Anda di halaman 1dari 28

T u g a s

Ke l o mp ok
• KELOMPOK 1 •
SEJARAHINDONESIA
XI MIPA 4
Anggota Kelompok 1:
DWI ZAHARA KHUSNA
GHESYA ANINDYAH SYIFA, DS
ALIYAH AFIFAH
OLIVIA LESTARI
GILANG FAHREZI KRISMA
ALDY YOKA APRIADI
REGIAN PARHAN PADILLAH
• Tirani Matahari Terbit •
• Bab 5 •
A Kedatangan Jepang ke Indonesia

B Organisasi Pergerakan Masa Pendudukan Jepang


A. Kedatangan Jepang ke Indonesia

1 2 3 4
Sambutan Pembentukan
Masuknya Pemerintahan
Rakyat pemerintahan
Jepang ke Sipil
Indonesia Militer
Indonesia
1. Masuknya Jepang ke Indonesia

Masuknya Jepang ke Indonesia selama Perang Pasifik dimulai setelah pengeboman Pearl
Harbour pada 8 Desember 1941. Serangan Jepang bertujuan untuk menguasai cadangan logistik dan
bahan industri perang, termasuk minyak bumi, timah, dan aluminium. Jepang, yang saat itu telah
mengadopsi ideologi fasisme, mendarat di Indonesia pada Januari 1942, menguasai Maluku,
Kalimantan, Sumatra, dan Jawa. Pada 1 Maret 1942, kemenangan Jepang dalam Perang Pasifik
menunjukkan kemampuannya mengontrol wilayah luas dari Burma hingga Pulau Wake di Samudra
Pasifik, dengan fokus menguasai Jawa sebagai pusat pemerintahan Hindia Belanda.
1
Ketika tentara Jepang melakukan invasi, blok sekutu membentuk ABDACOM (American British
Dutch Australian Command) untuk melawan mereka. Meskipun bermarkas di Lembang dan dipimpin
oleh Letnan Jenderal Ter Poorten, ABDACOM tidak mampu menyelamatkan Hindia Belanda.
Gubernur Jenderal Carda mengungsi ke Bandung, sementara Angkatan Laut Jepang menghancurkan
pasukan gabungan Belanda-Inggris dalam pertempuran di Laut Jawa. Jenderal Imamura dan
pasukannya mendarat di Jawa pada 1 Maret 1942, merebut berbagai daerah tanpa perlawanan yang
signifikan. Meskipun Sekutu telah mempersiapkan diri, pasukan Jepang dengan cepat menguasai Jawa,
dan pada 8 Maret 1942, Jenderal Ter Poorten menandatangani penyerahan tidak bersyarat kepada
Jepang di Kalijati, Subang.
1
Setelah Kapitulasi Kalijati, penjajahan Belanda di Indonesia berakhir, dan negara berada di bawah
pendudukan tentara Jepang. Gubernur Jenderal Tjarda ditawan, namun Belanda mendirikan pemerintahan
pelarian di Australia di bawah H.J. Van Mook. Kedatangan cepat tentara Jepang, atau yang dikenal
sebagai 'Saudara Tua', merata di seluruh Indonesia menarik perhatian. Jepang tampaknya sudah
