Anda di halaman 1dari 5

TUGAS SEJARAH EKONOMI

NAMA : MUH AINUN ROSIDI


NIM : 1762041019
Tema :Sejarah Ekonomi Nusantara Pada Masa Kolonial Belanda

PROGAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
Sistem Tanam Paksa (1830-1870)

Sistem ini dilatarbelakangi oleh defisit anggaran dan akibat menghadapi perang Diponegoro.
Sistem ini pada dasarnya sama dengan VOC, di mana mengharuskan rakyat menyetor
komoditas-komoditas tertentu yang laku keras di Eropa. Komoditas tersebut dibeli oleh
pemerintah dengan harga yang ditentukan oleh pemerintah kolonial. Kebijakan ini benar-benar
memperbaiki anggaran pemerintah kolonial maupun pemerintah Belanda bahkan bisa mencapai
surplus.

Namun demikian praktik sistem tanam paksa ini banyak menuai kecaman dari beberapa pihak,
termasuk dari tokoh Belanda bernama Douwes Dekker. Kecaman tersebut mulai timbul ketika
tahuin 1840-an terjadi kegagalan panen yang menyebabkan kelaparan dan kesengsaraan pada
penduduk Jawa. Setelah 1850-an kebijakan sistem tanam paksa mulai dilonggarkan dan sejak
tahun 1870 sistem tanam paksa dihentikan. Maka, muncullah kebijakan ekonomi baru yaitu
kebijakan ekonomi liberal. Kebijakan ini juga dipengaruhi oleh kondisi Eropa yang sedang trend
untuk menerapkan sistem ekonomi liberal.

Kebijakan Ekonomi Liberal (1870-1933)

Pada pertengahan abad ke-19, terjadi perkembangan politik yang cukup penting, yaitu paham
liberalisme di sebagian besar negara-negara Eropa termasuk Belanda. Sebagaimana diketahui
bahwa paham liberalisme ini mengutamakan hak dan kebebasan individu dalam kegiatan sosial,
politik dan ekonomi. Perkembangan ini juga ikut mewarnai tatanan politik ekonomi dan sosial
(khususnya ekonomi) di negara-negara jajahan termasuk Hindia Belanda. Pada prinsipnya, tiap
individu bebas untuk melakukan kegiatan ekonomi secara sukarela. Tidak ada unsur pemaksaan
dalam melakukan kegiatan ekonomi termasuk dalam penggunaan lahan dan tenaga kerja. Politik
tanam paksa mulai dihapus, meski dalam praktiknya masih ada perintah dan paksaan di tingkat
petani, pekebun dan masyarakat awam. Kebijakan yang menonjol pada masa itu adalah
membuka lebar kesempatan bagi usaha swasta untuk berinvestasi di Hindia Belanda dan
pemerintah membatasi diri pada fungsi pemerintahan. Kebijakan ini juga didukung dengan
adanya pengembangan infrastruktur berupa peraturan, sistem pemerintahan, sistem keuangan dan
tentu saja pembangunan sarana yang bersifat fisik.
Peraturan tersebut antara lain Undang-undang Gula dan Undang-undang Agraria. Sistem
pemerintahan antara lain dengan memanfaatkan birokrasi tradisional menjadi ujung tombak di
lapangan, sedangkan pemerintah Belanda sebagai pendamping dan pengarah bagi birokrat lokal
tersebut. Terdapat dualisme sistem administrasi pemerintahan di mana yang satu adalah dari
pemerintah kolonial, biasanya berupa jabatan residence, asisten residence dst. Sementara itu di
sisi lain ada pejabat lokal, yaitu berupa jabatan bupati, wedana, dst. Pada level jabatan yang
sama terdapat hubungan koordinasi antar pejabat. Birokrasi seperti ini berjalan cukup baik dan
dikatakan sebagai birokrasi yang efisien. Sistem hukum juga terjadi dualisme di mana penduduk
asli tunduk pada hukum adat sedangkan orang Eropa (termasuk korporasi) tunduk pada sistem
hukum kolonial yang diambil dari sistem hukum Belanda. Kepastian hukum ini yang memicu
investasi besar-besaran, terutama setelah tahun 1870. Dualisme sistem hukum ini mengakibatkan
dualisme dalam kemajuan ekonomi kedua kelompok tersebut. Sementara itu, bidang keuangan
juga mengalami perkembangan dengan pembentukan De Javasche Bank pada tahun 1826 (De
Javasche Bank ini yang kemudian menjadi Bank Indonesia). De Javasche Bank ditugasi sebagai
bank sirkulasi, bank yang mengedarkan gulden sebagai alat tukar utama di Hindia Belanda.
Kebijakan ini menggeser berbagai ragam mata uang yang sebelumnya banyak beredar.
Pembangunan infrastruktur secara fisik juga mengalami perkembangan, misalnya pembangunan
jalan Anyer-Penarukan, Jaringan telegraf, jalur kereta api dan sistem irigasi modern.

