Anda di halaman 1dari 54

HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN STUNTING DENGAN

PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK BALITA

Proposal Skripsi
Dosen Pembimbing :

Ns. Indra Tri Astuti,S.kep.,M.Kep.,Sp.Kep.An

Disusun Oleh :

Vidya Nila Putika Sari

30901800193

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

PRODI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, nikmat, dan
ridho-Nya, sehingga penulis telah diberi kesempatan untuk menyelesaikan
proposal skripsi dengan judul “HUBUNGAN ANTARA KEJADIAN
STUNTING DENGAN PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK
BALITA”.Proposal skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
mencapai gelar sarjana keperawatan di Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Agung Semarang.
Dalam menyusun proposal ini penuis menyadari sepenuhnya bahwa penuis
tidak dapat menyelesaikan tanpa bimbingan saran dan motivasi dari semua
pihak yang turut berkonstribusi dalam penyusunan proposal skripsi ini
sehingga penyusun proposal skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang
telah penulis rencanakan. Untuk itu, pada kesempatan ini penuis ingin
menyampaikan terimakasih pada:

1. Bapak Drs. Bedjo Santoso, MT, Ph.D., selaku Rektor Universitas Islam

Sultan Agung Semarang.

2. Bapak Iwan Ardian SKM. M. Kep. Selaku Dekan Fakultas Ilmu

Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung.

3. Ibu Ns. Indra Tri Astuti, M.Kep, Sp.Kep.An., selaku Kaprodi S1

Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung

Semarang dan selaku pembimbing I yang telah sabar dan meluangkan

waktu serta tenaga dalam memberikan ilmu, nasehat yang bermanfaat dan

penuh motivasi dengan penuh perhatian dan kelembutan, mengajarkan

i
penulis agar selalu semangat sesulit apapun menghadapi ujian proposal

skripsinimaupun tugas-tugas lainnya.

4. Seluruh Dosen pengajar dan staf Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas

Islam Agung Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan

serta bantuan kepada penulis.

5. Kedua Orang tua saya yaitu Alm.bapak Sutresno dan ibu Sri Wahyuni

serta adik saya Vivian Fara Sasabela yang selalu memberika dukungan,

doa dan kasih sayangnya selama ini sehingga bisa menempuh pendidikan

di perguruan tinggi.

6. Kepada nenek saya Rumini yang membiayai sekolah saya dari SMA-

Kuliah karena bapak saya sudah meninggal. Satu-satunya orang yang

selalu percaya bahwa saya adalah anak yang dapat diandalkan sehingga

penulis mempunyai motivasi dan semangat untuk membuat proposal

skripsi ini hingga selesai.

7. Seluruh keluarga besar saya mbah mukidi family, mbah sugiman family,

mbah yut, tante-tante, om-om serta adik sepupu tercomel saya Nasyita

Kharina Ayunindita, terimakasih yang telah memberikan semangat,

dukungan, dan doa selama ini sehingga bisa menempuh pendidikan

diperguruan tinggi.

8. Agus Arianto sebagai pacar yang saya cintai, terimakasih telah membantu,

berkorban, dan mendukung selama proses pengerjaan proposal skripsi ini.

9. Untuk teman-teman saya Mala Ikroma Salma, Khasfiyatul Affah, Rini

anggreani, dan Riri Ariska keberadaan kalian yang membuat semangat

ii
semakin tinggi, terimakasih sebesar-besarnya telah memberikan hari-hari

yang penuh suka dan duka bagi penulis.

10. Untuk Zulvi Ubaedah Nisabatul Aska teman seperjuanganku, terimakasih

sebesar-besarnya yang selalu membatu saat saya mendapatkan kesulitan

dalam mengerjakan proposal skripsi ini.

11. Teman-teman sedepartemen, yang saling mengingatkan dan memberi

dukungan satu sama lain

Penulis menyadari bahwa proposal ini masih banyak kekurangan,

sehingga sangat membutuhkan saran dan kritik demi kesempurnaannya.

Peneliti berharap proposal keperawatan ini nantinya dapat bermanfaat bagi

banyak pihak.

Semarang, 02 Januari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................3
D. Manfaat ...................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................5

A. Tinjauan Teori ........................................................................................5


1. Konsep Stunting ...............................................................................5
a. Pengertian Stunting ....................................................................5
b. Faktor Penyebab Stunting ...........................................................6
c. Faktor Yang Mempengaruhi Stunting ......................................10
d. Mengukur Balita Stunting ........................................................12
e. Klasifikasi Stunting ..................................................................15
f. Dampak Stunting ......................................................................16
g. Pencegahan Stunting ................................................................16
2. Perkembangan Kognitif Anak Balita ..............................................17
a. Pengertian Perkembangan Kognitif Anak Balita .....................17
b. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif .............18
c. Tahapan Perkembangan Kognitif .............................................19
d. Cara Mengukur Perkembangan Kognitif ..................................26
e. Problematika Perkembangan Kognitif .....................................28
3. Kerangka Teori ...............................................................................30
4. Hipotesis .........................................................................................31

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................32

iv
A. Kerangka Konsep .................................................................................32
B. Variabel Penelitian ...............................................................................32
C. Jenis-Jenis Desain Penelitian ................................................................32
D. Populasi dan Sampel..............................................................................33
E. Tempat dan Waktu Penelitian ..............................................................35
F. Definisi Operasional .............................................................................35
G. Metode Pengumpulan Data ..................................................................36
H. Alat/Instrumen Pngumpulan Data ........................................................37
I. Rencana Pengolahan Data dan Analisa Data ........................................38
J. Etika Penelitian .....................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................vi

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah kurang gizi saat ini masih menjadi perhatian utama di
berbagai Negara, salah satunya pada kelompok balita (Izwardy, 2020).
Kekurangan gizi yang terjadi dapat menyebabkan berbagai masalah, salah
satunya adalah masalah gagal tumbuh sehingga anak menjadi lebih pendek
(stunting) dari standar (Teja, 2019).
Di Indonesia, prevelensi balita stunting pada tahun 2019 sebanyak 27,7
% dan pada tahun 2020 angka stunting menurun menjadi 24,1 % di 260
kabupaten/kota (Pritasari, 2020). Provinsi Jawa tengah terbagi atas 29
kabupaten dan 6 kota. Prevalensi stunting di provinsi Jawa Tengah sebesar
28.5% pada tahun 2017 (Dini et al., 2020). Prevalensi balita stunting
sesuai dengan hasil pengukuran status gizi balita yang dilakukan di
Posyandu se Kota Semarang, maka ditemukan balita stunting pada tahun
2018 sebanyak 0,28 %, hal ini sudah berada dibawah standar yang
ditargetkan pada tahun 2018 yaitu sebanyak banyaknya hanya berada
dibawah angka 9,9 % (< 9,9 %) (Semarang, 2020). Sedangkan prevelensi
stunting di puskesmas Bandarharjo berdasarkan indikator PB/U atau TB/U
Dinas Kesehatan Kota Semarang diketahui kejadian balita stunting
mencapai 20,37% dengan kejadian tertinggi pada tahun 2017 (Septamarini
et al., 2019)
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan itu dibagi
menjadi dua yaitu faktor dalam (internal) dan faktor luar (eksternal).
Faktor dalam meliputi keluarga, ras/etnika atau bangsa, jenis kelamin,
genetik, umur, kelainan kromosom. Untuk faktor luar : Faktor prenatal
meliputi Gizi,mekanis, toksin / zat kimia radiasi, kelainan imunologi
psikologi ibu (Qoyyimah et al., 2020). Dari hasil penelitian menurut (Yuni
& Anggraini, 2017) menyebutkan bahwa perkembangan balita stunting
normal dikarenakan faktor stimulasi motivasi belajar, dan teman sebaya
didapatkan ketika balita mengikuti PAUD karena ketika di PAUD
setidaknya diajarkan cuci tangan, melompat, berjabat tangan, melempar

1
bola yang merupakan stimulasi perkembangan. Selanjutnya motivasi
belajar yaitu misal guru yang membimbing bermain sambil belajar, juga
permainan yang bermanfaat untuk perkembangannya, selanjutnya yaitu
faktor kelompok sebaya juga didapatkan dalam PAUD karena ketika
didalam PAUD balita menemukan teman yang sebaya jadi merangsang
untuk bersosialisasi dan belajar dari temannya seperti contoh temannya
melempar bola dia juga akan mengikuti temannya melempar bola. Adapun
beberapa faktor spesifik untuk perkembagan kognitif anak yaitu ASI,
status pendidikan orang tua, gizi, lama interaksi dengan orang tua, dan
seberapa sering anak distimulasi dalam hal pengembangan personal sosial,
motorik halus dan motorik kasar (Kalew & Pambudi, 2020).
Dampak stunting dibedakan menjadi dua yaitu dampak jangka pendek
dan jangka panjang. Dalam jangka pendek stunting dapat menyebabkan
peningkatan kejadian kesakitan dan kematian,hambatan perkembangan
kognitif & motorik sehingga berpengaruh pada perkembangan otak dan
keberhasilan pendidikan, dan peningkatan biaya kesehatan. Sedangkan
dampak jangka panjangnya yaitu postur tubuh yang tidak optimal saat
dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya),meningkatnya risiko
obesitas dan penyakit lainnya,menurunnya kesehatan reproduksi,kapasitas
belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah dan
produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal (Kemenkes RI, 2018).
Dampak stunting terhadap perkembangan adalah menurunnya kapasitas
intelektual, gangguan struktur dan fungsi saraf dan sel-sel otak yang
bersifat permanen dan menyebabkan penurunan kemampuan menyerap
pelajaran di usia sekolah yang akan berpengaruh pada produktivitas saat
dewasa (Annisa, 2020).
Dari hasil penelitian (Wahidamunir, 2019) diperoleh nilai p value =
0,37 (p > 0,05), dengan demikian dinyatakan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara kejadian stunting dengan tingkat perkembangan
anak balita usia 48-59 bulan di TK Pertiwi Saleppa Kabupaten Majene.
Hasil penelitian lain menunjukkan balita stunting dengan kategori pendek
23 anak (77%) dengan perkembangan sesuai 11 anak (36,6%), meragukan