memahami Indonesia dengan baik sebelumnya. Pelacakan kegiatan Jepang sebelum kedatangan mereka
menunjukkan keinginan untuk menguasai Indonesia karena kekayaannya yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan industri Jepang. Doktrin Hakko Ichiu, slogan Jepang, digunakan sebagai alat politik
untuk mencapai tujuan pemerintah Jepang, menggambarkan visi kesatuan keluarga umat manusia.
Sebelum gerakan tentara Jepang ke Indonesia, para spionase telah diirim untuk mempersiapkan
keinginan tersebut.
2. Sambutan Rakyat Indonesia
Sambutan awal rakyat Indonesia terhadap kedatangan Jepang sangat positif. Jepang, yang dianggap
sebagai 'Saudara Tua', disambut sebagai pahlawan yang akan membebaskan Indonesia dari kekuasaan
Belanda. Ucapan 'banzai-banzai' terdengar di mana-mana, dan propaganda Jepang terus menggerakkan
dukungan rakyat. Radio Tokyo memutar Lagu Indonesia Raya bersama Lagu Kimigayo, dan Bendera
Merah Putih diijinkan berkibar bersama Bendera Jepang Hinomaru. Propaganda juga menekankan bahwa
barang-barang buatan Jepang menarik dan terjangkau.
Simpati rakyat Indonesia terhadap Jepang didorong oleh kebencian terhadap Belanda dan keyakinan
pada Ramalan Jayabaya. Propaganda Jepang menekankan kedatangan mereka untuk membebaskan
Indonesia dari penjajahan Barat dan memajukan rakyat melalui program Pan-Asia. Jepang membentuk
"Gerakan Tiga A" untuk meyakinkan rakyat Indonesia, tetapi tahukah kamu apa isi semboyan Tiga A,
tujuan pembentukannya, dan siapa ketua Gerakan Tiga A?
3. Pembentukan Pemerintahan Militer
Pada pertengahan tahun 1942, pemerintah Jepang membentuk pemerintahan militer di Indonesia dengan
tujuan melibatkan penduduk dalam aktivitas pertahanan dan kemiliteran. Wilayah pendudukan dibagi menjadi tiga
bagian: Sumatra dengan pemerintahan militer Angkatan Darat di Bukittinggi, Jawa dan Madura dengan
pemerintahan militer Angkatan Darat di Jakarta, dan Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku dengan pemerintahan
militer Angkatan Laut di Makassar. Pulau Jawa masih diberlakukan pemerintahan sementara berdasarkan Osamu
Seirei.
Undang-Undang Osamu Seirei menghapuskan jabatan Gubernur Jenderal dan memberikan kekuasaan kepada
panglima tentara Jepang di Jawa. Pejabat sipil Hindia Belanda tetap diakui, selama mereka setia kepada tentara

