Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Nurhayati Inayatul Maula
1110114000023
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
karena berkah, rahmat, serta kehadirat-NYA skripsi ini dapat diselesaikan dengan
Sosial dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri
2. Ibu Athiqah Nur Alami, M.A, selaku pembimbing skripsi yang telah bersedia
vi
pengetahuan selama penulis kuliah sehingga mampu menyelesaikan skripsi
ini.
4. Kedua orang tua tercinta dan kaka tersayang yang tak pernah letih
memberikan bantuan moril maupun materil serta doa yang tidak pernah putus
berlangsung.
Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih jauh dari
dimiliki penulis. Oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan hati menerima
kritik dan saran yang dapat membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir
kata, skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
Penulis
vii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ............................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 7
D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 8
E. Kerangka Teoritis ................................................................. 13
F. Metode Penelitian.................................................................. 20
G. Sitematika Penulisan ............................................................. 22
viii
BAB III PERAN DAN TANTANGAN UNICEF DALAM MENANGANI
KASUS PERNIKAHAN ANAK DI INDIA (2010-2012)
A. Tinjauan Umum mengenai United Nations Children’s Fund
UNICEF ............................................................................... 55
B. Peran UNICEF di India ........................................................ 60
C. Efektifitas Peran UNICEF dalam menangani Kasus
Pernikahan Anak di India ..................................................... 74
D. Tantangan dan Peluang yang dihadapi UNICEF dalam
menangani Kasus Pernikahan Anak di India ....................... 82
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................... 87
B. Saran ..................................................................................... 90
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR SINGKATAN
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
pelanggaran hak asasi anak. Anak dengan usia di bawah 18 tahun masih belum
pantas dinikahi dan belum dapat memenuhi persyaratan untuk menikah baik
secara fisik maupun moral. Umumnya, seorang anak yang memiliki usia kurang
dari 18 tahun masih dianggap belum mampu memberikan persetujuan secara sadar
terhadap berbagai hal yang dianggap penting untuk pilihannya. Di usia yang bisa
dibilang masih sangat dini yakni kurang dari 18 tahun, mereka seharusnya duduk
di bangku sekolah dengan gelar ‘pelajar’ bukan dengan gelar ‘istri’ atau ‘suami’. 1
2009, angka pernikahan anak berkisar 46,8% terjadi di Asia Selatan, 37,3%
1
Sagade, Jaya, “Child Marriage in India: Socio-legal and Human Rights Dimensions”, Oxford
University Press, New Delhi:2005, Hal: 12
2
Statistics and Monitoring Section, Division of Policy and Strategy, UNICEF, January 2013.
1
17,6% terdapat di Asia Timur dan Pasifik, dan 17,4% terdapat di Timur Tengah
nomor dua terbesar di dunia yakni berkisar 40%.4 Dalam hasil penelitian UNICEF
India pada tahun 2008, angka kejadian pernikahan anak berusia 15 tahun berkisar
43%, sedangkan yang menikah di saat usia tepat 18 tahun sekitar 54%. Sekitar
13.000 anak perempuan di India menikah setiap harinya, sehingga tercatat total
anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun lebih dari 23.000.000.5
yang tak ternilai harganya. Anak perempuan dinilai dapat mengangkat kondisi
Mereka tidak peduli dengan konsekuensi yang harus diterima oleh anak mereka
yang masih di bawah umur. Bahkan, para orang tua di Bihar-India berfikir bahwa
pendidikan untuk anak perempuan tidak terlalu penting. Mereka percaya bahwa
setiap anak perempuan yang telah menikah di bawah umur akan memperbaiki
anak berada pada keluarga dan masyarakat. Keluarga di India umumnya bersifat
patriakal dan memiliki ikatan keluarga yang kuat dalam menjaga anak-anak
3
Statistics and Monitoring Section, Division of Policy and Strategy, UNICEF, January 2013.
4
Eddy Fadlyana, Shinta Larasaty, “Early marriage and its Issues”,
Jurnal Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri, Agustus 2009. Hal: 27
5
UNICEF, Child Marriage in India – An analysis of available data, (2012), India,
http://www.unicef.in/documents/childmarriage.pdf. Diakses pada 15 Juni 2014
6
Ibid
2
dengan baik. Akan tetapi, mereka belum memiliki kesadaran bahwa anak adalah
hak-hak dasar anak-anak. Dampak yang ditimbulkan dari pernikahan di usia dini
ini juga beresiko bagi sang anak, baik dari sisi psikologi, kesehatan, pendidikan
Bihar dan Jharkhand menemukan bahwa kasus penyiksaan anak lebih sering
terjadi pada anak yang menikah diusia kurang dari 18 tahun. Mereka juga sering
sang anak lebih rentan terjangkit HIV/AIDS dan penyakit seksual lainnya. Selain
itu anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun dua kali lebih beresiko
diusia 20-25 tahun. Hasil dari penelitian UNFPA tahun 2010 menemukan angka
66.6% pada anak perempuan berusia kurang dari 18 tahun yang mengalami
Pernikahan anak ini juga tidak jarang terkait dengan perdagangan anak.
anak (istri) untuk dijadikan pekerja seks anak (pelacuran anak) atau perburuhan.8
Di Iran, misalnya, tidak jarang orang tua yang menikahi anak mereka dengan laki-
7
ibid
8
Basham, A. L, “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian
Sub-Continent before the coming of the Muslims”, Macmillan Publishers. 3rd Edition, New Delhi,
2001, Hal: 165-168
3
laki yang jauh lebih tua kemudian anak mereka “diperdagangkan” dan orang tua
mengatasi segala sesuatu yang melanggar hak asasi anak khususnya mengatasi
yang membantu masalah anak-anak diseluruh dunia, baik yang berkaitan dengan
anak.
kantor pembantu yang berpusat di New Delhi dan 14 kantor UNICEF India
anak dapat mengakses layanan dasar seperti air bersih, layanan kesehatan dan
fasilitas pendidikan. Pada saat yang sama UNICEF juga meninjau langsung ke
keluarga untuk membantu mereka dalam memahami apa yang harus mereka
9
USAID, “Ending Child Marriage and Meeting the Needs of Married Children: the USAID Vision
for Action”, Oktober 2012, hal: 3.
http://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/2155/Child_Marriage_Vision_Factsheet.pdf.
Diakses pada 26 September 2013
10
UNICEF. (2007), Child National Report on “A World Fit for Children”,
http://www.unicef.org/worldfitforchildren/files/India_WFFC5_Report.pdf, Diakses pada tanggal
29 September 2013
4
lakukan untuk memastikan anak-anak mereka berkembang. Dalam menangani
masalah pada anak, UNICEF menjalin kemitraan dengan badan-badan PBB yang
dan donor.
setiap anak yang lahir di India mendapatkan awal yang terbaik dalam hidup,
India untuk melindungi semua hak anak di India, ini berarti hak untuk setiap anak
yang tinggal di India. Program bantuan yang diberikan oleh UNICEF berkaitan
erat dengan hak anak seperti layanan kesehatan, layanan pendidikan, program
Oleh karena itu, Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran UNICEF
dalam menangani kasus pernikahan di bawah umur di India dan seberapa efektif
peran UNICEF tersebut. Data yang digunakan pada penelitian ini di ambil dari
tahun 2010 hinga 2012, hal ini dikarenakan adanya peningkatan peran maupun
program yang dibentuk oleh UNICEF. Kemudian, terjadi penurunan pada angka
11
UNICEF, “In India, children’s vulnerabilities and exposure to violations of their rights remain
spread and multiple in nature”,
http://www.unicef.org/india/children_2360.htm, diakses pada tanggal 29 September 2013
12
ibid
5
dirumuskan sebuah analisa yang efektif dan tepat sasaran dalam menganalisa
B.Pertanyaan Penelitian
berlangsung dan hal ini merefleksikan perlindungan hak asasi kelompok usia
muda yang terabaikan. Peraturan seperti The Prohibition of Child Marriage Act,
2006 (PCMA, 2006) seringkali tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat
Peningkatan yang terus terjadi pada kasus pernikahan di bawah umur 18 tahun di
India ini membuat kekhawatiran sendiri bagi masa depan anak di India.
luas bahwa pernikahan anak berkaitan dengan tradisi dan budaya, sehingga sulit
untuk dirubah.14
13
UNPFA(2005) , “Child marriage fact sheet,
http://www.unfpa.org/swp/2005/presskit/factsheets/facts_child_marriage.htm, Diakses pada
tanggal 7 Oktober 2013 Pukul 15.02 WIB
14
UNICEF (2006), ” Early marriage: a harmful traditional practice, a statistical exploration.”,
http://www.unicef.org/earlychildhood/files/Guide_to_GC7.pdf, diakses pada tanggal 7 Oktober
Pukul 15.17 WIB
6
Berangkat dari kasus tersebut, penelitian ini akan difokuskan untuk menjawab
India.
di India
India
India
kasus pelanggaran hak asasi anak yang perlu diperhatikan. Oleh sebab itu,
penelitian ini diharapkan dapat lebih memaparkan tantangan yang dihadapi oleh
7
Adapun manfaat yang diberikan dari penelitian ini sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
b. Manfaat Praktis
2. Dapat dijadikan informasi bagi phiak terkait dengan masalah yang diteliti
D. Tinjauan Pustaka
penelitian. Sumber pertama berasal dari skripsi yang ditulis oleh Widia Noviyanti,
Universitas Indonesia. Untuk memenuhi gelar S1, Juli 2013 yang berjudul:
Tren dan Dampak Pernikahan Dini di Indonesia”. Skripsi ini meneliti tentang
anak paling sering terjadi pada populasi dengan status ekonomi terendah.
8
Persentase pernikahan dini di Chad dan Republik Afrika Tengah berturut-turut
sebesar 71% dan 57%. Perbedaan angka lebih sedikit pada populasi terkaya yaitu
75% di Chad dan 55% di Republik Afrika Tengah, sedangkan populasi termiskin
sebanyak 66% di Chad dan 53% di Afrika Tengah (UNICEF, 2005). Berdasarkan
data UNICEF tahun 2012, kasus pernikahan dini yang terjadi di Indonesia antara
tahun 2000-2010, terdapat 4% dari perempuan berusia 20-24 tahun yang menikah
dini yang terjadi pada remaja, sering berujung pada ketidakstabilan rumah tangga
terdapat hubungan antara status ekonomi dengan kejadian pernikahan dini. Hal ini
terjadi karena pada keluarga dengan status ekonomi rendah, orangtua mereka
itu, perempuan yang berasal dari keluarga dengan ekonomi rendah sebagian besar
memiliki pendidikan yang rendah. Tidak sedikit dari mereka putus sekolah atau
tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena tidak mampu
membayar sekolah atau ingin segera bekerja untuk membantu orang tua.
Sumber kedua berasal dari skripsi yang ditulis oleh Eka Octavia: Fakultas
9
Komputer Indonesia, 2009. Untuk memenuhi gelar S1 yang berjudul: “Peranan
komersial anak di India”. Skripsi ini meneliti tentang UNICEF (United Nation
Children’s Fund) yang termasuk dalam IGO, terbentuk pada tanggal 11 Desember
1946 untuk melindungi jiwa anak-anak dan mengatur segala hal mengenai
besar di New York, melihat kenyataan dan tindakan yang telah terjadi terhadap
khususnya hak anak dan hal tersebut harus secepat mungkin ditekan agar
anak-anak di dunia. Peranan UNICEF terhadap pekerja seks anak di India sangat
membantu bagi pemerintah India dalam mengatasi pekerja seks anak, pengaruh
UNICEF secara nyata memberi dukungan kepada kebijakan yang dibuat oleh
Sumber ketiga berasal dari buku yang ditulis oleh A.L. Basham, Professor
New Delhi, 2001, yang berjudul: “The Wonder that was India: A Survey of the
History and Culture of the Indian sub-continent before the coming of the
Sebagai seorang gadis kecil dia berada dibawah aturan orang tuanya, sebagai
wanita dewasa, dia mengabdi pada suaminya, menjadi ibu dari anak-anaknya, dan
sebagai seorang janda. Seorang suami memiliki hak penuh terhadap hak istrinya,
10
dia bisa menjual istrinya dalam terhimpit, dan seorang suami bisa mengendalikan
isterinya untuk kepentingan pribadi, dan jika isterinya meninggal, suami dapat
melakukan hal yang sama kepada anak perempuannya bukan kepada anak laki-
lakinya. Pada umumnya wanita tidak dapat memilih tujuan hidup. Perempuan
hanya ditakdirkan untuk menikah, kemudian merawat suami dan anak. Seorang
istri harus memiliki inisiatif dalam rumah tangga. Tugas utamanya, adalah
suaminya, bangun tidur sebelum suaminya terbangun, makan dan tidur setelah
perempuan tidak virgin sebelum menikah maka tidak ada laki-laki yang mau
menikahi perempuan itu. Orang tua perempuan memiliki suatu pilihan untuk
menghukum dan mengusir puteri mereka yang tidak virgin sebelum menikah,
Sumber keempat berasal dari buku yang dituliskan oleh Jaya Sagade, New
Delhi, 2005, yang berjudul “Child Marriage in India: Socio-legal and Human
khususnya hak asasi anak, hak tersebut seperti: hak atas kesehatan, mendapatkan
pendidikan, kesetaraan, kebebasan dan keamanan pribadi dan tentu saja hak untuk
memilih pasangan. Buku ini terfokus pada dampak dari pernikahan anak seperti
11
pada kesehatan dan perkembangan anak-anak perempuan. Ini menunjukkan
kesehatan, dan pendidikan di kalangan wanita. Buku ini juga berisi kritik kuat dari
negara hukum, dan kurangnya kepekaan gender yang melekat dalam ketentuan
seorang wanita memiliki kasta yang sama. Kedua, Daiva, adalah pernikahan
Arsa, merupakan pernikahan dimana pernikahan yang sesuai dengan dowry dan
ada harga pengantin yang diukur oleh harga seekor sapi atau banteng. Keempat,
dowry dan tanpa harga banding. Kelima, Gandharva, merupakan pernikahan yang
harus diadakan dengan dua kali perayaan atas persetujuan kedua belah pihak.