2
11 anak (36,6%), dan penyimpangan 1 anak (0,3%). Sedangkan balita
stunting dengan kategori sangat pendek yaitu 7 anak (23%) menunjukkan
perkembangan sesuai 1 anak (0,3%), meragukan 3 anak (1,0%), dan
penyimpangan 4 anak (13,3%), dan terdapat hubungan kejadian stunting
dengan perkembangan anak usia 23-59 bulan di Desa Wangen Polanharjo
dengan nilai p=0,024(p<0,05) (Qoyyimah et al., 2020). Studi lain oleh
Inna dan Rona yang menyatakan bahwa ada hubungan antara status gizi
dengan perkembangan kognitif pada anak dengan nilai p = 0,037 (<0,05)
(Kalew & Pambudi, 2020).
Berdasarkan study pendahuluan di Puskesmas Bandaharjo, terdapat
balita stunting dengan kategori pendek 8 (10%) dan sangat pendek 72
(90%), dan untuk perkembangan balita stunting belum diteliti.
Merujuk pada uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai mengetahui hubungan anatara kejadian stunting
dengan perkembangan kognitif anak balita
B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara kejadian stunting dengan perkembangan kognitif
anak balita?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara kejadian stunting dengan
perkembangan kognitif anak balita
2. Tujuan Khusus
a) Diketahuinya kejadian stunting pada anak balita
b) Diketahuinya perkembangan kognitif pada anak balita
c) Diketahuinya hubungan antara kejadian stunting dengan
perkembangan kognitif anak balita
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Memperoleh hasil penelitian baru tentang hubungan antara
kejadian stunting dengan perkembangan kognitif anak balita
2. Manfaat Praktis

3
a. Bagi responden dan masyarakat
Sebagai informasi tambahan bagi orang tua yang memiliki balita
stunting agar berkonsultasi pada tenaga kesehatan
b. Bagi Pelayanan Kesehatan
Digunakan sebagai masukan di harapkan tenaga kesehatan lebih
meningkatkan pemberian pendidikan kesehatan dan deteksi dini
mengenai stunting
c. Bagi Peneliti lain
Penelitian ini sebagai bahan informasi tambahan agar peneliti lain
dapat mengembangkan serta meneliti lebih lanjut.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Konsep Stunting
a. Pengertian Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di
bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak
terlalu pendek untuk usianya (Qoyyimah et al., 2020). Kondisi ini
diukur dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari minus dua
standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita
stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan
pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di
masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai
perkembangan fisik dan kognitif yang optimal (Kemenkes RI, 2018).
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi kurang dalam waktu yang cukup lama akibat
pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting
ini dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak
saat anak berusia dua tahun (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2016) dalam (Rahmadhita, 2020)
Stunting juga dapat menyebabkan kerusakan yang permanen
perkembangan kognitif, yang diikuti dengan perkembangan motorik
dan intelektual yang kurang optimal sehingga cenderung dapat
menimbulkan konsekuensi terhadap pendidikan, pendapatan, dan
produktivitas pada masa dewasa sehingga berpotensi menurunkan
pertumbuhan ekonomi (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Widyakarya nasional pangan dan gizi XI 2018 h.8) dalam (Qoyyimah
et al., 2020).
Kategori besaran prevalensi kejadian stunting yang telah
ditetapkan oleh WHO 1995 dikategorikan menjadi 4 bagian yaitu
rendah, medium, tinggi dan prevalence sanagat tinggi. Berikut ini

5
adalah kategori persen prevalensi kejadian stunting (World Health
Organization, 2010;dalam (Alwin, 2018)
 <20% Low prevalence/ rendah
 20-29% Medium prevalence
 30-39% high prevalence/ tinggi
 >40% very high prevalence/sangat tinggi
b. Faktor Penyebab Stunting
1. Asupan Energi Balita Rendah
Asupan energi merupakan salah satu cara untuk menilai
konsumsi makanan pada anak.Hal tersebut dikarenakan asupan gizi
yang tidak adekuat, terutama dari total energi, berhubungan
langsung dengan defisit pertumbuhan fisik pada anak. Penelitian
yang dilakukan oleh Sihadi & Djaiman (2011), rendahnya
konsumsi energi merupakan faktor utama sebagai penyebab
stunting balita di Indonesia. Rendahnya konsumsi energi pada
kelompok anak balita pendek diperkirakan karena beberapa faktor
antara lain kurangnya pengetahuan ibu tentang stunting yang
berpengaruh dalam pemberian gizi seimbang pada anak, nafsu
makan anak berkurang karena adanya penyakit infeksi. Asupan
energi rendah oleh ketidak tahuan ibu tentang stunting yang
memiliki anggapan bahwa anaknya tidak mengalami masalah gizi
sehingga ibu tidak memiliki usaha khusus dalam meningkatkan
asupan energi untuk anaknya. Usaha khusus ini dapat berupa
membuat makanan kreasi yang dapat membuat anak tertarik untuk
memakannya.
2. Penyakit infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab
langsung status gizi balita disamping konsumsi makanan terdapat
interaksi bolakbalik antara status gizi dengan penyakit infeksi.
Malnutrisi dapat meningkatkan risiko infeksi, sedangkan infeksi
dapat menyebabkan malnutrisi, yang mengarahkan ke lingkaran
setan. Anak kurang gizi, yang daya tahan terhadap penyakitnya

6
rendah, jatuh sakit dan akan semakin kurang gizi, sehingga
mengurangi kapasitasnya untuk melawan penyakit dan sebagainya.
(Mugianti et al., 2018).
3. Jenis Kelamin
Tumbuh kembang anak laki-laki lebih dipengaruhi oleh
tekanan lingkungan. Lingkungan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi psikologis dalam tumbuh kembang anak
(Hidayat,2009;(Mugianti et al., 2018). Berdasarkan teori dan fakta
peneliti beranggapan pertumbuhan anak laki-laki mudah terhambat
karena keadaan psikologis. Perkembangan psikologis melibatkan
pemahaman, kontrol ekspresi dan berbagai emosi. Perkembangan
ini memperhitungkan ketergantungan pengasuh utama untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Sebuah lingkungan yang hangat,
penuh kasih dan responsif sangat penting untuk perkembangan
psikologis pada anak. (Mugianti et al., 2018).
4. Pendidikan Ibu
Ibu yang berpendidikan baik akan membuat keputusan
yang akan meningkatkan gizi dan kesehatan anak-anaknya dan
cenderung memiliki pengetahuan gizi yang baik. ibu dengan
pendidikan menengah mengetahui anak stunting karena keturunan
sedangkan pada ibu dengan pendidikan rendah mengetahui bahwa
anaknya mengalami stunting karena makanannya kurang.
(Mugianti et al., 2018).
5. Asupan Protein Rendah
Asupan protein dibagi menjadi dua kategori, yaitu rendah
dan cukup. Kategori protein rendah apabila <100% AKG dan
kategori asupan cukup apabila 100% AKG. Protein penting untuk
fungsi normal dari hampir semua sel dan proses metabolisme,
dengan demikian defisit dalam zat gizi ini memiliki banyak efek
klinis. Anak menderita sakit infeksi karena asupan protein rendah.
Asupan protein adekuat merupakan hal penting karena protein
tidak hanya bertambah, tapi juga habis digunakan, sehingga masa

7
sel tubuh dapat berkurang yang menghasilkan pertumbuhan
terhambat. Asupan protein rendah dapat dipengaruhi oleh penyakit
infeksi yang terjadi pada anak stunting mengakibatkan kurangnya
nafsu makan sehingga konsumsi makan pada anak menjadi
berkurang. (Mugianti et al., 2018).
6. Pemberian ASI
ASI Ekslusif adalah pemberian hanya ASI saja bagi bayi
sejak lahir sampai usia 6 bulan. ASI memiliki manfaat sebagai
sumber protein berkualitas baik dan mudah didapat, meningkatkan
imunitas anak dan dapat memberikan efek terhadap status gizi anak
dan mempercepat pemulihan bila sakit serta membantu
menjalankan kelahiran (PERMENKES,2014; dalam (Mugianti et
al., 2018)). ASI Ekslusif penting dalam pertumbuhan anak untuk
mengurangi dan mencegah terjadinya penyakit infeksi pada anak.
Perilaku ibu yang dipengaruhi sebagian ibu berpendidikan rendah
dapat menjadi penyebab anak tidak diberi ASI Ekslusif karena
ketidaktahuan tentang pentingnya ASI Ekslusif (Mugianti et al.,
2018).
7. Pendidikan Ayah
Kejadian stunting pada balita lebih banyak terjadi pada
ayah yang berpendidikan rendah. Pendidikan yang tinggi dapat
mencerminkan pendapatan lebih tinggi dan ayah akan lebih
memperhatikan gizi anak. Keluarga dengan ayah yang
berpendidikan rendah dengan pendapatan yang rendah biasanya
memiliki rumah yang tidak layak, kurang dalam memanfaatkan
fasilitas kesehatan dan kebersihan lingkungan kurang terjaga,
selain itu konsumsi makanan tidak seimbang, keadaan ini yang
dapat menghambat pertumbuhan anak (Mugianti et al., 2018).
8. Ibu Bekerja
Pekerjaan ibu berkaitan dengan pola asuh anak dan status
ekonomi keluarga. Ibu yang bekerja diluar rumah dapat
menyebabkan anak tidak terawat, sebab anak balita sangat

8
tergantung pada pengasuhnya atau anggota keluarga yang lain,
namun di lain pihak ibu yang bekerja dapat membantu pemasukan
keluarga, karena pekerjaan merupakan faktor penting dalam
menentukan kualitas dan kuantitas pangan (Diana,2006; (Mugianti
et al., 2018).).
9. Berat Badan Lahir
Ibu dengan gizi kurang sejak awal sampai akhir kehamilan
dan menderita sakit akan melahirkan BBLR, yang kedepannya
menjadi anak stunting, selain itu bayi yang diiringi dengan
konsumsi makanan yang tidak adekuat, dan sering terjadi infeksi
selama masa pertumbuhan menyebabkan terhambatnya
pertumbuhan (Mugianti et al., 2018).
10. Pelayanan Kesehatan (imunisasi)
Dalam semua jenis malnutrisi, telah diketahui bahwa
proporsi anak tidak diimnunisasi lebih besar dibandingkan yang
diberi imunisasi. Status imunisasi pada anak adalah salah satu
indikator kontak dengan pelayanan kesehatan. Karena diharapkan
bahwa kontak dengan pelayanan kesehatan akan membantu
memperbaiki maslah gizi baru, sehingga imunisasi juga diharapkan
akan memberikan efek positif terhadap status gizi jangka panjang
(Mugianti et al., 2018).
11. Pekerjaan Ayah
Pekerjaan ayah atau kepala keluarga erat hubungannya
dengan status ekonomi keluarga yang berhubungan dengan
penghasilan. Pendapatan perkapita pada defisit pertumbuhan dapat
dihubungkan dengan kepentingannya untuk membeli makanan dan
serta benda-benda lain yang berguna bagi kesehatan anak
(Mugianti et al., 2018).
12. Status Ekonomi
Rumah tangga dipandang memiliki dampak yang signifikan
terhadap probabilitas anak menjadi endek dan kurus. Status
ekonomi secara tidak langsung dapat memengaruhi status gizi

