A’qilatul Badliyah
Email : aqilatulbadliyah14@gmail.com
Abstract
The Middle East is an area that is still filled with various conflicts, starting from
the Israeli War against Gaza, the Syrian War, and also a phenomenon called the
Arab Spring. Each region has its own regional organization and a regional
organization in the Middle East, namely the Arab League. The Arab League is
automatically questioned when the conflict occurs in the Middle East region. All
events and conflicts that have occurred in the Middle East are actually inseparable
from several actors, even if we look further, Western countries can also become
strong actors in the conflicts that occur in the Middle East. Because they are the
richest financiers in the world who try to dominate the economies of Middle
Eastern countries which are known to be oil and gas warehouses. This paper will
explain the role of the Arab League in conflict resolution in the Middle East and
what actors are involved in the conflicts that have occurred in the Middle East and
provide an explanation of the Syrian conflict that occurred in the Middle East.
Introduction
Timur Tengah menjadi kawasan yang sampai saat ini masih dipenuhi dengan
berbagai konflik, mulai dari Perang Israel melawan Gaza, Perang Suriah, dan juga
Fenomena yang terjadi disebut dengan Arab Spring. Segala kejadian dan konflik
yang terjadi di Timur Tengah sebenarnya tidak terlepas dari beberapa aktor,
bahkan bila kita amati lebih jauh Negara-negara Barat juga bisa menjadi aktor kuat
dalam konflik yang terjadi Timur Tengah. Karena mereka merupakan para pemodal
terkaya di dunia yang mencoba untuk berkuasa di perekonomian negara-negara
Timur Tengah yang dikenal menjadi gudangnya minyak dan gas(Pradana,2018).
Liga Arab (al-Jama‘a al-Arabiyah atau Arab League) adalah suatu persatuan yang
disatukan pada tanggal 22 Maret 1945 yang menjadi satu bentuk persatuan
antarabangsa yang mencakup negara-negara Arab yang bersatu dalam kebudayaan
dan bahasa yang sama (MohdNor,2016). Liga Arab dikategorikan sebagai organisasi
internasional yang mempunyai tipologi regional intergovernmental organization
yang mana keanggotaannya terdiri dari negara-negara yang berada dalam suatu
kawasan yaitu kawasan Timur Tengah. Kemudian, ketika ditinjau dari segi kerja
samanya, Liga Arab adalah organisasi multipurpose dengan memiliki tujuan-tujuan
yang terdiri dari politik, ekonomi, dan sosial. Segala bentuk konflik yang terjadi di
Timur Tengah, pasti mempertanyakan dimana dan bagaimana peran dari Liga Arab.
Liga Arab yang menjadi organisasi regional Timur Tengah pasti akan yang paling
dipertanyakan keberadaannya, karena salah satu tugas dari organisasi regional
yaitu mengatasi konflik yang terjadi dikawasannya. Sejak didirakannya Liga Arab
sampai saat ini, Liga Arab sudah beranggotakan 22 negara bahkan termasuk
Palestina yang sebenarnya diakui kedaulatannya (Sugito,2012).
Segala bentuk konflik yang terjadi di Timur Tengah, pasti mempertanyakan dimana
dan bagaimana peran dari Liga Arab. Liga Arab yang menjadi organisasi regional
Timur Tengah pasti akan yang paling dipertanyakan keberadaannya, karena salah
satu tugas dari organisasi regional yaitu mengatasi konflik yang terjadi
dikawasannya. Liga Arab merupakan organisasi regional yang muncul oleh insisiatif
dari Inggris pada tahun 1942 dengan tujuan agar medapatkan kekuatan serta
dukungan dari negara-negara Arab untuk menghadapi kekuatan dari negara-negara
besar lainnya. Kemudian, di tahun 1945 Liga Arab yang berdasarkan proposal dari
Raja Faruk Mesir dengan berfokus pada dua agenda utama yaitu meraih kebebasan
untu negara-negara arab yang pada saat itu masih dalam masa penjajahan serta
memberikan pencegahan kepada kelompok minoritas Yahudi Palestina untuk
membangun negara Yahudi. Didirikannya Liga Arab dipenuhi dengan kepentingan
dari negara-negara anggotanya agar lebih mempererat hubungan diantara sesama
negara-negara anggota yang mayoritasnya menggunakan bahasa Arab. Berdirinya
Liga Arab ini, dengan harapan bahwa negara-negara anggotanya bisa menjalankan
koordinasi kebijakan serta dapat memperoleh kemakmuran bersama. Sejak
didirakannya Liga Arab sampai saat ini, Liga Arab sudah beranggotakan 22 negara
bahkan termasuk Palestina yang sebenarnya diakui kedaulatannya.
