu
3. Maksud pemerintah Jepang membentuk BPUPKI adalah ……
a. Mempersiapkan bangsa Indonesia menjadi sebuah bangsa yang  merdeka
b. Menarik perhatian bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang
c. Memberikan hak kepada bangsa Indonesia untuk memerintah sendiri
d. Mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari Jepang ke Indonesia
e. Menentukan pemberian kemerdekaan kepada bangsa Indonesia
4. Disetujuinya penghilangan kalimat “dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya”
dalam Piagam Jakarta menunjukkan … .
a. Mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam
b. Syariat Islam menjadi penghalang persatuan bangsa Indonesia
c. Kurang dihayatinya makna syariat Islam oleh para anggota PPKI
d. Kegagalan tokoh muslim di PPKI dalam mempertahankan kalimat tersebut
e. Mementingkan kepentingan bangsa dan Negara dari tokoh umat Islam yang ada dalam
PPKI
5. Alasan kalangan pemuda menuntut agar kemerdekaan Indonesia terlepas dari pengaruh Jepang
adalah … .
a. Kemerdekaan Indonesia harus lahir dari sikap yang radikal
b. Rakyat Indonesia sudah begitu lama merindukan kemerdekaan
c. Kemerdekaan Indonesia merupakan hak bangsa Indonesia sendiri
d. PPKI harus diikutsertakan dalam pelaksanaan proklamasi kemerdekaan
e. Kemerdekaan Indonesia merupakan peristiwa yang sangat bersejarah bagi bangsa
Indonesia
6. “Hal-hal mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama
dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya” merupakan paragraph teks proklamasi yang
disusun oleh … .
a. Achmad Soebardjo
b. Sayuti Melik
c. Moh. Hatta
d. Soekarno
e. B.M Diah
7. Hasil sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 adalah… .
a. Pembentukan 12 Departemen dan 4 kementrian Negara yang bertugas membantu
presiden
b. Pembentukan Komite nasional Indonesia Pusat
c. Pembentukan Partai Nasional Indonesia
d. Pembegian wilayah Indonesia
e. Pembentukan Komite nasional
8. Berikut ini yang bukan merupakan latar belakang pembentukan Tentara Keamanan Rakyat
adalah… .
a. Tindakan provokasi dari pasukan Jepang
b. Keamanan rakyat semakin terancam dengan kedatangan tentara Sekutu
c. Desakan anggota BKR akan pentingnya tentara kebangsaan dalam suatu Negara
d. Kesadaran pemerintah Indonesia sejak awal untuk membentuk tentara kebangsaan
e. Untuk menghadapi ancaman dari luar yang menghendaki runtuhnya Negara Indonesia
9. Keadaan ekonomi pada masa awal kemerdekaan masih kacau disebabkan karena ……
a. Gangguan dari pihak luar
b. Belum memiliki pemimpin Negara
c. Kesulitan masalah keuangan negara

89
d. Korupsi yang dilakukan oleh para pejabat pemerintah
e. Pengaturan kegiatan ekonomi dipengaruhi sistem buatan Belanda

10. Alasan Belanda melakukan blokade ekonomi terhadap Indonesia adalah ……


a. Takut tersaingi Indonesia
b. Menarik simpati rakyat Indonesia
c. Menambah pemasukan bagi Indonesia
d. Mengurangi pemasukan Belanda di Indonesia
e. Timbulnya kekacauan perekonomian di Indonesia

11. Pemerintah Indonesia pada bulan Oktober 1946 memberlakukan mata uang ORI disebabkan
karena …

a. Diberlakukannya mata uang NICA oleh Sekutu


b. Ditariknya mata uang Jepang oleh Sekutu
c. Ditariknya mata uang De Javasche Bank
d. Upaya mengatasi kekacauan ekonomi
e. Diberlakukannya mata uang Jepang