pendudukan Jepang, dan badan pemerintah Belanda diakui untuk sementara waktu selama sesuai dengan aturan
pemerintahan militer Jepang. Pemerintahan militer Jepang dipimpin oleh Gunshirekan atau panglima tentara, yang
kemudian disebut Seiko Shikikan, dengan Jenderal Hitoshi Imamura sebagai panglima tertinggi.
3
Pemerintahan militer Jepang di Indonesia memiliki struktur yang terorganisir dengan Gunshirekan sebagai
kepala pemerintahan militer yang dirangkap oleh kepala staf. Gunseikanbu, kantor pusat pemerintahan militer, terdiri
dari lima departemen, termasuk Somobu (Dalam Negeri), Zaimubu (Keuangan), Sangyobu (Perusahaan, Industri, dan
Kerajinan Tangan), Kotsubu (Lalu Lintas), dan Shihobu (Kehakiman). Gunseibu bertugas sebagai koordinator
pemerintahan dengan pusat di Bandung, Semarang, dan Surabaya, juga melibatkan daerah istimewa Yogyakarta dan
Surakarta. Jepang membentuk Kempetai (Polisi Militer) dengan tujuan tertentu.
Pada awal pendudukan, Jepang melakukan perubahan budaya, menggantikan tarikh Masehi dengan tarikh
Sumera, dan memerintahkan perayaan Hari Raya Tencosetsu setiap tahun. Dalam bidang politik, Jepang melarang
penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan penggunaan bahasa Jepang. Lagu kebangsaan yang boleh
diperdengarkan hanya Kimigayo, menggantikan Lagu Indonesia Raya. Tujuan Jepang membentuk Kempetai dan
pemindahan budaya ini menjadi pertanyaan menarik. Siapa yang dijadikan pimpinan Kempetai pada waktu itu
4. Pemerintahan Sipil
Pada bulan Agustus 1942, Jepang mengembangkan pemerintahan sipil untuk mendukung pemerintahan militer di
Indonesia. UU No. 27 dan UU No. 28 dikeluarkan untuk meningkatkan sistem pemerintahan. UU No. 28 menetapkan struktur
pemerintahan dengan pemerintahan daerah tertinggi adalah shu (karesidenan). Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi daerah-
daerah shu, shi (kotapraja), ken (kabupaten), gun (kawedanan), son (kecamatan), dan ku (desa/kelurahan). Pulau Jawa dan
Madura dibagi menjadi 17 shu. Pemerintahan shu dipimpin oleh shucokan dengan kekuasaan legislatif dan eksekutif.
Shucokan dibantu oleh Cokan Kanbo yang terbagi menjadi tiga bagian: Naiseibu (pemerintahan umum), Kaisaibu (ekonomi),
dan Keisatsubu (kepolisian). Kota yang dianggap penting disebut tokubetsushi (kota istimewa), seperti Kota Batavia sebagai
Batavia Tokubetsushi. Jepang juga membentuk tonarigumi, mirip dengan Rukun Tetangga (RT) sekarang, untuk mengawasi
aktivitas rakyat.
Diskusi dapat dilakukan untuk memahami alasan di balik pembentukan pemerintahan militer dan sipil oleh Jepang, serta
mengapa daerah dibagi hingga tingkat desa. Kemungkinan alasan termasuk untuk meningkatkan kendali, memperoleh
informasi yang lebih akurat, dan menerapkan kebijakan dengan lebih efektif di tingkat lokal.
B. Organisasi Pergerakan Masa
Pendudukan Jepang