Paisaca, pernikahan yang terjadi karena rayuan seorang dalam keadaan tidak
Dari beberapa skripsi dan buku yang tercantum diatas, terdapat persamaan
dan perbedaan dengan skripsi yang akan ditulis. Dilihat dari persamaannya, dari
beberapa sumber diatas dengan skripsi yang saya tulis sama-sama menjelaskan
12
membahas mengenai kasus pelanggaran hak asasi anak. Sedangkan apabila dilihat
dari perbedaan antara beberapa skripsi dan buku diatas dengan skripsi yang saya
tulis, yaitu: Skripsi yang saya tulis lebih fokus kepada peran UNICEF dalam
peran UNICEF dalam menangani kasus pernikahan anak di India. Selain itu
beberapa sumber diatas tidak fokus kepada peran UNICEF dalam menangani
E. Kerangka Teoritis
1. Pernikahan Anak
formal maupun adat dimana salah satu atau kedua pasangannya berada di
15
UNFPA. “Child Mariage”. 2010. http://www.unfpa.org/child-marriage. Diakses pada 26
September 2013
13
keturunan dan pernikahan anak ini dapat membantu hubungan ekonomi,
berbagai hal yang dianggap penting untuk pilihannya. Diusia yang masih
sangat dini, mereka seharusnya duduk dibangku sekolah dan masih terlalu
sifatnya memaksa dan telah terjadi diseluruh daerah, budaya dan agama.
suatu sistem yang tetap yang tugasnya adalah untuk mencapai tujuan
16
UNICEF, “Child Marriage and the Law”, 2008. Hal: 23.
http://www.unicef.org/policyanalysis/files/Child_Marriage_and_the_Law%281%29.pdf. Diakses
pada 26 September 2013
17
USAID, “Ending Child Marriage and Meeting the Needs of Married Children: the USAID
Vision for Action”, Oktober 2012, hal: 3.
http://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/2155/Child_Marriage_Vision_Factsheet.pdf.
Diakses pada 26 September 2013
18
Virally, M, “Definition and Clasification of International Organization: A Legal Approach”,
London. 2007, hal: 58
14
beranggotakan negara karena itu disebut juga sebagai organisasi antar
badan atau lembaga swasta diberbagai negara karena itu disebut sebagai
terdiri dari dua atau lebih negara yang berdaulat. Hal ini dimaksudkan agar
19
Sumaryo, Suryokusumo, “Pengantar Hukum Organisasi Internasional”, Jakarta: Tatanusa, Juli
2007, hal: 3-5
20
Archer, Clive, “International Organization”, London: 1983.
21
Ibid
15
Menurut Archer peranan organisasi internasional dapat dibagi
ataupun masalah dalam wilayah negara lain dengan tujuan untuk mendapat
22
Archer, Clive, “International Organization”, London: 1983. hal: 130-147
23
Barkin, J. Samuel, International Organization: Theories and Institutions, New York: 2006, hal:
54-56
16
3. Pendekatan Rezim dan Neofungsional dalam Teori Organisasi
Internasional
24
Barkin, J. Samuel, International Organization: Theories and Institutions, New York: 2006, hal:
27-56
25
ibid
17
merupakan sebuah pendekatan yang melihat sebuah pendekatan yang
melihat suatu organisasi internasional secara internal atau apa yang terjadi
menjadi awal dari pendekatan rezim yang berkembang pada tahun 1960an.
26
Barkin, J. Samuel, International Organization: Theories and Institutions, New York, 2006, hal:
27-56
18
dalam suatu struktur kelembagaan dan organisasi yang ada, bukan pada
pendekatan ini lebih melihat aturan dan prosedur yang dibuat oleh
internasional itu sendiri, selain itu melihat sejauh mana organisasi tersebut
menjaga aturan dan prosedur yang mereka buat dan memiliki perbedaan
Melihat isu yang akan dibahas yakni peran UNICEF dalam kasus
bidangnya di suatu negara, serta mengetahui apa saja yang dihasilkan oleh
27
Ibid, hal: 54-56
19
pernikahan anak dan mengurangi angka pernikahan anak di India, dan
melihat kerja sama suatu organisasi internasional dengan suatu negara dan
dalam pendekatan ini organisasi internasional tidak melihat hanya pada isu
kasus pernikahan anak dan melihat relasi atau kerjasama antara UNICEF
F. Metode Penelitian
28
Suharsimi Arikunto, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik” (Jakarta: Bina Aksara
1989), hal 11
20
memperdalam pengetahuan mengenai gejala itu dengan maksud untuk
menghimpun data, info, atau fakta yang berhubungan dan relevan dengan
langsung ke negara India dan penulis kesulitan dalam mencari data per daerah
di India. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan analisa data sekunder
data melalui internet. Teknik pengumpulan data melalui studi dokumen atau
UNICEF India, dan Kemeterian Luar Negeri Republik Indonesia dan penulis
29
Husaini Usman dan Purnomo Setiady Akbar, “Metode Penelitian Sosial”, PT. Bumi Aksara,
hal.4
21
Universitas Prof. DR. Moestopo Beragama (UPDMB), Freedom Library, dan
diperoleh dijadikan fondasi dasar dan alat utama bagi praktek penelitian di
tengah lapangan.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan terdiri dari empat bab, setiap bab terdiri dari sub bab yang
BAB I: Pendahuluan
Pada bab II ini terdiri dari empat sub bab. Sub bab pertama, penulis
akan membahas mengenai isu pernikahan anak di India. Sub bab kedua,
22
BAB III: Peran dan Tantangan UNICEF dalam Menangani Kasus
Pada bab III merupakan bab analisa yang terdiri dari empat sub
bab. Sub bab pertama, penulis akan membahas mengenai tinjauan umum
dan saran.
23
BAB II
PERNIKAHAN ANAK DI INDIA
dengan jumlah 1.270.272.105 jiwa.1 India muncul sebagai kekuatan ekonomi baru
di dunia pada tahun 1990-an.2 Semenjak diakui sebagai kekuatan ekonomi baru,
yang dapat dikatakan tumbuh dengan cepat. Akan tetapi, dibalik kesuksesan India
memiliki catatan panjang atas pelanggaran Hak Asasi Manusia terhadap anak dan
budaya, tradisi atau agama seperti pernikahan anak, keterbatasan akses terhadap
sumber ekonomi dan perdagangan manusia, India menjadi negara nomor empat
yang paling berbahaya bagi anak perempuan dan wanita pada kategori praktek
1
“India’s Population in 2014”. http://www.indiaonlinepages.com/population/india-current-
population.html, disunting pada: Jumat, 13 Juni 2014. 16.42
2
OHCHR, “Child Marriage in India: An insight into Law and Policy”. December 2013. Hal: 13.
http://www.ohchr.org/do
cuments/issues/women/wrgs/forcedmarriage/ngo/theredelephantfoundation.pdf. Diakses pada: 13
Juni 2014.
3
Ibid.
24
tahun.4 Pernikahan anak di India telah telah terjadi semenjak abad pertengahan
dan dipengaruhi dengan budaya kasta yang ada di India. Dengan berjalannya
waktu, pernikahan anak dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak anak, karena
jika anak dinikahkan dibawa umur, maka beberapa hak anak akan terhambat atau
mendapatkan pelayanan kesehatan, hak atas perlindungan hukum, dan hak untuk
tumbuh dan berkembang. Mayoritas yang menjadi korban dari pernikahan anak
ini adalah anak perempuan. Pengantin anak seringkali harus menghadapi putus
sekolah, resiko awal kehamilan dan mengalami kekerasan. Pada tahun 2007
ini.5 Hal ini memiliki dampak cukup besar tidak hanya pada anak-anak sebagai
individu, tetapi juga pada keluarga, masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.
Mayoritas anak perempuan yang menikah di usia dini tidak diperbolehkan untuk
negara yang memiliki jumlah angka pernikahan anak nomor dua terbesar didunia
yakni 40% atau sekitar 23.000.000 kasus pernikahan anak. Penelitian UNICEF
India pada tahun 2008, menemukan bahwa angka kejadian pernikahan anak
berusia 15 tahun berkisar 29%, sedangkan yang menikah di saat usia tepat 18
4
Ministry of Law and Justice. “The Prohoibition of Child Marriage Act, 2006”.
http://wcd.nic.in/cma2006.pdf. Diakses pada 15 Juni 2014
5
Ministry Of Women and Child Development, ”National Strategy Document on Prevention of
Child Marriage”, 2013, Hal: 1. http://wcd.nic.in/childwelfare/Strategychildmarrige.pdf. Diakses
pada 15 Juni
25
tahun sekitar 28% dan hampir setengah (43%) perempuan India berusia 20-24
tahun menikah saat mereka masih berusia di bawah 18 tahun. Adapun daerah-
daerah yang memiliki kasus pernikahan anak cukup tinggi di India adalah
Rajasthan, Madhya Pradesh Uttar Pradesh, Bihar, Jharkhand dan Bengal Barat
dengan kisaran angka 59% hingga 68 % atau sekitar 15.000.000 kasus pernikahan
anak. 6
karena berkaitan dengan adat tradisional, agama, dan beberapa masalah sosial di
India. Selain itu, pernikahan anak ini menimbulkan dampak yang cukup parah
karena pernikahan anak ini merupakan kasus pelanggaran hak asasi anak bahkan
anak di India, diantaranya: Adat dan budaya tradisional India, persepsi masyarakat
mengenai keselamatan anak, faktor pendidikan dan faktor ekonomi. Jika dilihat
dari adat dan budaya tradisional India, pernikahan anak di India dilandasi
6
UNICEF, Child Marriage in India – An analysis of available data, (2012), India.
http://www.unicef.in/documents/childmarriage.pdf. Diakses pada 16 Juni 2014
26
memperbanyak garis keturunan dan pernikahan anak ini dapat membantu
hubungan ekonomi, politik dan sosial diantara keluarga mereka. 7 Saat ini di India
khususnya di daerah yang memiliki kasus pernikahan anak cukup besar seperti
Bihar, Rajashtan, Jharkhand, Uttar Pardesh, dan Madya Pardesh, pernikahan anak
sudah menjadi tradisi dan telah disalahgunakan oleh sebagian besar penduduk
rendah oleh kaum laki-laki. Anak perempuan yang belum menikah dianggap
kehormatan keluarganya.8
Selain itu, orang tua di India masih percaya bahwa jika mereka tidak
menikahkan anak mereka sebelum masa pubertas, maka mereka akan berdosa.
Jika anak perempuan mereka belum menikah hingga anak perempuan mereka
mendapat menstruasi maka dosa mereka sama seperti mereka membunuh orang.
Dengan adanya kepercayaan tersebut, maka orang tua memilih untuk menikahi
7
Basham, A. L, “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian
Sub-Continent before the coming of the Muslims”, Macmillan Publishers. 3rd Edition, 2001, New
Delhi, hal:165
8
UNICEF India. “Child Marriage: Fact Sheet”. November 2011. Hal 2.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. diakses pada 17 Juni
2014
9
Basham, A. L. “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian
Sub-Continent before the coming of the Muslims”.Macmillan Publishers. 3rd Edition. New Delhi,
2001. Hal:159
27
Di Bihar dan Rajashtan, masih banyak orang tua yang berfikir bahwa anak
perempuan itu tidak diharuskan untuk bersekolah, karena anak perempuan akan
menjadi seorang istri dan mematuhi seorang suami dan memiliki anak perempuan
menganggap untuk menikahi anak perempuan mereka dengan cepat tanpa melihat
Saat ini masih ada praktek-praktek pelanggaran hak wanita yang masih
terjadi, terutama dikarenakan tradisi dan budaya masyarakat India yang sudah
berakar sejak lama dan yang masih berlangsung sampai sekarang. Salah satunya
adalah budaya “Bride Price” atau Dowry, yang menimbulkan efek negatif
kepada pihak pengantin laki-laki ketika menikahkan anaknya, dowry bisa berupa
semakin tinggi status sosial dan pendidikan dari calon pengantin laki-laki, maka
Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Sonia Dalmia dan Pareena G.
Lawrence, Dowry merupakan hadiah dan tanda bukti kasih sayang dari orang tua
10
Ministry of Women and Child Development Government of Orissa, “State Plan of Action of
Childre,. 2009-2012”. http://www.wcdorissa.gov.in/download/StatePlanAction.pdf. Diakses pada
17 Juni 2014
11
Basham, A. L, “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian
Sub-Continent before the coming of the Muslims”.Macmillan Publishers. 3rd Edition, 2001, New
Delhi, hal: 165-168
12
Ibid.