9
anak. Sebagai contoh, keluarga dengan status ekonoi baik bisa
mendapatkan pelayanan umum yang lebh baik juga, yaitu
pendidikan, pelayanan kesehatan dan sebagainya (Mugianti et al.,
2018)
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stunting
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi stunting yaitu:
1. Faktor Individu
a) Status Ekonomi
Status ekonomi adalah suatu keadaan yang menunjukan
pada kemampuan finasial kelarga dan perlengakapan material
yang dimiliki. Adapun faktor yang mempengaruhi tingggi
rendahnya ekonomi yaitu pendidikan, jenis pekerjaan dan
pendapatan keluarga (Baswori & Juariyah, 2010) dalam
(Indrawati, 2015). Ketersediaan keluarga yang dipengaruhi
oleh status ekonomi dapat berpengaruh terhadap intake gizi
keluarga. Status ekonomi keluarga sangat berkaitan dengan
status gizi anak, karena kemampuan untuk kebutuhan pangan
terbatas (Prakhasita, 2018)
b) Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang yang sering
terjadi pada anak balita, salah satu penyebab infeksi yaitu gizi
balita kurang yang dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan
ibu (Putri et al., 2015). Penyakit infeksi ini akan berakibat berat
badan balita menurun sehingga dapat menyebabkan gizi anak
kurang (Prakhasita, 2018)
c) BBLR
Menurut WHO BBLR (berat badan lahir rendah) adalah
seorang bayi yang lahir dengan dengan berat badan ≤ 2500 gr.
Bayi dengan BBLR akan mengalami resiko kematian lebih
tinggi, keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan pada
masa anak-anak (Rajashree, 2015) dalam (Hartiningrum &
Fitriyah, 2019).

10
2. Faktor Pengasuh/Pengetahuan Orang Tua
a) Pengetahuan dan sikap
Pengetahuan orang tua tentang stunting dapat menentukan
sikap dan perilaku orang tua dalam pemeliharaan kesehatan
pencegahan stunting sehingga kejadian stunting dapat ditekan
(Rahmawati, 2019). Tingkat pengetahuan gizi seseorang akan
berpengaruh terhadap sikap dan tindakan dalam memilih
makanan yang berpengaruh terhadap gizi anak.Pengetahuan ibu
menyakinkan untuk memilih makanan yang tepat dan bergizi
pada anak (Fatimah dan nur hidayah 2008 ; Rahmatilah 2018
dalam (Prakhasita, 2018)
Sikap adalah reaksi seseorang terhadap stimulus, sikap ibu
merupakan faktor tidak langsung yang mempengaruhi status
gizi balita (Rahmatilah 2018 dalam (Prakhasita, 2018))
b) Ketahanan Pangan
Ketahanan pangan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi status kesehatan dan status gizi. Ketahanan
pangan sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizi
sehingga ini menjadi penting untuk menentukan individu dapat
hidup sehat jasmani maupun rohani. (Sanggelorang & Rahman,
2019)
c) Pola Asuh
Pola asuh yang tidak baik merupakan salah satu faktor
penyebab timbulnya permasalahan gizi.Pola asuh anak meliputi
pemberian ASI dan makanan pendamping, rangsangan
psikologis,praktek kebersihan hygine, sanitasi lingkungan kasih
sayang dan tanggung jawab orang tua, pemberian stimulasi
(Bella et al., 2020)
3. Faktor Lingkungan
a) Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan yang baik akan meningkatkan kualitas
pertumbuhan dan perkembangan anak balita, baik pelayanan

11
sehat maupun sakit. Pelayanan kesehatan salah satunya adalah
posyandu, kehadiran balita keposyandu untuk memantau status
gizi. Diposyandu nanti balita akan ditimbang berat badanya,
tinggi badan , pemeriksaan kesehatan lainya, penyuluhan gizi,
imunisasi sehingga pertumbuhan dan perkembangan blita
terpantau karena pada balita masih rentan terkena penyakit
infeksi dan penyakit gizi (Prakhasita, 2018)
b) Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan sangat berkaitan erat dengan perilaku,
tindakan kesehatan dan kebersihan lingkungan. Faktor sanitasi
dan kebersihan lingkungan sangat berpengaruh terhadap
tumbuh kembang anak balita, karena pada usia tersebut rentan
terhadap berbagai infeksi dan penyakit (Prakhasita, 2018)
d. Mengukur Balita Stunting
Menilai status gizi dapat dilakukan melalui beberapa metode
pengukuran, tergantung pada jenis kekurangan gizi. Hasil penilaian
status gizi dapat menggambarkan berbagai tingkat kekurangan gizi,
misalnya status gizi yang berhubungan dengan tingkat kesehatan, atau
berhubungan dengan penyakit tertentu. Gambaran cara penilaian status
gizi seperti di atas, yang paling sering digunakan dalam mengukur
status gizi adalah metode antropometri (Tamaria, 2017).
Metode antropometri diartikan sebagai mengukur fisik dan bagian
tubuh manusia. Jadi antropometri adalah pengukuran tubuh atau bagian
tubuh manusia. Dalam menilai status gizi dengan metode antropometri
adalah menjadikan ukuran tubuh manusia sebagai metode untuk
menentukan status gizi. Konsep dasar yang harus dipahami dalam
menggunakan antropometri untuk mengukur status gizi adalah konsep
dasar pertumbuhan. Berikut rumus Z score

Rumus Z score:

NILAI INDIVIDU SUBYEK −NILAI MEDIAN BAKU RUJUKAN


NILAI SIMPANG BUKU RUJUKAN

12
Beberapa contoh ukuran tubuh manusia sebagai parameter
antropometri yang sering digunakan untuk menentukan status gizi
misalnya berat badan, tinggi badan, ukuran lingkar kepala, ukuran
lingkar dada, ukuran lingkar lengan atas, dan lainnya. Hasil ukuran
anropometri tersebut kemudian dirujukkan pada standar atau rujukan
pertumbuhan manusia.
1) Berat Badan
Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air,
dan mineral yang terdapat di dalam tubuh. Berat badan merupakan
komposit pengukuran ukuran total tubuh. Pengukuran berat badan
memerlukan alat yang hasil ukurannya akurat. Untuk mendapatkan
ukuran berat badan yang akurat, terdapat beberapa persyaratan alat
ukur berat di antaranya adalah alat ukur harus mudah digunakan
dan dibawa, mudah mendapatkannya, harga alat relatif murah dan
terjangkau, ketelitian alat ukur sebaiknya 0,1 kg (terutama alat
yang digunakan untuk memonitor pertumbuhan), skala jelas dan
mudah dibaca, cukup aman jika digunakan, serta alat selalu
dikalibrasi.
Beberapa jenis alat timbang yang biasa digunakan untuk
mengukur berat badan adalah dacin untuk menimbang berat badan
balita, timbangan detecto, bathroom scale (timbangan kamar
mandi), timbangan injak digital, dan timbangan berat badan
lainnya.
2) Tinggi Badan atau Panjang Badan
Tinggi badan atau panjang badan menggambarkan ukuran
pertumbuhan massa tulang yang terjadi akibat dari asupan gizi.
Istilah tinggi badan digunakan untuk anak yang diukur dengan cara
berdiri, sedangkan panjang badan jika anak diukur dengan
berbaring (belum bisa berdiri). Alat ukur yang digunakan untuk
mengukur tinggi badan harus mempunyai ketelitian 0,1 cm. Anak
yang berusia 0–2 tahun diukur dengan ukuran panjang badan,

13
sedangkan anak berusia lebih 2 tahun dengan menggunakan
mikrotois.
3) Lingkar kepala
Lingkar kepala dapat digunakan sebagai pengukuran
ukuran pertumbuhan lingkar kepala dan pertumbuhan otak,
walaupun tidak sepenuhnya berkorelasi dengan volume otak.
Pengukuran lingkar kepala merupakan predikator terbaik dalam
melihat perkembangan syaraf anak dan pertumbuhan global otak
dan struktur internal.
Menurut rujukan CDC 2000, bayi laki-laki yang baru lahir
ukuran ideal lingkar kepalanya adalah 36 cm, dan pada usia 3
bulan menjadi 41 cm. Sedangkan pada bayi perempuan ukuran
ideal lingkar kepalanya adalah 35 cm, dan akan bertambah menjadi
40 cm pada usia 3 bulan.
4) Panjang Depa
Panjang depa merupakan ukuran untuk memprediksi tinggi
badan bagi orang yang tidak bisa berdiri tegak, misal karena
bungkuk atau ada kelainan tulang pada kaki. Panjang depa relatif
stabil, sekalipun pada orang yang usia lanjut.
5) Rasio Lingkar Pinggang dan Panggul (Waist to Hip Ratio)
Lingkar pinggang menunjukkan simpanan lemak.
Kandungan lemak yang terdapat di sekitar perut menunjukkan
adanya perubahan metabolisme dalam tubuh. Perubahan
metabolisme tersebut dapat berupa terjadinya penurunan efektivitas
insulin karena beban kerja yang terlalu berat. Peningkatan jumlah
lemak di sekitar perut juga dapat menunjukkan terjadinya
peningkatan produksi asam lemak yang bersifat radikal bebas.
6) Usia/umur
Umur sangat berkaitan dalam menentukan status gizi anak. Hasil
penimbangan berat badan dan tinggi badan sebuah yang diukur
menjadi tidak stabil jika tidak disertain dengan penentuan mur
yang tepat, jadi untuk perhitungan umur dalam satu bulan penuh,