Pada awal masa terbentuknya Liga Arab, awal kerjasamanya ialah selain untuk
memajukan sosial,budaya, dan ekonomi negara-negara anggotanya, tujuan lainnya
juga adalah membebaskan tanah Arab dari penjaja asing, apalagi yang terjadi
setelah Negara Israel yang mendirikan negaranya di tanah Palestina hal ini
membuat negara-negara Arab menjadi bersatu agar memperkuat keamanan,agar
melawan serta mengusir Israel dari tanah Palestina. Namun akibat dari itu, Liga
Arab sendiri terbagi lagi menjadi dua khusus untuk menangani permasalahan Israel,
yakni kubu Radikal dan kubu konservatif. Segala bentuk usaha yang dilakukan Liga
Arab ini yaitu dengan melakukan bentuk perlawanan kepada dominasi israel di
tanah Palestina, yang mana Israel sendiri memperoleh dukunga dari Amerika
beserta sekutunya. Terdapat dua perang yang akhirnya menjadi puncak perubahan
di Liga Arab, yaitu pertama saat terjadi peperangan selama 6 hari di tahun 1967,
saat itu Israel memberikan serangan terhadap Mesir serta negara-negara Arab
lainnya, sampai negara-negara Liga Arab-lah yang mengalami kekalahan atas
peperangan yang terjadi. Setelah itu yang kedua, Di tahun 1973, saat Mesir
bersama dengan negara-negara Arab yang lain melakukan penyerangan terhadap
Israel tepat pada hari raya Yom Kippur, yang juga dikenal dengan sebutan perang
Yom Kippur. Ketika perang ini, Mesir dan Negara-negara anggota Liga Arab lainnya
bisa dikatakan hampir saja memperoleh kemenangan, yang man Mesir serta juga
Anggota lainnya memperoleh bantuan dari Uni Soviet, akan tetapi Israel juga
mendapatkan bantuan dari Amerika Serikat yang mengakibatkan tentara Mesir dan
juga koalisi negara-negara Arab bisa dipaksa mundur. Sejak kedua perang akhir
antara Israel dan negara-negara Arab inilah, yang menjadi awal perubahan yang
terjadi di tubuh Liga Arab.
Struktur Institusional Liga Arab ini terbagi menjadi 3 bagian badan utama, yakni
Dewan(the concil), sekretariat permanen, serta sejumlah komite permanen.
Dewan dari Liga Arab mempunyai kewajiban atas mengintervensi konflik yang
sekiranya menjadi pemicu perang antarnegara anggota. Ketika tahun 1950, Liga
Arab menyutujui perjanjian militer yakni apabila suatu negara memiliki aksi yang
agresi terhadap negara lainnya itu artinya sama saja dengan menunjukannya
kepada semua negara dan pada akhirnya pasti harus diatasi secara bersama-sama.
