Timur Tengah merupakan wilayah yang terbentang dari Maroko di barat, Iran di
timur, dan Turki hingga Yaman di utara dan selatan. Wilayahnya terbagi menjadi beberapa
negara yaitu Maroko, Tunisia, Aljazair, Libya, Mesir, Arab Saudi, Oman, Qatar, Uni Emirat
Arab (UEA), Kuwait, Suriah, Lebanon, Irak, Iran, Yaman, Bahrain, Palestina dan Turki . .
Kondisi geografis Timur Tengah yang didominasi oleh gurun pasir yang luas membuat
pertanian tidak mungkin dilakukan. Namun, beberapa wilayah juga dapat dimanfaatkan
sebagai ladang pertanian, seperti Lembah Nil, Mesopotamia (Efrat dan Tigris), serta wilayah
sepanjang Laut Merah dan Mediterania. Masyarakat yang tinggal di daerah ini sangat
beragam: Arab, Turki, Kurdi, Persia, Berber, dll. Agama yang paling banyak dianut adalah
Islam, dan sebagian kecil lainnya menganut Kristen Koptik, Yudaisme, Asiria, dan Yazidi.
Hal ini menjadikan Timur Tengah sebagai kawasan yang heterogen baik dari segi jumlah
penduduk maupun wilayah.
Namun, situasi tersebut justru berdampak negatif terhadap perdamaian di kawasan ini.
Kawasan Timur Tengah seringkali diidentikkan dengan zona konflik yang banyak terjadi
peperangan seperti Perang Persia-Romawi, Perang Salib, Perang Palestina-Israel, dll. Salah
satu faktor yang melatarbelakangi fenomena tersebut adalah masih kuatnya sikap etnis dan
etnosentrisme di kalangan masyarakat Timur Tengah sehingga menimbulkan diskriminasi
dan intoleransi terhadap etnis lain. Bahkan, keadaan ini diperparah dengan permasalahan
fanatisme yang kerap dijadikan landasan logis dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Tak
lupa, kekuasaan diktator yang dijalankan pemerintah seringkali menghambat kemajuan dan
kebebasan berpendapat masyarakat. Inilah sebabnya mengapa upaya perdamaian di kawasan
ini sangat sulit dan memakan waktu.
Meski demikian, bukan berarti perdamaian di Timur Tengah tidak bisa tercapai.
Dibutuhkan upaya bersama untuk mengakomodasi perspektif yang berbeda. Toleransi dicapai
dengan bagian dan lokasi yang wajar. Sikap diskriminatif terhadap kelompok etnis tertentu
harus dihindari. Mengembangkan kasih sayang dan keharmonisan antar kelompok sosial.
Keadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, tanpa memandang ras, suku, kebangsaan, dan
agama. Oleh karena itu, dengan menerapkan cara-cara tersebut, kita dapat menjamin
keamanan dan perdamaian di Timur Tengah.
Timur Tengah merupakan kawasan yang dibentuk oleh jaringan hubungan yang
kompleks antara negara, aktor non-negara, dan kekuatan internasional. Lanskap geopolitik di
Timur Tengah dicirikan oleh jaringan pengaturan, aliansi, dan konflik yang selalu berubah.
Hubungan antara berbagai negara, organisasi keagamaan, paramiliter dan teroris serta
kekuatan asing dapat membuat pengamat yang berpengalaman sekalipun merasa
kebingungan.
Sejarah wilayah ini pada abad ke-20 sebagian besar ditentukan oleh peristiwa-
peristiwa seperti jatuhnya Kekaisaran Ottoman, intervensi kekuatan kolonial, berdirinya
Negara Israel, dan revolusi Iran pada tahun 1979. Tentu saja, Perang Dingin juga merupakan
peristiwa penting yang mempengaruhi keseimbangan kekuatan di Timur Tengah. Abad ke-21
telah membawa kita pada terobosan-terobosan lain, seperti Perang Teluk Kedua, yang juga
dikenal sebagai Perang Irak, yang membuat kawasan ini tidak stabil dan menciptakan lahan
subur bagi pembangunan di masa depan yang disebut Negara Islam. protes dan revolusi tahun
2011, yang dikenal sebagai "Musim Semi Arab" atau "Musim Dingin Arab".
Pada penulisan ini penulis menggunakan lima pendekatan dari literatur Halliday
(2005) sebagai alat analisis yang berisi:
1. Historical Analysis
2. The most enduring paradigm : realism, systems, and states
3. How “decisions” are ready made : foreign policy analysis
4. The force of ideas : ideologies, perceptions and norms
5. Historical and International sociology
Historical Analysis
Berbicara tentang Historical Analysis atau Analisis Sejarah, teori tersebut jika dilihat
dalam kacamata Hubungan Internasional merupakan salah satu Teori yang diaplikasikan guna
menganalisis perkembangan dalam ruang lingkup sejarah di suatu Kawasan. Sehingga
bagaimana hal itu dapat mempengaruhi perubahan Kawasan tersebut dalam Hubungan
Internasional. Historical Analysis juga memiliki keuntungan dalam memahami jangka
panjang suatu keputusan hingga tindakan dari suatu Kawasan. Hal ini juga melihat
bagaimana interaksi aktor-aktor dalam hubungan internasional dalam perkembangan global
dari suatu Kawasan, termasuk Timur Tengah.
