Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH PENGHANTAR EKONOMI MIKRO

“KESEIMBANGAN PASAR”

DISUSUN OLEH:
ALDI BAHTIAR ( 01020232827018 )
DAVA INDRAENNI SAPUTRI ( 01020282327004 )

1 KA (KESEKRETARIATAN)

FAKULTAS EKONOMI
DIPLOMA III KESEKRETARIATAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

TAHUN AJARAN
2023/2024
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Penghantar Ekonomi Mikro tentang Keseimbangan Pasar. Kami mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Deassy Apriani, S.E, M, S.I selaku dosen mata kuliah
Penghantar Ekonomi Mikro. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah turut memberi kontribusi dalam penyusunan
makalah ini. Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak dapat dukungan dari
berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa dalam makalah ini. Oleh karena ini, kami dengan
rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Waalaikumsalam Wr. Wb
DAFTAR ISI

COVER 1

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN
2.1
2.2
2.3

BAB III PENUTUP


3.1 Penutup

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keputusan Presiden Irak yakni Saddam Husein untuk menginvasi Kuwait pada 2 Agustus
1990 merupakan awal kehancuran negara Irak. Amerika Serikat di bawah kepemimpinan
George H. W. Bush berusaha memukul mundur kekuatan Irak dan menghimpun koalisinya di
atas tanah Kuwait dalam rangka menyelamatkan sektor ekonomi Amerika Serikat yang telah
terbentuk di tanah Kuwait.
Invasi Irak ke Kuwait menjadi pukulan keras bagi Amerika Serikat yang merupakan
ancaman serius bagi kepentingannya di Teluk Persia guna menjamin terus mengalirnya
minyak dunia dan mencegah hegemoni musuh di region Teluk Persia. Amerika Serikat
memprediksikan jika Irak berhasil menguasai Kuwait maka 9% minyak dunia di kuasai Irak
dengan saingannya Arab Saudi yang berhasil menguasai 11% produksi minyak global.
Tepat Tiga hari pasca serangan Irak ke Kuwait, Presiden George H. W. Bush
mengumumkan pada dunia bahwa invasi Irak ke Kuwait tidak akan berlangsung lama.
Tanggal tanggal 17 Januari 1991 Amerika Serikat berhasil memukul mundur Irak dari Kuwait
dengan bantuan lebih dari 20 negara dikenal dengan istilah Operation Desert Shield (Operasi
Badai Gurun). Tahun 2003 Presiden Amerika Serikat George W. Bush anak dari George H.
W. Bush melayangkan tuduhan bahwa Irak memiliki senjata pemusnah massal yang mampu
mengguncang kestabilan dunia meskipun sampai saat ini tuduhan tersebut belum bisa
terbukti. Amerika Serikat pun mulai melakukan invasinya kembali ke Irak dikenal dengan
sebutan “Operasi Pembebasan Irak” yang menyebabkan Presiden Irak Saddam Husein
tertangkap tepat di tahun 2006 dan meruntuhkan pemerintahannya. Itulah sekilas dari
gambaran latar belakang masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini yang membuat
timbulnya pertanyaan dalam pikiran kita mengapa Amerika Serikat bersikukuh
mempertahankan fokus geostrateginya di kawasan Timur Tengah, apa saja yang menjadi dalil
atas keberanian Presiden Saddam Husein berani menginvasi Kuwait, apa saja yang menjadi
penyulut Perang teluk Persia I dan II dan masih banyak lagi polemik-polemik yang
bermunculan ketika kita membahas mengenai peperangan yang terjadi antara Amerika
Serikat sebagai negara adikuasa dengan Irak sehingga menimbulkan banyak tanda tanya,
akan kita bahas pada bab-bab selanjutnya yang kiranya menjadi wawasan tambahan bagi para
pembaca serta penulis khususnya.

1.2 Rumusan Masalah


►Mengapa Amerika Serikat bersikukuh mempertahankan geostrategi nya di Timur Tengah.
►Apa yang menjadi dalil keberanian dan kepentingan Presiden Saddam Husein melakukan
invasinya ke Kuwait.
►Apa-apa saja yang menjadi penyebab terjadinya Perang Teluk Persia II.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana Amerika Serikat bersikukuh mempertahankan


geostrategi nya di timur tengah
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi dalil keberanian dan kepentingan Presiden
Saddam Husein yang melakukan invansi nya ke Kuwait
3. Untuk mengetahui bagaimana penyebab terjadi nya perang teluk persia II
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Amerika Serikat bersikukuh mempertahankan geostrategi nya di Timur Tengah.