1 2 3
Organisasi Yang Bersifat Organisasi Organisasi
Sosial Kemasyarakatan Semimiliter Militer
1. Organisasi Yang Bersifat Sosial Kemasyarakatan
Organisasi Putera merupakan salah satu organisasi yang dibentuk pada zaman pendudukan
Jepang di Indonesia. Empat Serangkai yang terdiri dari Sukarno, Ki Hajar Dewantoro, Moh. Hatta,
dan K.H. Mas Mansyur merupakan tokoh dalam organisasi ini. Organisasi Putera adalah salah satu
dari banyak organisasi yang muncul pada masa itu.
Pada zaman pendudukan Jepang, banyak organisasi pergerakan yang dibentuk. Organisasi-
organisasi tersebut cenderung memiliki karakter semimiliter dan militer. Hal ini berbeda dengan
zaman Belanda di mana tidak banyak organisasi pergerakan yang bersifat semimiliter. Perkembangan
organisasi pergerakan di zaman pendudukan Jepang mencerminkan upaya masyarakat Indonesia untuk
berorganisasi dan bersatu guna menghadapi situasi yang sulit. Organisasi-organisasi ini memiliki
peran dalam mempersiapkan diri untuk kemerdekaan yang diharapkan setelah masa pendudukan
Jepang berakhir.
1
Pada masa kolonial Belanda, organisasi pergerakan umumnya diprakarsai oleh pejuang rakyat
Indonesia melawan kebijakan kolonial. Namun, pada masa pendudukan Jepang, banyak organisasi
didirikan oleh Jepang sendiri, dan para tokoh Indonesia berusaha memanfaatkannya.
Sikap tokoh Indonesia terhadap Jepang beragam. Sukarno bersedia bekerja sama karena terkesan pada
kehebatan Jepang dan keyakinan akan kemenangan mereka. Meskipun Moh. Hatta dan Syahrir
antifasis, keduanya mengambil pendekatan berbeda; Hatta kooperatif, sementara Syahrir menyusun
gerakan bawah tanah.
Dalam gerakan bawah tanah, Syahrir didukung oleh tokoh lain seperti Cipto Mangunkusumo dan
Amir Syarifudin. Meskipun dikenal anti-Jepang, Amir dimanfaatkan oleh Belanda untuk melawan
Jepang. Kompleksitas sikap dan strategi tokoh Indonesia mencerminkan tantangan menghadapi
pendudukan Jepang.
1
Organisasi yang bersifat sosial kemasyarakatan:
a. Gerakan Tiga A
b. Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
c. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dan Majelis syura
Muslimin (Masyumi)
d. Jawa Hokokai
2. Organisasi Semimiliter
Organisasi Semimiliter:
a.Pengerahan Tenaga Pemuda
b.Organisasi Seinendan
c.Keibodan
d.Barisan Pelopor
e.Hizbullah
2
A. Pengerahan Tenaga Pemuda
Sebelum secara resmi Jepang membentuk organisasi semimiliter, Jepang telah
melatih para pemuda untuk menjadi pemuda yang disiplin, memiliki semangat juang
tinggi (seishin) dan berjiwa ksatria (bushido) yang tinggi. Sesuai dengan sifat pemuda
yang energik, maka yang ditekankan kepada para pemuda adalah seishin (semangat) dan
bushido (jiwa ksatria).
B. Organisasi Seinendan
Seinendan (Korps Pemuda) adalah organisasi para pemuda yang berusia 14-22
tahun. Pada awalnya, anggota Seinendan 3.500 orang pemuda dari seluruh Jawa.
2
Tujuan dibentuk Seinendan adalah untuk mendidik dan melatih para pemuda agar dapat
menjaga dan mempertahankan tanah airnya dengan kekuatan sendiri. Bagi Jepang, untuk
mendapatkan tenaga cadangan guna memperkuat usaha mencapai kemenangan dalam
perang Asia Timur Raya, perlu diadakannya pengerahan kekuatan pemuda.
C. Keibodan
Organisasi Keibodan (Korps Kewaspadaan) merupakan organisasi semimiliter
yang anggotanya para pemuda yang berusia 23-35 tahun. Ketentuan utama untuk dapat
masuk Keibodan adalah mereka yang berbadan sehat dan berkelakuan baik.
2
Pembentukan Keibodan ini memang dimaksudkan untuk membantu tugas polisi,
misalnya menjaga lalu lintas dan pengamanan desa. Untuk itu anggota Keibodan juga
dilatih kemiliteran.
D. Barisan Pelopor
Melalui organisasi ini diharapkan adanya kesadaran rakyat untuk
berkembang, sehingga siap untuk membantu Jepang dalam mempertahankan
Indonesia. Organisasi ini mengadakan pelatihan militer bagi para pemuda, meskipun
hanya menggunakan peralatan sederhana, seperti senapan kayu dan bambu runcing.
2
E. Hizzbullah
Tugas pokok Hizbullah adalah sebagai berikut.
1. Sebagai tentara cadangan dengan tugas:
a. melatih diri jasmani maupun rohani dengan segiat-giatnya,
b. membantu tentara Dai Nippon,
c. menjaga bahaya udara dan mengintai mata-mata musuh,
d. menggiatkan dan menguatkan usaha-usaha untuk
kepentingan perang.