14
artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.Berikut cara
perhitungan umur anak secara manual menurut kemenkes dan
WHO.
Contoh 1
Tanggal kunjungan : 15 08 2020
Tanggal lahir : 03 04 2019
12 04 1
(Jadi umur bayi menjadi 1 tahun, 04 bulan, 12 hari → 12 bulan +
04 bulan = 16 bulan)
Contoh 2
Tanggal kunjungan : 24 02 2021
Tanggal lahir : 14 09 2018
10 05 2
(Jadi umur bayi menjadi 2 tahun, 05 bulan, 10 hari → 24 bulan +
05 bulan = 29 bulan)
e. Klasifikasi Stunting
Penilaian status gizi yang biasa dilakukan adalah pengukuran
antopometri. Stunting bisa diketahui saat anak sudah ditimbang berat
badan dan diukur tinggi badan serta dikethui umurnya serta
dibandingkan dengan standar dan hasilnya berada dibawah normal.
Tinggi,normal, pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau
tinggi badan menurut umur (TB/U) (Ernawati, 2020)
Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks PB/U Atau TB/U anak
umur 0-60 Bulan
Indeks Status Gizi Ambas Batas
Panjang Sangat Pendek <-3 SD
Badan atau (severely stunted)
Pendek (stunted) -3 SD sampai < -2 SD
Tinggi badan
Normal -2 SD sampai +3 SD
menurut Tinggi >+3 SD
umur (PB/U)
Atau (TB/U)
anak usia 0-

15
60 bulan
Keterangan: SD : Standar Deviasi
Sumber: Permenkes Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri
f. Dampak Stunting
Dampak jangka pendek anak dapat berupa peningkatan kejadian
kesakitan dan kematian, perkembangan kognitif, motorik dan verbal
pada anak tidak optimal dan peningkatan biaya kesehatan. Sedangkan
dampak jangka panjangnya yaitu postur tubuh yang tidak optimal saat
dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya),meningkatnya
risiko obesitas dan penyakit lainnya,menurunnya kesehatan
reproduksi,kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat
masa sekolah dan produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal
(Kemenkes RI, 2018).
Dampak stunting terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak
sangat merugikan. Stunting dapat mengakibatkan gangguan tumbuh
kembang anak terutama pada anak berusia di bawah lima tahun. Anak-
anak yang mengalami stunting pada umumnya akan mengalami
hambatan dalam perkembangan kognitif dan motoriknya yang akan
mempengaruhi produktivitasnya saat dewasa. Selain itu, anak stunting
juga memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita penyakit tidak
menular seperti diabetes, obesitas, dan penyakit jantung pada saat
dewasa. Secara ekonomi, hal tersebut tentunya akan menjadi beban
bagi negara terutama akibat meningkatnya pembiayaan kesehatan.
Potensi kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh stunting sangat besar
(Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2018; dalam Hankas, 2020)
g. Pencegahan Stunting
Penanganan stunting salah satunya adalah dengan program satu
pilar ketahanan akses pangan bergizi yang bergizi meliputi penyediaan
makanan bergizi, pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga,
pengolahan pangan bergizi, dan penguatan regulasi mengenai label
pangan.Penanganan stunting dapat dilakukan pada 1.000 hari pertama
kehidupan seorang anak sampai berusia 6 tahun (Pembangunan, 2017).
Adapun pencegahanya yaitu dilakukan dengan meningkatkan

16
pengetahuan ibu yang memiliki anak stunting agar tidak berlanjut pada
anak selanjutnya. Contohnya yaitu pemberian edukasi dengan
penyampaian pesan kepada masyarakat, kelompok, atau individu
dengan harapan agar bisa memperoleh pengetahuan yang lebih baik
sehingga dapat berpengaruh sikap dan perilaku.(Sari et al., 2020).
Menurut kemeskes upaya pencegahan stunting balita yaitu dengan
pemantauan pertumbuhan balita, menyelenggarakan kegiatan
pemberian makanan tambahan (PMT) untuk balita, menyelenggarakan
stimulasi dini perkembangan anak dan memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal. (Kemenkes RI, 2018).
2. Perkembangan Kognitif Anak Balita
a. Pengertian Perkembangan Kognitif Balita
Balita adalah anak usia di bawah lima tahun yang ditandai dengan
proses pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi sangat pesat
(Wulan et al., 2020).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang
teratur sebagai hasil dar proses pematangan (Annisa, 2020)
Perkembangan kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu
kempampuan anak untuk menghubungkan, menilai, dan
mempertimbangkan sesuatu. Perkembangan kognitif juga berkaitan
erat dengan intelektual anak dalam berfikir dan mengambil keputusan
agar ide-ide mucul dalam belajar dan untuk menyelesaikan masalah
(Annisa, 2020)
Menurut (Salmiati & Nurbaity, 2016) perkembangan kognitif
adalah kemampuan seseorang dalam berpikir, mepertimbangkan,
memahami dan mengingat tentang segala hal disekitar kita yang
melibatkan proses mental seperti menyerap, mengorganisasi dan
mencerna segala informasi. Menurut Santrock, perkembangan kognitif
bedampingan dengan proses pertumbuhan secara genetik atau
kematangan fisik anak.
Kemampuan kognitif anak adalah kemampuan untuk berfikir lebih

17
kompleks serta melakukan penalaran dan pemecahan masalah,
berkembangnya kemampuan kognitif ini akan mempermudah anak
menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga ia dapat
berfungsi secara wajar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari
(Novitasari, 2018)
Aspek pengembangan kognitif, seperti kompetensi dan hasil
belajar yang diharapkan pada anak adalah anak mampu dan memiliki
kemampuan berfikir secara logis, berfikir kritis, dapat memeberi
alasan, mampu memecahkan masalah dan menemukan hubungan
sebab akibat dalam memecahkan masalah yang dihadapi (Hijriati,
2016).
b. Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif
Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif pada balita
terutama usia 0-59 bulan , kedua faktor tersebut yaitu:
1) Faktor Internal merupakan faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif anak usia dini yang berasal dari diri anak
sendiri, yang meliputi:
a) Faktor bawaan teori (hereditas) yang mendukung faktor ini adalah
teori nativisme yang dipelopori oleh seorang filosof yang
bernama Schopenhauer. Teori tersebut berpendapat bahwa
perkembangan anak telah ditentukan oleh faktor-faktor yang
dibawa sejak lahir. Faktor-faktor itulah yang dinamakan dengan
faktor pembawaan dan pembawaan yang telah terdapat pada
waktu anank dilahirkan itulah yang akan menetukan
perkembangannya kelak.
b) Faktor kematangan tiap anak memiliki organ dan organ tersebut
dapat dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. kematangan hubungan
erat dengan usia kronologis (usia kalender).
c) Faktor minat dan bakat minat mengarahkan pada dorongan untuk
berbuat dengan lebih giat dan lebih baik lagi. Sedangkan bakat
pada dasarnya merupakan kemampuan bawaan sebagai potensi

18
yang masih perlu dikembangkan agar dapat terwujud. Seseorang
yang memiliki bakat akan semakin mudah dan mempercepat
untuk mempelajarinya.
2) Faktor Eksternal merupakan faktor yang mempengaruhi
perkembangan kognitif anak usia dini yang berasal dari luar,
meliputi:
a) Faktor lingkungan teori yang mendukung faktor ini adalah teori
empirisme yang dikembangkan oleh John Locke dengan teorinya
yang dinamakan dengan “tabula rasa” menurut John Locke, anak
dilahirkan seperti kertas putih yang bersih tanpa noda (belum ada
tulisan sedikit pun), namun dalam perkembangannya kertas
tersebut menjadi penuh dengan tulisan, dan bagaimana tulisan
tersebut akan ditentukan oleh faktor lingkungan. Menurutnya,
perkembangan kognitif anak akan sangat ditentukan oleh berbagai
pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan
disekitarnya.
b) Faktor pembentukan merupakan segala keadaan diluar dari
seseorang yang mempengaruhi kemampuan kognitifnya.
Pembentukan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pembentukan
sengaja (pendidikan di sekolah), dan pembentukan tidak sengaja
(pengaruh alam sekitar).
c) Faktor kebebasan merupakan keleluasan manusia untuk berfikir
divergen (menyebar) yang berarti bahwa anak dapat memilih
metode-metode tertentu dalam menyelesaikan tugasnya ataupun
memecahkan masalah-masalahnya, dan termasuk dalam memilih
masalah sesuai dengan kebutuhannya (Tiaingsih, 2019).
c. Tahap Perkembangan Kognitif
Piaget mengemukakan mengenai prinsip utama dalam
perkembangan kognitif manusia, yaitu organisasi, adaptasi dan
asimilasi. (Hijriati, 2016)
1) Organisasi (organization) yang dimaksud adalah menggabungkan
ide-ide tentang sesuatu ke dalam sistem berpikir yang koheren

19
(masuk akal). contoh, anak-anak pada usia 3-4 tahun telah
terampil mengendarai roda tiga. Dalam kemampuannya itu, anak
telah mampu merangkai beberapa ide, seperti kaki mangayuh
pedal, tangan memegang setir, mata menatap ke depan, dan sering
kali kepala anak tersebut menoleh ke kanan dan ke kiri untuk
menjaga keselamatan. Inilah yang disebut dengan organisasi
dalam bahasa tendensi biologis.
2) Adaptasi (adaptation) Adaptasi merupakan suatu keadaan dimana
wujud keseimbangan di antara akomodasi dan asimilasi untuk
disesuaikan dengan sekitarnya.
3) Asimilasi Secara harfiah, asimilasi berarti memasukkan atau
menerima. Dalam lingkup pengetahuan, manusia selalu
mengasimilasikan objek atau informasi ke dalam struktur
kognitifnya. Pada awalnya, seorang bayi mencoba berasimilasi
dengan menyentuh, meremas, bahkan merobek benda-benda yang
dijangkaunya. Contohnya si bayi menghisap benda yang
menyentuh bibirnya
4) Skema Yaitu anak yang berusaha membangun pemahaman
mengenai dunia, otak akan mulai berkembang. Contohnya
menggenggam, menghisap, dan melihat.(Juwantara, 2019)
5) Ekuilibrasi yaitu mekanisme untuk menjelaskan bagaimana anak-
anak berpindah dari satu tahap pemikiran ketahap berikutnya
(Juwantara, 2019).
Perkembangan kognitif adalah kemampuan seseorang dalam
berpikir, mepertimbangkan, memahami dan mengingat tentang segala
hal disekitar kita yang melibatkan proses mental seperti menyerap,
mengorganisasi dan mencerna segala informasi. Piaget
mengidetifikasikan 4 (empat) tahapan utama perkembangan kognitif
yaitu sensorimotor, pra-oprasional, operasional konkrit dan
operasional formal (Salmiati & Nurbaity, 2016)
1) Tahap Sensomorik (0-2 Tahun)
Sepanjang tahapan ini, bayi menyusun pemahaman tentang