28
terhadap anak perempuannya ketika memasuki pernikahan. Hadiah itu diberikan
melalui dowry tersebut. Sehingga dowry ini dianggap sebagai kompensasi, karena
anak perempuan tidak mendapatkan hak waris seperti anak laki-laki.13 Akan
tetapi, pandangan tersebut berubah dengan didukung adanya hubungan yang kuat
antara status hirarki dan jumlah dowry dari keluarga wanita kepada pihak laki-
laki, pengantin laki-laki yang berasal dari kasta yang lebih tinggi akan menerima
jumlah dowry yang tinggi pula dibanding dowry bagi pengantin laki-laki dari
kasta yang lebih rendah.14 Seringkali permintaan keluarga pengantin laki-laki ini
tidak berhenti saat awal pernikahan, namun terus berlanjut ketika anak-anak
diminta oleh pihak keluarga laki-laki jika ingin anak mereka diperlakukan dengan
India. Jika pada empat abad yang lalu sistem dowry hanya dijalankan di kalangan
tertentu seperti umat Hindu yaitu pada kelompok kasta kelas atas. Saat ini, tradisi
dowry telah menyebar ke dalam kalangan kelas menengah dan bawah masyarakat
Hindu, Kristen dan Muslim di India. Di India bagian utara, masyarakat muslim
13
Sonia Dalmia dan Pareena G. Lawrence. “The Institutions of Dowry in India : Why it Continues
to Prevail. The Jounal of Developing Areas”. Vol.38 No.2. 2005.
14
Sonia Dalmia dan Pareena G. Lawrence. “The Institutions of Dowry in India : Why it Continues
to Prevai”l. The Jounal of Developing Areas. Vol.38 No.2. 2005.
15
Ibid
29
mulai mempraktekkan dowry sejak puluhan tahun yang lalu.16 Karena adanya
sistem dowry inilah anak perempuan dianggap sebagai beban bagi keluarga,
adanya sistem dowry ini para orang tua memilih untuk menikahkan putri mereka
Selain budaya dowry, sejak usia dini, anak-anak diajari tentang peran dan
dibandingkan perempuan dan peran perempuan hanya sebagai alat reproduksi atau
penghasil keturunan. Tradisi ini diperkuat dengan adanya sistem kasta dan
kepercayaan kepada dewa-dewa dan roh yang dianggap berperan penting dan tak
terpisahkan dari kehidupan mereka. Di India memiliki empat sistem kasta yaitu
Brahamana yang terdiri golongan tertinggi seperti para ulama atau pendeta-
pendeta, Kesatria yang terdiri dari golongan bangsawan dan tentara, Waisha yang
terdiri dari golongan pedagang dan petani dan Sudra yang terdiri golongan biasa
Setiap kasta di India mengajarkan bahwa hanya pria lah yang lebih
bernilai dan dominan di keluarga India. Mereka bertindak sebagai kepala rumah
16
Basham, A. L, “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian
Sub-Continent before the coming of the Muslims”.Macmillan Publishers. 3rd Edition, 2001, New
Delhi, hal:165-168
17
ibid
18
Basham, A. L, “The Wonder That Was India: A Survey of the History and Culture of the Indian
Sub-Continent before the coming of the Muslims”.Macmillan Publishers. 3rd Edition, 2001, New
Delhi, hal:165-168
19
Bidner, Chris and Eswaran, Mukesh. “A Gender-Based Theory of the Origin of the Caste System
of India”. New Delhi. 2 Des 2012. Hal: 5.
30
mengenai kedudukan pria, sistem kasta juga memiliki aturan lain seperti
Dari keempat kasta hanya tiga yang masih memiliki peraturan yang masih
memiliki kasta yang sama dan memiliki perbedaan usia 12 tahun lebih muda.20
Hal tersebut yang mendorong para orang tua menikahkan anak perempuan mereka
dengan seorang laki-laki yang usianya jauh lebih dewasa dan memiliki kesamaan
kasta dengan anak perempuan mereka. Kasta sendiri memiliki pengaruh pada
sistem dowry, karena semakin besar kelas kasta semakin tinggi pula jumlah dowry
31
ICRW tahun 2011 menyatakan banyak orang tua di India sering merasa khawatir
diusia dini mereka merasa dapat menjaga virginitas anak perempuan mereka.22
kekayaan dalam keluarga antar kelas sosial-ekonomi yang lebih tinggi. Beberapa
keluarga yang sangat kaya, mempunyai kecenderungan dan juga terdorong oleh
keluarga mereka, dan dengan status kekayaan keluarga. Hal ini membuat mereka
lebih diam dirumah atau mengontrol kebutuhan rumah tangga, sedangkan laki-laki
sifatnya bekerja diluar dan mencari uang. Hal ini menjadi salah satu penyebab
maka perempuan tidak memiliki hak atau tidak bisa mengambil keputusan dan
22
USAID, “Ending Child Marriage and Meeting the Needs of Married Children: the USAID
Vision for Action”, Oktober 2012, hal: 3.
http://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/2155/Child_Marriage_Vision_Factsheet.pdf.
Diakses pada 19 Juni 2014
23
OHCHR, “Child Marriage in India: An insight into Law and Policy”, December 2013. hal: 13.
http://www.ohchr.org/documents/issues/women/wrgs/forcedmarriage/ngo/theredelephantfoundatio
n.pdf. Diakses pada: 13 Juni 2014.
24
Solidarity for the Children of SAARC, “Child Marriage in South Asia: Realities, Responses and
The Way Forward”, 2013. hal: 5.
https://www.icrw.org/files/publications/Child_marriage_paper%20in%20South%20Asia.2013.pdf.
Diakses pada 19 Juni 2014
32
tidak bisa bernegosiasi mengenai pendidikan, pekerjaan, masalah keluarga, dan
yang diberikan kepadanya. Hal tersebut yang mendorong orang tua untuk
menikahkan anak perempuan mereka saat usia mereka masih sangat dini. Untuk
dikarenakan anak laki-laki tidak terbebani oleh sistem dowry dan anak laki-laki
tidak memiliki resiko yang dimiliki oleh perempuan. Di India, memiliki anak
perempuan akan menghabiskan dana yang cukup besar untuk kebutuhan hidupnya
pernikahan anak di India. Rata-rata, anak yang memiliki pendidikan yang cukup
tinggi biasanya menikah diusia lanjut atau diatas 18 tahun.26 Berdasarkan data
dari National Family Health Survey (NFHS India), 40% anak perempuan yang
memiliki pendidikan tinggi di India menikah diusia 20-24 tahun.27 Hal ini
25
Davis, A., Postles, C. and Rosa, G,. “A girl’s Right to Say No to Marriage: Working to end
Child Marriage and Keep Girls in School”, Plan International, 2013.
http://www.planbelgie.be/sites/default/files/user_uploads/a_girls_right_to_learn_without_fear._wo
rking_to_end_gender-based_violence_at_school_plan_international_-_engelstalig.pdf. Diakses
pada 21 Juni 2014
26
Solidarity for the Children of SAARC, “Child Marriage in South Asia: Realities, Responses and
The Way Forward”, 2013, hal: 5.
https://www.icrw.org/files/publications/Child_marriage_paper%20in%20South%20Asia.2013.pdf.
Diakses pada 19 Juni 2014
27
Marcy Hersh, Sunayana Walia and Priya Nanda, ”Solution Exchange for the Gender Community
Discussion Summary”, International Center for Research on Women (ICRW), New Delhi, Januari
2010. http://www.unicef.org/india/cr-se-gen-25110901-public.pdf. Diakses pada 21 Juni 2014
33
mengindikasikan bahwa seorang anak yang memiliki pendidikan yang lebih
Tingkat pendidikan yang rendah pada orang tua dan minimnya akses ke
sekolah dengan jarak yang cukup jauh yaitu 10 kilometer, khususnya di daerah
pelaku pernikahan dini. Hasil studi dari ICRW tahun 2011 di India menemukan
tidak adanya infastruktur yang memadai, kurangnya akses menuju sekolah dan
jarak yang cukup jauh menjadi halangan bagi anak-anak untuk bersekolah.
cukup jauh dan sulitnya trasportasi menuju ke sekolah serta tingginya tingkat
kejahatan di desa membuat para orang tua semakin khawatir untuk mengirim anak
mereka kesekolah tersebut.28 Hal tersebut juga dirasakan di daerah Andra Pardesh,
berdasarkan DLHS-3 tahun 2010, terdapat hanya 31% anak yang tetap bersekolah
berdasarkan NFHS-3, terdapat 23% anak yang hadir kesekolah.30 Di daerah Bihar,
sekolah saat usi mereka 10 tahun dikarenakan kekhawatiran orang tua mereka.31
28
ICRW and AUSAID, “Child Marriages in Southern Asi: Policy Action for Action”, 2012.
http://www.icrw.org/publications/child-marriage-southern-asia. Diakses pada 21 Juni 2014
29
Report, The District Level Household and facility Survey (DLHS): (Reproductive & Child
Health Project). http://www.rchiips.org/pdf/rch3/report/AP.pdf. Diakses pada: 23 Desember 2014
30
Report, The National Family Health Survey (NFHS): Database that strengthen India’s
demographic and health policies and programs. http://www.rchiips.org/nfhs/raj_state_report.pdf.
Diakses pada 23 Desember 2014
31
Ibid. http://www.rchiips.org/nfhs/NFHS-3%20Data/Bihar_report.pdf Diakses pada 23 Desember
2014
34
Selain beberapa faktor diatas, faktor ekonomi merupakan faktor yang
bawah umur. Hasil penelitian UNICEF tahun 2011 menemukan sekitar 56%
pernikahan anak terjadi didaerah pedesaan India dan 29% pernikahan anak terjadi
pernikahan yang mahal dan ekonomi yang sangat minim serta terbatas maka
setiap keluarga yang memiliki anak perempuan di bawah umur memilih untuk
menikahi anak mereka sebelum masa pubertas dalam acara pernikahan masal
ketergantungan yang tinggi kepada seorang laki-laki atau saudagar kaya untuk
keluarga.34
masih suci, maka dalam pernikahan tersebut pihak laki-laki akan memberikan mas
kawin atau mahar berupa uang atau barang mewah yang akan diberikan langsung
32
UNICEF India, “Child Marriage Fact Sheet”, November 2011.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. diakses pada 17 Juni
2014
33
34
World Bank, “World Development Report on Gender Equality and Development”, 2012, hal:
154.
http://econ.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/EXTDEC/EXTRESEARCH/EXTWDRS/EXT
WDR2012/0,,menuPK:7778074~pagePK:7778278~piPK:7778320~theSitePK:7778063~contentM
DK:22851055,00.html. Diakses pada 24 Juni 2014
35
oleh keluarga anak perempuan dan menjadi hak milik keluarga.35 Pengantin anak
perempuan memiliki harga yang lebih tinggi, hal ini disebabkan usia yang sangat
muda dan dipercaya mampu memberikan kontribusi yang baik untuk suami dan
dhan” atau properti pernikahan, oleh karena itu anak perempuan dinikahkan
Pernikahan anak ini terjadi tidak hanya dikalangan ekonomi rendah tetapi
juga dikalangan ekonomi tinggi. Untuk keluarga kaya, banyak orang tua yang
menikahi anaknya kepada keluarga kaya juga demi menjaga garis warisan dan
Pernikahan anak memiliki dampak yang negatif bagi sang anak sendiri,
baik dari sisi psikologi, kesehatan, dan pendidikan. Secara psikologis, anak yang
menikah di usia dini akan mengalami trauma berkepanjangan, selain itu akan
mengalami krisis percaya diri. Anak juga secara psikologis belum siap untuk
bertanggung jawab dan berperan sebagai isteri atau ibu, sehingga jelas bahwa
35
International Center for Research on Women, “Too Young to Wed”, 2003, hal: 6.
http://www.icrw.org/publications/too-young-wed-0. Diakses pada 22 Juni 2014
36
Ibid, hal: 6
37
OHCHR, “Child Marriage in India: An insight into Law and Policy”, December 2013, hal: 13.
http://www.ohchr.org/documents/issues/women/wrgs/forcedmarriage/ngo/theredelephantfoundatio
n.pdf. Diakses pada: 20 Juni 2014.
36
pernikahan anak menyebabkan imbas negatif terhadap kondisi psikologis serta
kurang dari 17 tahun meningkatkan risiko komplikasi medis, baik pada ibu
maupun pada anak. Kehamilan di usia yang sangat muda ini ternyata berkorelasi
dengan angka kematian dan kesakitan ibu. Faktanya hampir setengah (45%) anak
meninggal pada saat kehamilan dan proses persalinan di usia yang sangat muda.
Di India, anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal
saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara
risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun. Anatomi
tubuh anak belum siap untuk proses mengandung maupun melahirkan, sehingga
Data dari UNFPA India tahun 2006 menemukan bahwa dari 957 penderita
obstetric fistula di India 78% mengalami persalinan diusia 15-21 tahun atau
menikah di usia kurang dari 15 tahun dan penderita obstetric fistula sering
Madhya Pradesh dan Rajasthan.40 berdasarkan data NFHS-3, dari 50.000 hingga
38
UNFPA, “Child Marriage Fact Sheet”, 2005.
http://www.unfpa.org/swp/2005/presskit/factsheets/facts_child_marriage.htm. Diakses pada 23
Juni 2014
39
USAID, “Preventing Child Marriage: Protecting Girls Health”, 2006.