Berakhirnya Perang Dunia I pada tahun 1914 membawa dunia pada permintaan pasokan
minyak yang cukup tinggi terutama disebabkan pada tiap-tiap negara yang berperang
merubah kapal-kapal mereka dari penggunaan batu bara beralih pada penggunaan minyak.
Setiap negara-negara yang berperang pada saat itu terus meningkatkan angkatan bersenjata
mereka dengan menambah truk, tank, serta pesawat. Hal ini menjadi pemicu semakin
meningkatnya permintaan minyak dunia sehingga bisa dikatakan minyak merupakan harta
karun yang diperebutkan dan diperdagangkan oleh setiap negara hingga saat ini. Layaknya
Teluk Persia di asumsikan sebagai ladang minyak baru bagi dunia yang telah memberikan
suplai netral bagi pemenuhan pasokan minyak dunia. Di tahun 1909 perusahaan Anglo-Persia
(APOC) mulai membangun pipa untuk mentransportasikan minyak dari sumbernya ke
pelabuhan terdekat di Teluk Persia.
Hingga pada Perang Dunia II permintaan minyak semakin menunjukan
peningkatannya mencapai 900% dibandingkan 21 tahun yang lalu (Yergin, 1991; Palmer,
1993). Mengetahui hal tersebut Amerika menetapkan Teluk Persia sebagai geostrategic
pertamanya menjadi wilayah pensuplai minyak yang potensial. Bahkan di tahun 1944 tercatat
dalam laporan teknikal pemerintahan Amerika teluk Persia dilabeli sebagai “Pusat Gravitasi”
bagi perkembangan minyak (Yergin, 1991) .
2.2 Yang menjadi dalil keberanian dan kepentingan Presiden Saddam Husein
melakukan invasinya ke Kuwait.