20
diri sendiri dan dunia mereka melalui indera seperti melihat dan
mendengar dengan gerakan otot (motor)-nya untuk mengapai atau
menyentuh.
Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan kognitif
selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses
penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan. Menurut Piaget tahap sensomorik dibagi menjadi
enam, sebagai berikut;
(a) Sub tahapan 1 yaitu penggunaan refleksi-refleksi awal (0-1
bulan)
Kesiapan dan sarana bawaan yang dimiliki anak yang baru
lahir untuk menghadapi dunia masih terbatas. Anak tidak bisa
membedakan antara tindakannya terhadap suatu objek dan
objek itu sendiri. Anak lebih banyak menunjukkan perilaku
refleksif seperti menggenggam, menyusu, dan reaksi terhadap
suara-suara untuk mendapatkan pengetahuan mengenai dunia.
Anak akan mencoba menghisap selembar sleimut atau mainan
dengan cara yang sama seperti ketika menghisap air susu dari
dada ibunya. Anak juga akan menggenggam segala sesuatu
yang terjangkau olehnya, menggunakan skema yang sama
(menggenggam dengan tangan) secara berulang kali. Terdapat
dua karakteristik yang menandai subtahapan ini: Pertama, bayi
tidak bisa membedakan antara dirinya dan dunia eksternal;
kedua, begitu bayi mendapatkan pengalaman dengan
menggunakan skemata refleks yang berbeda, ia akan cenderung
untuk menjadi semakin adaptif terhadap tuntutan lingkungan
yang semakin meningkat (Barokah, 2020)
(b) Sub tahapan 2 yaitu reaksi sirkuler primer (1-4 bulan)
Pada subtahapan ini, anak mulai menunjukkan refleks-
refleks yang berbeda dan mampu mengkoordinasikan refleks-
refleksnya. Sebagai contoh, anak bisa mengikuti suatu objek
yang menarik dengan pandangan matanya dan sekaligus

21
mencoba menjangkau objek itu dengan tangannya. Subtahapan
ini meliputi berbagai macam pembelajaran yang bersifat
mencoba-coba, dimana kesempatan merupakan faktor penting.
(Barokah, 2020)
(c) Sub tahapan 3: Reaksi-reaksi Sirkuler Sekunder (4-8 bulan)
Karakteristik utama subtahapan ketiga dalam
perkembangan sensorimotor adalah keasyikan anak dengan
kejadian dan objek-objek yang ada di luar tubuhnya sendiri
(dari sini asal mula kata sekunder dalam tahapan ini). Anak
mencoba menghasilkan pengalaman dan memeliharanya.
Seakan-akan anak telah menemukan cara melakukan sesuatu
yang baru dan ingin mempraktikannya berulang-ulang. Yang
terjadi memang mungkin seperti itu, karena pada saat inilah
asimilasi fungsional atau reproduktif menjadi kekuatan opeasi
yang utama. Selama periode ini perkembangan anak
menunjukkan apa yang ditegaskan Piaget bahwa dunia anak
merupakan dunia yang dibentuk bukan diberikan (Barokah,
2020).
(d) Sub tahapan 4 yaitu koordinasi skemata sekunder (8-12 bulan)
Anak mengalami dua titik tolak utama dalam
perkembangan di tahap ini, pada usia sekitar 8 sampai 12
bulan. Pertama anak mulai menggunakan pola perilaku yang
sudah dipelajari sebelumnya (kebiasaan) dan bisa
menggunakan lebih dari satu skema pada satu waktu untuk
memperpanjang berlangsungnya kejadian yang bersifat baru
atau tidak lazim. Sebagai contoh, jika anak dihadapkan pada
satu jenis masalah baru, dia akan mencoba berulang-ulang
memecahkannya, tergantung pada halangan yang mungkin ia
hadapi. Sementara seorang anak pada subtahapan 3 (yang tidak
memliki gambaran jelas mengenai hubungan sebab-akibat)
cenderung untuk tidak terus mengulangi usahanya, seorang
anak pada subtahapan 4 cenderung untuk terus mencoba karena

22
ia memiliki konsep yang jelas mengenai apa yang
menyebabkan sesuatu terjadi (Piaget menyebut hal ini sebagai
hubungan sarana tujuan) (Barokah, 2020)
(e) Sub tahap 5 reaksi-reaksi sirkuler tersier (12-18 bulan)
Anak subtahapan 5 (usia 12 sampai 18 bulan)
menggunakan sarana-sarana baru untuk memecahkan masalah-
masalah yang juga baru. Anak mulai mencermati hubungan
sebab dan akibat melalui eksperimental yang terkadang disebut
sebagai akomodasi. Anak mengulang-ngulang perilakunya,
tetapi selain perulangan sederhana ini dalam kadar tertentu pun
terlahir keberagaman dan penemuan keahlian dan pengalaman
yang sifatnya baru. Pada tahap ini anak sudah bisa berjalan
(Barokah, 2020).
(f) Sub tahap 6 representasi simbolik (18-24 bulan)
Pada masa representasi simbolik terjadi pertumbuhan yang
luar biasa dalam hal kemampuan kualitatif anak, ia mulai
menemukan ide-ide baru dan bukan sekedar merumuskan ulang
ide-ide lama. Kemunculan bahasa (jenis pemikiran simbolik)
terlihat jelas dalam subtahapan ini (Barokah, 2020)
2) Tahap Preoperasional (2- 7 tahun)
Pada tahapan ini adalah pemikiran simbolik dan
perkembangan bahasa. Pemikiran simbolik merupakan tonggak
penting perkembangan anak pada tahap pra-operasional. Pemikiran
simbolik dapat terlihat dari permainan yang dimainkan anak pada
masa ini seperti; bermain pura-pura (berpura-pura bonekanya
sedang minum, batu sebagai kue, dan lain-lain) dan bermain peran.
Perkembangan bahasa juga menunjukkan perkembangan yang
mengagumkan, pada usia enam tahun, mereka sudah menguasai
paling sedikit 10.000 kata, dan menunjukkan perkembangan pada
tatabahasa, walaupun dalam bermain mereka menggunakan bahasa
terbatas, bahasa yang digunakan juga sebagai symbol.
Pemikiran pra-operasional merupakan awal dari

23
kemampuan untuk merekonstruksi di dalam pikiran apa yang telah
ditetapkan dalam perilaku. Hal tersebut dibagi menjadi dua
subtahap yaitu subtahap fungsi simbolis dan subtahap pemikiran
intuitif.
(a) Subtahap fungsi simbolik
Subtahap fungsi simbolik terjadi pada usia 2-4 tahun yang
merupakan tahap pertama pemikiran pra operasional. Dalam
subtahap ini, anak-anak memperoleh kemampuan mental dari
suatu objek yang tidak hadir. Anak mulai menggunakan bahasa
dan terlibat dalam permainan pura-pura. Adapun karakteristik
pada usia 2-4 tahun yaitu
1. Adanya fungsi seiomtik (simbol) mulai usia 2-4 tahun
2. Imitasi tidak langsung, contohnya anak sedang main pasar-
pasaran sendirian, meskipun ia sedang bersama temannya
yang lain
3. Permainan simbolis. Contoh: mobil-mobilan dengan balok-
balok kecil. Permainan simbolis dapat merupakan ungkapan
diri anak
4. Anak dapat menggambar realistis tetapi tidak proporsional.
Contoh: gambar orang yang tidak proporsional.
5. Bahasa .Anak mulai menggunakan suara sebagai
representasi benda atau kejadian. Perkembangan bahasa
sangat memperlancar perkembangan konseptual anak dan
juga perkembangan kognitif anak. · Menurut Piaget,
perkembangan bahasa merupakan transisi dari sifat
egosentris ke interkomunikasi sosial (Barokah, 2020)
(b) Subtahap Pemikiran Intuitif
Subtahap kedua pemikiran praoperasional yang terjadi pada
usia 4-7 tahun. Dalam subtahap tersebut anak-anak mulai
menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas
segala pertanyaan. Pada usia 5 tahun anak akan memiliki
banyak pertanyaan tentang “mengapa”. Pertanyaan tersebut

24
memberi sinyal munculnya minat dalam penalaran dan mencari
tahu mengapa hal-hal ada sebagaimana adanya (Barokah, 2020)
Menurut piaget dalam diane dalam (Yulistia, 2018) ada
beberapa kemampuan kognitif sebagai berikut
1) Menggunakan Simbol
Dimana anak tidak harus berada dalam kondisi kontak
sensorikmotorik dengan objek, orang, atau peristiwa untuk
memikirkan hal tersebut. Contoh gambar bebek bisa sebagai
perumpamaan angka 2.
2) Mampu mengklasifikasi
Anak mengorganisir objek, orang dan peristiwa kedalam
kategori yang memiliki makna. Contoh: anak dalam memilih
benda dalam kelompok ukuran “besar dan kecil”.
3) Memahami angka
Seorang anak yang dapat menghitung dan bekerja dengan
angka. Contohnya: anak membagi roti dengan teman-temannya
dan menghitung permen tersebut untuk memastikan setiap
orang mendapatkan jumlah yang sama.
4) Memahami huruf abjad
Dimana anak dapat mengetahui dan dan memahami tanda-
tanda aksara dalam tata tulis yang merupakan huruf abjad
dalam melambangkan bunyi bahasa. Contohnya: Kemampuan
anak dalam memahami dapat dilihat dari kemampuan anak saat
memaknai huruf sehingga anak mampu menyebutkan depan
dari sebuah kata.
3) Tahap Operasional Kongkrit (7 – 12 tahun)
Pada tahap ini anak sudah cukup matang untuk
menggunakan logika atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik
yang ada saat ini.Pada tahapan ini juga terjadi perubahan positif
dari karakteristik negatif anak pada tahapan sebelumnya, seperti:
berkurangnya cara berpikir egosentris yang ditandai oleh desentrasi
yang benar, artinya anak mampu memperlihatkan lebih dari satu