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pdaci387.pdf. Diakses pada 23 Juni 2014
40
UNFPA India, “A Study to identify the occurrence of Obstetric Fistula in India (Report)”. New
Delhi. 2006.
http://www.endfistula.org/webdav/site/endfistula/shared/documents/needs%20assessments/India%
20OF%20Needs%20Assessment.pdf. Diakses pada Jum’at 14 November 2014
37
100.000 anak perempuan yang melahirkan per tahunnya tercatat 22% penderita
obstetric fistula terdapat di Rajasthan, Punjab, dan Uttar Pardesh, 20% terdapat di
Orrisa, Bihar dan Jharkhand, 18% terdapat di Orissa, 18% di Madhya Pradesh.41
kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. Wanita berusia kurang dari 20 tahun
sangat rentan mengalami obstetric fistula. Obstetric fistula ini dapat terjadi pula
meningkatkan risiko penyakit menular seksual dan penularan infeksi HIV. Banyak
anak perempuan yang menikah dini yang berhenti sekolah saat mereka terikat
itu, pernikahan anak ini juga berdampak pada bayi yang dilahirkan, berdasarkan
data dari The State of the Worlds Children Report (SOWC) India 2007, sekitar
41
Report, The National Family Health Survey (NFHS): Database that strengthen India’s
demographic and health policies and programs.
http://www.rchiips.org/nfhs/urban_health_report_for_website_18sep09.pdf. Diakses pada 23
Desember 2014
42
UNFPA India, “A Study to identify the occurrence of Obstetric Fistula in India (Report)”. New
Delhi. 2006.
http://www.endfistula.org/webdav/site/endfistula/shared/documents/needs%20assessments/India%
20OF%20Needs%20Assessment.pdf. Diakses pada Jum’at 14 November 2014
43
IPPF, “Ending Child Marriage: A Guide for Global Policy Action”, 2006.
http://www.unfpa.org/webdav/site/global/shared/documents/publications/2006/endchildmarriage.p
df. Diakses pada 25 Juni 2014
44
Government of India, Press Information Bureau.
http://pib.nic.in/newsite/PrintRelease.aspx?relid=89785. Diakses pada 23 Desember 2014
38
1000 bayi yang lahir per tahunnya 19% bayi yang lahir dari ibu berusia di bawah
Jika dilihat dari sisi pendidikan, dengan adanya pernikahan anak ini maka
anak yang dinikahkan mau tidak mau harus putus sekolah dan mengurus
terdapat lebih dari 60% anak perempuan yang keluar dari sekolah sebelum
dari 18 tahun.46 Semakin dini anak perempuan menikah maka semakin rendah
Biasanya anak yang menghadapi kekerasan dalam rumah tangga ini juga
pekerjaan rumah tangga dengan pengetahuan yang terbatas. Hal itu yang
45
CSR India. “A Study on” Child Marriage in India: Situational Analysis in Three States”.
http://www.csrindia.org/images/download/case-studies/Child-Marriage-Report.pdf. Diunduh pada
Jumat, 14 November 2014
46
UNICEF, Statistics of India (2004), http://www.unicef.org/infobycountry/india_statistics.html.
Diakses pada 15 November 2014
47
UNICEF India, “Child Marriage: Fact Sheet”, November 2011. Hal 1.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. Diakses pada 26
Juni 2014
39
perempuan tidak memiliki daya dan keterampilan untuk negosiasi, maka sering
sekali mereka dipaksa untuk menetap dirumah dan melakukan segala bentuk
pekerjaan rumah tangga dan mengurus anak (bagi yang memiliki anak), dan tidak
bisa bersosialisasi dengan baik sebagaimana biasanya seorang ibu rumah tangga.
Meskipun ada yang berbeda pendapat, tetapi pada kenyataannya pernikahan anak
Pada tahun 2006, tercatat 76% kasus perdagangan anak yang terjadi di
daerah Tamil Nadu, Karnataka, Andhra Pradesh dan Kerala karena dinikahkan secara
dini,49 Dengan menikahi seorang anak maka anak ini akan digunakan untuk
mengambil keuntungan dari anak (istri) untuk dijadikan tanaga seks anak
menjadi korban perdagangan anak yang terjadi akibat pernikahan anak, anak-anak
pekerja seks dan dipaksa menikah dengan pria yang usianya jauh lebih tua.51
48
Shulman, Juliana, “Child Marriage In India”. JShulman@uchicago.edu. Diakses pada 27 Juni
2014
49
2006, National Crime Record Bureau, Govt of India, New Delhi. http://ncrb.gov.in/. Diakses
pada 26 Desember 2014
50
USAID, “Ending Child Marriage and Meeting the Needs of Married Children: the USAID
Vision for Action”, Oktober 2012, hal: 3.
http://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/2155/Child_Marriage_Vision_Factsheet.pdf.
Diakses pada 27 Juni 2014
51
ibid
40
Di Selatan India Perdagangan dan pelacuran anak ini juga didukung
devadasi ini mencari nafkah mereka dengan menyediakan layanan seksual kepada
anggota kuil dan masyarakat yang datang ke kuil.52 Pada tahun 2006 hingga 2010,
tercatat hampir 25.000 anak perempuan yang menjadi korban devadasi terdapat di
daerah Karnataka, Bengal, pada tahun 2007, terdapat 17.000 Jogini di Andhra
yang masih dianut dibeberapa daerah di India selatan, dimana orang tua menikahi
anak perempuannya dengan Tuhan atau roh-roh leluhur mereka dikuil tempat
mereka berdoa untuk dipersembahkan kepada dewa atau roh leluhur mereka,
kemudian sang anak akan menetap di kuil tempat mereka menikah. Biasanya hal
ini terjadi sebelum anak perempuan mereka mencapai masa pubertas. Gadis yang
Dampak terakhir dari kasus pernikahan anak di India ini adalah terjadinya
kasus perceraian dan timbulnya status janda pada anak. Pada tahun 2007, India
memiliki 7.000 kasus perceraian dari pernikahan anak yang tersebar di daerah
Rajasthan, Bengal Barat, Bihar, Jharkhand, Uttar Pardesh, dan Madhya Pardesh.
52
Vanini, Sakti. “Trafficking and HIV, Maharashtra” Trafficking Report. Rajastan 2005. Hal 19
http://shaktivahini.org/wp-content/uploads/2012/03/MharastraTAHA.pdf. Diunduh pada 18
November 2014.
53
Menon, Ramesh. “Devadasi in a role play performance on child marriage”. 26 April 2011
http://www.wunrn.com/news/2011/05_07/05_07_07/051407_india.htm Diunduh pada: 22
Desember 2014
54
Vanini, Sakti. “Trafficking and HIV, Maharashtra” Trafficking Report. Rajastan 2005. Hal 19
http://shaktivahini.org/wp-content/uploads/2012/03/MharastraTAHA.pdf. Diunduh pada 18
November 2014.
41
dibandingkan dengan daerah perkotaan.55 Daerah yang memiliki anak perempuan
berstatus janda terbanyak di India adalah Bengal Barat yakni 74%. 56 Janda-janda
minder dan krisis kepercayaan diri sehingga membatasi ruang lingkup dirinya
sendiri.
sehingga anak setuju untuk menikah dan seringkali merupakan bentuk bakti dan
hormat pada orang tua. Orang tua beranggapan bahwa menikahkan anak mereka
berarti suatu bentuk perlindungan terhadap sang anak, namun hal ini justru
55
Rohit Parihar, “Wedowed Children in India”, 31 Oktober 2008.
http://indiatoday.intoday.in/story/Widowed+children/1/18934.html. Diakses pada 26Desember
2014
56
Suswati Basu, “India’s City of Widow”. Rabu, 30 Juni 2010.
http://www.theguardian.com/commentisfree/2010/jun/30/india-city-widows-discrimination.
Diakses pada 26 Desember 2014
57
UNPFA, “Child marriage fact sheet”, 2005.
http://www.unfpa.org/swp/2005/presskit/factsheets/facts_child_marriage.htm. Diakses pada 29
Juni 2014
42
D. Kebijakan Pemerintah India dalam Menangani kasus Pernikahan Anak
di India
bahwa pernikahan anak telah menjadi tantangan serius, baik sebagai pelanggaran
hak asasi manusia khususnya hak asasi anak dan menghambat perkembangan
masa depan anak. Kebudayaan tradisional India tepatnya pada masa perjuangan
persamaan hak bagi anak perempuan, bahwa tugas pertama pasca kemerdekaan
India adalah untuk menyusun konstitusi kepada masyarakat, tanpa ada perbedaan
atas dasar jenis kelamin. Seruan ini menjadi dasar bagi pemerintah India dalam
menangani kasus pernikahan anak di India. Ada beberapa cara yang telah
anak india untuk lanjut sekolah, dan merubah mindset masyarakat India.59 Adapun
Tabel II.C.1)
58
UNICEF India, “End Child Marriage: Change Perceptions and Beliefs”, 2013. New Delhi, hal:
11. http://unicef.org.np/media-centre/press-releases/2014/08/11/india-commits-to-end-child-
marriage. Diakses pada 29 Juni 2014
59
UNICEF India, “End Child Marriage: Change Perceptions and Beliefs”, 2013. New Delhi, hal:
11. http://unicef.org.np/media-centre/press-releases/2014/08/11/india-commits-to-end-child-
marriage. Diakses pada 29 Juni 2014
43
Tabel. II.C.1. Kebijakan Nasional India dalam menangani kasus pernikahan anak di India
Jika dilihat pada tabel diatas, pada tahun 2005, the National Commission
for Women (NCW) atau Komisi Perempuan Nasional India mengeluarkan Bal
Vivah Virodh Abhiyan atau larangan program pernikahan anak. Program ini
kesadaran akan tingkat dan dampak dari pernikahan anak di India. program ini
44
cukup tinggi seperti; Rajasthan, Bihar, Chhattisgarh, Madhya Pradesh, Jharkhand,
dan Uttar Pradesh. Komisi perempuan India telah menerbitkan sebuah iklan di
anak perempuan di India dan secara tidak langsung dapat meningkatkan target
usia pernikahan.60
warga negara India untuk wajib melakukan pendaftaran bagi semua pernikahan.
Act atau program aksi wajib daftar nikah. Dalam hal ini menyatakan bahwa setiap
mereka telah cukup usia untuk menikah. Dalam proses pendaftaran pernikahan,
di India.62
60
Kumari, Ranjana. Dr, “A Study on Child Marriage in India: Situational Analysis in Three
States”, hal: 18-19. http://www.unodc.org/pdf/india/training_manual_police1.pdf. Diakses pada 28
Juni 2014
61
ibid
62
HAQ: Centre for Child Rights, ”Child Marriage in India: Achievements, Gaps and Challenges”,
New Delhi, India.
45
Pemerintah di Madhya Pradesh, Uttar Pradesh, Haryana dan Bihar dimana
pernikahan anak cukup besar terjadi di daerah tersebut masih belum mengambil
pemerintah pusat sudah mewajibkan bagi semua warga negara India untuk
Child Marriage Act, 2006 (PCMA, 2006) atau Aksi Larangan bagi pernikahan
anak di India. The Prohibition of Child Marriage Act, 2006 (PCMA, 2006) ini
deklarasikan pada 10 Januari 2007 dan mulai berlaku pada tanggal 1 november
2007. Program ini dibuat untuk mengatasi pernikahan anak di India yang semakin
marak.65
2006), pemerintah India sudah membuat The Child Marriage (Restraint) Act,
http://www.ohchr.org/documents/issues/women/wrgs/forcedmarriage/ngo/haqcentreforchildrights1
.pdf. Diakses pada 01 Juli 204
63
Kumari, Ranjana. Dr, “A Study on Child Marriage in India: Situational Analysis in Three
States”, hal: 17-18. http://www.khubmarriage18.org/sites/default/files/55.pdf. Diunduh pada 02
Juli 2014
64
Ibid
65
Ministry of Women and Child Development. ” Handbook on The Prohibition of Child Marriage
Act, 2006” New Delhi: 2007. http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_handbook.pdf. Diakses
pada 2 Juli 2014
46
1929 dan The Prevention of Child Marriage Act, 2004. Kedua program tersebut
memiliki kesamaan pada tujuan yakni sama-sama bertujuan untuk melawan kasus
pernikahan anak di India hanya saja diperbaharui dan dibuat sesuai dengan
Prohibition Act 2006 dan dibuatnya Child Marriage Officer, Pemerintah India dan
seluruh daerah di India wajib mengikuti dan mentaati peraturan yang ada, selain
itu Child Marriage Prohibition Act ini juga berlaku untuk semua warga India
terlepas dari agama dan diluar ikatan India, akan tetapi tidak berlaku untuk daerah
bagian Jammu dan Kashmir. Dalam penyelesaian kasus pernikahan anak terdapat
masalah dalam sulitnya penegakan hukum terhadap para pelanggar, hal ini
terbukti dengan ditahun 2010 terdapat 111 kasus dilaporkan pada PCMA dan
Records).67
progresif untuk mencegah terjadinya perkawinan anak ini. Hukum pertama India
ialah menetapkan batas usia minimum untuk menikah yang dibuat oleh Child
Marriage Restraint Act dan telah diberlakukan sejak tahun 1929. Kemudian Child
66
Kumari, Ranjana. Dr. “A Study on Child Marriage in India: Situational Analysis in Three
States”. Hal: 16-17. http://www.khubmarriage18.org/sites/default/files/55.pdf. Diunduh pada 02
Juni 2014
67
Ministry of Women and Child Development, ” Handbook on The Prohibition of Child Marriage
Act, 2006”, New DelhI, 2007. . http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_handbook.pdf.