Kondisi Internal Irak pasca Perang Delapan Tahun Dengan Iran


Pasca terlepas dari dominasi pemerintahan Inggris, negara Irak terlibat perang dengan negara
tetangganya yaitu Iran di tahun 1980-1988 berkaitan dengan konflik perbatasan wilayah
bekas peninggalan Inggris. Di tahun 1990 Irak mengalami inflasi sebesar 40%, impor
penduduk meninkat 12 juta triliun, impor militer lima triliun dollar, hutang dengan negara-
negara non arab sebesar 6-7 juta dollar pertahun (Polack, 2002) . Sementara pendapatan
dalam negeri Irak terbesar berasal bergantung dari minyak mentahnya yang kendati terus
mengalami kemerosotan harga setelah ditemukan sumber minyak baru di Alaska, Laut Utara,
dan negara bekas Uni Soviet¹. Menyebabkan persaingan harga yang begitu ketat antara
sumber minyak terbaru tersebut dengan harga yang telah ditetapkan Irak akibatnya Irak harus
menurunkan harga minyaknya jauh di bawah harga yang ditetapkan sebelumnya.
Kondisi internal di negara Irak semakin terpuruk ketika para anggota OPEC seperti Kuwait
dan United Arab Emirates (UAE) memproduksi minyak dengan kuantitas yang berlebihan
dan harga yang relatif rendah dengan tujuan mencapai kebijakan jangka panjang. Hal tersebut
mengakibatkan ketergantungan dunia terhadap minyak mereka seperti halnya Kuwait yang
terus maningkatkan produksi minyak mereka sehingga harga minyak dunia pun jatuh dari 22
dollar menjadi 16 dollar perbarel.
Kondisi ini menjadi tekanan bagi negara Irak dimana negara yang penghasilan utamanya 90%
berasal dari penjualan minyak tersebut terus menurunkan harga dalam menyeimbangkan
harga pasaran minyak dunia dan selain itu Irak juga harus menutupi hutang-hutang pasca
peperangannya dengan Iran.
¹ Ladang minyak Irak telah lama di temukan oleh Inggris Raya di tahun 1927.
Presiden Saddam Husein memprediksikan bahwa jatuhnya satu dollar harga minyak dunia
akan menyebabkan kerugian sebesar satu dollar bagi pendapatan Irak dan hal tersebut benar-
benar terbukti hingga tahun 1990 Baghdad mengalami permasalahan finansial yang teramat
parah (Polack, 2002).
Kemerosotan ekonomi yang dialami Irak menyebabkan Presiden Saddam Husein
kehabisan cara untuk menyelamatkan negaranya. Hingga ahirnya Irak berani untuk
memutuskan perluasan area penambangan minyaknya sampai ke Kuwait.
Keberanian Presiden Saddam Husein dalam invasinya ke Kuwait didasarkan atas
beberapa asumsi yang masih berkaitan dengan Amerika Serikat yaitu :
► Pertama, Irak percaya bahwa koalisi multinasional Amerika Serikat kesemuanya secara
politik rentan dan akan kolaps jika tekanan terjadi pada hubungan mereka terutama koalisi
anggota negara Arab. Presiden Saddam Husein dan para penasehatnya percaya bahwa banyak
negara Arab yang bivalent (mendua) atas nasib Kuwait, tidak menyukai dukungan Amerika
Serikat atas Israel serta sensitif atas paksaan ”imperialis” di Timur Tengah (al-Radi, 1998).
► Kedua, Presiden Saddam Husein yakin bahwa Amerika Serikat tidak akan mentoleransi
harga minyak Kuwait yang sewaktu-waktu meningkat dan kemudian Amerika Serikat akan
meliberalisasi Kuwait. Ia percaya Kuwait tidak begitu penting bagi Barat dan hanya
memfokuskan aliran minyak yang terus berjalan serta percaya bahwa pelajaran yang dialami
Amerika Serikat di Vietnam dan Lebanon di mana Amerika akan angkat tangan jika unit
Amerika mengalami korban yang sangat banyak (al-Radi, 1998).
► Ketiga, Presiden Saddam Husein percaya diri dalam perang Irak ke Kuwait, Amerika
Serikat akan mengalami kekalahan yang serius sehingga mampu memaksa mereka ke
meja bargaining. Sayangnya ia gagal memperhitungkan besarnya “jurang” perbedaan kualitas
perlengkapan, taktik dan personel antara militer Irak dan Amerika Serikat (al-Radi, 1998).
► Keempat, Presiden Saddam Husein percaya bahwa kekuatan udara akan berperan sedikit
dalam perang dengan koalisi. Dalam sebuah siaran radio Presiden Saddam Husein
meyakinkan rakyatnya bahwa Amerika Serikat bergantung pada pasukan udara. Dalam
sejarah peperangan, pasukan udara tidak pernah menentukan perang. Mereka punya
setidaknya 600 pasukan udara, semuanya buatan Amerika Serikat dan pilotnya mendapatkan
pelatihan di Amerika Serikat. Mereka terbang ke Baghdad seperti awan hitam, tapi tetap tidak
menentukan hasil akhir perang. Amerika Serikat bisa saja menghancurkan kota, pabrik, dan
membunuh, namun tidak menentukan hasil akhir peperangan dengan angkatan udara.” (al-
Radi, 1998).
► Terakhir, pernyataan diplomat Amerika Serikat April Glaspie dalam lawatannya ke Irak
yang mengatakan bahwa “kita tidak ingin berkomentar terkait konflik negara-negara Arab
sebagaimana masalah perbatasan Anda dengan Kuwait” (Woodward, 212).
Semakin menguatkan asumsi Irak bahwa Amerika Serikat tidak akan mengambil tindakan
jika militer Irak menyerang Kuwait. Presiden Saddam Husein begitu percaya diri dengan
asumsi-asumsinya untuk menjalankan invasi ke Irak. Usaha Organisasi internasional telah
diajukan pada Irak. Tercatat pada musim gugur tahun 1990, Amerika Serikat, Liga Arab,
Perancis, dan Rusia tiba di Baghdad mencoba melakukan penyelesaian masalah invasi Irak ke
Kuwait namun tepat sebulan sebelum Operation Desert Shield (Operasi Badai Gurun)
Amerika Serikat ternyata Baghdad segera menolak resolusi yang dilayangkan pihak PBB.
2.3 Penyebab terjadinya Perang Teluk Persia II.