25
dimensi secara serempak dan juga menghubungkan dimensi-
dimensi tersebut satu sama lain.
4) Tahap Operasional Formal (12 tahun sampai dewasa)
Pada tahap ini anak tidak lagi hanya berpikir tentang realita
kongkrit, namun mereka sudah mampu untuk berpikir
kemungkinan yang abstrak dan mampu mengembangkan hipotesis
secara logis. Anak-anak sudah mampu memahami bentuk argumen
dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan karena itu disebut
operasional formal.
d. Cara Mengukur Perkembangan Kognitif
Permendiknas No 58 Tahun 2009 menyatakan bahwa, lingkup
perkembangan kognitif yang perlu dikembangkan meliputi
pengetahuan mum dan sains, konsep bentuk, warna, ukuran, pola,
konsep bilang lambang dan huruf. Cara mengukurnya dapat dilihat dari
karakteristik atau tingkat pencapaian perkembangan kognitif sesuai
usia masing-masing.
Adapun untuk tingkat pencapaian perkembangan kognitif
sebebagai berikut
NO Usia Perkembangan Kognitif
1 0-3 a) Mampu membedakan apa yang ia inginkan
bulan misal ASI, susu dari botol, atau kempong
b) Berhenti menangis setelah digendong atau
diberi susu
2 3-6 a) Memperhatikan dan memiih permainan yang
bulan diinginkan
b) Mengulurkan kedua tangan untuk digendong
3 6-9 a) Mengamati benda-benda yang bergerak
bulan b) Berpaling kearah sumber suara
c) Mengamati benda-benda yang kemudian
dipegang dan dijatuhkan
4 9-12 a) Memahami perintah yang sederhana
bulan b) Menunjukan reaksi saat namanya dipanggil
c) Mencoba mencari benda yang disembunyikan

26
d) Mencoba membuka atau melepas benda yang
tertutup
5 12-18 a) Menyebutkan beberapa nama benda
bulan b) Menanyakan nama benda yang belum dikenal
c) Membedakan ukuran benda (besar atau kecil)
d) Mengenal beberapa warna primer (merah,
kuning, hijau, biru)
e) Menyebutkan nama sendiri dan orang-orang
yang dikenal
6 18-24 a) Mempergunakan alat permainan dengan cara
bulan semaunya
b) Meniru gambar wajah orang
c) Memahami konsep angka dan menghitung
sederhana
d) Memahami prinsip milik orang lain

7 2-3 a) Menyebutkan bagian-bagian suatu gambar


tahun misal binatang, wajah orang, mobil dan lain-
lain
b) Memahami prinsip ukuran (besar dan kecil,
pendek dan panjang)
c) Mengenal kembaki bagian-bagian tubuh
d) Mengenal tiga macam bentuk geometri
seperti persegi panjang, lingkaran, dan
segitiga
8 3-4 a) Menempatkan benda dalam urutan
tahun berdasarkan (paling kecil – paling besar)
b) Menemukan atau mengenali bagian yang
hilang dari suatu pola gambar (wajah orang,
mobil, binatang)
c) Mengekpresikan diri
d) Memahami perbedaan antara dua hal dari
jenis yang sama ( misal perbedaan semangka

27
dan melon)
9 4-5 a) Mengklasifikasi benda berdasarkan bentuk,
tahun warna dan ukiran
b) Menyebutkan beberapa angka dan huruf
c) Menggunakan benda-benda sebagai
permainan (misal kursi sebagai mobil)
Sumber: Ali Nugraha, dkk (2011); Wiyani (2014) dalam
(Isharyanti, 2015)
Untuk cara mengukur perkembangna kognitif dapat dilihat dari
tingkat pencapaian balita.
NO SKOR PENILIAN
1 9-10 Sesuai
2 7-8 Meragukan
3 ˂6 Penyimpangan

e. Problematika Perkembangan Kognitif


Pada perkembangan kognitif kompetensi dan hasil belajar yang
diharapkan pada anak adalah anak mampu dan memiliki kemampuan
untuk berfikir secara logis,berfikir kritis, dapat memberi alasan,
mampu memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat
dalam memecahkan masalah yang dihadapi (Yamin dan Sanan,
2010:150) dalam (Novitasari, 2018).
Anak dapat bertumbuh dan berkembang selayaknya lingkungan
dan stimulasi ini yang menjadi alasan mendasar perbedaan
perkembangan kognitif anak. Sebagian anak dapat mengembangkan
kognitifnya sesuai tahapan, sebagian lagi dapat berkembang dengan
beberapa hambatan, dan ada pula yang mengalami permasalahan
dalam perkembangan kognitif (Novitasari, 2018).
Adapun permasalah dalam perkembangan kognitif anak balita
antara lain
a) Berfikir irasional adalah berfikir sesuatu yang tidak berdasarkan
akal / pikiran yang sehat
b) Berfikir negatif
c) Suka menyalahkan orang lain

28
d) Malas belajar
e) Sulit menghafal kata
f) Tidak konsentrasi dalam belajar
g) Terlambat berfikir
h) Pelupa
i) Rasa ingin tahu rendah

B. KERANGKA TEORI
Faktor Penyebab
a. Asupan energi balita
rendah
b. Penyakit infeksi
c. Jenis kelamin
d. Pendidikan ibu
e. Asupan protein rendah
f. Pemberian ASI
g. Pendidikan ayah
h. Ibu bekerja
i. Berat badan lahir 29
j. Pelayanann kesehatan
k. Pendidikan ayah
l. Status ekonomi
Stunting

Pertumbuhan
Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
1) Faktor Individu
a. Penyakit Infeksi
b. Status Ekonomi
c. BBLR
2) Faktor
pengasuh/pengetahuan
orang tua Aspek perkembangan
a. Pengetahuan dan sikap
Motorik Halus
b. Ketahanan pangan
c. Pola asuh
3) Faktor Lingkungan Motorik kasar
a) Pelayanan Kesehatan
b) Sanitasi lingkungan Personal Sosial

Kognitif

Faktor yang memepengaruhi


- Terlambat berpikir
a. Faktor Internal
- Faktor bawaan/hereditas - Rasa ingin tahu
- Faktor kematangan
rendah
- Faktor minat dan bakat
b. Faktor Eksternal - Malas belajar
- Faktor lingkungan
- Faktor pembentukan
- Faktor kebebasan
Keterangan
: Tidak Diteliti

: Diteliti

30
C. HIPOTESIS
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya
melalui penelitian ilmiah (Hestin, 2020). Hipotesis dari penelitian ini
adalah
H1: Terdapat hubungan antara kejadian stunting dengan perkembangan
kognitif anak balita

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep

STUNTING Perkembangan
Kognitif

31
Skema 3.1 Kerangka Konsep
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah karakteristik yang dimiliki oleh subyek
(orang, benda, situasi) atau suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Patmasari,
2020). Berikut adalah penjelasan dari beberapa variabel
1) Variabel independen (bebas)
Variabel adalah variabel yang mempengaruhi variabel target. Variabel
independen dalam penelitian ini adalah perkembangan kognitif anak
balita
2) Variabel dependen (terikat)
Variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain atau timbul karena
adanya variabel bebas. Variabel dependen penelitian ini adalah
kejadian stunting.
C. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yaitu penelitian dengan
menggunakan proses sistemik yang memakai pendekatan formal dan
objektif. Desain penelitian ini yaitu korelasi (non ekperimental), korelasi
sendiri adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan
data guna menentukan apakah ada hubungan antara dua variabel atau lebih
tersebut. Desain yang digunakan dengan pendekatan cross sectional.
Dimana menurut (Nursalam, 2015) Cross-sectional merupakan jenis
penelitian yang menegaskan waktu pengukuran atau observasi data
variabel independen dan dependen,data yang diambil hanya satu kali pada
satu waktu. Pada jenis ini, variabel independen dan dependen dinilai
secara bersamaan dan tidak ada tindak lanjut.
D. Populasi dan Sampel
1) Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)
yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan atau himpunan dari
objek atau data yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh

32
peneliti sehingga bisa dipelajari dan bisa ditarik kesimpulan
(Nursalam, 2015).
(a) Populasi Target
Yaitu seluruh objek penelitian dengan karakteristik tertentu yang
terdapat dalam daerah penelitian (Lutvaidah & Hidayat, 2019).
Sesuai dengan hal tersebut, maka populasi target pada penelitian
ini adalah balita yang mengalami stunting di Semarang.
(b) Populasi Terjangkau
Yaitu populasi yang dapat dikelola oleh peneliti dimana ruang
lingkup populasi terjangkau lebih kecil dari ruang lingkup populasi
target, dalam hal ini populasi terjangkau adalah balita yang
mengalami stunting di puskesmas Bandarharjo (Lutvaidah &
Hidayat, 2019).
2) Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih untuk diteliti atau
dapat digunakan sebagai subyek dan dianggap mewakili dari populasi
(Nursalam, 2015).
Teknik pengambilan sampel penelitian ini dengan metode non
probality sampling dengan jenis Consecutive sampling. Consecutive
sampling adalah teknik penentuan sampling dimana semua subyek
yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan
dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan
terpenuhi. Dimana penentuan besar sampel dibedakan menjadi 2 yaitu:
(a) Kriteria Inklusi
Menurut (Nursalam, 2015) dikemukakan kriteria inklusi sebagai
karakteristik umum sesuai target yang dijangkau supaya dapat
diambil sebagai sampel. Kriteria inklusi pada penelitian ini antara
lain :
- Ibu yang memiliki balita usia 12-59 bulan
- Balita laki-laki maupun perempuan
- Klien yang memiliki keyakinan apapun
- Klien yang bersedia menjadi responden

33
- Klien yang tinggal/menetap di lokalisasi bandarharjo semarang
- Klien bisa membaca dan menulis
(b) Kriteria Eklusi
Sedangkan kriteria ekslusi menurut (Nursalam, 2015) merupakan
kriteria anggota populasi yang tidak bisa diambil sebagai sampel.
- Balita yang mengalami gangguan kesehatan seperti autis
- Balita dan ibu yang mengalami sakit saat penelitian
berlangsung
Untuk menentukan besar sampel menurut Notoatmojo sebagai
berikut;
N
n= 2
1+ N (d )
90
n=
1+ 90(0,05)2
90
n=
1+ 0,225
90
n=
1,225
n= 73,4693 → 73 sampel
Keterangan
n: Jumlah sampel
N: Jumlah populasi
d: Tingkat signifikansi (0,05)
Untuk mengantisipasi sampel drop out
n
n1=
(1−f )
73 73
n1 = = =81,111111→ 81 sampel
(1−0,1) 0,9
Keterangan
n1= Sampel yang akan digunakan (kalkulasi dengan drop out)
n= Sampel yang digunakan
f= Antisipasi Drop out