12. Hubungan pusat dengan daerah pada awal kemerdekaan tidak dapat berjalan dengan baik
disebabkan karena … .
a. Wilayah  Indonesia meliputi Jawa dan Sumatra
b. Ibu kota Indonesia ada di Jakarta
c. Indonesia mempunyai bashasa pengantar yaitu bahasa Indonesia
d. Indonesia memiliki banyak suku bangsa dan bahasa
e. Memiliki aparat pemerintahan yang bertugas sesuai dengan bidangnya

13. Perhatikan nama-nama berikut.


1.      Sukiman Wiryosanjoyo
2.      Amir Syarifuddin
3.      Ali Sastroamijoyo
4.      Moh. Hatta
5.      Syahrir
Kabinet yang terbentuk pada masa awal kemerdekaan adalah kabinet ……
a. 1,2,3
b. 1,3,4
c. 1,4,5
d. 2, 4, 5
e. 3, 4, 5

14. Berikut ini yang bukan merupakan ideologi yang muncul pada masa awal kemerdekaan
adalah ……
a. Agama
b. Sosialis
c. Komunis
d. Nasionalis
e. Demokrasi

15. Tugas AFNEI di Indonesia adalah ….


a. Mengadili tentara Jepang
b. Mempersenjatai para tawanan Jepang
c. Menerima penyerahan dari tangan Jepang
d. Mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia
e. Membantu Indonesia mempertahankan kemerdekaan

16. Di bawah ini nama wilayah di Indonesia.


1. Jawa
2. Sumatra
3. Sulawesi
4. Madura
5. Sunda Kecil
Wilayah yang diakui secara de facto oleh Belanda dalam perundingan Linggarjati adalah ……

90
a. 1,2,3
b. 1,2,4
c. 2,4,5
d. 2,3,4
e. 3,4,5

17. Tujuan dibentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukit Tinggi adalah ……
a. Menunjukkan kepada dunia internasional bahwa pemerintah Indonesia masih ada
b. Memindahkan pusat pemerintahan dari Yogyakarta ke Bukittinggi
c. Menggagalkan maksud Belanda untuk menghancurkan TNI
d. Letak Bukit Tinggi aman dari pengawasan Belanda
e. Merintis dibentuknya Republik Indonesia Serikat

18. Isi perjanjian Konferensi Meja Bundar adalah ……


a. RI merupakan Negara bagian dalam RIS
b. RIS akan dikepalai seorang presiden konstitusional
c. Belanda tetap berkuasa sampai terbentuknya Republik Indonesia Serikat
d. Indonesia berbentuk Negara serikat (RIS) dan merupakan uni dengan Belanda
e. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda

19. Di bawah ini adalah peristiwa yang terjadi pada masa demokrasi Liberal.
1. Pertukaran nota menlu Indonesia dengan Dubes A S
2. Peristiwa Tanjung Morawa
3. Peristiwa 27 Juni 1955
4. Konflik Masyumi dan PNI
5. Konflik PNI dan NU
Peristiwa yang menjadi penyebab berakhirnya kekuasaan Kabinet Ali Sastroamijoyo I adalah
……
a. 1, 4
b. 1,5
c. 2,4
d. 3, 4
e. 3, 5

20. Pendeknya masa kekuasaan kabinet pada masa demokrasi Liberal disebabkan karena ……
a. Muncul mosi tidak percaya terhadap kabinet yang berkuasa
b. Banyak terdapat partai-partai politik yang berkuasa
c. Kabinet gagal mendekatkan diri dengan rakyat
d. Kabinet gagal menciptakan stabilitas nasional
e. Program kabinet yang tidak pasti

21. Masalah yang selalu menjadi program setiap kabinet pada masa Liberal adalah ……
a. Penyerahan Irian Barat
b. Pengembalian Irian Barat
c. Pembentukan Partai Politik
d. Pelaksanaan Pemilihan Umum
e. Penyelesaian konflik Angkatan Darat