Genderang perang bertalu-talu semakin seru pasca melancarkan aksi Perang Teluk Persia I,
selanjutnya di bawah kepemimpinan presiden Amerika Serikat George W. Bush anak dari
George H. W. Bush menyiapkan perang di Teluk untuk kembali menyerang

Dengan dalil bahwa Irak adalah negara paling berbahaya dengan 5 gelar yaitu negara
diktator, negara teroris, kepemilikan senjata nuklir, kimia dan senjata kuman.
Alasan tersebut dijadikan Amerika Serikat dan Inggris untuk menggulingkan tampuk
kepemimpinan Presiden Irak yakni Saddam Husein. Januari 2003 sebenarnya para pemimpin
Arab telah mendesak Saddam Husein untuk segera meninggalkan negerinya demi
keselamatan Irak namun usulan tersebut tidak digubris oleh pemimpin Irak tersebut dan tetap
bersikukuh untuk tinggal di tanah kepemimpinanya tersebut.
Apabila kita tinjau dari kacamata perpolitikan adapun tujuan terselubung niat
Amerika Serikat melakukan rencana serangan Teluk Persia II yakni apabila Amerika Serikat
berhasil menaklukan Irak maka akan ada kemudahan negara adikuasa tersebut dalam
meletakan kepentingannya di Timur Tengah yakni khususnya memberi pengaruhnya kepada
Iran dengan demikian setidaknya negara adikuasa tersebut sudah mampu melenyapkan dua
negara poros setan yang terdiri dari empat negara yang dituduhkan George W. Bush yaitu
Irak, Iran, Libya dan Korea Utara. Amerika juga akan mampu memberi tekanan militer
terhadap negara-negara Teluk dengan memaksa pemerintah negara-negara Teluk membasmi
kelompok ekstrim yang antiAmerika. Selanjutnya negara adikuasa tersebut dapat
melaksanakan strategis pengendalian harga minyak mentah dunia serta memantapkan posisi
Amerika sebagai Penguasa Dunia .
Posisi Irak sangat lemah karena sudah terisolasi lebih dari 10 tahun pasca Perang
Teluk Persia I. Maka tanpa bantuan dari sekutupun, Amerika mampu menaklukkan Irak
dengan kekuatan militer sendiri. Amerika telah memperhitungkan bahwa dalam aksi perang
kali ini tidak ada negara yang berani membantu Irak.
Astrid (2011) . Sejarah Perang-Perang Besar Di Dunia. Yogyakarta : Familia Pustaka
Keluarga.

Selanjutnya tim ekspedisi PBB tidak mampu menemukan senjata pemusnah massal yang
diungkapkan Presiden Amerika Serikat George W. Bush. Sedangkan negara Rusia, China dan
Perancis mendesak agar tim ekspedisi dari PBB memberikan waktu untuk membuktikan
tuduhan kepemilikan senjata pemusnah massal Irak.
Bahkan negara Jerman turut angkat bicara bahwa serangan militer terhadap Irak
yang memang telah lemah karena embargo PBB bukanlah hal yang bijaksana. Meskipun
demikian pihak Amerika tidak menggubris peringatan dari berbagai negara terbukti pada
Maret 2003 Amerika mengirimkan sekitar 250.000 tentara ke wilayah Teluk dibantu kerajaan
Inggris yang mengirimkan 45.000 tentara ke Irak.
Presiden negara Irak Saddam Husein memperoleh dukungan dari berbagai kalangan
internasional yang memandang bahwa Irak menjadi korban rezim penguasa global yang
kejam. 15 Februari 2003 terjadi demonstrasi di seluruh penjuru dunia menentang tindakan
Amerika Serikat yang akan melakukan penyerangan ke Irak, para demonstran berasumsi
bahwa Amerika Serikat merupakan negara penegak nilai-nilai demokrasi namun pada
kenyataan Amerika Serikat bersikap kejam dan tidak berprikemanusiaan.
Tanggal 22 Februari 2003 Hans Blix selaku kepala inspeksi senjata PBB
memerintahkan Irak untuk menghancurkan rudal Al-Samoud 2 karena dianggap telah
melebihi jarak tembak yang hanya boleh mencapai 300 km. Menanggapi perintah inspeksi
senjata PBB Irak segera melakukan perintah sesuai yang diamanatkan tanpa melakukan
perlawanan. Tanggal 24 Februari 2003 Amerika bersikukuh mengajukan draft resolusi
kepada PBB untuk mengultimatum negara Irak. Di luar restu PBB, Amerika dan inggris
melancarkan kampanye untuk menggulingkan kepemimpinan Presiden Saddam Husein dari
kancah pemerintahannya di Irak. Hingga pada tanggal 17 Maret 2003 Presiden Amerika
Serikat George W. Bush memberi ultimatum kepada Presiden Saddam Husein untuk segera
meninggalkan negeri yang dipimpinya dalam tempo 48 jam. Peringatan tersebut tidak
diindahkan oleh Presiden Irak tersebut sampai 19 Maret 2003, Amerika Serikat beserta
koalisinya melakukan invasinya ke Irak (dikenal dengan istilah “Operasi Pembebasan
Irak” ) .
Tujuan utama pelaksanaan Operasi Pembebasan Irak oleh Amerika yaitu melucuti
senjata pemusnah massal Irak, mengakhiri dukungan Presiden Saddam Hussein terhadap aksi
terorisme, serta memerdekakan rakyat Irak. Tanggal 18 Februari 2003 Amerika kembali
mengirimkan 100.000 tentaranya kali ini ke Kuwait serta memaksimalkan dukungan lebih
dari 20 negara dan bantuan suku Kurdi di utara Irak untuk memperkuat pertahanan.
Kepemimpinan Presiden Saddam Husein berakhir pada tanggal 9 April 2003 ditandai dengan
robohnya patung Saddam Husein berada tepat di lapangan Firdaus yang
dihancurkan oleh tank Amerika.
Setelah berhasil menguasai istana kepresidenan dan sebagian pangkalan militer Irak
maka dengan segera tentara Amerika berhasil menguasai Irak secara keseluruhan. Sementara
pasukan Irak yang tergabung dalam Garda Revolusi yang dipimpin oleh anak-anak dari
Saddam Husein tidak mampu membendung kekuatan gabungan militer Amerika.
Terkepungnya wilayah Rafhafah dan Azhamiyah menjadi tempat terakhir bagi kekuatan
militer Irak.
Perang Irak menimbulkan kekacauan dan penjarahan besar-besaran di Baghdad.
Setelah berhasil menjatuhkan Baghdad, misi Amerika selanjutnya ialah menangkap Saddam
Husein beserta pejabat-pejabat negara Irak yang melakukan perlawanan terhadap invasi
Amerika Serikat. Tanggal 13 Januari Desember 2003, Saddam Husein berhasil ditangkap di
sebuah bunker kota Tikrit atas informasi gerilyawan Kurdi.

