Anda di halaman 1dari 18

Sejarah Asia Barat Daya

(Perang Iraq Iran)

OLEH :
NAMA : WAHYU MULIADI
NIM : 1762041009

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2019
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah tuhan yang maha Esa, atas limpahan rahmat hidayah dan
inayahnyalah saya dapat menyusun dan menyelesaikan Makalah “Sejarah Asia Barat Daya”
ini dengan lancar.
Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada junjungan baginda Rasulullah SAW karena
berkat jasanya kita dapat menikmati indahnya kehidupan dalam bingkai keagamaan dan
bingkai keilmuan.
saya sangat berharap makalah yang saya susun ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi dan
bagi orang lain, baik dalam rangka menambah khasanah keilmuan maupun kemampuan
menulis. Mengetahui keterbatasan sebagai individu yang tak luput dari kekhilafan saya sangat
mengharapakan adanya kritikan dan saran apabila terdapat kekeliruan dalam penulisan
makalah ini mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Pembelajaran

Bab 2 Pembahasan
1. Kondisi Politik Sebelum Perang Teluk
2. Latar Belakang Timbulnya Perang Teluk I
3. Jalannya Perang Irak-Iran
4. Dampak Perang Teluk I
5. Upaya-upaya yang dilakukan dalam menghentikan Perang Irak-Iran
6. Akhir Perang Teluk I

Bab 3 Penutup
Kesimpulan
Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Perang Iran-Irak dikenal sebagai pertahanan suci dan perang revolusi Iran dan Qadisiyyah Sadam
di Irak. Perang ini dimulai pada bulan September 1980 dan berakhir bulan Agustus 1988. Perang
bermula ketika pasukan Irak menerobos perbatasan Iran tanggal 22 September 1980. Akibat masalah
yang berlarut-larut antara kedua Negara dan kekhawatiran Saddam Husein atas perlawanan syiah yang
dibawa oleh Khomeini dalam revolusi Iran. Walaupun Irak tidak mengeluarkan pernyataan perang,
tentaranya gagal dalam misinya di Iran dan akhirnya serangan mereka dapat dipukul mundur oleh Iran.
Walaupun PBB meminta adanya genjatan senjata, pertempuran tetap berlanjut sampai tanggal 20
Agustus 1988, pertukaran tawanan terakhir antara kedua Negara terjadi tahun 2003.Perang ini memiliki
kemiripan dengan Perang Dunia I. taktik yang digunakan seperti pertahanan parit, pos-pos pertahanan,
serangan dengan Bayonet, kawat berduri, penggunaan senjata kimia seperti gas Mustard.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Dampak Perang Teluk I?
2. Apa Upaya-upaya yang dilakukan dalam menghentikan Perang Irak-Iran?
3. Bagaimana Kondisi Politik Sebelum Perang Teluk?
4. Bagaimana Latar Belakang Timbulnya Perang Teluk I?
5. Bagaimana Jalannya Perang Irak-Iran?
6. Bagaimana Akhir Perang Teluk I?