22. Tujuan dilaksanakan program Sistem Ekonomi Gerakan Benteng ……


a. Mengatasi terjadinya stagnasi ekonomi nasional
b. Mengubah struktur ekonomi kolonial ke ekonomi nasional
c. Memberikan bantuan modal kepada pengusaha non pribumi
d. Membantu memberikan kredit bagi para pengusaha nasional
e. Kerjasama antara pengusaha pribumi dan nonpribumi dalam memajukan perekonomian

23. Kegagalan Pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah ……


a. Adanya kesulitan dalam menentukan skala prioritas
b. Terjadi ketegangan politik yang tak dapat diredakan
c. Pembiayaan untuk keperluan penumpasan pemberontakan PRRI
d. Adanya konfrontasi dengan Belanda mengenai masalah Irian Barat
e. Ekspor dan pendapatan negara merosot karena depresi ekonomi di AS

91
24. Latar belakang dikeluarkan dekrit presiden adalah ……
a. Adanya dominasi presiden yang kuat dalam lembaga pemerintahan
b. Kegagalan kabinet dalam menjalankan programnya
c. Kegagalan kontituante dalam menyusun UUD baru
d. Komunis berhasil memperluas pengaruhnya
e. Adanya konfik di tubuh Angkatan Darat

25. Salah satu bentuk campur tangan presiden dalam MPRS adalah ……
a. Ketua MPRS diangkat oleh presiden
b. Penggunaan Manipol sebagai GBHN
c. Memasukkan unsur Nasakom dalam MPRS
d. Memberi wakil TNI kedudukan dalam MPRS
e. Mengganti DPR hasil pemilu dengan DPR-GR

26. Keterlibatan Indonesia dengan melakukan konfrontasi dengan Malysia ditandai dengan
dikeluarkannya ……
a. Dwidarma
b. Dwikora
c. Trikora
d. Tritura
e. Trilogi

27. Latar belakang dikeluarkan Deklarasi Ekonomi (Dekon) adalah ……


a. Pinjaman luar negeri tidak mampu mengatasi masalah
b. Penurunan jumlah uang yang berdar di masyarakat
c. Membendung laju inflasi yang semakin tinggi
d. Sulitnya mendapat pinjaman dari luar negeri
e. Pendapatan negara yang menurun

28. Kegagalan pemerintah masa demokrasi terpimpin dalam mengatasi masalah ekonomi
disebabkan karena …..
a. Tidak terwujudnya pinjaman dari International Monetary Fund (IMF)
b. Adanya berbagai gangguan keamanan akibat pergolakan daerah
c. Defisit anggaran belanja yang semakin besar
d. Masalah ekonomi diatasi dengan cara politik
e. Kemerosotan nilai mata uang rupiah

29. Upaya Indonesia dalam melakukan konfrontasi ekonomi dengan Belanda guna pembebasan
Irian Barat adalah …….
a. Pembatalan semua hasil keputusan KMB
b. Pemutusan hubungan Indonesia-Belanda
c. Membawa masalah Irian Barat ke forum PBB
d. Dibentuk Front Nasional pembebasan Irian Barat
e. Pembatalan semua utang-utang RI kepada Belanda

30. Tahap melakukan serangan secara terbuka terhadap pertahanan musuh dalam upaya
pembebasan Irian Barat disebut …….
a. Tahap Konsolidasi
b. Tahap Konfrontasi
c. Tahap Eksploitasi
d. Tahap Eksplorasi
e. Tahap Infiltrasi

31. Pada hakikatnya Orde Baru lahir untuk ……


a. Mengambil alih pemerintahan dari tangan Presiden Sukarno
b. Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan knsekuen
c. Mengoreksi pelaksanaan pemerintahan ke arah pemerintahan terpusat
d. Mengembalikan kehidupan politik dan kenegaraan ke arah demokrasi Barat
e. Memurnikan pelaksanaan kenegaraan berdasarkan Pancasila dan UUDS 1950

32. Kesatuan aksi Front Pancasila mendesak pemerintah memenuhi tuntutan rakyat yaitu ……

92
a. Penurunan harga
b. Perbaikan ekonomi
c. Pelaksanaan Pemilu
d. Pembentukan kabinet
e. Penyederhanaan partai politik