2. Sebagai pemuda Islam, dengan tugas:


a. menyiarkan agama islam,
b. memimpin umat islam agar taat menjalankan agama, dan
c. membela agama dan umat islam Indonesia.
3. Organisasi Militer
A. Heiho

Heiho (Pasukan Pembantu) adalah prajurit Indonesia yang langsung


ditempatkan di dalam organisasi militer Jepang, baik Angkatan Darat maupun
Angkatan Laut. Syarat-syarat untuk menjadi tentara Heiho antara lain:
1) umur 18-25 tahun
2) berbadan sehat
3) berkelakuan baik, dan
4) berpendidikan minimal sekolah dasar.
3
Tujuan pembentukan Heiho adalah mendukung tentara Jepang dengan
kegiatan seperti membangun kubu pertahanan, menjaga kamp tahanan, dan
berpartisipasi dalam pertempuran, seperti perang melawan tentara Amerika Serikat
di Kalimantan, Irian, dan Birma. Sebagai bagian integral dari pasukan Jepang,
Heiho terlatih di bidang militer dan terbagi ke dalam kompi, wilayah, serta jenis
tugas seperti antipesawat, tank, artileri, dan pengemudi. Meskipun jumlah anggota
Heiho mencapai sekitar 42.000 orang, mayoritas dari Jawa, tidak ada yang
memegang pangkat perwira karena itu hanya untuk orang Jepang.
3
B. Peta
Jepang, dalam upaya mempertahankan Indonesia dari serangan Sekutu, merasa
perlu membentuk pasukan konkret yang dikenal sebagai Pasukan Pembela Tanah
Air (Peta). Peta adalah organisasi militer yang dipimpin oleh pemimpin bangsa
Indonesia dan mendapatkan latihan kemiliteran. Sebelum pembentukan resmi,
anggota Peta dilatih oleh seksi khusus intelijen yang disebut Tokubetsu Han di
bawah pimpinan Yanagawa. Latihan ini berkembang sistematis di Seinen Dojo di
Tangerang, melibatkan awalnya 40 orang anggota dari seluruh Jawa.
3
Pada akhir latihan angkatan ke-2 di Seinen Dojo, Panglima tentara Jepang, Letnan
Jenderal Kumaikici Harada, mengeluarkan perintah untuk membentuk Tentara "Pembela Tanah
Air" (Peta). Gatot Mangkuprojo diminta untuk menyusun rencana pembentukan Peta, dan pada
3 Oktober 1943, secara resmi berdirilah Peta berdasarkan peraturan Osamu Seinendan, nomor
44, yang mendapat sambutan positif di kalangan pemuda. Banyak pemuda dari berbagai
golongan di masyarakat mendaftarkan diri sebagai anggota Peta.
3
Peta telah mengenal jenjang kepangkatan dalam organisasinya, seperti daidanco
(komandan batalion), cudanco (komandan kompi), shodanco (komandan peleton),
bundanco (komandan regu), dan giyuhei (prajurit sukarela). Komandan batalion atau
daidanco biasanya berasal dari tokoh-tokoh masyarakat atau orang-orang terkemuka,
sementara cudanco dipilih dari yang sudah bekerja, shodanco dari pelajar sekolah
lanjutan, dan budanco serta giyuhei dari pemuda tingkat sekolah dasar.
3
Untuk mencapai tingkat perwira Peta, anggota harus mengikuti pendidikan
khusus. Pendidikan pertama kali dilaksanakan di Bogor dalam lembaga pelatihan
yang disebut Korps Latihan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di
Jawa (Jawa Boei Giyugun Kanbu Kyoikutai). Setelah menyelesaikan pelatihan,
mereka ditempatkan di berbagai batalion yang tersebar di Jawa, Madura, dan Bali.
3
Peta, sebagai pasukan gerilya di bawah pemerintahan Jepang, bertugas
mempertahankan Indonesia dari serangan Sekutu. Berbeda dengan Heiho, Peta
memiliki struktur yang lebih fleksibel dan anggotanya bisa mencapai pangkat
perwira. Dalam konteks pendudukan Jepang, Peta menjadi independen dalam
pertahanan Indonesia, menarik minat dari berbagai lapisan masyarakat. Hingga akhir
pendudukan Jepang, anggota Peta mencapai sekitar 37.000 orang di Jawa dan 20.000
orang di Sumatra, yang dikenal sebagai Giyugun. Sejumlah tokoh terkenal, seperti
Supriyadi dan Sudirman, berasal dari Peta. Selama pendudukan Jepang, pemerintahan
cenderung otoriter dan fokus pada kepentingan perang, terlihat dari program
pendidikan yang bersifat militer.
T e r i m a
K a s i h

Anda mungkin juga menyukai