C. Tujuan Pembelajaran
1. Mengetahui Dampak Perang Teluk I
2. Mengetahui Upaya-upaya yang dilakukan dalam menghentikan Perang Irak-Iran
3. Mengetahui Kondisi Politik Sebelum Perang Teluk
4. Mengetahui Latar Belakang Timbulnya Perang Teluk I
5. Mengetahui Jalannya Perang Irak-Iran
6. Mengetahui Akhir Perang Teluk I
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONDISI POLITIK SEBELUM PERANG TELUK
Sebagai sumber utama energi dunia, fluktuasi harga minyak dunia akan sangat
mempengaruhi perkembangan ekonomi global. Hal ini juga sejalan dengan kertergantungan dunia
atas minyak bumi sebagai sumber energi masih sangat besar. Kondisi kritis di Asia Barat. Dalam
hal ini perilaku harga minyak dunia dipengaruhi baik dari factor fundamental (permintaan,
pasokan, stok minyak, kapasitas produksi, cadangan dunia, kemampuan kilang minyak dunia)
maupun non fundamental (geopoltik, kebijakan pemerintah, cuaca, bencana alam, pemogokan,
kerusakan instalasi rantai produksi, pelemahan nilai dollar, spekulasi). Ketidak stabilan politik
kawasan Asia Barat Pasca perang Dunia II berimplikasi pada perdangangan dan presentase
kenaikan harga minyak dunia mulai dari Suez 1956-1957, embargo minyak perang Arab – Israel
tahun 1973- 1974, revolusi Iran 1978 -1979.
Sebagai kawasan “Timur Tengah”, kawasan orang-orang, dan berada di tengah-tengah peta
dunia, gejolak politik kawasan ini memiliki keunikan dan ketertarikan sendiri dibandingkan
kawasan bumi lain. Permasalahan-permasalahan transnasional seperti keamanan, politik ekonomi
dan sosial menjadi isu hangat dan tidak ada habisnya untuk diperbincangkan. Permasalahan yang
signifikan meliputi perkembangan senjata pemusnah masal (kasus Irak dan Iran), perdagangan
narkotika, penyelundupan sejata dan terorisme. Kesemuanya merupakan permasalah global yang
otomatis mempengaruhi kestabilan dunia Internasional.
Munculnya Revolusi Islam di Iran, tahun 1979 merupakan tahun terpenting dalam sejarah
Iran modern hingga menjadi seperti Iran sekarang. Di tahun itu, terjadi revolusi pemerintahan di
mana rezim kerajaan Pahlevi yang dianggap sebagai rezim boneka AS-tumbang & digantikan oleh
sistem Republik Islam. Pasca revolusi tersebut, muncul kekhawatiran di kalangan nasionalis Arab
& muslim Sunni bahwa revolusi tersebut akan menyebar ke negara-negara Arab di sekitarnya.
Kekhawatiran terbesar terutama datang dari Irak yang wilayahnya memang bersebelahan dengan
Iran dan memiliki penganut Syiah berjumlah besar di wilayahnya.
Ayatullah Khomeini, pemimpin revolusi Islam di Iran, memang memiliki impian untuk
menyebarkan pengaruh revolusinya ke negara-negara Arab lainnya. Pertengahan tahun 1980,
Khomeini menyebut bahwa pemerintahan sekuler Irak adalah pemerintahan "boneka setan" dan
masyarakat muslim di Irak sebaiknya bersatu untuk mewujudkan revolusi Islam seperti di Iran.
Pernyataan Khomeini tersebut sekaligus sebagai respon dari pernyataan Saddam pasca revolusi
Islam Iran yang menyatakan bahwa bangsa Persia (Iran) tidak akan berhasil membalas dendam
kepada bangsa Arab sejak Pertempuran al-Qadisiyyah, pertempuran pada abad ke-7 yang
dimenangkan oleh bang sa Arab sekaligus menumbangkan Kerajaan Persia kuno (Jamie, 2010:56).
Irak di bawah kendali Saddam Hussein dan Partai Baath memiliki ambisi untuk menjadi
kekuatan dominan di wilayah Arab di bawah bendera pan-Arabisme sejak meninggalnya Presiden
Mesir, Gamal A. Nasser. Revolusi Islam yang terjadi di Iran tersebut dianggap sebagai penghalang
karena bertentangan dengan prinsip nasionalisme sekuler Arab. Selain untuk mencegah
menyebarnya revolusi Islam, Irak juga berusaha mengambil keuntungan dengan kondisi internal
Iran yang tidak stabil pasca revolusi Islam untuk merebut wilayah-wilayah yang menjadi bahan
sengketa dengan Iran dan menambah sumber minyak Irak.

B. PERANG TELUK 1
1. Latar Belakang Timbulnya Perang Teluk I (Perang Irak-Iran)
Pertikaian antara Irak dan Iran bukanlah soal baru. Sejak lama Kedua Negara bertetangga
tersebut saling bermusuhan karena berbagai hal. Pertama, antara bangsa Arab dan bangsa Parsi
selalu ada persaingan dan ketegangan. Bangsa Arab maupun bangsa Parsi tidak dapat menerima
keunggulan atau dominasi yang lain. Kedua, masalah minoritas etnis. Pada zaman Syah Iran
mendukung perjuangan otonomi suku Kurdi di Irak, sedangkan Irak mendukung minoritas Arab
di Iran yang memperjuangan kebebasan yang lebih besar atau bahkan pemisahan. Ketiga,
perbedaan orientasi politik luar negeri. Sampai beberapa waktu lalu Irak adalah pro-Uni Soviet,
sedangkan Iran pro-Barat. Akhirnya juga harus disebutkan masalah sengketa wilayah, yaitu Irak
mengklaim kembali beberapa daerah Arab yang direbut dan dikuasai oleh Iran.
Ketegangan Irak-Iran sempat mereda berkat perjanjian Algiers pada tahun 1975.
Berdasarkan perjanjian Algiers bahwa Iran akan menghentikan dukungannya pada pemberontakan
suku Kurdi dan perbatasan Shatt al-Arab digeser tepi Timur ke tengah perairan. Irak sebenarnya
kurang senang dengan penetapan perbatasan tersebut, tetapi tidak dapat menolaknya karena pada
waktu itu Iran merupakan kekuatan dominan di kawasan dan Irak menghadapi pemberontakan
suku Kurdi yang didukung oleh Teheran.
Dalam perkembangannya, sengketa antara Irak dan Iran muncul kembali setelah Khomeini
berkuasa. Hal ini dilatar belakangi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:
1. Ketika Irak berada di bawah pemerintah Saddam Husein ingin mengembalikan daerah
yang pernah dikuasai oleh Kerajaan Babilonia di masa lampau. Menurut Sejarah masa
lalu negeri Irak merupakan pewaris dari Kerajaan Babilonia. Untuk mencapai cita-
citanya, Irak melancarkan serangan ke Iran sehingga meletuslah Perang antara Irak
dengan Iran.
2. Perbedaan aliran antara kedua negara yaitu aliran Syi’ah (Iran) dan Sunni (Irak). Orang
Syi’ah di Iran mengajak orang-orang Syi’ah di Irak untuk memberontak menumbangkan
pemerintahan Saddam Hussein. Sebab Saddam Hussen di anggap anti Islam.
3. Pasukan Irak berhasil menerobos perbatasan Iran pada tanggal 22 September 1980
dikarenakan masalah perbatasan yang berlarut-larut antara kedua negara.
4. Irak secara sepihak membatalkan perjanjian dengan Iran tanggal 22 September 1980.
Perjanjian Irak dengan Iran itu adalah Perjanjian Algier tahun 1975 mengenai penguasaan
bersama atas daerah Shat Al-Arab yang kaya akan minyak.
5. Kekhawatiran Saddam Hussein atas perlawan Syi’ah yang dibawa oleh Ruhollah
Khomeini dalam Revolusi Iran.
6. Ambisi Sadam Husen untuk tampil sebagai orang nomor satu dan dihormati didunia Arab.
7. Percobaan pembunuhan terhadap pejabat Irak, yaitu Deputi Perdana Menteri Irak Tariq
Aziz. Irak segera bertindak dan menangkap sjumlah orang yangtelah terlibat dalam hal
ini. Irak beranggapan bahwa agen Iranlah yang terlibat dan mendeportasi ribuan warga
Syia’ah berdarah kemudian Iran keluar dari Irak.