Akan tetapi, terdapat aturan mengenai Liga Arab yang mendpatkan pelarangan
terhadap penggunaan kekuatan militer diantara sesama anggota. Terdapat pasal
lain juga yang menyebutkan tentang situasi ketika suatu negara menunjukan aksi
agresi diantara sesama anggota, maka Liga Arab harus mengatasinya dengan
berdasarkan persetujuan dari semua anggota. Dalam hal ini, terdapat kontadiksi
mengenai apakah aksi yang agresi dapat ditangani dengan menggunakan senjata,
sedangkan pada pasal sebelumnya mengatakan tentang pelarangan menggunakan
senjata. Namun, berdasarkan aturan-aturan yang ada, selama ini Liga Arab hanya
berhasil menangani 12% dari konflik yang terjadi di Dunia Arab. Hal ini menjadi
catatan bahwa Liga Arab hanya bisa mengatasi 7 dari 77 permasalahan yang terjadi
di Timur Tengah. Kurangnya keberhasilan yang dilakukan Liga Arab khususnya
dibidang politik, diakibatkan oleh berbagai macam sebab. Namun, yang paling
mencolok iyalah terdapat perbedaan antara negara arab itu sendiri. Ketika masa
perang Dingin terjadi, ada perbedaan pandangan yang terjadi di negara-negara
Barat dan negara-negar Komunis. Hal ini berakibat kepada isu demokratisasi yang
berlanjut sehingga berdampak pada seluruh belahan dunia, hal yang sama juga
otomatis dirasakan oleh negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Sebenarnya, ketika dilihat dari sejarah berdirinya Liga Arab, organisasi ini bukan
hadir dari kerja sama fungsional antara para pendirinya, akan tetapi menjadi awal
dari kerja sama politik. Dilihat dari perkembangannya, negara-negara anggota Liga
Arab sama sekali belum menunjukan keinginannya untuk menjadikan Liga Arab
sebagai organisasi yang mempunyai otoritas diatas mereka. Hal ini dilihat dari
sistem dan cara dari pengambilan keputusan, yang mana ditetapkan dengan
mengikuti mayoritas suara serta hanya mengikat untuk yang menyetujuinya saja.
Setelah itu secara langsung Liga Arab dinyatakan gagal dalam penerapan sanksi
terhadap anggotanya yang melanggar peraturan seperti yang dilakukan oleh Irak
yang menginvasi Kuwait.
Sejak tahun 1979, nampak sangat jelas perpecahan yang terjadi di Liga Arab, hal
ini juga membuat peran Liga Arab terlihat kurang jelas yang diakibatkan oleh
keputusan Liga Arab dalam mengeluarkan Mesir dari keanggotaannya , tetapi tidak
lama setelahnya Mesir kembali menjadi anggota Liga Arab. Padahal, Mesir
dikeluarkan dari Anggota Liga Arab alasannya ialah karena Mesir mengakui Israel
sebgai negara serta ikutnya Mesir ke penyelenggaran Camp David, setelah Mesir
kembali menjadi anggota Liga Arab, Mesir masih tetap berhubungan kerja sama
dengan Israel dan Amerika.
Beberapa hal di ataslah yang menjadi sesuatu yang menarik untuk dibahas apalagi
kalau dikaitkan dengan Teori Regionalisme. Bagaimana sebenarnya peran dari Liga
Arab dalam konflik-konflik yang terjadi di Timur Tengah.
Method
Discussion
Konflik Suriah
Konflik ini menjadi permasalahan yang cukup genting di kawasan Timur Tengah.
Awal mula konflik ini terjadi pada Maret 2011. Ketika aksi yang dilakukan oleh 15
pelajar yang mengakibatkan mereka ditangkap oleh para polisi suriah yang
dipimpin oleh Jendral Atef Najib, mereka menangkap dan memenjarakan 15
pelajar tersebut. Dari hal inilah, muncul protes dari masyarakat, namun respon
dari para tentara sangat berlebihan yaitu dengan menembaki beberapa pemrotes
sehingga mengakibatkan 4 orang meninggal. Akibat dari hal tersebut menimbulkan
lebih banyak protes dari berbagai wilayah di Suriah. Protes dan Demonstrasi
akhirnya berkembang menjadi perang sipil yang dahsyat. Hal ini tidak hanya
menggunakan senjata biasa saja namun juga menggunakan senjata kimia. Diduga
perang ini merupakan perang antara mazhab Syi’ah yang diketuai oleh Bashar al-
Assad dan para penentangnya yang berpegang pada mazhab Sunni(Fahham,2014).