E. Tempat dan Waktu Penelitian

34
1) Tempat
Penelitian akan dilakukan di Puskesmas Bandaharjo Semarang
2) Waktu
Bulan Oktober – November 2021
F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang
dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan
(Hendrawan et al., 2019).
Definisi operasional variabel penelitian ini, disajikan dalam bentuk
tabel dibawah ini:

3.2 Tabel Definisi Operasional


No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil ukur Skala
Penelitian Operasional Ukur
1 Variabel Dependen
Kejadian Stunting adalah Metode  Sangat Nomin
Stunting kondisi gagal Kuisioner Pendek al
tumbuh pada (severely
anak balita stunted):
(bayi di bawah <-3 SD
lima tahun)  Pendek
akibat dari (Stuted):
kekurangan gizi -3 SD
kronis sehingga sampai <
anak terlalu -2 SD
pendek untuk  Normal:
usianya yang -2 SD
sampai
diukur melalui +3 SD
antropometri
berdasarkan
PB/U atau
TB/U.
(Qoyyimah et

35
al., 2020)
2 Variabel Independen
Perkemban Perkembangan Metode Hasilnya Nomin
gan kognitif adalah Kuisioner  9-10 : al
Kognitif kemampuan Sesuai
balita dalam  7-8 :
berpikir, Meragu
mepertimbangk kan
an, memahami  ˂ 6 :
dan mengingat Penyimp
tentang segala angan
hal disekitar
kita yang
melibatkan
proses mental
seperti
menyerap,
mengorganisasi
dan mencerna
segala
informasi
(Salmiati &
Nurbaity, 2016)

G. Metode Pengumpulan Data


Menurut sugiyono 2012 dalam (Effendy & Sunarsi, 2020) metode
pengumpulan data adalah langkah yang paling utama dalam penelitian,
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, tanpa mengetahui
teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
1) Jenis data dalam penelitian ini adalah primer yaitu data informasi yang
diperoleh dari responden secara langsung dari objek penelitian melalui
penelitian lapangan (Field research) menggunakan kuesioner pada ibu

36
balita di puskesmas bandaharjo Semarang (Enteding, 2020).Data
antropometri balita diperoleh dengan mengukur TB per umur.
2) Cara pengumpulan data penelitian ini dengan kuesioner yang diberikan
kepada responden, langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam
proses pengumpulan data antara lain :
a. Memperoleh surat lolos uji etik dari komite etik penelitian dari
Fakultas Ilmu Keperawatan UNISSULA Semarang.
b. Meminta izin kepada direktur Puskesmas Bandaharjo Semarang.
c. Meminta izin penelitian kepada kepala ruang Puskesmas
Bandaharjo Semarang.
d. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada calon
responden. Jika calon responden bersedia ikut berpartisipasi dalam
penelitian, maka harus menandatangani lembar persetujuan
(informed consent) untuk menjadi responden.
e. Peneliti membagikan kuesioner kepada responden, lalu responden
dijelaskan tentang cara pengisian kuesioner penelitian. Selama
proses pengisian kuesioner, responden didampingi oleh peneliti
dan responden diharapkan mengisi kuesioner dengan teliti.
f. Kuesioner yang sudah diisi kemudian dikumpulkan lalu lalu
diperiksa kelengkapannya dan dilakukan analisa oleh peneliti.
H. Instrumen / Alat Pengumpulan Data
1) Instrumen pengumpulan data
Intrumen pengumpulan data merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur data yang hendak dikumpulkan.
a) Instrumen kejadian stunting
Kejadian stunting diukur dengan menggunakan kuesioner yang
melibatkan karakteristik yang telah peneliti tetapkan. Pertanyaan
pada penelitian ini terdiri dari inisial nama ibu balita, umur ibu,
pekerjaan ibu, pendidikan ibu, tanggal lahir balita, umur balita,
anak keberapa,jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan balita.
Untuk hasil akhir atau score nanti di isi oleh peneliti dengan

37
memberi tanda centang (√) keterangan sangat pendek (severely
stunted, pendek (Stuted), dan normal .
b) Instrumen perkembangan kognitif balita
Perkembangan kognitif balita diukur menggunakan Kuisioner
dengan pertanyaan yang sesuai seperti umur balita, misal diumur 0-
3 bulan bayi mampu membedakan apa yang ia inginkan (misal
ASI, susu dari botol, atau kempong), berhenti menangis setelah
digendong atau diberi susu. Kemudian responden memberi tanda
centang (√) di uraian jawaban yang telah disediakan peneliti jika
jawabannya iya score 1, dan jika jawabanya tidak score 0.
2) Uji validitas dan reabilitas instrumen
a) Uji validitas
Uji Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukan
tingkat-tingkat dan sah atau tidak validnya suatu instrumen
( Arikunto, 2014:211) dalam (Astuti et al., 2019)
b) Uji reabilitas
Menurut Sugiyono (2018:268) dalam (Ismail & Sudarmadi,
2019) reliabilitas berkenaan dengan derajat konsistensi dan
stabilitas data atau temuan. Uji reabilitas ini dilakukan untuk
mengetahui konsistensi responden dalam menjawab hal yang
berkaitan dengan konstruk- konstruk pertanyaan yang merupakan
dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk kuesioner (Astuti
et al., 2019).
I. Rencana Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Menurut (Nursalam, 2016) proses pengolahan data pada penelitian
ini akan dilaksanakan dengan beberapa tahap yaitu :
a. Editing
Tahap editing merupakan proses pemeriksaan kejelasan dan
kelengkapan pengisian instrument yang telah diberikan oleh
responden.
b. Coding

38
Coding adalah usaha untuk menggolongkan,
mengelompokkan jawaban dari responden ke dalam kategori
berdasarkan klasifikasi tertentu untuk memudahkan analisis,
mempercepat entry data, dan mempermudah dalam pengujian
hipotesis.
c. Entry data
Entry data merupakan proses memasukkan data dari
seluruh kuesioner ke dalam komputer dari seluruh kuesioner agar
dapat dianalisis dengan menggunakan program analisa data atau
software komputer SPSS.
d. Cleaning
Cleaning merupakan proses pengecekan kembali data yang
sudah ada untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan
kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, jika ternyata ada yang
salah maka akan dilakukan pembetulan atau koreksi.
2. Rencana Analisa Data
Analisis data adalah suatu proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain Sugiyono (2017:244) dalam
(Ismail & Sudarmadi, 2019). Jenis analisa data yang digunakan dalam
penelitian ini terdiri dari analisis univariat dan analisis bivariat sebagai
berikut:
a. Analisa Univariat
Analisa univariat biasa digunakan untuk menyampaikan
atau menganalisis masing-masing variabel dependen dan
independen. Analisa univariat ini hanya distribusi dan
presentasi tiap-tiap variabel yaitu kejadian stunting dan
perkembangan kognitif balita.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui adanya hubungan
antara variabel independen dan variabel dependen. Pada

39
penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kejadian
stunting dengan perkembangan kognitif balita dengan
menggunakan Uji Chi-Square (Yanuar & Widajati, 2016)

( f 0−f h)2
X2 = ∑
fh

Keterangan :
X² = Chi Square
f0 = Frekuensi yang diobservasi
fh = Frekuensi yang diharapkan
Dengan interpretasi hasil jika p-value < 0,05 maka ada
hubungan antara variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2012)
Untuk mencari nilai X² tabel dengan rumus

dk = (k – 1) (d – 1)

Keterangan
k = banyaknya kolom
d = banyaknya baris
J. Etika Penelitian
Menurut (Hidayat & Hayati, 2019) etika penelitian sangat berguna
sebagai pelindung terhadap institusi tempat peneliti dan peneliti itu sendiri.
Saat melakukan penelitian, peneliti perlu mendapatkan adanya
rekomendasi dari institusinya atau pihak lain dengan mengajukan
permohonan izin kepada institusi tempat penelitian. Setelah mendapat
persetujuan peneliti melakukan penelitian dengan langkah-langkah sebagai
berikut;
1. Informed consent (Lembar persetujuan menjadi responden)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti
disertai judul penelitian dan manfaat penelitian, bila subjek menolak
maka peneliti tidak memaksa dan menghormati hak-hak subjek.
Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan

40
dilakukan tersebut, serta menjelaskan dampak yang mungkin terjadi
selama dan sesudah pengumpulan data (Hidayat & Hayati, 2019).
2. Anonymity (Tanpa nama)
Pada saat ini responden mendapatkan penjelasan dan mendapatkan
sebuah angket atau kuisioner dan untuk menjaga kerahasiaan peneliti
tidak akan mencantumkan nama responden tetapi hanya inisial nama
perawat (Hidayat & Hayati, 2019).
3. Confidentiality (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya kelompok
data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian, hal ini
tidak dipublikasikan atau diberikan kepada oranglain tanpa seijin
responden (Hidayat,2008) dalam (Hidayat & Hayati, 2019)

41
DAFTAR PUSTAKA

Alwin, D. (2018). Skripsi HUBUNGAN PENDAPATAN KELUARGA,


PENDIDIKAN, DAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA ANAK UMUR 6-23 BULAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS JATI MAKMUR BINJAI UTARA.

Annisa, R. (2020). HUBUNGAN STUNTING DENGAN PERKEMBANGAN


MOTORIK DAN KOGNITIF ANAK. 90–104.

Astuti, A., Pinasti, E., & Bramasto, A. (2019). PENGARUH BUDAYA


ORGANISASI DAN TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP
KUALITAS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PADA PT. INTI
(PERSERO). Jurnal Riset Akuntansi, XI(1), 1–15.

Barokah, S. M. (2020). PERSPEKTIF KOGNITIF: TEORI PERKEMBANGAN


KOGNITIF PIAGET DAN VYGOTSKY. Universitas Negeri Yogyakarta.

Bella, F. D., Fajar, N. A., & Misnaniarti, M. (2020). Hubungan pola asuh dengan
kejadian stunting balita dari keluarga miskin di Kota Palembang. Jurnal Gizi
Indonesia, 8(1), 31. https://doi.org/10.14710/jgi.8.1.31-39

Dini, N., Nuryanto, Sandi, W. hartini, Panunggal, B., & Ahmad, S. (2020). ASI
EKSKLUSIF DAN ASUPAN ENERGI BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN STUNTING PADA USIA 6 – 24 BULAN DI JAWA
TENGAH. Journal of Nutrition College, 9(2), 106–113.