Diakses pada 02 Juli 2014
47
Marriage Prohibition Officers membuat sebuah undang-undang baru yang
disahkan pada bulan Desember 2006, yang melarang pernikahan anak dan
menetapkan usia sah untuk menikah pada 18 tahun untuk anak perempuan dan 21
yang berusia 11-14 tahun hingga usia lanjut ataupun perempuan yang telah
melalui sistem pendidikan, tidak hanya itu dengan adanya Kasturba Gandhi
Balika Vidyalaya (KGBV) ini menyadari setiap anak berhak untuk mendapatkan
pendidikan.69
68
Ministry of Law and Justice, ”The Prohibition of Child Marriage Act, 2006”, New Delhi, 10
Januari 2007. http://wcd.nic.in/cma2006.pdf. Diakses pada 03 Juli 2014
69
Rawat, Sangeeta, ” Status and Functioning of Kasturba Gandhi Balika Vidyalayas
Uttarakhand”, Visual Soft Research Development, Vol.2, hal: 574-576.
http://www.vsrdjournals.com/vsrd/Issue/2011_11_Nov/Web/3_Sangeeta_Rawat_413_Research_C
ommunication_Nov_2011.pdf. Diakses pada 03 Juli 2014
48
Kasturba Gandhi Balika Vidyalaya (KGBV) ini telah dibuat pada tahun
2004, tetapi baru diresmikan oleh pemerintah India pada tanggal 01 April 2007.
Punjab, Rajasthan, Tamil Nadu, Tripura, Uttar Pradesh, Uttarakhand dan Bengal
Barat, Dadar dan Nagar Haveli. Terdapat 2180 KGBV yang disahkan oleh
Dhanalakshmi atau dana tunai yang digunakan untuk asuransi anak perempuan di
India. Cara ini dibuat untuk mendorong setiap keluarga khususnya yang memiliki
Selain itu Dhanalakshmi ini juga memberikan perlindungan asuransi untuk anak
perempuan mereka yang belum menikah ketika usia mereka diatas 18 tahun.
Dhanalakshmi ini juga dipercaya mampu mengubah pola pikir perempuan (ibu)
dan anak dengan memanfaatkan dana yang ada untuk kesejahteraan anaknya.
70
Ibid, hal: 574-576
49
Sehingga, transfer tunai atau asuransi ini dibuat untuk menjaga kesejahteraan anak
perempuan di India.71
Selama tahun 2009 hingga 2010, Kementerian Perempuan dan Anak India
atau The Ministry of Women and Child Development telah mengeluarkan program
dengan maksud untuk menciptakan lingkungan yang aman di negara India dengan
tahun, baik anak-anak yang berada dalam konflik, anak-anak dari keluarga
yang jelas bagi perlindungan anak, struktur pemerintahan yang telah didirikan
71
Ministry of Women and Child Development, “Child Protection and Welfare“, New Delhi,
Annual Report: 2009-2010, Chapter 4, hal: 49-50.
http://wcd.nic.in/publication/AR201213_english.pdf. Diakses pada 5 Juli 2014
72
Ibid, hal: 45-46
50
yang berada dalam kesulitan, mendirikan sebuah sistem pemantauan berdasarkan
Sarva Shiksa Abhiyan ( SSA ) atau program pendidikan untuk semua ini
dibuat pada tahun 2010 oleh pemerintah India dalam mencapai Universal
berusia 6-14 tahun dan membantu memperkuat infrastruktur sekolah. Tidak hanya
itu SSA ini juga membantu menangani ketidaksetaraan gender dan kesenjangan
Odisha dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan anak
73
Ibid, hal: 45-46
74
Aide Memoire, “SARVA SHIKSHA ABHIYAN: Tenth Joint Review Mission”, July 2009, hal: 5.
http://www.indabook.org/d/Introduction-SARVA.pdf. Diakses pada 5 Juli 2014
51
gizi dan lain sebagainya. Program ini difokuskan untuk anak-anak perempuan
yang telah berhenti sekolah.75 Selain itu, pemerintah India juga memiliki tanggung
jawab utama untuk memastikan bahwa semua kebutuhan anak-anak terpenuhi dan
Tabel II.C.2. Kebijakan Internasional yang diratifikasi oleh India dalam menangani kasus
pernikahan anak di India
75
Ministry Of Women and Child Development, “Implementation Guidelines: Rajiv Gandhi
Scheme for Empowerment of Adolescent Girls- SABALA”, 14 Desember 2010, hal: 8-11.
http://wcd.nic.in/schemes/SABLA-guidelines141210.pdf. Diakses pada 5 Juli 2014
76
UNICEF, “Child Marriage and the Law: Legislative Reform Initiative”, Paper Series. 2007.
http://www.unicef.org/policyanalysis/files/Child_Marriage_and_the_Law%281%29.pdf Diakses
pada 09 Juli 2014
52
Pernikahan tidak akan terjadi jika tidak
ada persetujuan dari kedua belah pihak.
Convention on the Rights of the Child Pernikahan anak tidak dianggap secara
(CRC) langsung oleh CRC, hal ini memberikan
kesempatan pada anak untuk
mengekspresikan pandangan mereka
secara bebas, melindungi anak dari
pelecehan dan praktek-praktek
tradisional yang berbahaya.
189 negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di New York pada bulan
77
UNDP, The United Nations Development Programme, “Concern Worldwide and the Millennium
Development Goals: Working to keep the promise”, September 2010.
53
berkomitment untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program
isu yang sangat mendasar tentang pemenuhan hak asasi dan kebebasan, MDGs
pembangunan.78
pemerintah India dalam menangani kasus pernikahan anak, Pemerintah India juga
menjalin kerja sama dengan berbagai pihak seperti: LSM, donor, petugas
Nations Children’s Fund) India untuk mengatasi segala sesuatu yang melanggar
http://www.un.org/en/mdg/summit2010/pdf/ZeroDraftOutcomeDocument_31May2010rev2.pdf.
Diakses pada 09 Juli 2014
78
ibid
79
UNICEF (2007), Child National Report on “A World Fit for Children”. 29 September 2013.
http://www.unicef.org/worldfitforchildren/files/India_WFFC5_Report.pdf, diakses pada 09 Juli
2014
54
BAB III
Fund (UNICEF) pada tahun 1946, setelah Perang Dunia II dalam rangka
Seiring berjalannya waktu, di tahun 1953 UNICEF menjadi bentuk badan tetap
dari PBB. Enam tahun kemudian, sidang umum PBB mengeluarkan Deklarasi
Hak Anak dan menetapkan perluasan bidang UNICEF untuk mengidentifikasi hak
anak meliputi kebutuhan anak seperti kesehatan dan gizi anak, pendidikan anak,
dan perlindungan anak. Pada bulan Desember 1950, majelis Umum PBB
akhirnya, pada bulan Oktober 1953, Majelis Umum PBB memutuskan bahwa
UNICEF ditetapkan menjadi suatu badan permanen dalam PBB yang menangani
Children’s Fund.1
UNICEF tersebar di lebih dari 190 negara dan wilayah melalui program-
1
Margaret wachenfeld, “brief history of children’srights and the role of UNICEF”, hal 11.
http://www.unicef.org/rightsite/files/standupfinal.pdf. Diakses pada 15 Juli 2014
55
dengan pemerintah negara setempat, salah satu negaranya ialah India. 2 Salah satu
perlindungan anak yang kurang beruntung, seperti korban perang, bencana alam,
kepada UNICEF pada tahun 1965 merupakan salah satu bukti tindakan langsung
kebutuhan hidup bagi jutaan anak-anak yang lahir dalam kemiskinan di daerah
2
Ibid
3
Rudy, T. May, “Administrasi dan Organisasi Internasional”, Refika Aditama, Bandung, 2005.
H: 48
4
Ibid
56
meringankan penderitaan pada anak dalam keadaan darurat dan dimanapun anak
terancam.5
terhadap penyakit anak yang umum dan bergizi baik, mencegah penyebaran
melindungi dan advokasi hak anak, imunisasi bayi dari berbagai penyakit,
penyediaan gizi yang memadai dan air minum yang aman untuk anak-anak.
Pengembangan analisis situasi anak dan wanita adalah fungsi sentral dari mandat
UNICEF. Ini adalah output program yang sangat mendukung upaya nasional dan
lembaga ini adalah bagian dari upaya menyeluruh PBB untuk mendukung
5
UNICEF. “What We do”. http://www.unicef.org/about/. Diakses pada 15 Juli 2014
6
Margaret wachenfeld, “brief history of children’srights and the role of UNICEF”, hal 11.
http://www.unicef.org/rightsite/files/standupfinal.pdf. Diakses pada 15 Juli 2014
7
UNICEF. “Child Protection” http://www.unicef.org/protection/. Diakses pada 15 Juli 2014
57
Melihat fungsi-fungsi tersebut, terlihat bahwa UNICEF sangat perduli
dengan anak-anak. UNICEF mengamati situasi anak-anak dari tiap negara dan
dan juga memberikan bantuan kesehatan, pendidikan bagi anak diseluruh dunia.
anak dan inklusi sosial, program kelangsungan hidup anak, program pendidikan,
program dalam keadaan darurat dan aksi kemanusiaan. (lihat tabel III.A.1).9
anak merupakan salah satu program yang menjadi perhatian UNICEF dan dalam
8
Margaret wachenfeld, “brief history of children’srights and the role of UNICEF”, hal 11.
http://www.unicef.org/rightsite/files/standupfinal.pdf. Diakses pada 15 Juli 2014
9
UNICEF. “What We do”. http://www.unicef.org/whatwedo/. Diakses pada 15 Juli 2014
58
TABEL. III.A.1. Program UNICEF tahun 2006-2013
mayoritas berasal dari pemerintah, namun UNICEF juga menerima bantuan dana
yang cukup besar dari sektor swasta serta dari masyarakat yang mendukung
melalui Komite Nasional untuk UNICEF melalui sumbangan baik berupa materi
kebijakan yaitu selalu bekerjasama dengan pemerintah di setiap negara atau pihak
lain dan mewujudkan program kerjanya. Kinerja yang dilakukan oleh UNICEF
10
UNICEF. “United for Children”, 2013. http://www.unicef.org/partners/. Diakses pada 16 Juli
2014
59
memiliki tujuan yang sama dengan UNICEF untuk membangun masa depan anak
untuk bekerja sama dengan Pemerintah India untuk memastikan bahwa setiap
anak yang lahir mendapatkan awal yang terbaik dalam hidup, berkembang dan
pembantu yang berpusat di New Delhi dan 14 kantor UNICEF India lainnya
Nadu, Uttar Pradesh, West Bengal.12 UNICEF melihat bahwa kasus pernikahan
anak di India merupakan kasus yang telah menjadi budaya dan harus ditangani
membantu anak-anak dalam mengatasi masalah yang terjadi pada anak, salah
satunya adalah masalah pernikahan pada anak. Kegiatan UNICEF India dilakukan
11
UNICEF India. “About Us: UNICEF in India” http://www.unicef.org/india/overview.html.
Diakses pada 16 Juli 2014
12
Ibid
13
UNICEF India, “Child Marriage: Fact Sheet”, November 2011. Hal 2.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. Diakses pada 17 Juli
60
organisasi yang ditugaskan pemerintah. Dukungan yang sangat besar di berikan
dan anak-anak dapat mengakses layanan dasar seperti air bersih, kunjungan
kesehatan dan fasilitas pendidikan, dan layanan yang berkualitas tinggi lainnya.
bahwa kunci untuk mengatasi masalah anak di India harus didukung dengan
bantuan dari LSM, kelompok perempuan dan para donor yang ada. Secara umum
1. Kesehatan,
2. Gizi,
4. HIV/AIDS,
5. Pendidikan,
6. Perlindungan anak.15
program yang berfokus pada pekerja anak, perdagangan anak, pernikahan anak
14
UNICEF India, “Understanding the Perceptions of UNICEF Partners in India: Findings of a
Study”, India, Maret 2011. http://www.unicef.org/india/ICO_COAR_2011_FINAL_REPORT.pdf.
diakses pada 17 Juli 2014
15
UNICEF India, “Our Work: UNICEF’s India Program”
http://www.unicef.org/india/activities.html. Diakses pada 17 Juli 2014
61
dan anak-anak dalam keadaan sulit lainnya. Di India, program ini dilaksanakan
dengan melakukan pendekatan baik secara sosial, fisik, mental, dan spiritual
ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran terhadap perlindungan anak dan hak-
hak anak. Strategi yang dilakukan oleh program ini meliputi: Promosi pendidikan,
Years Plan yakni rencana kerja 5 tahun yang dibuat oleh pemerintah India,
dengan cara membuat beberapa program dan ikut serta dalam program
perlindungan anak yang telah dibuat oleh pemerintah India. Partisipasi UNICEF
ini untuk memastikan berjalannya program perlindungan hak anak dan perempuan
keterampilan.
5. Melestarikan lingkungan.
16
UNICEF India, “Child Protection” http://www.unicef.org/india/child_protection.html Diakses
pada 17 Juli 2014
62
6. Meningkatkan sektor pertanian, industri dan jasa17
Pernikahan anak di India sudah menjadi salah satu fokus UNICEF, dalam
menangani masalah pada anak khususnya kasus pernikahan anak di India ini,
pemerintah India dan UNICEF melalui Eleventh Five Years Plan memfokuskan
kembali rencana kerjanya untuk menangani kasus pernikahan anak di India, yaitu:
Tidak hanya rencana kerja Eleventh Five Years Plan, UNICEF dan
dalam menangani kasus pernikahan dini. Disamping itu, UNICEF juga membantu
17
“Eleventh Five Years Plan 2007-2012”, Vol.2, Planning Commssion Government of India,
http://www.unicef.org/india/search, diunduh pada: 12 Juli 2014.
