Sejak pengeboman Kapal Angkatan Laut Amerika Serikat Pearl Harbour oleh Angkatan
Udara Jepang pada tanggal 8 Desember 1941. Serangan terus dilancarkan kepada AL
Amerika serikat di Pasifik. Kemenangan pasukan jepang seolah-olah tidak dapat
dikendalikan dan pasukan itu berturut-turut menghancurkan basis militer Amerika.
Serangan Jepang terhadap Indonesia muncul dari utara dan timur yang bertujuan untuk
mendapatkan cadangan logistik dan bahan industri perang, seperti minyak tanah, timah,
dan aluminium. Pada tanggal 11 Januari 1942, Jepang mendarat di Indonesia melalui
Ambon dan seluruh Maluku. Meskipun pasukan KNIL dan pasukan Australia berusaha
menghalangi, tapi kekuatan Jepang tidak dapat dibendung. Daerah Tarakan di
Kalimantan Timur kemudian dikuasai oleh Jepang bersamaan dengan Balikpapan (12
Januari 1942). Jepang kemudian menyerang Sumatera setelah berhasil memasuki
Pontianak. Bersamaan dengan itu Jepang melakukan serangan ke Jawa (Februari 1942).
Pada tanggal 1 Maret 1942 Jepang mendarat di pulau Jawa yakni di Banten dipimpin oleh
Jenderal Imamura sendiri. Kemudian pendaratan di Eretan Wetan-Indramayu dipimpin
oleh Kolonel Tonishori dan pendaratan di sekitar Bojonegoro dikoordinir oleh Mayjen
Tsuchihashi. Tempat-tempat tersebut memang tidak diduga oleh Belanda. Pasukan
gabungan Abdacom tidak mampu menghadapi pasukan Jepang.
Tanggal 5 Maret 1942 Batavia jatuh ke tangan Jepang. Tentara Jepang terus bergerak ke
selatan dan menguasai kota Buitenzorg (Bogor). Akhirnya pada tanggal 8 Maret 1942
Jenderal Ter Poorten atas nama komandan pasukan Belanda/Sekutu menandatangani
penyerahan tidak bersyarat kepada Jepang yang diwakili Jenderal Imamura.
Penandatanganan ini dilaksanakan di Kalijati, Subang. Dengan demikian berakhirlah
penjajahan Belanda di Indonesia. Keinginan Jepang untuk menguasai Indonesia karena
Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
industri Jepang. Untuk merealisasikan keinginannya itu maka sebelum gerakan tentara
Jepang itu datang ke Indonesia, Jepang sudah mengirim para spionase ( mata- mata )
untuk datang ke Indonesia pada tahun-tahun sebelumnya. Itulah mengapa kedatangan
Jepang ke Indonesia itu berjalan cepat dan merata ke berbagai wilayah Indonesia.
2. Selamat Datang “Saudara Tua”
Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan hangat oleh bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia menyambut baik kedatangan balatentara Jepang karena menganggap akan
membebaskan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan bangsa Belanda. Namun dalam
kenyataannya, Jepang datang dengan tujuan untuk menanamkan kekuasaannya, untuk menjajah
Indonesia. Hakko Ichiu berarti kesatuan keluarga umat manusia. Ajaran tersebut telah memberi
motivasi bangsa dan pemerintah Jepang untuk membangun masyarakat dunia di bawah kendali
Jepang. Semangat tersebut diaktualisasikan dalam bentuk melancarkan semangat imperialisme
dan ekspansi ke Asia Tenggara, salah satunya Indonesia.
4. Pemerintahan Sipil
Untuk mendukung kelancaran pemerintahan pendudukan Jepang yang bersifat militer, Jepang
juga mengembangkan pemerintahan sipil. Pada bulan Agustus 1942, pemerintahan militer
berusaha meningkatkan sistem pemerintahan, antara lain dengan mengeluarkan UU No. 27
tentang aturan pemerintahan daerah dan dimantapkan dengan UU No. 28 tentang pemerintahan
shu serta tokubetsushi. Dengan UU tersebut, pemerintahan akan dilengkapi dengan
pemerintahan sipil. Menurut UU No. 28 ini,
1. Pemerintahan shu itu dipimpin oleh seorang shucokan. Shucokan memiliki kekuasaan
seperti gubenur pada zaman Hindia Belanda meliputi kekuasaan legislatif dan
eksekutif. Dalam menjalankan pemerintahan shucokan dibantu oleh Cokan Kanbo
(Majelis Permusyawaratan Shu). Setiap Cokan Kanbo ini memiliki tiga bu (bagian),
yakni Naiseibu (bagian pemerintahan umum), Kaisaibu (bagian ekonomi), dan
Keisatsubu (bagian kepolisian).
2. Pemerintah pendudukan Jepang juga dapat membentuk sebuah kota yang dianggap
memiliki posisi sangat penting sehingga menjadi daerah semacam daerah swatantra
(otonomi). Daerah ini ini disebut tokubetsushi (kota istimewa), yang posisi dan
kewenangannya seperti shu yang berada langsung di bawah pengawasan gunseikan.
Sebagai contoh adalah Kota Batavia, sebagai Batavia Tokubetsushi di bawah pimpinan
Tokubetu shico