Persoalan pokok dalam perang Irak-Iran atau Krisis Teluk I adalah maksud Irak dan Iran
dalam peperangan ini. Seperti diterangkan oleh Menteri Pertahanan Irak, Adnan Khairallah bahwa
Irak memulai peperangan mencapai tiga tuntutan pokok yang tidak dapat dicapainya dengan cara
lain. Pertama, Irak menuntut kedaulatan atas seluruh Shatt al-Arab. Menurut perjanjianAlgiers
tahun 1975 perbatasan ditetapkan di tengah perairan dan navigasi akan diatur bersama. Kedua,
ketiga pulau kecil di Selat Hormuz yang diduduki Iran sejak 1971 harus dikembalikan kepada
kedaulatan Arab. Ketiga, Iran harus melindungi hak-hak minoritas Arab di propinsi Khuzestan
oleh pihak Arab disebut Arabistan, mayoritas penduduknya adalah Arab. Krisis teluk dimaksudkan
Irak untuk menjatuhkan rezim Khomeini.
2. Jalannya Perang Irak-Iran (berlangsung pada tahun 1980-1988)
Pada tahun 1979 terjadi Revolusi Islam Iran dimana Khomeini memimpin revolusi
tersebut. Pemimpin revolusi Islam di Iran yaitu, Khomeini yang memiliki impian untuk
menyebarkan pengaruh revolusinya ke negara-negara Arab lainnya. Saddam Hussein merasa
khawatir dengan revolusi tersebut hal itu dikarenakan posisi wilayah Irak yang bersebelahan
dengan Iran, penduduknya sebagian beraliran Syi’ah, dan menganggap revolusi ini menghambat
ambisinya untuk menjadi kekuatan dominan di Arab.
Jalannya perang ini terbagi dalam beberapa periode antara lain sebagai berikut :
1. Periode Tahun 1980-1982 (Penyerbuan oleh Irak)
Irak mempunyai sasaran yang jelas terhadap Iran. Ada dua objektif Irak dalam serangannya
ke Iran yaitu:
a. Menguasai wilayah-wilayah strategis serta kaya minyak di Iran.
b. Mencegah tersebarnya revolusi Islam di wilayah tersebut.
Dalam serangannya, Irak menginginkan kemenangan atas negara Iran dengan
memanfaatkan situasi internal Iran yang masih belum stabil pasca revolusi Islam. Irak
berharap bahwa masyarakat di Iran akan menyalahkan pemerintahan baru Iran dan
kemudian sebagian dari mereka terutama dari golongan Arab Sunni akan membelot
kepada Irak. Berikut serangan-serangan yang dilancarkan Irak terhadap Iran adalah
sebagai berikut :
1) Pada tanggal 22 September 1980, jet-jet tempur Irak menyerang 10 pangkalan udara
milik Iran dengan tujuan menghancurkan pesawat tempur Iran di darat, taktik yang
dipelajari dari kemenangan Israel atas Arab dalam Perang 6 Hari. Serangan dari
pasukan udara Irak berhasil menghancurkan gudang amunisi serta jalur transportasi
darat, namun sebagian besar pesawat Iran tetap utuh karena terlindung dalam
hanggar yang terproteksi khusus. Kegagalan Irak menghancurkan pesawat-pesawat
tempur Iran dalam serangan kejutan tersebut memberi peluang bagi Iran untuk
melancarkan serangan udara balasan ke Irak.
2) Pada tanggal 23 september 1980, Irak melakukan serangan darat ke wilayah Iran
dari 3 front sekaligus. Inti dari serangan tersebut adalah untuk menguasai Khuzestan
dan Shatt al-Arab dimana 4 dari 6 divisi pasukan Irak dalam penyerbuan dikirim
untuk menguasai kedua wilayah tersebut. Sisanya dipecah jadi 2 untuk menguasai
front utara (Qasr-e Shirin) dan front tengah (Mehran) untuk mengantisipasi serangan
balik yang mungkin dilakukan oleh Iran. Hasilnya, usai serangan mendadak itu Irak
berhasil menguasai wilayah Iran seluas 1.000 km persegi. Bulan November 1980,
pasukan Irak melancarkan serangan ke 2 kota penting yang strategis di Iran selatan,
Shabadan dan Khorramshahr. Dalam penyerbuannya, pasukan Irak mendapat
perlawanan sengit dari pasukan Pasadan (Garda Revolusi) Iran. Kedua kota tersebut
akhirnya berhasil dikuasai Irak pada tanggal 10 November 1980.