18
Ibid
63
mengatasi norma-norma sosial serta realitas ekonomi yang mempengaruhi kasus
pernikahan anak.
Girls at Elementary Level (NPEGEL school) atau pendidikan nasional pada anak
perempuan di tingkat sekolah dasar (SD), program ini merupakan komponen dan
pengembangan dari program Sarva Shiksa Abhiyan (SSA) yang dibuat oleh
miskin atau anak perempuan yang tidak beruntung di sekolah dasarnya disamping
alat dan sumber daya manusia dalam membangun NPEGEL. UNICEF juga
apa yang mereka pelajari dalam suatu ilustrasi yang dibuat oleh UNICEF, dan
19
UNICEF India, “Briefing Paper Series: Innovations, Lessons and Good Practices. Community
Based Interventions on Child Marriage”, New Delhi, India, 2011, hal: 5.
http://www.unicef.org/india/9.__Child_Marriage_Community-based_Intervention.pdf. Diakses
pada 18 Juli 2014
20
Augustine, Marly. Dasgupta, Malasree. Menon, Sudha, “The National Programme for
Education of Girls at Elementary Level (NPEGEL)”, Best Practices Foundation, India, 2012.
http://www.bestpracticesfoundation.org/pdf/PDF14b2-NPEGEL.pdf. Diakses pada 18 Juli 2014
64
The National Programme for Education of Girls at Elementary Level
rutin dan proses pendaftaran pun lebih mudah terawasi. Selain itu program ini
Nadu, Tripura, Uttaranchal Meghalaya, West Bengal dan Uttar Pardesh dan pada
tahun 2010-2012, tercatat 38.462 siswa yang tergabung dalam NPEGEL school.22
21
Ibid
22
Ibid
65
ketidaksetaraan gender dan rendahnya nilai anak perempuan dalam lingkungan
yang telah menikah, perempuan yang putus sekolah atau perempuan yang
dipekerjakan.23
sansakerta yakni, “Sama” yang berati sama atau setara dan “Akhya” yang berarti
dilingkungan mereka.25
Selain itu visi dan misi Mahila Samakhya ialah meningkatkan harga diri
23
Ministry of Human Resource Development, Department of School Education and Literacy,
“Mahila Samakhya”, New Delhi, 2011.
http://mhrd.gov.in/sites/upload_files/mhrd/files/Engagement_of_Consultants_for_Mahila_Samakh
ya_programme_0.pdf. Diakases pada 19 Juli 2014
24
Nualart, Barberillo, “The Mahila Samakhya Program: Empowering Education For Women’s
Equality in Indian Disadvantaged Communities and Rural Areas”, Communications Papers,
Media Literacy and Gender Studies, 2012. Hal: 7.
http://girona.academia.edu/CommunicationPapers/Volumen-1---N%C3%BAmero-1. Diakses pada
19 Juli 20014
25
Ibid
66
pemerintahan dan ekonomi, mengembangkan kemampuan berpikir kritis,
hak-hak anak dan perempuam serta hak mereka dalam masyarakat dengan maksud
Uttarkhand dan Uttar Pradesh, pada tahun 2009-2011 tercatat 14.582 perempuan
undang yang tepat untuk meningkatkan usia minimum pernikahan untuk anak
dengan membuat buku saku mengenai Prohibition of Child Marriage Act 2006.
26
“Mahila Samakhya”, Conference Delhi, 2004, diakses pada:
http://siteresources.worldbank.org/INTINDIA/Resources/ms.pdf. Diakses pada 12 Juli 2014.
27
Ibid
67
Buku saku ini menjelaskan mengenai ketentuan-ketentuan dari Prohibition
of Child Marriage Act 2006 dan tanggung jawab para pemangku pemerintah
Members dan para guru dalam mengidentifikasi masalah kasus pernikahan anak di
India.28
Buku ini digunakan untuk membahas peluang, tindakan atau aksi dari
undang larangan pernikahan anak yakni Prohibition of Child Marriage Act, 2006
pada setiap kebijakan pemerintah dan lingkungan masyarakat untuk menunda usia
pernikahan.
28
UNICEF India, “Child Marriage Fact Sheet”, November 2011.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. diakses pada 17 Juni
2014
29
UNICEF India and Ministry of Woman and Child Development, “Handbook:The Prohibition of
Child Marriage Act, 2006”, New Delhi.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_handbook.pdf. Diakses pada 17 Juli 2014
68
(ICPS) yang memberikan kesempatan baik untuk membangun dan memperkuat
HIV/AIDS. UNICEF bekerja sama dengan pemerintah India dan masyarakat sipil,
anak dapat dihindari maka secara otomatis HIV/AIDS juga dapat dihindari. 31
ibu dan anak-anak dengan berbagai cara seperti menyediakan pasokan obat-
30
UNICEF India, “Child Marriage Fact Sheet”, November 2011.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. diakses pada 17 Juni
2014
31
Ibid
69
HIV/AIDS dan berkomitmen untuk memastikan pentingnya kesehatan,
understanding and cooperation for peace” dengan para katha vachaks atau
anak dalam kebaktian, pendidikan agama atau dalam proses acara keagamaan
yang dibuat dihari libur dan upacara adat serta menafsirkan prinsip-prinsip
perlindungan anak sesuai dengan ajaran agama dan adat mereka sehingga
radio dan televisi jaringan yang dijalankan oleh organisasi keagamaan, untuk
32
UNICEF. “UNICEF Annual Repport for India 2012”. ROSA.
http://www.unicef.org/about/annualreport/files/India_COAR_2012.pdf. Diakses pada 20 Juli 2014
33
UNICEF India, “Child Marriage Fact Sheet”, November 2011.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. diakses pada 20 Juli
2014
34
UNICEF, “Partnering with Religious Communities for Children”, 2012.
http://www.unicef.org/about/partnerships/files/Partnering_with_Religious_Communities_for_Chil
dren_%28UNICEF%29.pdf. Diakses pada 20 Juli 2014
70
atau pelanggaran hak anak lainnya. Selain itu pemimpin agama menentang segala
terhadap anak perempuan dan anak laki-laki, dalam komunitas agama dan adat,
anak, seperti menikahkan anak yang berujung kekerasan dan perdagangan, bukan
organisasi adat dan keagamaan, lembaga (termasuk sekolah dan panti asuhan)
pendidikan dan pelatihan bagi keluarga, guru dan orang lain dalam masyarakat
tenaga ahli seperti misalnya guru, dokter, atau pekerja sosial dari komunitas
agama untuk berbicara tentang hak-hak anak, perkembangan anak dan pentingnya
mengasuh secara positif dan disiplin tanpa kekerasan dengan anggota mereka
perlindungan anak pada hari besar agama guna memperkuat sistem hukum dan
35
UNICEF, “Partnering with Religious Communities for Children”, 2012.
http://www.unicef.org/about/partnerships/files/Partnering_with_Religious_Communities_for_Chil
dren_%28UNICEF%29.pdf. Diakses pada 20 Juli 2014
36
Ibid
71
memobilisasi masyarakat untuk mengambil tindakan untuk melindungi anak-anak
dan menilai kebutuhan mereka seperti, memastikan perawatan yang aman berbasis
keluarga bagi anak-anak yang rentan, seperti anak yatim piatu, anak yang pernah
of Health and Family Welfare, UNICEF dan Pemerintah India juga menggunakan
media seperti televisi, radio, koran dan teater masyarakat sebagai cara untuk
menginformasikan larangan pernikahan anak. Dalam hal ini tidak ada program
khusus yang dibuat oleh UNICEF dan pemerintah India akan tetapi UNICEF dan
televisi siaran dan 6 radio siaran dan lebih dari 10 iklan pada media cetak yang
dibentuk dari program UNICEF dan pemerintah. Right of Children to Free and
37
UNICEF, “Partnering with Religious Communities for Children”, 2012.
http://www.unicef.org/about/partnerships/files/Partnering_with_Religious_Communities_for_Chil
dren_%28UNICEF%29.pdf. Diakses pada 20 Juli 2014
38
UNICEF India, “Delaying Marriage for Girls in India: A Formative Research to Design
Interventions for Changing Norms”, New Delhi, March 2011, hal: 62-64.
http://www.icrw.org/files/publications/Delaying-Marriage-for-Girls-in-India-UNICEF-ICRW.pdf.
Diakses pada 24 Juli 2014
72
Compulsory Education Act, 2010 (RTE) berfokus pada penyediaan pendidikan
terlatih dan melarang setiap pengajar untuk menggunaan hukuman fisik atau
penyelesaian pendidikan dasar bagi setiap anak yang berada dalam wilayah
dasar bagi semua anak berusia diatas 6 tahun di daerah mereka, di samping
2010 (RTE).40
Selain itu, pada tahun 2010, UNICEF dan pemerintah India melalui
di sampul belakang 40.000.000 buku paket atau modul pelajaran sekolah untuk
39
UNICEF. “UNICEF Annual Repport for India 2012”. ROSA.
http://www.unicef.org/about/annualreport/files/India_COAR_2012.pdf. Diakses pada 25 Juli 2014
40
Ibid
73
membantu menginformasikan dan menambah wawasan terhadap kasus
pemerintah India yang telah dijelaskan diatas, perlu ditinjau kembali bagaimana
India
pernikahan anak dapat dilihat dari kemampuan UNICEF dalam mengatasi faktor-
faktor yang menjadi penyebab kasus pernikahan anak di India dan jumlah
India. Pendidikan juga merupakan hal terpenting dan wajib dimiliki oleh setiap
anak dan perempuan di India, selain itu pendidikan menjadi sorotan utama
pemerintah India dan UNICEF dalam menangani kasus pernikahan anak di India
hal ini dipertkuat dengan dibuatnya Right of Children to Free and Compulsory
Education Act, 2010 (RTE) oleh pemerintah India dengan dukungan dari
menuju sekolah menjadi salah satu kendala yang dihadapi orang tua dalam
41
UNICEF India, “Child Marriage Fact Sheet”, November 2011. UNICEF India, “Child Marriage
Fact Sheet”, November 2011.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.pdf. Diakses pada 25 Juli
2014
74
menyekolahkan anaknya. Selain itu minimnya pendidikan pada orang tua juga
Children to Free and Compulsory Education Act, 2010 (RTE) dan program
menangani kasus pernikahan anak di India, hal ini dibuktikan dengan adanya
Selain itu, tercatat lebih dari 20.000 perempuan dinyatakan lulus dari sekolah
42
UNICEF India, “Right to Education (RTE) India”, India, 2012.
http://www.unicef.org/india/education_6144.htm. Diakses pada 26 Juli 2014
43
Ministry of Human Resource Development, Department of School Education and Literacy,
“Mahila Samakhya”, New Delhi, 2011.
http://mhrd.gov.in/sites/upload_files/mhrd/files/Engagement_of_Consultants_for_Mahila_Samakh
ya_programme_0.pdf. Diakases pada 26 Juli 2014
75
pernikahan diusia dini yang dapat berdampak buruk bagi masa depan anak
perempuan mereka.44
yang lebih baik dari setiap anak perempuan yang bersekolah di NPEGEL school,
perubahan sikap dan prilaku tersebut tercermin dari tingkat kepercayaan diri yang
semakin tinggi didukung pula dengan adanya pelatihan pertahanan diri, wisata
bakat.45
Selain itu, dengan mengikuti sekolah ini anak perempuan lebih memiliki
kesadaran diri terhadap diskriminasi gender, sifat patriarki dan kesadaran akan
perempuan untuk memprotes perlakuan yang tidak adil dan bahkan mereka siap
44
Ibid
45
Ministry of Human Resource Development, Department of School Education and Literacy,
Government of India, “The National Programme for Education of Girls at Elementary Level
(NPEGEL)”, http://ssa.nic.in/girls-education/npegel/brief_NPEGEL_12Mar07.pdf/view, diunduh
Pada: 30 Juli 2014.