33. Dibawah ini adalah program kerja kabinet masa orde baru.
1. Stabilitas ekonomi dan politik
2. Pelaksanaan Pemilihan Umum
3. Pelaksanaan politik bebas aktif
4. Perbaikan sandang dan pangan
5. Pembersihan pengaruh PKI pada pemerintahan
Yang merupakan program kerja Kabinet Pembangunan adalah … .
a. 1, 2, 5
b. 1, 3, 5
c. 2, 3, 4
d. 2, 4, 5
e. 3, 4, 5

34. Penataan hubungan luar negeri yang dilakukan pemerintah Orde Baru, yaitu ……
a. Menyelenggarakan konferensi Gerakan Nonblok
b. Disintegrasi Timor-Timur dari wilayah Indonesia
c. Mengirimkan pasukan Garuda sebagai pasukan perdamaian PBB
d. Normalisasi hubungan Indonesia- Malaysia melalui persetujuan Jakarta
e. Normalisasi hubungan Indonesia- Singapura melalui persetujuan Jakarta

35. Berikut ini yang merupakan isi Trilogi Pembangunan adalah … .


a. Pemerataan pendapatan
b. Pemerataan pembagunan
c. Pemerataan kesempatan kerja
d. Pemerataan kesempatan berusaha
e. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan

36. Pemerintah Orde Baru memprogramkan Stabilisasi ekonomi dengan maksud untuk …….
a. Menggalakkan lembaga perkreditan desa
b. Memulihkan kemampuan berproduksi
c. Menggalakkan gerakan koprasi
d. Perbaikan sarana ekonomi
e. Membendung laju inflasi

37. Berikut ini adalah dampak dari pemerintahan Orde Baru.


1. Mengutamakan pembangunan ekonomi
2. Perbaikan kesejahteraan rakyat
3. Penurunan angka kematian
4. Pengimpor beras terbesar
5. Swasembada pangan
Dampak positif dari kebijakan ekonomi pemerintah Orde Baru adalah … .
a. 1, 2, 3
b. 1, 3, 4
c. 2, 3, 4
d. 2, 3, 5
e. 3, 4, 5

38. Ketidakseimbangan antara produksi pangan dengan pertambahan penduduk disebabkan


karena, kecuali ……
a. Terbatasnya bibit unggul
b. Adanya gangguan tanaman
c. Penduduk sangat padat dan tidak produktif
d. Masa tunggu panen dari beberapa tanaman relatif lama
e. Tanaman mempunyai jarak waktu tertentu untuk berproduksi

93
39. Pemerintah melakukan upaya diversifikasi pertanian dalam pelaksanaan revolusi hijau untuk
……
a. Peningkatan produksi pertanian dengan cara Pengolahan lahan pertanian secara baik
b. Peningkatkan produksi pertanian dengan cara mengganti tanaman yang sudah ada
c. Peningkatan produksi pertanian dengan cara pemulihan produktivitas pertanian
d. Peningkatan produksi pertanian dengan cara penganekaragaman jenis tanaman
e. Peningkatan produksi pertanian dengan cara perluasan lahan pertanian

40. Salah satu dampak positif dari perkembangan industrialisasi adalah ….


a. Terciptanya stabilitas nasional
b. Tercapainya swasembada beras
c. Terciptanya efektifitas dan efisiensi kerja
d. Menurunnya angka kematian penduduk usia kerja
e. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan hasil industri
41. Salah satu penyebab krisis ekonomi di Indonesia yang sudah mulai terasa sejak tahun 1997 
yaitu ….
a. Timbul KKN di dalam pemerintahan
b. Pengusaha asing mendapat perlakuan istimewa
c. Nilai mata uang Indonesia melemah dari dolar Amerika Serikat
d. Adanya dominasi dari kaum intelektual dalam birokrasi pemerintahan
e. Utang luar negeri Indonesia dapat terbayar dengan sangat mudah sebelum jatuh tempo
42. Penggunaan sistem sentralisasi dalam pemerintahan akan menyebabkan ….
a. Menjadikan pendukung pemerintah warga kelas satu
b. Pemerintah pusat mengendalikan seluruh aspek kehidupan
c. Daerah memiliki otonomi untuk mengurus wilayahnya sendiri
d. Rakyat hidup tentram karena gejolak dalam masyarakat dapat diredam
e. Orang yang berseberangan dengan pemerintah mendapat kedudukan tinggi