Berikut ini beberapa serangan balasan dari Iran terhadap serangan Irak :
1) Pada awal tahun 1981, Iran tertekan sempat berusaha melakukan serangan balasan
kepada Irak, namun gagal karena presiden Iran, Bani Sadr, nekat memimpin
langsung pasukan reguler Iran sekalipun dia hanya memiliki pengetahuan militer
yang sangat minim. Ia mengirimkan 3 resimen pasukan reguler tanpa didukung oleh
Pasadar dan tidak memperhitungkan waktu serangan di waktu hujan yang akan
bakal menyulitkan suplai logistik. Akibatnya, pasukan Iran dikepung pasukan Irak
dan banyak dari kendaraan lapis baja Iran hancur.
2) Pesawat-pesawat F-4 milik Iran melakukan serangan ke wilayah Irak dan efektif
berhasil melumpuhkan sejumlah titik penting di wilayah Irak. Keberhasilan tersebut
membuat pasukan udara Iran terlihat lebih superior dibanding pasukan udara Irak.
Namun, kurangnya amunisi dan suku cadang yang hanya bisa didapatkan dari AS
mantan sekutu Iran yang berbalik memusuhi mereka pasca revolusi Islam membuat
Iran lebih banyak memakai helikopter yang dipasangi persenjataan darat sebagai
pendukung dari udara.
2. Periode Tahun 1982-1984 (Titik Balik Mundurnya Irak)
Tak disangka militer Irak yang tadinya dianggap tak terkalahkan oleh militer Iran
teranyata situasi bisa berubah. Titik balik bagi Iran terjadi karena Iran tidak tinggal diam
dan segera melakukan serangan dengan berbagai Operasi Militer, antara lain:
a. Pada bulan Maret 1982, dalam operasi militernya di bawah kode sandi Operasi
Kemenangan tak dapat disangkal (Operation Undeniable Victory). Dalam operasi
militer, pasukan gabungan Pasadan-Basij milik Iran berhasil menembus garis depan
pasukan Irak yang sebelumnya dianggap tidak bisa ditembus dan memecah pasukan
Irak di utara & selatan Khuzestan sehingga pasukan Irak terpaksa mundur. Hasil dari
operasi ini antara lain sebagai berikut:
1) Bulan Mei 1982, Iran berhasil merebut kembali wilayah Khorramshahr. Dalam
pertempuran di wilayah tersebut, Irak kehilangan 7.000 tentara, sementara Iran
10.000 sehingga menjadikan pertempuran itu sebagai salah satu pertempuran paling
berdarah dalam inisiatif serangan balik Iran.
2) Sejak kemengangan tersebut, Iran berganti menjadi pihak menekan Irak dan pada
bulan Juni berhasil mendapatkan kembali seluruh wilayahnya yang sebelumnya
dikuasai oleh Irak.
3) Saddan Hussein yang melihat bahwa moral pasukannya sudah terlanjur runtuh
akibat serangkaian kekalahan melawan Iran pun menyatakan akan segera menarik
seluruh pasukannya dari Iran dan menawarkan gencatan senjata kepada Iran.
Tawaran gencatan senjata itu mencakup pembayaran ganti rugi perang sebesar 70
juta dollar AS oleh negara-negara Arab. Iran menolak tawaran gencatan senjata
tersebut dan menyatakan bahwa mereka akan menyerbu Irak dan tidak akan
berhenti sampai rezim yang berkuasa di Irak digantikan oleh rezim pemerintahan
republik Islam.
b. Pada bulan Juli 1982, Iran melancarkan serangannya ke kota Basra, Irak, di bawah kode
sandi “Operasi Ramadhan”. Dalam serangan tersebut, puluhan ribu anggota Basij dan
Pasdaran mengorbankan diri mereka dengan berlari melewati ladang ranjau untuk
memberi jalan bagi tank-tank di belakangnya di mana selain menghadapi bahaya
ranjau, mereka juga dihujani tembakan artileri pasukan Irak.Irak berhasil mencegah
Iran merengsek lebih jauh berkat ketangguhan persenjataannya di garis pertahana,
namun Irak juga harus kehilangan jumlah kecil wilayah karena dikuasai Iran.
Keberhasilah Iran memukul balik Irak dan berbalik menjadi menjadi negara penyerbu
membawa kekhawatiran tersendiri bagi AS memutuskan untuk membantu Irak sejak
tahun 1982. Presiden AS Ronald Reagan menyatakan bahwa AS akan berusaha dengan
cara apapun untuk mencegah Irak kalah. Bantuan Amerika Serikat beserta negara-
negara sekutunya ke Irak yang diketahui mencakup bantuan teknologi, alutsista dan
intelijen. Dukungan Irak datang juga dari Uni Soviet dan Liga Arab karena
keberpihakan terang-terangan AS ke Irak, maka cukup mengejutkan ketika AS
diketahui juga membantu Iran dengan jalan menjual persenjataan ke Iran secara diam-
diam. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah dominasi dari pihak pemenang di
kawasan tersebut.
c. Penyerbuan tahun 1983, Iran melakukan 3 penyerbuan besar yang disusul 2 penyerbuan
lainnya dengan mengerahkan ratusan ribu personil tentaranya. Iran sempat berhasil
menembus garis pertahanan Irak, namun Irak berhasil memukul balik Iran dengan
melakukan serangan udara mendadak secara besar-besaran. Hingga akhir tahun 1983,
tercatat 120.000 personil Iran dan 60.000 personil Irak tewas dalam peperangan.