46
Ibid
76
Kishori manchas (seperti kelompok anak remaja) untuk berbagi informasi dalam
gender di masyarakat.47
Selain itu mereka juga ikut berpartisipasi pelatihan pertahanan diri dengan
gender. Mereka menganggap jika mereka dapat belajar karate, mereka akan
memiliki kemampuan yang terlatih dan tingkat keberanian yang lebih tinggi
Selain itu Right of Children to Free and Compulsory Education Act, 2010 (RTE)
pendidikan bagi anak maupun orang tua sehingga dapat membantu mengurangi
47
UNICEF, “Briefing Paper Series: Innovations, Lessons and Good Practices. Community Based
Interventions on Child Marriage”, New Delhi, 2011.
http://www.unicef.org/india/9.__Child_Marriage_Community-based_Intervention.pdf. Diakses
pada 30 Juli 2014
48
Ibid
49
UNICEF India, “Right to Education (RTE) India”, India, 2012.
http://www.unicef.org/india/education_6144.htm. Diakses pada 26 Juli 2014
50
Ibid
77
Dalam hal budaya, para pemimpin agama dipercaya memiliki peran
komunikator yang terampil dan berpengaruh serta dapat mencapai hati dan pikiran
lingkungan pribadi daripada kebanyakan aktor luar lainnya, pemimpin agama juga
sosial masyarakat. Para pemimpin agama juga dapat memainkan peran penting
dalam mediasi pada kembalinya anak-anak dengan keluarga atau masyarakat yang
dengan melakukan ritual keagamaan atau doa, sehingga anak-anak tersebut dapat
para pemimpim agama merupakan cara yang cukup efektif dalam menangani
kasus pernikahan anak di India. Selain itu para pemimpin agama menganggap
agama untuk berpartisipasi dalam melindungi hak anak karena selama ini banyak
pihak yang menganggap bahwa mereka tidak harus berpartisipasi dalam hal ini.
pemimpin agama, tantangan tradisi atau adat yang telah berakar sudah mulai
51
UNICEF, “Partnering with Religious Communities for Children”, 2012.
http://www.unicef.org/about/partnerships/files/Partnering_with_Religious_Communities_for_Chil
dren_%28UNICEF%29.pdf. Diakses pada 30 Juli 2014
78
dibenahi sedikit demi sedikit. Di Karnataka dan Andhra Pradesh dimana devadasi
atau Jogini telah menjadi budaya di daerah tersebut telah dipastikan bahwa tidak
ada lagi anak perempuan yang menerapkan kebudayaan tersebut. Salah satunya
dengan cara mengubah tradisi kebudayaan melalui festival budaya Nag Panchami
yakni festival dimana masyarakat harus membawa Gudiya Pitahee atau sebuah
boneka yang mewakili perempuan dan anak perempuan dan kemudian boneka
dengan alat seperti tongkat saat ia memasuki rumah suaminya. Dengan adanya
Pradesh memutuskan untuk mengubah tradisi Nag Panchami ini, dimana boneka
perawatan dan cinta bagi perempuan dan anak perempuan, dan diangkat setinggi
mungkin yang melambangkan perempuan memiliki harga diri yang tinggi dan
perubahan tradisi tersebut pemuka agama telah meyakini masyarakat desa untuk
membuat perubahan yang mendasar dalam tradisi yang selama ini mereka ikuti.53
anak di India seperti pendidikan dan budaya. Adanya tradisi budaya yang dimiliki
oleh orang tua dan anak-anak yang tidak bersekolah sehingga mereka mau tidak
mau masuk dalam pernikahan diusia yang masih dini. Oleh karena itu, UNICEF
52
Malika Basu dan Dhivya David, “Good Practice Against Child Marriage,. New Delhi, January
2010, http://www.unicef.org/india/cr-se-gen-25110901-public.pdf. Diakses pada 30 Juli 2014
53
Ibid
79
dengan para pemimpin agama. Walaupun program UNICEF ini tidak bisa secara
yang dilakukan oleh UNICEF dan pemerintah India dalam aspek pendidikan dan
anak di India.
UNICEF dan pemerintah India menjadi media sebagai sarana alternatif dalam
pemerintah India dan UNICEF pendekatan media ini dapat memainkan peran
Rajasthan dan Bihar.54 Dengan demikian penggunanaan media ini dianggap cukup
efektif dalam membantu menangani kasus pernikahan anak di India. Teknik yang
cukup inovatif untuk menjangkau siapapun baik pria, wanita ataupun anak-anak.
radio, billboard, koran dan majalah, tidak hanya itu cara penyampainan pesan
media ini juga dibuat menarik seperti dibuatnya produksi teater masyarakat lokal
dan pertunjukan boneka serta video atau film pendek sehingga sangat menarik
program yang dibuat oleh pemerintah dalam menangani kasus pernikahan anak di
India. Koran dan Radio telah memiliki peran penting dalam memberi kesadaran
54
UNICEF India, “Understanding the Perceptions of UNICEF Partners in India: Findings of a
Study”, India, Maret 2011
80
kepada masyarakat Rajasthan dan Bihar akan dampak dari kasus pernikahan anak
pemimpin agama yang dilakukan oleh UNICEF efektif dalam mengurangi faktor
angka pernikahan anak di India. Hal Ini dibuktikan adanya penurunan angka pada
2002 88%
2007 49%
2012 19%
Sumber: http://www.unicef.org/infobycountry/india_statistics.html
Seperti yang dilihat pada tabel III.C.2, Pada tahun 2002, India memiliki
sekitar lebih dari 44.000.000 atau 88% kasus pernikahan anak, kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 49% atau sekitar lebih dari
20.000.000 kasus pernikahan anak dan pada tahun 2012 tercatat hanya 19% atau
sekitar lebih dari 4000.000 anak yang menikah diusia kurang dari 18 tahun.56 Pada
55
Ibid
56
UNICEF Statistic, http://www.unicef.org/infobycountry/india_statistics.html, Diakses pada: 14
Juli 2014.
81
ditahun 2005 terdapat lebih dari 2.000.000 penderita HIV/AIDS diusia 15 hingga
49 tahun dan menunjukan penurunan yakni 0,33% atau sekitar 6600 pada tahun
ada faktor lain yang ikut membantu dalam menangani kasus pernikahan anak di
India.
tantangan dalam menangani kasus pernikahan anak di India ini. Tidak jarang
program-program lain, program Child Protection ini merupakan program baru dan
belum dikenal dimasyarakat luas, sehingga masih belum bisa dipahami bagi
57
Ministry of Statistic and Programme Implementation, Government Of India, “India Country
Report 2013”, India. 2013.
http://mospi.nic.in/mospi_new/upload/SAARC_Development_Goals_%20India_Country_Report_
29aug13.pdf. Diakses pada 14 Juli 2014
82
masyarakat India.58 Sehingga diperlukan penjelasan kembali mengenai pengertian
dan tujuan program ini guna meningkatkan akan pentingnya melindungi hak anak
di India. Selain itu perekrutan staff untuk program ini juga sering tertunda karena
adanya alasan politik seperti pemilu atau hambatan pemerintah yang prosedural
lainnya.59
Kedua, latar belakang sosial dan budaya yang cukup kompleks dan
kasta dan budaya dowry. Dalam hal ini UNICEF belum bisa menangani
permasalahan budaya yang ada di India, misalkan adanya pengaruh pada sistem
kasta yang diyakini oleh masyarakat India sebagai bagian dari kepercayaan agama
Permasalahan lain terjadi pada sistem dowry yang dihadapkan pada tuntutan harga
Selain itu alasan utama di balik pernikahan anak ini juga telah berubah
menjadi suatu kebiasaan dan memberi tekanan yang terkait pada nilai-nilai agama.
58
UNICEF, “Understanding the Perceptions of UNICEF Partners in India: Findings of a Study”,
New Delhi, 2009. http://www.unicef.org/india/ICO_COAR_2011_FINAL_REPORT.pdf. diakses
pada 30 Juli 2014
59
Ibid
60
Malika Basu dan Dhivya David, “Good Practice Against Child Marriage”, New Delhi, January
2010, http://www.unicef.org/india/cr-se-gen-25110901-public.pdf. Diakses pada 03 September
2014
83
Dan dengan adanya hubungan orang tua dan anak yang otoriter semakin
utama bagi anak-anak di India, sehingga menimbulkan angka buta huruf yang
cukup banyak yakni sekitar 8.000.000 jiwa pada tahun 2009-2012.62 Hal tersebut
menjadi tantangan yang dihadapi oleh UNICEF dalam menerapkan sistem belajar
pada sekolah rumah yang didirikan oleh UNICEF. Seperti yang terjadi di Bihar,
siswa yang mengalami buta huruf sering mengalami diskriminasi pada pendidikan
yang mereka dapat, sehingga UNICEF harus lebih jeli dan lebih menseleksi
Tidak hanya tantangan akan tetapi UNICEF juga memiliki peluang dalam
adanya political will atau dukungan pemerintah India dalam menangani kasus
kerja sama yang baik dan dapat berkolaborasi dalam menangani kasus pernikahan
anak di India.64
menunjukan respon yang baik dalam menangani kasus pernikahan anak. Penilaian
61
UNICEF India, “Delaying Marriage for Girls in India: A Formative Research to Design
Interventions for Changing Norms”, New Delhi, March 2011, hal: 50.
http://www.icrw.org/files/publications/Delaying-Marriage-for-Girls-in-India-UNICEF-ICRW.pdf.
Diakses pada 03 September 2014
62
UNESCO, “India still home to largest illiterate population”. 20 Januari 2010.
http://www.thehindu.com/features/education/issues/india-still-home-to-largest-illiterate-
population-unesco/article82886.ece. Diakses pada 14 November 2014
63
UNICEF India Country Office Annual Report 2011, hal: 33.
http://www.unicef.org/india/ICO_COAR_2011_FINAL_REPORT.pdf. Diakses pada 03
September 2014
64
“UNICEF Inputs to Secretary-General’s Report in Response to HRC”, Februari 2014.
www.ohchr.org, Diunduh pada: 14 Juli 2014.
84
terhadap keterlibatan UNICEF tampaknya menghasilkan hasil yang cukup baik
seperti mulai adanya kesadaran masyarakat, orang tua, dan anak-anak dari bahaya
pernikahan anak.65
pendidikan dan perlindungan sosial dalam rangka untuk membuat pilihan yang
lebih baik atau insentif perlindungan dan investasi pada anak perempuan, seperti
orang tua untuk terlibat dalam pernikahan anak, adanya peningkatan angka
besar, dan peran serta komite perlindungan anak di pemerintah daerah dan
Dukungan dari media massa juga menjadi peluang bagi upaya UNICEF
media dapat merangsang perubahan sosial yang positif didukung pula dengan
adanya keahlian dalam bidang komunikatif yang dimiliki oleh UNICEF sehingga
65
Ibid
66
Ibid
67
Ibid
85
pada masyarakat. Misalnya, UNICEF India memproduksi film-film yang memiliki
India untuk bersekolah. Anak-anak di India merasa hak mereka untuk bersekolah
masih belum bisa diperjuangkan, hal tersebut juga didukung dengan adanya jarak
yang jauh, kurangnya alat transportasi dan lingkungan yang kurang aman
Odisha, Uttar Pradesh, Gujarat, Jharkhand, Karnataka, West Bengal, Mumbai, dan
UNICEF dan banyak relawan yang bersedia menjadi guru untuk menjadi tenaga
pengajar dalam program pendidikan yang dibuat oleh UNICEF dan pemerintah
India.70
kontribusi dan dampak positif dalam penanganan kasus pernikahan anak di India.
Tidak hanya itu, peluang diatas memberikan kesempatan kepada UNICEF untuk
melanjutkan program-program yang telah dibuat dan tidak terhenti hingga tahun
2012 saja.
68
Malika Basu dan Dhivya David. “Good Practice Against Child Marriage”, New Delhi, January
2010, http://www.unicef.org/india/cr-se-gen-25110901-public.pdf. Diakses pada 04 September
2014
69
UNICEF India Country Office Annual Report 2011.
http://www.unicef.org/india/ICO_COAR_2011_FINAL_REPORT.pdf. Diakses pada 03
September 2014
70
Ibid
86
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
anak di India, meliputi budaya tradisional India yang bersifat patriakal, kurangnya
memiliki peran dalam mengatasi kasus pelanggaran hak anak di India khususnya
87
UNICEF dan pemerintah India bekerja sama dalam perencanan kerja lima
tahun atau Eleventh Five Years Plans (2007-2012) yang menjadikan kasus
kasus pernikahan anak ini kedalam program Child Protection. Tidak hanya itu,
peran UNICEF dalam menangani kasus pernikahan anak di India juga terlihat dari
program dan kegiatan lain baik dalam aspek pendidikan, budaya dan kesehatan.
dalam merubah tradisi yang menimbulkan efek negatif bagi anak perempuan.
Efektifitas peran UNICEF dalam penelitian ini dilihat dalam dua hal,
pernikahan anak dan adanya penurunan angka pada kasus pernikahan anak di
India, khususnya di sisi pendidikan, program sekolah rumah yang dibuat oleh
UNICEF dan adanya fasilitas sekolah gratis merupakan cara yang efektif dalam
bekerja sama dengan pemimpin agama merupakan cara yang efektif bagi UNICEF
88
mengubah tradisi masyarakat India secara bertahap, sehingga UNICEF dapat
pernikahan anak. Kefektifitasan peran UNICEF lainnya dapat dilihat dari adanya
pemerintah India.
program yang dibuat oleh pemerintah India, selain itu UNICEF juga memiliki
hubungan yang sangat baik dengan pemerintah India, sehingga kerjasama yang
dilakukan oleh UNICEF dan pemerintah India saling menguntungkan satu sama
lain. Dengan demikian UNICEF memiliki peran yang cukup penting dan berhasil
pernikahan anak di India. Hal ini dibuktikan dengan adanya kemampuan UNICEF
adanya penurunan pada angka pernikahan anak di India, selain itu UNICEF dan
pemerintah India juga menjadikan kasus pernikahan anak ini menjadi fokus utama
89
Namun dalam menjalankan perannya tersebut, kinerja UNICEF masih
dibandingkan dengan program lain, sehingga masih belum bisa dipahami bagi
masyarakat, dan perlu diperkenalkan lagi pada masyarakat. Tantangan kedua ialah
adanya latar belakang sosial dan budaya yang cukup kompleks dan bersifat
Tantangan ketiga yakni tingginya angka buta huruf di India, mayoritas orang tua
will, sehingga UNICEF dan pemerintah India memiliki kerjasama yang baik
dalam menangani kasus pernikahan anak di India. Kedua, adanya dukungan dari
kepada masyarakat, dan peluang terakhir, adanya minat dan semangat yang tinggi
B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam skripsi ini antara lain perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut, baik dalam bentuk skripsi ataupun jurnal untuk
90
di suatu negara. Misalnya dalam konteks Indonesia, tidak jarang pernikahan anak
ini terjadi di Indonesia. Dengan melakukan penelitian lebih lanjut, maka bisa
anak di Indonesia.
kerjasama tersebut pasti tidak hanya membutuhkan peran negara saja tetapi juga
bertugas untuk melengkapi dan membantu kinerja dari negara itu sendiri. Dalam
anak di India, UNICEF memilki peran yang cukup efektif dalam menangani kasus
pernikahan anak di India, akan tetapi dalam melakukan perannya, tetapi UNICEF
persetujuan dari pemerintah dan bantuan aktor-aktor lain di negara tersebut. Maka
1
Minix, Dean A. & Hawley, Sandra M. “Global Politics”. West/Wadsworth, (1998). Chap 3-4
91
pemerintah India, media masa, pemuka agama, dan pihak lain, sehingga UNICEF
92
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
JURNAL/ARTIKEL/REPORT
xii
Davis, A., Postles, C. and Rosa, G,. “A girl’s Right to Say No to Marriage:
Working to end Child Marriage and Keep Girls in School”, Plan
International, 2013. Hal: 25-31
Eddy Fadlyana dan Shinta Larasaty. “Pernikahan Usia Dini dan
Permasalahannya”. Jurnal Luar Negeri, Kementerian Luar Negeri,
Agustus 2009
HAQ: Centre for Child Rights, ”Child Marriage in India: Achievements, Gaps
and Challenges”, New Delhi, India. Hal: 10-14
Jurnal Manajemen Airlangga (JMA) (2013) . Bagong Suyanto, “Child Trafficking
dan Industri Seks Global Makin Marak”. Jurnal Akademik Universitas
Airlangga.