Tertangkapnya Saddam Husein memberikan kebanggaan tersendiri bagi pihak


Amrika Serikat yang merasa telah mampu menumbangkan kepemimpinan yang diktator.
Tanggal 1 Maret 2003 perang Teluk Persia II/ Perang Irak dinyatakan telah resmi berakhir
dan di atas geladak kapal induk USS, Abraham Lincoln membentangkan spantuk raksasa
yang bertuliskan “Mision Accomlished (Misi Selesai) “. Meski perang telah usai keadaan
Irak tidak sepenuhnya damai , 30 September 2006 Saddam Husein dihukum gantung dan
dinyatakan bersalah atas kejahatannya terhadap kemanusiaan oleh pengadilan Irak. Tanggal
31 Agustus 2010 Presiden Amerika Serikat pengganti George W. Bush pasca usai masa
jabatan yaitu Presiden Barack Hussein Obama menyatakan bahwa perang telah berakhir serta
memerintahkan penarikan pasukan Amerika dari irak. Perang Teluk Persia II/ Perang Irak
telah menewaskan 2.923 jiwa tentara Amerika dan 150.000 jiwa pihak Irak.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Breuning (2007) menyatakan bahwa kebijakan luar negeri pada dasarnya bersifat memiliki
tujuan atau tindakan yang didasari oleh tujuan-tujuan tertentu. Itu artinya, seburuk apapun
outcome yang dihasilkan oleh sebuah kebijakan sudah dipastikan memiliki alasan-alasan di
balik proses pembuatan keputusan. Dalam kasus kebijakan luar negeri yang diputuskan
Presiden Irak yanki Saddam Husein dalam menginvasi Irak terdapat beberapa alasan di balik
itu semua kendati dalam proses mencapai tujuannya justru memberikan outcome yang sangat
buruk bagi kestabilan negara Irak.