3. Periode Tahun 1984-1988 (Perang Tanker)


Pada tahun 1984, Irak yang baru mendapat bantuan pesawat tempur Super Etentard
terbaru dari Perancis melakukan operasi militer di laut mulai dari muara Shatt el-Arab
hingga pelabuhan Iran di Bushehr. Target dari operasi militer tersebut adalah semua kapal
yang bukan berbendera Irak di wilayah operasi militer, baik itu kapal berbendera Iran
maupun kapal netral yang dari atau menuju Tehran. Tujuannya adalah untuk memblokade
ekpsor minyak Iran dan mempengaruhi ekonominya sehingga Iran mau berunding dengan
Irak. Kebijakan militer Irak tersebut lalu mengawali babak baru dalam perang yang dikenal
sebagai Perang Tanker.

4. Periode Tahun 1987-1988 (Ikut Campurnya AS dampak dari Tanker)


Dampak dari perang Tanker, sitasi perang Tanker yang semakin membabi buta karena
ikut menargetkan kapal-kapal tanker dari negara-negara yang netral membuat Kuwait
meminta bantuan pihak internasional pada tahun 1986. Uni Soviet adalah negara pertama
yang merespon dengan mengirimkan kapal-kapal perangnya untuk mengawal kapal tanker
Kuwait. Kebijakan Uni Soviet lalu diikuti oleh AS tahun 1987 sebenarnya sudah didekati
Kuwait lebih dulu. faktor pendorong utama ikut campurnya Amerika Serikat dalam Perang
teluk I (perang Irak-Iran) sebenarnya disebabkan karena kapal perangnya ditenggelamkan
oleh pesawat tempur Irak sehingga 13 awak kapalnya meninggal. Irak meminta maaf
kepada AS sambil mengatakan bahwa itu adalah kecelakaan dan permintaan maaf Irak
diterima oleh AS. Ironisnya, sesudah insiden itu AS justru menyalahkan Iran dengan alasan
Iranlah yang menyebabkan peperangan semakin berkobar. Tuduhan AS lalu diikuti
tindakan AS mengirim armada lautnya untuk mengawal kapal-kapal tanker milik Kuwait
yang mengibarkan bendera AS.
Tujuan utama AS dalam penerjunan armada lautnya di sekitar Teluk adalah untuk
mengisolasi Iran dan menjaga agar kapal-kapal bebas berlayar di sana. AS baru
melancarkan serangan langsung ke Iran dengan menghancurkan kilang minyak Iran di
ladang minyak Rostam setelah pasukan Iran menenggelamkan kapal tanker Kuwait
berbendera AS, Sea Isle City. Setahun kemudian, tepatnya bulan April 1988, AS kembali
menyerang kilang minyak & kapal-kapal perang Iran setelah kapal perangnya, USS Samuel
B. Roberts, tenggelam akibat ranjau laut Iran.

5. Periode Tahun 1988 (Genjatan Senjata)


Pada tahun 1988, arah pertempuran mulai kembali ke arah Irak di mana Irak berhasil
meraih beberapa kemenangan penting atas Iran. Dalam pertempuran pada kurun waktu
tersebut, Irak juga berhasil merebut sejumlah besar alutsista milik Iran dan menguasai
kembali Semenanjung Al-Faw serta Kepulauan Majnun yang kaya minyak. Perang
akhirnya berakhir setelah Iran menerima Resolusi Dewan Keamanan PBB 598 dan secara
resmi mengakhiri perang yang sudah terjadi selama 8 tahun pada tanggal 20 Agustus 1988

