Anda di halaman 1dari 4

A.

Kedatangan Jepang di Indonesia

1. Masuknya Jepang ke Indonesia

Pada tanggal 7 Desember 1941 Jepang menyerang Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbour,
Hawaii. Serangan Jepang tersebut menimbulkan kerugian yang sangat besar bagi Amerika Serikat.
Tujuan penyerangan tersebut adalah melumpuhkan kekuatan Amerika Serikat yang diperkirakan
menjadi penghalang ekspansi Jepang. Akhirnya Amerika Serikat menyatakan perang terhadap
Jepang pada tanggal 8 Desember 1941. Peristiwa tersebut merupakan awal dari berkobarnya Perang
Asia Timur Raya atau Perang Pasifik yang berimplikasi sangat luas untuk bangsa-bangsa di kawasan
Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

Setelah menghancurkan Pearl Harbour, pada tanggal 10 Desember 1941 Jepang menduduki Filipina
dan menduduki Burma pada tanggal 16 Desember 1941. Pada tangg 11 Januari 1942 Jepang
mendarat di Indonesia dan menguasai Kalimantan, kemudian menyusul ke pusat-pusat kekuasaan
Belanda di Sumatra dan Jawa. Pada bulan Februari 1942 Jepang menduduki Pontianak, Banjarmasin,
Makassar, Palembang, dan Bali. Pendudukan Jepang d Palembang dianggap paling strategis karena
letaknya di antara Batavia (yang menjadi pusat kekuasaan Belanda) dan Singapura (yang menjadi
wilayah kekuasaan Inggris).

Selanjutnya Jepang mendarat di Banten, kemudian di Indramayu, Kragan (Rembang dan Tuban), dan
Surabaya. Pada bulan Maret 1942 Jepang menyerang Batavia dan Bandung. Oleh Jepang, Jawa
dirancang sebagai pusat seluruh operasi militer di Asia Tenggara dan Sumatra sebagai sumber
minyak utama. Menghadapi serangan kilat Jepang tersebut, Gubernur Jenderal Hindia Belanda
Tjarda van Starkenborgh dan panglima tentara Jenderal

H. Ter Poorten tidak berdaya menghadapinya. Belanda pun menyerah tanpa syarat di Kalijati,
Subang, Jawa Barat pada tanggal 8 Maret 1942 kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Pada
tanggal 9 Maret 1942 Jenderal H. Ter Poorten memerintahkan kepada seluruh tentara Hindia
Belanda untuk menyerahkan diri kepada tentara Jepang. Dengan ditandatanganinya Perjanjian
Kalijati tersebut, maka wilayah Indonesia atau bekas Hindia Belanda secara resmi berada di bawah
kekuasaan pemerintahan pendudukan Jepang.

Pendudukan Jepang atas Indonesia memiliki tujuan sebagai berikut. Indonesia dijadikan sumber
bahan mentah dan bahan bakar bagi kepentingan industri Jepang. a. b. Indonesia dijadikan sebagai
pasar hasil industri Jepang. Hal tersebut karena jumlah

penduduk Indonesia sangat banyak.

c. Indonesia dijadikan sumber untuk mendapatkan tenaga buruh dengan upah yang murah. Untuk
menarik simpati bangsa Indonesia, Jepang melakukan beberapa upaya sebagai

berikut. a. Jepang mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia.

b. Jepang mengizinkan bangsa Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia, menyanyi- kan lagu
Indonesia Raya, dan mengibarkan bendera Merah Putih. Namun, bangsa Indonesia juga harus
mengibarkan bendera Jepang, menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, dan mengajarkan bahasa
Jepang di sekolah-sekolah.
C. Jepang mengganti semua nama jalan dan gedung dengan nama dalam bahasa Jepang. d. Jepang
bersikap baik kepada bangsa Indonesia.

e. Jepang membentuk Gerakan 3A dengan moto Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, dan
Jepang Pemimpin Asia sebagai salah satu upaya propaganda kebaikan Jepang.

2. Tanggapan Para Tokoh Pergerakan Nasional

Pada awalnya, kedatangan Jepang disambut baik oleh para tokoh nasional kita, seperti Soekamo,
Hatta, dan Ki Hajar Dewantara. Namun, ada sebagian tokoh pergerakan seperti Sam Ratulangi, M.H.
Thamrin, dan Sutarjo yang bersikap hati-hati terhadap gerakan ekspansionisme Jepang karena
adanya unsur fasisme di dalamnya. Walaupun demikian, secara umum ada perasaan optimisme
bahwa kedatangan Jepang akan segera membawa kemerdekaan.