Terkait konflik di Suriah ini, The International Coalition of Responsibility to Protect
memberikan pernyataan bahwa konflik di Suriah masuk dalam jangkauan
penerapan Responsibility to Protect (RtoP) (GunaNugraha,2020). Konflik di Suriah
juga diduga telah melibatkan aktor eksternal yang termasuk yaitu Rusia dan Turki
dalam bentuk hard balancing dengan cara mendukung pihak berbeda dalam konflik
Suriah(Han,2019).
Konflik yang terjadi di Suriah didasari dari beberapa faktor yang mendasari hal itu
terjadi, yakni: Segi Politik, terjadi krisis kepemimpinan di Suriah diakibatkan oleh
sikap otoriter dari Presiden Hafez Al Assad serta putranya Bashar Al Assad. Rezim
mereka telah menimbulkan terjadinya Diskriminasi serta tidak terdapatnya sebuah
kebebasan dan hak berbicara bagi warga Suriah. Segi Ekonomi, kemiskinan yang
terjadi di negara ini pastinya menjadi sebuah masalah bagi pemerintahan Assad,
Pemerintahan Assad ini tidak mampu untuk menyelesaikan permasalahan
kemiskinan yang telah sekian lama melanda Suriah. Segi Sosial, ditemukannya
kesenjangan sosial yang terjadi di Suriah yang dimana kaum minoritas di Suriah
berkuasa lebih dari pada kaum mayoritas sehingga menciptakan berbagai macam
kecemburuan sosial(Mamdud,2017). Terlepas dari 3 faktor yang mendasari konflik
di Suriah terjadi, peristiwa ini sebenarnya tidak terlepas dari beberapa peranan
dari dua kekuatan besar di Timur Tengah yakni Iran dan Arab Saudi. Suriah
sebenarnya hanyalah tempat untuk saling berebut kekuasaan diantara kedua
negera itu. Alasan yang paling mendasari hal itu dengan melalui keberadaan proxy
ialah influence dan containement(Journal,2020). Arab Saudi berada pada pihak
yang paling berambisi dalam menjatuhkan Bashar Al Assad, sedangkan Iran menjadi
pihak yang mendukungnya(Mustahyun2017).
Konflik diatas menjadi konflik yang sangat urgent yang terjadi Timur Tengah, ini
menjadi salah satu studi kasus untuk menjelaskan salah satu konflik yang terjadi.
Banyak konflik yang akan dibahas namun ini salah satunya yang paling hangat di
Timur Tengah. Terlihat banyak Aktor baik eksternal maupun internal.
Pada tahun 2011 Liga Arab membentuk sebuah misi peninjau (Observer Mission) ke
Suriah agar menandatangani perjanjian dengan Suriah, pada 19 December 2011
guna agar memfasilitasi pekerjaan misi tersebut. Terdiri dari, mencoba agar
mencegah terjadinya jatuh korban dari pihak sipil, memberikan perlindungan
kepada kedatangan jurnalis asing, serta berusaha mencegah tentara Suriah agar
tidak mengambil tindakan keras atas aksi-aksi demo. Namun misi ini berusaha
dihentikan pada 26 Januari 2012, karena semakin banyaknya aksi bom bunuh diri
Suriah yang dilakukan oleh militan. Dan pada akhirnya, Suriah dicabut
keanggotaannya dari Liga Arab. Secara resmi Liga Arab juga terbukti mendukung
penggulingan Assad. Negara-negara anggota Liga Arab lainnya, seperti Arab Saudi
dan Qatar yang menjadi penyuplai utama dana serta senjata agar milisi-milisi
bersenjata yang bertempur untuk menggulingkan Assad(Pradana,2018).
Dari dua faktor di atas, kita bisa melihat keterkaitan antara keduanya,
bahwasanya negara-negara besar di kawasan Timur Tengah terlalu
bergantung kepada AS-Israel, sehingga mereka tidak mampu untuk membuat
keputusan agar menyelamatkan anggota Liga Arab lainnya dari peperangan.
Kebijakan mereka justru diambil dengan berpihak kepada kepentingan dari
AS dan Israel.