3. Dampak Perang Teluk I


Sebagaimana setiap perang yang terjadi di seluruh dunia, Perang Teluk I memberikan dampak
yang begitu luas kepada kedua belah pihak. Selain berdampak kepada Iran dan Irak, Perang Teluk I juga
memberi dampak kepada dunia internasional. Berikut adalah dampak-dampak yang diakibatkan oleh
Perang Teluk I baik yang dialami oleh Iran dan Irak maupun dunia internasional.
A. Dampak Sosial-Ekonomi
Perang Teluk I menelan korban jiwa yang sangat besar dari kedua belah pihak. Jumlah
korban tewas selama perang diperkiran mencapai 750.000 hingga 1.000.000 jiwa (Alfianto,
2015:77). Jumlah korban tersebut mayoritas berasal dari laki-laki dewasa berusia 18-30 tahun.
Besarnya jumlah korban ini mengakibatkan banyak istri yang kehilangan suaminya serta anak-
anak yang menjadi yatim. Kondisi ini jelas menjadi suatu guncangan hebat yang dirasakan oleh
sebagian penduduk dari kedua negara. Perang Teluk I telah menimbulkan problem sosial baru di
Iran maupun Irak.
Perang Teluk I juga menghancurkan perekonomian Iran dan Irak. Iran dan Irak melakukan
cara yang sama untuk memperkuat militer mereka dengan cara memobilisasi rakyat sipil untuk
ikut berperang. Mobilisasi rakyat sipil inilah yang membuat banyak pabrik kehilangan tenaga
kerjanya. Selain itu, kehancuran yang ditimbulkan oleh perang juga mencakup berbagai
infrastruktur penunjang perekonomian. Akibatnya, perekonomian di kedua negara mengalami
stagnasi dan bahkan kemunduran.
Secara finansial, Iran dan Irak juga mengalami kerugian yang sangat besar. Iran misalnya,
mengalami penurunan cadangan devisa dari $14.600.000.000 pada tahun 1979 menjadi hanya
$1.000.000.000 pada tahun 1981 (Karsh, 2002:74-75). Selain itu, Iran juga kehilangan potensi
pendapatan lebih dari $50.000.000.000 dari bidang pertanian dan minyak (Alfianto, 2015:80). Irak
juga mengalami kerugian yang amat besar akibat Perang Teluk I. Irak bahkan menghabiskan biaya
lebih dari $100.000.000.000 untuk memperbaiki infrastruktur yang rusak akibat perang. (Alfianto,
2015:77). Inflasi juga dialami oleh kedua negara sehingga banyak rakyat yang mengalami
kesulitan dalam memebuhi kebutuhan sehari-hari.

B. Dampak Politik
Dampak Perang Teluk I di Iran dan Irak juga terjadi di bidang politik. Secara umum, perang
mampu meningkatkan rasa patriotik rakyat Iran dan Irak. Hal tersebut setidaknya dibuktikan
dengan keberadaan rakyat sipil yang dimobilisasi untuk ikut perang dari kedua belah pihak. Perang
juga memberikan dampak pada konstelasi elit politik dalam negeri dari kedua negara. Selama
Perang Teluk, baik Iran maupun Irak mengalami gejolak politik di dalam negeri.
Pada awal Perang Teluk, pemimpin spiritual Iran Imam Khomeni dan presiden Ali
Khameni mampu memanfaatkan isu tersebut untuk menyatukan berbagai golongan politik di Iran.
Upaya ini mengalami keberhasilan ketika golongan sejumlah golongan politik baik sayap kanan
maupun sayap kiri mampu dimobilisasi untuk mendukung perang. Meskipun demikian, terdapat
golongan lain yang menjadi oposisi utama pemerintah dari kelompok Mujahidin. Khomeni
menganggap jika kelompok Mujahidin merupakan antek Amerika Serikat yang berusaha
menyerang Iran dari dalam. Sebagai balasan, kelompok Mujahidin membentuk National Council
Resistance (NCR) untuk menggulingkan Khomeni (Alfianto, 2015:84) Pada akhirnya usaha NCR
mengalami kegagalan karena popularitas Khomeni yang begitu luas di kalangan rakyat Iran.
Sementara itu gejolak politik juga terjadi di Irak. Partai Ba’ath yang merupakan partai
pemerintah menjadikan perang sebagai alasan untuk melakukan konsolidasi nasional. Perang
dijadikan sebagai alasan untuk menciptakan stabilitas politik nasional yang sesungguhnya hanya
dimanfaatkan untuk kepentingan partai Ba’ath(Alfianto, 2015:89). Strategi partai Ba’ath ini
mendapat perlawanan keras terutama dari suku Kurdi serta Partai Komunis Irak. Meskipun
demikian, perlawanan suku Kurdi serta Partai Komunis Irak tidak mampu menggoyahkan
kekuasaan Partai Ba’ath yang tetap mendapatkan dukungan mayoritas dari rakyat Irak.

4. Upaya-upaya yang dilakukan dalam menghentikan Perang Irak-Iran


1. Setelah sidang Dewan Keamanan PBB pada tanggal 28 September 1980 di New York
telah meminta kepada kedua belah pihak menghentikan peperangan dan permasalahan
kedua belah pihak diselesaikan di meja perundingan. Mereka meminta Irak mundur dari
tempat-tempat yang diduduki di Iran. Tetapi kedua belah pihak menolak tawaran tersebut.
2. Penyelesaian Perang Irak-Iran, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan Resolusi
No.598 pada tanggal 20 Juli 1987. Resolusi ini berisi usulan untuk dilakukannya genjatan
senjata antara Irak dan Iran. Namun Irak dan Iran menolak usulan tersebut.
3. Pada akhir Juli 1988, Iran menyatakan kesediaanya untuk menerima usul genjatan senjata
dan diberrlakukannya kembali perjanjian Algier seperti yang tercantum dalam Resolusi
DK PBB No.598. Iran mendapat kompensasi dari Irak sebesar 150 juta dolar AS pertahun.