Berikut lima alasan yang melandasi perasaan optimisme tersebut.

a. Dengan menyerahnya Belanda kepada Jepang dianggap sebagai akhir dari penjajahan Belanda
dan dimulainya era baru bagi bangsa-bangsa Asia yang dipelopori Jepang untuk dapat berdiri di atas
kakinya sendiri. Keyakinan tersebut bertambah kuat pada waktu Jepang memperkenalkan diri
sebagai saudara tua dan mengumandangkan propaganda Gerakan Tiga A.

b. Jepang berjanji, jika menang dalam Perang Pasifik, bangsa-bangsa di Asia akan mendapat
kemerdekaan. Jepang juga berjanji menciptakan kemakmuran bersama di antara bangsa- bangsa
Asia.

C. Sejak awal kedatangannya, Jepang telah membicarakan tentang kemerdekaan yang akan
diberikan secara bertahap kepada bangsa-bangsa Asia. Hal tersebut membuat para tokoh kita
bersedia bekerja sama dengan pemerintah Jepang.

d. Jepang bersikap simpati terhadap aktivitas pergerakan nasional, seperti dengan mem- bebaskan
secara bertahap para tokoh yang ditahan dan dibuang pemerintah Hindia Belanda.

e. Jepang menjanjikan kemudahan bagi bangsa Indonesia, seperti melakukan ibadah, mengibarkan
bendera Merah Putih berdampingan dengan bendera Jepang, menggunakan bahasa Indonesia, serta
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya bersama lagu kebangsaan Jepang Kimigayo

3. Pembentukan Pemerintahan Militer

Pada pertengahan tahun 1942, muncul pemikiran dari Markas Besar Tentara Jepang agar penduduk
di daerah pendudukan dilibatkan dalam aktivitas pertahanan dan kemiliteran (termasuk
semimiliter). Oleh karena itu, pemerintah Jepang di Indonesia membentuk pemerintahan militer.
Seluruh wilayah kepulauan Indonesia bekas Hindia Belanda dibagi menjadi tiga wilayah militer
sebagai berikut.

a. Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Keenam Belas (Asamu Shudan) untuk Jawa
dan Madura dengan pusatnya di Jakarta. Kekuatan pemerintah militer ini kemudian ditambah
dengan Angkatan Laut (Dai Ni Nankenkantai).
b. Pemerintahan militer Angkatan Darat, yaitu Tentara Kedua Puluh Lima (Tomi Shudan) untuk
Sumatra dengan pusatnya di Bukittinggi.

c. Pemerintahan militer Angkatan Laut, yaitu Armada Selatan Kedua untuk daerah

Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku dengan pusatnya di Makassar. Adanya pembagian administrasi
tersebut terkait dengan perbedaan kepentingan Jepang terhadap setiap daerah di Indonesia. Pulau
Jawa yang merupakan pusat pemerintahan yang sangat penting pada waktu itu masih diberlakukan
pemerintahan sementara. Hal tersebut berdasarkan Osamu Seirei (undang-undang yang dikeluarkan
oleh Panglima Keenam Belas).

Isi Osamu Seirei antara lain sebagai berikut.

a. Jabatan gubernur jenderal pada masa Hindia Belanda dihapuskan dan segala kekuasaan

yang dahulu dipegangnya diambil alih oleh panglima tentara Jepang di Jawa.

b. Para pejabat pemerintah sipil beserta pegawainya pada masa Hindia Belanda tetap diakui
kedudukannya, asalkan memiliki kesetiaan terhadap tentara pendudukan Jepang. Badan-badan
pemerintah dan undang-undang pada masa Hindia Belanda tetap diakul secara sah untuk sementara
waktu, asalkan tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer Jepang. C.

Adapun susunan pemerintahan militer Jepang adalah sebagai berikut. a. Gunshirekan (panglima
tentara) yang kemudian disebut dengan seiko shikikan (panglima tertinggi) sebagai pucuk pimpinan.
Panglima tentara yang pertama dijabat oleh Jenderal Hitoshi Imamura.

b. Gunseikan (kepala pemerintahan militer) yang dirangkap oleh kepala staf. Kepala staf yang
pertama adalah Mayor Jenderal Seizaburo Okasaki. Kantor pusat pemerintahannya disebut
gunseikanbu. Di lingkungan gunseikanbu ada lima bu (semacam departemen).

Berikut kelima bu tersebut. 1) Somobu (Departemen Dalam Negeri).