Conclusion
Segala konflik yang terjadi di Suriah berdampak pada politik internasional dunia,
buktinya banyak negara yang bukan kawasan Timur Tengah mencoba untuk ikut
andil dalam konflik tersebut. dan jika dilihat dari peran organisasi kawasan Timur
Tengah yaitu Liga Arab, sebenarnya terdapat beberapa peran yang coba dilakukan
oleh Liga Arab namun Liga Arab masih belum tegas dalam mengambil tindakan
tersebut sehingga dinilai masih lemah dalam menangani konflik Timur Tengah.
Ketika dilihat dari sejarah berdirinya Liga Arab, organisasi ini bukan hadir dari
kerja sama fungsional antara para pendirinya, akan tetapi menjadi awal dari kerja
sama politik. Dilihat dari perkembangannya, negara-negara anggota Liga Arab sama
sekali belum menunjukan keinginannya untuk menjadikan Liga Arab sebagai
organisasi yang mempunyai otoritas diatas mereka. langsung Liga Arab juga
dinyatakan gagal dalam penerapan sanksi terhadap anggotanya yang melanggar
peraturan seperti yang dilakukan oleh Irak yang menginvasi Kuwait.
Dua Faktor yang menjadi gagalnya Liga Arab yakni Kepentingan kerjasama Ekonomi
Arab-AS dan Hubungan AS-Israel. Dari kedua ini bisa menjadi jawaban dari kenapa
kurangnya ketegasan dari Liga Arab dalam mengatasi konflik di Timur Tengah.
negara-negara besar di kawasan Timur Tengah terlalu bergantung kepada AS-Israel,
hal inilah yang membuat Liga Arab tidak mampu untuk membuat keputusan agar
menyelamatkan anggota Liga Arab lainnya dari peperangan. Kebijakan mereka
justru diambil dengan berpihak kepada kepentingan dari AS dan Israel.
Dalam Teori Realisme, Kepentingan Nasional yang menjadi variabel utama dari
konflik yang terjadi di Timur Tengah, dimana tidak hanyak kepentingan negara
kawasan Timur Tengah saja namun kepentingan dari AS juga mempengaruhi konflik
di kawasan Timur Tengah.
Daftar Pustaka
Pradana, A. M. N., & Yulianti, D. (2018). Peran Liga Arab Pada Konflik di Timur
Tengah dalam Perspektif Ekonomi-Politik Internasional. Jurnal ICMES, 1(1), 99–
120. https://doi.org/10.35748/jurnalicmes.v1i1.7
Mohd Nor, M. R., & Mhd Razi, R. (2016). Penglibatan Liga Arab dalam Konflik
Palestin-Israel. Journal of Al-Tamaddun.
https://doi.org/10.22452/jat.vol11no2.5
Sugito, S. (2012). Liga Arab dan Demokratisasi di Dunia Arab. Jurnal Hubungan
Internasional, 1(2). https://doi.org/10.18196/hi.2012.0019.179-186
Fahham, M., & Kartamaatmaja, A. . (2014). Konflik Suriah: Akar Masalah dan
Dampaknya. Politica, 5(1), 37–60.
Guna Nugraha, L. (2020). Penerapan Prinsip Responsibility To Protect (RtoP)
Sebagai Bentuk Perlindungan Penduduk Sipil Dalam Konflik Bersenjata.
Jatiswara, 34(1), 78–87. https://doi.org/10.29303/jatiswara.v34i1.227
Han, E. S., & goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, A. (2019). No Title No Title.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Mamdud, R. (n.d.). Rijal Mamdud Bashar al-Assad dan Kelompok Oposisi. 177–196.
Journal, I., Vol, I. R., Ramadhan, I., Hubungan, J., Email, U. P., Alif, J., Jurusan,
I., Internasional, H., & Email, U. P. (2020). Upaya Perimbangan Kekuatan Iran-
Arab Saudi Melalui Perang Suriah untuk Memenangi Kontestasi Geopolitik di
Timur Tengah. 7(2), 105–121.
Mustahyun, M. (2017). Rivalitas Arab Saudi Dan Iran Di Timur Tengah Pada Arab
Spring Suriah Tahun 2011-2016. Journal of Islamic World and Politics, 1(1).
https://doi.org/10.18196/jiwp.1105