5. Akhir Perang Teluk I


Upaya mengakhiri perang antara Irak dan Iran ini sejatinya telah berlangsung sejak awal
pertempuran. Dewan Keamanan PBB merupakan pihak yang paling gencar mengupayakan perdamaian
untuk kedua belah pihak. Pada tanggal 28 September 1980, dikeluarkanlah Resolusi Dewan Keamanan
PBB nomor 479. Resolusi tersebut menghendaki kedua belah oihak untuk menghentikan perang dan
menyelesaikan permasalahan di meja perundingan (King, 1987:10). Meskipun demikian, Iran menolak
resolusi tersebut karena Irak enggan menarik pasukannya dari wilayah Iran. Beberapa resolusi kemudian
dikeluarkan antara tahun 1982-1983, namun seluruh resolusi tersebut ditolak oleh Iran dengan alasan
yang sama.
Dewan Keamanan PBB tidak berhenti dalam upaya mengakhiri Perang Teluk I. Perang Teluk I
bagaimanapun memberikan kerugian yang besar terutama kepada penduduk sipil. Sejumlah serangan
militer yang ditujukan ke berbagai kota membuat banyak rakyat sipil mengalami luka-luka maupun
tewas terbunuh. Selain itu isu digunakannya senjata kimia oleh Irak membuat Dewan Keamanan PBB
mengupayakan penyelesaian perang (King, 1987:20). Dewan Keamanan PBB terus berupaya
membujuk kedua belah pihak untuk menghentikan pertempuran. Pada tanggal 24 Februari 1986, Dewan
Keamanan PBB mengeluarkan Resolusi nomor 582 yang berisi tentang perintah gencatan senjata serta
penarikan pasukan dari kedua belah pihak. Iran sekali lagi menolak resolusi tersebut dengan alasan
bahwa Irak telah melakukan agresi terhadap wilayah mereka sehingga upaya perdamaian sekali lagi
gagal menemui titik temu.
Penolakan Iran untuk menerima resolusi PBB akhirnya membuat Amerika Serikat turun tangan
untuk menyelesaikan konflik. AS melakukan cara yang bisa dibilang licik untuk memaksa Iran
menerima resolusi Dewan Keamanan PBB. Pada tanggal 3 Juli 1988, kapal AS, USS Vincennes
menembak jatuh pesawat sipil Iran yang sedang dalam perjalanan menuju Dubai, Uni Emirat Arab.
Peristiwa tersebut menewaskan 290 orang (Farrokh , 2011:411). Presiden Ali Khameni akhirnya
dengan terpaksa menerima resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 589 yang berisi tentang perintah
gencatan senjata. Saddam Husein kemudian juga menerima resolusi tersebut. Kedua belah pihak
akhirnya menyetujui untuk menghentikan pertempuran dan mulai membuka negosiasi damai untuk
mengakhiri perang secara keseluruhan.
Dewan Keamanan PBB akhirnya mengeluarkan resolusi nomor 619 untuk mempercepat proses
perdamaian kedua belah pihak. Resolusi tersebut berisi tentang pembentukan United Nations Iran-Iraq
Military Observer Group (UNIIMOG). Pembentukan UNIIMOG ini bertujuan untuk mengawasi
pelaksanaan gencatan senjata yang dilakukan kedua belah pihak.(Alfianto, 2015:76). PBB kemudian
menyatakan bahwa kedua belah pihak akan segera bertemu untuk mengakhiri perang. Secara prinsipil
kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan damai pada bulan Agustus 1988. Kesepakatan damai
tersebut dapat tercapai setelah kedua belah pihak setuju untuk melakukan pertukaran tawanan perang.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Pasca perang Dunia II wilayah Asia Barat mengalami beberapa gejolak dalam bidang ekonomi
dan politik. Gejolak tersebut ditandai antara lain melalui beberapa peristiwa seperti Krisis Suez 1956-
1957, embargo minyak perang Arab – Israel tahun 1973- 1974, hingga revolusi Iran 1978 -1979.
Pengelolaan sumber Minyak dan ketersediaan air bersih merupakan isu internal kawasan yang paling
sering diperbincangkan. Keduanya menjadi bahan/objek subur dalam kajian kawasan tersebut pada
jelang abad modern hingga saat ini. Disamping itu, isu Pan-Arabisme dan Fundamentalisme merupakan
isu sensiitif yang telah berkembang sejak awal abad dua puluh hingga sekarang. Sementara itu,
presentase keterlibatan dunia Internasional terhadap isu-isu tersebut mencapai 70% dari total konflik
yang pernah ada. Dalam catatan sejarah, keterlibatan asing di era modern yang didominasi oleh Barat,
utamanya Amerika dan sukutu-sekutunya.
Salah satu konflik yang terkenal di Asia Barat adalah konflik antara Irak dan Iran. Konflik antara
Irak dan Iran sebenarnya bukanlah soal baru. Sejak lama Kedua Negara bertetangga tersebut saling