Adanya historical yang terjadi dikawasan tersebut, tentu hal ini dikemudian hari juga
akan mempengaruhi perkembangan Kawasan Timur Tengah dalam hubungan atau interaksi
internasionalnya. Dimana konflik ini tentu dilirik oleh negara-negara lain, termasuk
pengajuan dalam penyelesaian konflik tersebut hingga saat ini. Yang dimana Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang memberikan beberapa resolusi atas konflik tersebut yang diperuntukan
dalam mencari penyelesaian secara damai yang nantinya mendapatkan pengakuan dari hak-
hak negara yang mengalami konflik.
Karena telah berakhirnya Perang Dunia, banyak organisasi yang kemudian muncul
dan berkembang pesat hingga era modern, termasuk Timur Tengah yang juga dengan berani
mengusulkan League of Arab State atau Liga Arab. Liga Arab sendiri muncul karena berbagai
sejarah yang telah dilewati, dimana pada saat itu Kerajaan Inggris Raya memiliki pemikiran
bahwa persatuan negara-negara Arab adalah salah satu hal yang penting, sehingga Kerajaan
Inggris tersebut kemudian dengan percaya diri menjamin jalinnya kerjasama antara negara-
negara Arab, yang tentu dengan tujuan utama mereka adalah agar bisa memimpin
pemberontakan dan peperangan yang terjadi pada masa perang dunia pertama. Ketika
peperangan tersebut berhasil dimenangi, negara Arab pada masa Sharif Hussein mengalami
pengkhiantan oleh Kerajaan Inggris yang kemudian membagai wilayah Arab dengan
memberikan kebijakan “Devide and Rule”.
Kemudian ketika perang dunia kedua, Kerajaan inggris lagi-lagi secara tidak tahu
malu memberikan janji kepada Arab untuk membentuk kembali Liga Arab. Namun hal ini
tidak diindahkan oleh kebanyakan intelektual karena mengetahui inisitafi dibalik janji yang
diberikan oleh Kerajaan Inggris hanyalah untuk menggunakan organisasi tersebut untuk
mencegah persatuan di Kawasan Timur Tengah. Hal ini yang kemudian memicu pemerintah
Mesir mengajukan proposal pada tahun untuk melakukan pembentukan sebuah organisasi
yang kemudian perjanjian asli dari Liga Arab ini adalah untuk membentuk suatu organisasi
regional yang terdiri dari negara berdaulat, tujuan adanya organisasi ini juga untuk
memperjuangkan kemerdekaan secara penuh untuk semua negara-negara Arab. Sehingga
kembali kepada Historical Analysis, adanya teori ini tentu memungkinkan untuk mempelajari
dan memperdalam timur Tengah secara lebbih kompleks.
Realisme bukanlah konsep baru di Timur Tengah, yang merupakan kawasan yang
sering dilanda dinamika persaingan kekuatan global dan regional. Dimulai dengan
pembubaran Kekaisaran Ottoman dan pembangunan apa yang sekarang disebut “Timur
Tengah,” realisme ditunjukkan oleh berbagai kekuatan Eropa (terutama Inggris dan Perancis)
yang berusaha membentuk wilayah pengaruhnya masing-masing, yang pada akhirnya
menghasilkan dalam penjajahan. Periode kolonialisasi ini membentuk institusi dan struktur
pemerintahan untuk melanjutkan proyeksi kekuatan dan pengaruh Eropa setelah berakhirnya
dominasi formal. Kawasan ini kemudian menyaksikan persaingan kekuatan realis yang sengit
selama Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, yang diikuti oleh periode
unipolaritas AS, di mana Amerika Serikat berusaha untuk lebih mengubah perimbangan
kekuatan regional demi kepentingannya, khususnya setelah 9/11 dan invasi ke Irak tahun
2003. Oleh karena itu, periode pasca Pemberontakan Arab harus dilihat dalam kontinum
kontekstual realisme yang mencolok.
Peran dan dinamika sistem negara-negara di Timur Tengah dalam konteks teori
hubungan internasional realisme.
1. Persaingan Kekuasaan: Teori realisme menekankan persaingan antara negara-
negara dalam mencari kepentingan nasional dan memperoleh kekuasaan. Di Timur
Tengah, persaingan untuk pengaruh regional terlihat dalam rivalitas antara Iran dan
Arab Saudi. Keduanya bersaing untuk dominasi politik dan agama, dengan
mencoba memperluas pengaruh mereka melalui dukungan terhadap kelompok-
kelompok sekutu di wilayah tersebut.
Dalam konteks teori realisme, Timur Tengah menjadi contoh nyata dari bagaimana
negara-negara bersaing untuk kepentingan nasional, menggunakan kekuasaan dan diplomasi
untuk mencapai tujuan mereka, dan menjaga keamanan di tengah ketidakpastian anarki
sistem internasional.