Kacker, Loveleen, “Study on Child Abuse India”. 2007. New Delhi. Hal: 15-18
Kumari, Ranjana. Dr, “A Study on Child Marriage in India: Situational Analysis
in Three States”, hal: 18-19.
Hersh, Marcy, Walia, Sunayana and Nanda, Priya. ”Solution Exchange for the
Gender Community Discussion Summary”. International Center for
Research on Women (ICRW). New Delhi. Januari 2010. Hal: 42-45
Wachenfeld, Margaret. “brief history of children’srights and the role of
UNICEF”. hal 11.
Ministry of Statistic and Programme Implementation, Government Of India.
“India Country Report 2013”. India. 2013. Hal: 11-17
Nualart, Barberillo, “The Mahila Samakhya Program: Empowering Education
For Women’s Equality in Indian Disadvantaged Communities and Rural
Areas”, Communications Papers, Media Literacy and Gender Studies,
2012. Hal: 7
Rawat, Sangeeta, ” Status and Functioning of Kasturba Gandhi Balika Vidyalayas
Uttarakhand”, Visual Soft Research Development, Vol.2, hal: 574-576.
Strickland, Pat. “Forced Marriage in Immigrant Communities in the United
States.”. House of Commons Library. Home Affairs Section. Tahirih
Justice Center. September 2011. Hal: 124-131
UNFPA India, “A Study to identify the occurrence of Obstetric Fistula in India
(Report)”. New Delhi. 2006. Hal: 5, 14
UNICEF (2007), Child National Report on “A World Fit for Children”.
29 September 2013. Hal: 10-17
UNICEF India Country Office Annual Report 2011, hal: 33.
UNICEF. “UNICEF Annual Repport for India 2012”. ROSA. Hal: 21-28
Vanini, Sakti. “Trafficking and HIV, Maharashtra” Trafficking Report. Rajastan.
2005. Hal 19
SKRIPSI
xiii
Octavia, Eka. “Peranan United Nations Children’s Fund (UNICEF) dalam
penanganan pekerja seks komersial anak di India”. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, prodi Hubungan Internasional, Universitas
Komputer Indonesia. Memenuhi gelar S1. 2009.
INTERNET
xiv
Ministry of Human Resource Development, Department of School Education and
Literacy, Government of India, “The National Programme for Education
of Girls at Elementary Level (NPEGEL)”, http://ssa.nic.in/girls-
education/npegel/brief_NPEGEL_12Mar07.pdf/view, diunduh Pada: 30
Juli 2014.
Ministry of Law and Justice. “The Prohoibition of Child Marriage Act, 2006”.
http://wcd.nic.in/cma2006.pdf. Diakses pada 15 Juni 2014
Ministry of Women and Child Development Government of Orissa, “State Plan of
Action of Children. 2009-2012”.
http://www.wcdorissa.gov.in/download/StatePlanAction.pdf. Diakses pada
17 Juni 2014
Ministry of Women and Child Development, “Child Protection and Welfare“,
New Delhi, Annual Report: 2009-2010, Chapter 4, hal: 49-50.
http://wcd.nic.in/publication/AR201213_english.pdf. Diakses pada 5 Juli
2014
Ministry Of Women and Child Development, “Implementation Guidelines: Rajiv
Gandhi Scheme for Empowerment of Adolescent Girls- SABALA”, 14
Desember 2010, hal: 8-11. http://wcd.nic.in/schemes/SABLA-
guidelines141210.pdf. Diakses pada 5 Juli 2014
Ministry Of Women and Child Development. ”National Strategy Document on
Prevention of Child Marriage”. 2013. Hal: 1.
http://wcd.nic.in/childwelfare/Strategychildmarrige.pdf. Diakses pada 15
Juni 2014
Ministry of Women and Child Development. ” Handbook on The Prohibition of
Child Marriage Act, 2006” New Delhi: 2007.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_handbook.pdf. Diakses pada
2 Juli 2014
National Crime Record Bureau, Govt of India, New Delhi. 2006,
http://ncrb.gov.in/. Diakses pada 26 Desember 2014
OHCHR, “Child Marriage in India: An insight into Law and Policy”, December
2013. Hal: 13.
http://www.ohchr.org/documents/issues/women/wrgs/forcedmarriage/ngo/t
heredelephantfoundation.pdf. Diakses pada: 13 Juni 2014.
Report, The District Level Household and facility Survey (DLHS): (Reproductive
& Child Health Project). http://www.rchiips.org/pdf/rch3/report/AP.pdf.
Diakses pada: 23 Desember 2014
Report, The National Family Health Survey (NFHS): Database that strengthen
India’s demographic and health policies and programs.
http://www.rchiips.org/nfhs/raj_state_report.pdf. Diakses pada 23
Desember 2014
Report, The National Family Health Survey (NFHS): Database that strengthen
India’s demographic and health policies and programs.
http://www.rchiips.org/nfhs/NFHS-3%20Data/Bihar_report.pdf Diakses
pada 23 Desember 2014
Report, The National Family Health Survey (NFHS): Database that strengthen
India’s demographic and health policies and programs.
xv
http://www.rchiips.org/nfhs/urban_health_report_for_website_18sep09
pdf.
Diakses pada 23 Desember 2014
Rohit Parihar, “Wedowed Children in India”, 31 Oktober 2008.
http://indiatoday.intoday.in/story/Widowed+children/1/18934.html.
Diakses pada 26Desember 2014
Shulman, Juliana, “Child Marriage In India”. JShulman@uchicago.edu. Diakses
pada 27 Juni 2014
Solidarity for the Children of SAARC, “Child Marriage in South Asia: Realities,
Responses and The Way Forward”, 2013. hal: 5.
https://www.icrw.org/files/publications/Child_marriage_paper%20in%20S
outh%20Asia.2013.pdf. Diakses pada 19 Juni 2014
Suswati Basu, “India’s City of Widow”. Rabu, 30 Juni 2010.
http://www.theguardian.com/commentisfree/2010/jun/30/india-city-
widows-discrimination. Diakses pada 26 Desember 2014
UNDP, The United Nations Development Programme, “Concern Worldwide and
the Millennium Development Goals: Working to keep the promise”,
September 2010.
http://www.un.org/en/mdg/summit2010/pdf/ZeroDraftOutcomeDocument
_31May2010rev2.pdf. Diakses pada 09 Juli 2014
UNESCO, “India still home to largest illiterate population”. 20 Januari 2010.
http://www.thehindu.com/features/education/issues/india-still-home-to-
largest-illiterate-population-unesco/article82886.ece. Diakses pada 14
November 2014
UNFPA, “Child Marriage Fact Sheet”, 2005.
http://www.unfpa.org/swp/2005/presskit/factsheets/facts_child_marriage.h
tm. Diakses pada 23 Juni 2014
UNFPA. “Child Mariage”. 2010. http://www.unfpa.org/child-marriage. Diakses
pada
26 September 2013
UNICEF (2006).” Early marriage: a harmful traditional practice, a statistical
exploration.”
http://www.unicef.org/earlychildhood/files/Guide_to_GC7.pdf. Diakses
pada tanggal 7 Oktober 2014Pukul 15.17 WIB
UNICEF India, “Briefing Paper Series: Innovations, Lessons and Good Practices.
Community Based Interventions on Child Marriage”, New Delhi, India,
2011, hal: 5.
http://www.unicef.org/india/9.__Child_Marriage_Community-
based_Intervention.pdf. Diakses pada 18 Juli 2014
UNICEF India, “Child Marriage: Fact Sheet”, November 2011. Hal 1.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.p
df. Diakses pada 26 Juni 2014
UNICEF India, “Child Protection”
http://www.unicef.org/india/child_protection.html Diakses pada 17 Juli
2014
xvi
UNICEF India, “Delaying Marriage for Girls in India: A Formative Research to
Design Interventions for Changing Norms”, New Delhi, March 2011, hal:
50. http://www.icrw.org/files/publications/Delaying-Marriage-for-Girls-in-
India-UNICEF-ICRW.pdf. Diakses pada 03 September 201
UNICEF India, “End Child Marriage: Change Perceptions and Beliefs”, 2013.
New Delhi, hal: 11. http://unicef.org.np/media-centre/press-
releases/2014/08/11/india-commits-to-end-child-marriage. Diakses pada
29 Juni 2014
UNICEF India, “Our Work: UNICEF’s India Program”
http://www.unicef.org/india/activities.html. Diakses pada 17 Juli 2014
UNICEF India, “Right to Education (RTE) India”, India, 2012.
http://www.unicef.org/india/education_6144.htm. Diakses pada 26 Juli
2014
UNICEF INDIA, “The Situation of Children in India (A Profile)”. New Delhi,
India. May 2011. Hal: 3.
http://www.unicef.org/india/The_Situation_of_Children_in_India_-
__A_profile_20110630_.pdf. Diakses pada 28 September 2013.
UNICEF India, “Understanding the Perceptions of UNICEF Partners in India:
Findings of a Study”, India, Maret 2011.
http://www.unicef.org/india/ICO_COAR_2011_FINAL_REPORT.pdf.
diakses pada 17 Juli 2014
UNICEF India. “About Us: UNICEF in India”
http://www.unicef.org/india/overview.html. Diakses pada 16 Juli 2014
UNICEF India. “Child Marriage: Fact Sheet”. November 2011. Hal 2.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.p
df. diakses pada 17 Juni 2014
UNICEF, “Child Marriage and the Law: Legislative Reform Initiative”, Paper
Series. 2007.
http://www.unicef.org/policyanalysis/files/Child_Marriage_and_the_Law
%281%29.pdf Diakses pada 09 Juli 2014
UNICEF, “Child Marriage and the Law”, 2008. Hal: 23.
http://www.unicef.org/policyanalysis/files/Child_Marriage_and_the_Law
%281%29.pdf. Diakses pada 26 September 2013
UNICEF, “Partnering with Religious Communities for Children”, 2012.
http://www.unicef.org/about/partnerships/files/Partnering_with_Religious_
Communities_for_Children_%28UNICEF%29.pdf. Diakses pada 20 Juli
2014
UNICEF, Child Marriage in India – An analysis of available data, (2012), India.
http://www.unicef.in/documents/childmarriage.pdf. Diakses pada 16 Juni
2014
UNICEF, Statistics of India (2004),
http://www.unicef.org/infobycountry/india_statistics.html. Diakses pada
15 November 2014
UNICEF. (2011). Child Marriage – UNICEF Information Sheet.
http://www.unicef.org/india/Child_Marriage_Fact_Sheet_Nov2011_final.p
df. Diakses pada tanggal 29 September 2013 Pukul 20.38 WIB
xvii
UNICEF. “Child Protection” http://www.unicef.org/protection/. Diakses pada 15
Juli 2014
UNICEF. “In India, children’s vulnerabilities and exposure to violations of their
rights remain spread and multiple in nature”.
http://www.unicef.org/india/children_2360.htm. Diakses pada tanggal 29
September 2013 Pukul 21.13 WIB
UNICEF. “United for Children”, 2013. http://www.unicef.org/partners/. Diakses
pada 16 Juli 2014
UNICEF. “What We do”. http://www.unicef.org/about/. Diakses pada 15 Juli 2014
UNPFA (2005) . “Child marriage fact sheet.
http://www.unfpa.org/swp/2005/presskit/factsheets/facts_child_marriage.h
tm.. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2014
USAID, “Ending Child Marriage and Meeting the Needs of Married Children:
the USAID Vision for Action”, Oktober 2012, hal: 3.
http://www.usaid.gov/sites/default/files/documents/2155/Child_Marriage_
Vision_Factsheet.pdf. Diakses pada 19 Juni 2014
USAID, “Preventing Child Marriage: Protecting Girls Health”, 2006.
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pdaci387.pdf. Diakses pada 23 Juni 2014
World Bank, “World Development Report on Gender Equality and
Development”, 2012, hal: 154.
http://econ.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/EXTDEC/EXTRESEA
RCH/EXTWDRS/EXTWDR2012/0,,menuPK:7778074~pagePK:7778278
~piPK:7778320~theSitePK:7778063~contentMDK:22851055,00.html.
Diakses pada 24 Juni 2014
xviii