2) Zaimubu (Departemen Keuangan).

3) Sangyobu (Departemen Perusahaan, Industri, dan Kerajinan Tangan) atau urusan perekonomian.

4) Kotsubu (Departemen Lalu Lintas).

5) Shihobu (Departemen Kehakiman).

Gunseibu (koordinator pemerintahan dengan tugas memulihkan ketertiban dan keamanan atau
semacam gubernur), meliputi berikut.

1) Jawa Barat dengan pusatnya di Bandung. 2) Jawa Tengah dengan pusatnya di Semarang,

3) Jawa Timur dengan pusatnya di Surabaya. Ditambah dua daerah istimewa (kochi) yaitu Yogyakarta
dan Surakarta.

Pada awal pendudukannya di Indonesia, Jepang mulai melakukan perubahan- perubahan, seperti
untuk petunjuk waktu harus menggunakan tarikh Sumera (tarikh Jepang) menggantikan tarikh
Masehi. Pada waktu itu, tarikh Masehi 1942 sama dengan tahun 2602 Sumera. Rakyat Indonesia
(mulai tahun 1942) harus merayakan hari Raya Tencosetsu (hari raya lahimya Kaisar Hirohito). Selain
itu, Jepang juga melarang penggunaan bahasa Belanda dan mewajibkan menggunakan bahasa
Jepang.

4. Pemerintahan Sipil

Untuk mendukung kelancaran pemerintahan pendudukan Jepang, Jepang juga me- ngembangkan
pemerintahan sipil. Pada bulan Agustus 1942, pemerintah Jepang berusaha meningkatkan sistem
pemerintahan seperti dengan mengeluarkan UU No. 27 tentang Aturan Pemerintahan Daerah dan
dimantapkan dengan UU No. 28 tentang Pemerintahan Shu serta Tokubetsushi. Menurut Undang-
Undang Nomor 28, pemerintah daerah yang tertinggi adalah shu (keresidenan). Seluruh Pulau Jawa
dan Madura, kecuali Kochi Yogyakarta dan Kochi Surakarta dibagi menjadi daerah-daerah shu
(keresidenan), shi (kotapraja), ken (kabupaten), gun (kewedanan), son (kecamatan), dan ku
(desa/kelurahan). Seluruh Pulau Jawa dan Madura dibagi menjadi 17 shu.

Pemerintah shu dipimpin oleh seorang shucokan. Dalam menjalankan pemerintahan shucokan
dibantu oleh Cokan Kanbo (Majelis Permusyawaratan Shu). Setiap Cokan Kanbo memiliki tiga bu
(bagian), yaitu naiseibu (bagian pemerintahan umum), keisaibu (bagian ekonomi), dan keisatsubu
(bagian kepolisian).

Pemerintahan Jepang juga membentuk kota. Oleh Jepang, kota dianggap memiliki posisi sangat
penting karena menjadi daerah semacam swatantra (otonomi). Daerah tersebut disebut
tokubetsushi (kota istimewa) yang posisi dan kewenangannya seperti shu yang berada langsung di
bawah pengawasan gunseikan.

Pada tanggal 5 September 1942, pemerintah Jepang membentuk Chuo Sangi In (Dewan
Pertimbangan Pusat) dan Chuo Sangi Kai (Dewan Pertimbangan Daerah) untuk menjalankan
pemerintahan yang cepat dan tepat. Adapun tugas utama kedua dewan tersebut adalah mengajukan
usul kepada pemerintah, terutama berkaitan dengan masalah politik. Ketua Chuo Sangi In adalah
Soekarno dan wakilnya Buntaran Mangunsubroto.

Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah Jepang tersebut sepintas berpengaruh penting bagi
bangsa Indonesia dalam upaya mencapai kemerdekaan. Namun, jika diperhatikan secara saksama,
perubahan-perubahan tersebut hanya sebuah sandiwara sebagai upaya Jepang untuk memperoleh
simpati bangsa Indonesia.

Memasuki pertengahan tahun 1943, pemerintah Jepang memercayai tokoh-tokoh Indonesia untuk
duduk dalam pemerintahan. Hal tersebut dilakukan pemerintah Jepang ber- dasarkan pidato
Perdana Menteri Tojo pada tanggal 16 Juni 1943. Dalam pidatonya, Perdana Menteri Tojo akan
memberikan kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk turut mengambil bagian dalam
pemerintahan negara. Hal tersebut dilakukan Jepang agar bangsa Indonesia tetap bersimpati pada
Jepang.

Anda mungkin juga menyukai