bermusuhan karena berbagai hal. Pertama, antara bangsa Arab dan bangsa Parsi selalu ada persaingan
dan ketegangan. Bangsa Arab maupun bangsa Parsi tidak dapat menerima keunggulan atau dominasi
yang lain. Kedua, masalah minoritas etnis. Pada zaman Syah Iran mendukung perjuangan otonomi suku
Kurdi di Irak, sedangkan Irak mendukung minoritas Arab di Iran yang memperjuangan kebebasan yang
lebih besar atau bahkan pemisahan. Ketiga, perbedaan orientasi politik luar negeri. Sampai beberapa
waktu lalu Irak adalah pro-Uni Soviet, sedangkan Iran pro-Barat. Akhirnya juga harus disebutkan
masalah sengketa wilayah, yaitu Irak mengklaim kembali beberapa daerah Arab yang direbut dan
dikuasai oleh Iran. Puncak konflik antara kedua Negara ini terjadi pada Perang Teluk I.
Secara umum penyebab Perang Teluk I disebabkan oleh konflik kepentingan antara pemimpin
Irak Saddam Husein dengan pemimpin spiritual Iran, Imam Khomeini. Keduanya sama-sama memiliki
ambisi untuk menjadi negara paling besar dan palin kuat di Asia Barat. Konflik ini akhirnya berpuncak
pada penyerangan Irak ke Iran pada tahun 1980. Perang terus terjadi selama kurang lebih 8 tahun. Perang
ini tidak hanya melibatkan kedua negara namun juga negara-negara lain yang menjadi sekutu kedua
belah pihak. Dewan Keamanan PBB juga berusaha melakukan mediasi kepada kedua belah pihak
dengan mengeluarkan berbagai resolusi untuk menghentikan perang. Perang Teluk I akhirnya berakhir
pada tahun 1988 ketika Iran menerima resolusi dewan keamanan PBB nomor 619. PBB kemudian
menyatakan bahwa kedua belah pihak akan segera bertemu untuk mengakhiri perang. Secara prinsipil
kedua belah pihak telah melakukan kesepakatan damai pada bulan Agustus 1988. Kesepakatan damai
tersebut dapat tercapai setelah kedua belah pihak setuju untuk melakukan pertukaran tawanan perang.
Perang Teluk I memiliki dampak kepada Iran dan Irak serta dunia internasional. Bagi Irak dan
Iran kerugian perang ini sangatlah besar. Jumlah korban dari kedua belah pihak diperkirakan mencapai
750.000 hingga 1.000.000 jiwa. Selain itu kerugian finansial juga dialami kedua belah pihak. Sebagai
contoh, Iran mengalami potensi kerugian mencapai sekitar $50.000.000.000, sementara hutang Irak
pasca peran ditaksir mencapai $100.000.000.000. Selain dampak sosial ekonomi, dampak perang teluk
I juga mencakup bidang politik. Secara umum, perang teluk mampu meningkatkan semangat patriotik
rakyat kedua negara. Selain itu, Perang Teluk I juga menjadi legitimasi pemerintah Iran dan Irak juga
digunakan sebagai konsolidasi politik bagi rezim penguasa di Iran maupun Irak guna menekan
kelompok oposisi. Perang Teluk I juga memiliki dampak bagi dunia Internasional. Negara-negara Arab
mengalami perpecahan karena perbedaan dukungan terhadap kedua kubu. Perang Teluk secara tidak
langsung menjadi bagian dari konflik kepentingan global ketika Blok Barat dan Blok Timur berusaha
terlibat dalam konflik terutama berkaitan dengan impor senjata.
Seusai Perang Teluk I berakhir, rupanya ambisi Saddam Husein belum juga padam. Ia sekali
lagi melakukan invasi terhadap sesama negara di Asia Barat yaitu Kuwait. Faktor yang melatarbelakangi
terjadinya invasi Irak ke Kuwait erat kaitannya dengan masalah ekonomi yang di alami Irak pasca
selama perang delapan tahun dengan Iran. Oleh karena itu dengan menyerbu Kuwait, salah satu negara
kaya minyak, Saddam Hussein berharap dapat menempuh jalan pintas untuk segera dapat memulihkan
keadaan ekonomi yang buruk pasca Perang Teluk. Meskipun demikian, langkah yang diambil Saddam
Husein ini justru menjadi sebuah bencana bagi Irak.
Daftar Pustaka

Alfianto. 2015 Perang Teluk I: Konflik Iran Irak. Yogyakarta: Skripsi Tidak Diterbitkan
Daliman. 2000. Kapita Selekta Sejarah Asia Barat Daya. Surakarta: Depdikbud.
Isawati. 2012. Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat) Jilid 1 Dari Peradaban Kuno Sampai
Krisis Teluk I. Yogyakarta :Penerbit Ombak
Isawati.2013.Sejarah Timur Tengah (Sejarah Asia Barat) Jilid 2: Dari Revolusi Libya Sampai
Revolusi Melati 2011).Yogyakarta:Ombak
Iqbal, Akhmad.2010. Perang – perang Paling Berpengaruh di Dunia. Yogyakarta: Bangkit
Publisher

Anda mungkin juga menyukai