Politik Etis (1900-1930)

Pada masa kebijakan ekonomi liberal, terdapat peristiwa politik etis. Kebijakan ini timbul dari
opini masyarakat Belanda untuk “membalas budi” kepada penduduk Hindia Belanda. Surplus
ekonomi akibat sistem tanam paksa telah berhasil menyelamatkan negeri Belanda dari
kebangkrutan, namun rakyat Hindia Belanda menderita. Politik etis ini diimplementasikan dalam
beberapa program, yaitu: irigasi, pendidikan, dan migrasi (transmigrasi). Irigasi ini sedikit
banyak bisa membantu perkembangan pertanian. Sektor pendidikan berdampak pada munculnya
kesadaran berpolitik para pemuda pada masa itu untuk memperjuangkan kemerdekaan lewat
jalur politik.
Bagaimana dengan Kesejahteraan Rakyat?

Jika membahas tentang kebijakan ekonomi, tidak akan lepas dari bagaimana kesejahteraan
rakyatnya. Pada masa sistem tanam paksa, taraf hidup rakyat khususnya di Jawa dikatakan
buruk. Namun dengan kebijakan ekonomi liberal dan adanya politik etis, taraf hidup rakyat
mulai membaik. Namun demikian, terjadi ketimpangan yang cukup besar antara pribumi, asing
asia, dan Eropa. Ketimpangan ini yang menimbulkan rasa ketidakadilan di kalangan terpelajar
pribumi sehingga memperbesar hasrat untuk merdeka.

Masa Depresi Dunia dan Kedatangan Bangsa Jepang (1930-1942)

Pada tahun 1930-an terjadi peristiwa “The Great Depression” yang membuat perekonomian
dunia menjadi lesu. Peristiwa ini sekaligus membuat teori ekonomi liberal menjadi
dipertanyakan sehingga memunculkan gagasan pentingnya campur tangan pemerintah untuk
mengatur perekonomian. Peristiwa tersebut mempengaruhi kondisi perekonomian Hindia
Belanda karena lesunya permintaan di luar negeri. Komoditas ekspor sulit mendapatkan pembeli
dan harganya anjlok. Hal ini berdampak pada perekonomian dalam negeri, dengan melemahnya
daya beli dan PHK. Kondisi tersebut sebenarnya konsekuensi adanya kebijakan ekonomi liberal
dan keterbukaan perekonomian (ekspor impor tanpa hambatan).

Pemerintah kolonial segera merespon dengan melakukan kebijakan proteksi dan substitusi
impor. Impor mulai dibatasi, dan mulai memproduksi barang di dalam negeri sebagai pengganti
barang yang sebelumnya diimpor. Dengan kata lain perekonomian domestik akan diperkuat.
Kebijakan ini mulai memperbaiki perekonomian pada masa itu. Hingga akhirnya tahun 1942,
Jepang menyerang wilayah Asia Pasifik termasuk wilayah Hindia Belanda, sehingga Hindia
Belanda jatuh ke kekuasaan Jepang. Sebagaimana kita tahu Jepang menguasai Indonesia dari
tahun 1942 s.d 1945.
Kesimpulan

Pada masa penjajahan kondisi ekonomi sangat sulit dan buruk karena masyrakat pada masa itu
melakukan tanaman paksa dalam bidang pertanian dengan menanam rempah-rempah yang laku
terjual dipasar luar..

sehingga kolonial dapat mendapatkan keuntungan yang besar, namun masyarakat indonesia yang
semakin miskin makin menderita dan banyak korban yang jatuh sakit yang tidak memikirkin diri
sendri serta keluarga, akibatnya tidak sedikit yang meninggal akibat kelaparan..

Anda mungkin juga menyukai