43. Salah satu penyebab terjadinya krisis politik di Indonesia adalah ……


a. Pemerintah melakukan tekanan politik terhadap oposisi
b. Adanya demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa
c. Pemerintah tidak memperhatikan rakyat
d. Terjadi pertikaian antar fraksi di DPR
e. Adanya penegakan hokum

44. Tujuan pokok dari Gerakan Reformasi di Indonesia pada tahun 1998 adalah ….
a. Memberdayakan lembaga tinggi negara seperti DPR untuk lebih peduli kepada
kepentingan pengusaha
b. Memperbaharui seluruh tatanan kehidupan agar sejalan dengan tuntutan keadilan dalam
masyarakat
c. Mengembalikan harta kekayaan para pejabat Orde baru yang korupsi kepada rakyat
d. Mengembalikan fungsi kontrol masyarakat terhadap rezim Orde Lama
e. Menurunkan Presiden Suharto dari jabatannya sebagai Presiden RI

45. Presiden Suharto menyatakan mengundurkan diri sebagai presiden pada tanggal ….
a. 18 Mei 1998
b. 19 Mei 1998
c. 20 Mei 1998
d. 21 Mei 1998
e. 22 Mei 1998

46. Pengangkatan Habibie sebagai Presiden RI inkonstitusional disebabkan karena ……


a. Pengangkatan dan pelantikannya dilakukan di depan MPR/DPR
b. Hanya disaksikan oleh para pejabat Mahkamah Agung
c. Berdasarkan ketentuan pasal 8 UUD 1945
d. Berdasarkan penunjukkan Suharto
e. Tidak melalui Pemilihan umum

47. Kebijakan yang dilakukan oleh Presiden Megawati adalah ……


a. Upaya perbaikan ekonomi
b. Mengurangi subsidi BBM
c. Membentuk Kabinet Persatuan Nasional

94
d. Melakukan Privatisasi terhadap BUMN
e. Melakukan penjadwalan pembayaran utang luar negeri

48. Alasan MPR mengadakan Sidang Istimewa 23 Juli 2001 pada masa Presiden Abdurrahman
Wahid karena ..
a. Presiden dinilai melakukan tindak pidana
b. Presiden dinilai melanggar aturan protokuler kenegaraan
c. Presiden dinilai menyalahi aturan rumah tangga kepresidenan
d. Presiden dinilai tidak menanggapi memorandum yang dikirimkan DPR
e. Presiden dinilai melanggar konstitusi yang dapat membahayakan keselamatan Negara

49. Dampak positif dari adanya otonomi daerah yaitu ……


a. Adanya fenomena pemisahan diri dari NKRI
b. Kekayaan hasil bumi yang ada di daerah adalah miliki daerah saja
c. Pengelolan wilayah guna meningkatkan kesejahteraan rakyat di daerah
d. Pekerjaan diperoleh berdasarkan status sebagai putra daerah atau tidak
e. Pemberian wewenang untuk memerintah dan berkuasa di tingkat daerah

50. Dampak negatif dari perjalanan reformasi yang berlangsung dari tahun 1998 sampai 2004
adalah ……..
a. Demokrasi mulai ditegakkan
b. Era transparansi mulai ditegakkan
c. Korupsi telah mulai mendapat perhatian
d. Rakyat terjebak dalam euphoria kebebasan
e. Persoalan hak asasi manusia mulai ditegakkan

95

Anda mungkin juga menyukai