Effendy, A. A., & Sunarsi, D. (2020). Persepsi Mahasiswa Terhadap


Kemampuan Dalam Mendirikan UMKM Dan Efektivitas Promosi Melalui
Online Di Kota Tangerang Selatan. 4(3), 702–714.

Enteding, A. (2020). PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN NILAI


ETIKA PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 4 BATUI KABUPATEN
BANGGAI. JURNAL LINEAR. ISSN: 2549-8657, 04(7).

Ernawati, A. (2020). Gambaran Penyebab Balita Stunting di Desa Lokus Stunting


Kabupaten Pati Description of the Causes of Toddler Stunting in the Village
of Stunting Locus, Pati Regency. Jurnal Litbang: Media Informasi

vi
Penelitian, Pengembangan dan IPTEK, 16(2), 77–94.

Hartiningrum, I., & Fitriyah, N. (2019). Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) di
Provinsi Jawa Timur Tahun 2012-2016. Jurnal Biometrika dan
Kependudukan, 7(2), 97. https://doi.org/10.20473/jbk.v7i2.2018.97-104

Hendrawan, A., Sampurno, B., & Cahyandi, K. (2019). GAMBARAN TINGKAT


PENGETAHUAN TENAGA KERJA PT “X” TENTANG UNDANG-
UNDANG DAN PERATURAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA. Jurnal Delima Harapan, 6(2), 69–81.

Hestin. (2020). PENGARUH PELATIHAN DAN PEMBERDAYAAN


TERHADAP KEPUASAN KERJA DI PERUSAHAAN BATU BARA PT.
MUSTIKA INDAH PERMAI. Jurnal Ekonomia, 10(1), 1–14.

Hidayat, R., & Hayati, H. (2019). PENGARUH PELAKSANAAN SOP


PERAWAT PELAKSANA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN
PASIEN DI RAWAT INAP RSUD BANGKINANG. Jurnal Ners
Universitas Pahlawan, 3(23), 84–96.

Hijriati. (2016). Tahapan perkembangan kognitif pada masa early childhood. I(2),
33–49.

Indrawati, E. S. (2015). Status Sosial Ekonomi Dan Intensitas Komunikasi


Keluarga Pada Ibu Rumah Tangga Di Panggung Kidul Semarang Utara.
Jurnal Psikologi Undip, 14(1), 52–57. https://doi.org/10.14710/jpu.14.1.52-
57

Isharyanti, S. (2015). HUBUNGAN STATUS GIZI, INTERAKSI SOSIAL, POLA


ASUH ANAK, PENDIDIKAN IBU DENGAN PERKEMBANGAN KOGNITIF
ANAK. PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS
MARET SURAKARTA 2015.

Ismail, F. F., & Sudarmadi, D. (2019). PENGARUH SISTEM INFORMASI


AKUNTANSI DAN PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP
KINERJA KARYAWAN PT. BETON ELEMEN PERSADA. JASa ( Jurnal
Akuntansi, Audit dan Sistem Informasi Akuntansi ), 3(1), 1–13.

vii
Izwardy, D. (2020). Studi Status Gizi Balita. Balitbangkes Kemenkes RI, 2020, 40.

Juwantara, R. A. (2019). Analisis Teori Perkembangan Kognitif Piaget pada


Tahap Anak Usia Operasional Konkret 7-12 Tahun dalam Pembelajaran
Matematika. Al-Adzka: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah, 9(1), 27. https://doi.org/10.18592/aladzkapgmi.v9i1.3011

Kalew, P. A., & Pambudi, W. (2020). Hubungan pemberian ASI eksklusif


terhadap perkembangan kognitif bayi usia 3-24 bulan di Puskesmas Grogol
Petamburan Jakarta Barat tahun 2019. Tarumanagara Medical Journal, 3(1),
188–194.

Kemenkes RI. (2018). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI, 301(5),


1163–1178.

Lutvaidah, U., & Hidayat, R. (2019). Pengaruh ketelitian membaca soal cerita
terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika. Jurnal Kajian
Pendidikan Matematika, 4, 179–188.

Mugianti, S., Mulyadi, A., Anam, A. K., & Najah, Z. L. (2018). Faktor penyebab
anak stunting usia 25-60 Bulan di Kecamatan Sukorejo Kota Blitar. Jurnal
Ners dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(3), 268–278.
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i3.art.p268-278

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. In Jakarta:


Salemba Merdeka. Salemba Medika.

Novitasari, Y. (2018). Analisis Permasalahan "Perkembangan Kognitif Anak Usia


Dini”. PAUD Lectura: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 2(01), 82–90.
https://doi.org/10.31849/paudlectura.v2i01.2007

Nursalam. (2015). METODOLOGI PENELITIAN ILMU KEPERAWATAN :


Pendekatan Praktis (A. Suslia & P. P. Lestari (ed.); Ed. 3). Salemba Medika.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.


Journal of Chemical Information and Modeling (2016) 53(9) 1689-1699, 454
hlm.

viii
Patmasari, E. K. A. (2020). Analisis kualitas pelayanan publik bidang administrasi
pada dinas sosial kabupaten wajo. Ilmiah Administrasi Publik dan Bisnis,
2(1), 92–101.

Pembangunan, K. desa daerah tertinggal dan transmigrasi. (2017). Buku Saku


Desa dalam Penanganan Stunting.

Prakhasita, R. C. (2018). hubungan pola pemberian makan dengan kejadian


stunting pada balita usi 12-59 bulan diwilayah kerja puskesmas tambak wedi
surabaya. Universitas Airlangga.

Pritasari, K. (2020). Arah kebijakan dan rencana aksi program kesehatan


masyarakat tahun 2020 - 2024.

Putri, M. S., Kapantow, N., & Kawengian, S. (2015). Hubungan Antara Riwayat
Penyakit Infeksi Dengan Status Gizi Pada Anak Batita Di Desa Mopusi
Kecamatan Lolayan Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal e-Biomedik,
3(2), 1–5. https://doi.org/10.35790/ebm.3.2.2015.8461

Qoyyimah, A. uswatun, Hartati, L., & Fitriani, siska amiranda. (2020). Jurnal
Kebidanan HUBUNGAN KEJADIAN STUNTING DENGAN
PERKEMBANGAN CHILDREN AGED 24-59 MONTHS IN WANGEN
VILLAGE POLANHARJO Indonesia telah meluncurkan Rencana Aksi
Nasional Penanganan Stunting pada Berdasarkan data Riskesdas 2018 ,
angka. XII(01), 66–79.

Rahmadhita, K. (2020). Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada Permasalahan


Stunting dan Pencegahannya Pendahuluan. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi
Husada, 11(1), 225–229. https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i2.253

Rahmawati, A. (2019). Faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Orang Tua


tentang Stunting pada Balita. Jurnal Ners dan Kebidanan (Journal of Ners
and Midwifery), 6(3), 389–395. https://doi.org/10.26699/jnk.v6i3.art.p389-
395

Salmiati, & Nurbaity. (2016). Upaya Guru Dalam Membimbing Perkembangan


Kognitif Anak Usia Dini (Suatu Penelitian di Taman Kanak-kanak Islam

ix
Terpadu Ar-Rahmah Kota Banda Aceh). III(1), 43–52.

Sanggelorang, Y., & Rahman, A. (2019). Penyuluhan Mengenai Ketahanan


Pangan Rumah Tangga Sebagai Upaya Pencegahan Masalah Gizi Kronis
(Stunting) di Wanita Kaum Ibu (WKI) Jemaat GMIST Immanuel Dame
Kabupaten Sitaro. VIVABIO: Jurnal Pengabdian Multidisiplin, 1(3), 8.
https://doi.org/10.35799/vivabio.1.3.2019.25443

Sari, D. P., Fanny, N., & Pradany, A. L. (2020). PENGARUH EDUKASI


PENCEGAHAN STUNTING TENTANG SATU PILAR AKSES PANGAN
BERGIZI DENGAN METODE BRAINSTORMING TERHADAP
PENGETAHUAN IBU BADUTA DI TAMAN SARI TIMUR. Jurnal
Kebidanan Indonesia, 11(2), 47–54.

Semarang, D. K. (2020). RENJA Dinas Kesehatan Kota Semarang Tahun 2020.

Septamarini, R. G., Widyastuti, N., & Purwanti, R. (2019). Hubungan


Pengetahuan Dan Sikap Responsive Feeding Dengan Kejadian Stunting Pada
Baduta Usia 6-24 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandarharjo,
SemSeptamarini, R. G., Widyastuti, N., & Purwanti, R. (2019). Hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Responsive Feeding . Journal of Nutrition College,
8(1), 9.

Tamaria, N. (2017). Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan,


Kemenkes edisi 2017.

Teja, M. (2019). Stunting Balita Indonesia Dan Penanggulangannya. Pusat


Penelitian Badan Keahlian DPR RI, XI(22), 13–18.

Tiaingsih, E. (2019). Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan


Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 Dalam Ilmu
Tarbiyah.

Wahidamunir. (2019). Hubungan Kejadian Stunting dengan Tingkat


Perkembangan Anak Usia 48-59 Bulan di TK Pertiwi Majene. J-HEST:
Journal of Healt, Education, Economics, Science, and Technology, 2, 26–32.

Wulan, D., Rengganis, S., & Wulandari, M. (2020). Hubungan Faktor Sosial

x
Ekonomi dan Ketahanan Pangan terhadap Kejadian Stunting pada Balita
Relationship of Social Economic and Food Security Factors on Stunting
Incidence in Children under Five Years. Jurnal Kesehatan ISSN 2086-7751
(Print), ISSN 2548-5695 (Online), 10(2).

Yanuar, I., & Widajati, N. (2016). HUBUNGAN ANTARA DIMENSI BIG FIVE
PERSONALITY DENGAN RIWAYAT KECELAKAAN SOPIR DI
PERUSAHAAN “X.” Jurnal Promkes, 4(2), 140–150.

Yulistia, D. (2018). Skripsi MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOGNITIF


MELALUI MEDIA BAHAN KARDUS BENTUK GEOMETRI DI TAMAN
KANAK-KANAK NEGERI SEKINCAU LAMPUNG BARAT. UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG.

Yuni, T., & Anggraini, A. (2017). GAMBARAN PERKEMBANGAN BALITA


STUNTING DI DESA WUNUNG WILAYAH. 6(3), 232–238.

xi

Anda mungkin juga menyukai