Begitu pula kebijakan luar negeri yang dihasilkan Presiden George H. W. Bush dan
anaknya Presiden George W. Bush untuk melakukan invasi sebanyak dua kali di tanah Irak
tentu saja memiliki tujuan-tujuan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negaranya,
meskipun secara umum dipaparkan bahwa dalam Perang Teluk Persia I invasi menggunakan
alasan atas tindakan invasi Irak atas Kuwait dan dalam Perang Teluk Persia II beralasan 5
tuduhan yang dilayangkan kepada negara Irak yakni dikatator, pendukung terorisme,
kepemilikan senjata nuklir, kimia dan kuman. Yang artiannya tujuan invasi Amerika Serikat
secara umum digambarkan demi menjaga kestabilan dunia.
Tetapi kita tidak mengetahui gambaran tersirat bahwa di balik kebijakan luar negeri terkait
dua invasi tersebut memiliki kepentingan tersendiri bagi Amerika Serikat. Seperti yang telah
dipaparkan dalam uraian Perang Teluk Persia II akan memberikan keuntungan tersendiri bagi
Amerika Serikat apabila ia berhasil menaklukan Irak yaitu kemudahan negara adikuasa
tersebut dalam meletakan kepentingannya di Timur Tengah yakni khususnya memberikan
pengaruhnya di Iran dengan demikian setidaknya negara adikuasa tersebut sudah mampu
melenyapkan dua negara poros setan yang terdiri dari empat negara yang dituduhkan George
W. Bush yaitu Irak, Iran, Libya dan Korea Utara. Amerika juga akan mampu memberi
tekanan militer terhadap negara-negara Teluk dengan memaksa pemerintah negara-negara
Teluk membasmi kelompok ekstrim yang antiAmerika. Selanjutnya negara adikuasa tersebut
dapat melaksanakan strategis pengendalian harga minyak mentah dunia serta memantapkan
posisi Amerika sebagai Penguasa Dunia .
Secara tidak langsung kita tidak mampu menerjemahkan maksud dari kebijakan luar
negeri Amerika serikat namun apabila kita tinjau dari kacamata perpolitikan maka kita akan
menyadari bahwa permainan politik dan kepentingan nasional berperan di dalamnya. Oleh
sebab itu pentinglah bagi kita untuk mengenal apa itu politik dan bagaimana maksud dan
tujuan tersurat maupun tersirat sehingga mampu mempertahankan eksistensi negara kita di
kancah percaturan internasional.

3.2 Saran
Breuning (2007) menyatakan bahwa kebijakan luar negeri pada dasarnya bersifat memiliki
tujuan atau tindakan yang didasari oleh tujuan-tujuan tertentu. Itu artinya, seburuk apapun
outcome yang dihasilkan oleh sebuah kebijakan sudah dipastikan memiliki alasan-alasan di
balik proses pembuatan keputusan. Dalam kasus kebijakan luar negeri yang diputuskan
Presiden Irak yanki Saddam Husein dalam menginvasi Irak terdapat beberapa alasan di balik
itu semua kendati dalam proses mencapai tujuannya justru memberikan outcome yang sangat
buruk bagi kestabilan negara Irak.

Begitu pula kebijakan luar negeri yang dihasilkan Presiden George H. W. Bush dan
anaknya Presiden George W. Bush untuk melakukan invasi sebanyak dua kali di tanah Irak
tentu saja memiliki tujuan-tujuan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan negaranya,
meskipun secara umum dipaparkan bahwa dalam Perang Teluk Persia I invasi menggunakan
alasan atas tindakan invasi Irak atas Kuwait dan dalam Perang Teluk Persia II beralasan 5
tuduhan yang dilayangkan kepada negara Irak yakni dikatator, pendukung terorisme,
kepemilikan senjata nuklir, kimia dan kuman. Yang artiannya tujuan invasi Amerika Serikat
secara umum digambarkan demi menjaga kestabilan dunia.
Tetapi kita tidak mengetahui gambaran tersirat bahwa di balik kebijakan luar negeri terkait
dua invasi tersebut memiliki kepentingan tersendiri bagi Amerika Serikat. Seperti yang telah
dipaparkan dalam uraian Perang Teluk Persia II akan memberikan keuntungan tersendiri bagi
Amerika Serikat apabila ia berhasil menaklukan Irak yaitu kemudahan negara adikuasa
tersebut dalam meletakan kepentingannya di Timur Tengah yakni khususnya memberikan
pengaruhnya di Iran dengan demikian setidaknya negara adikuasa tersebut sudah mampu
melenyapkan dua negara poros setan yang terdiri dari empat negara yang dituduhkan George
W. Bush yaitu Irak, Iran, Libya dan Korea Utara. Amerika juga akan mampu memberi
tekanan militer terhadap negara-negara Teluk dengan memaksa pemerintah negara-negara
Teluk membasmi kelompok ekstrim yang antiAmerika. Selanjutnya negara adikuasa tersebut
dapat melaksanakan strategis pengendalian harga minyak mentah dunia serta memantapkan
posisi Amerika sebagai Penguasa Dunia .
Secara tidak langsung kita tidak mampu menerjemahkan maksud dari kebijakan luar
negeri Amerika serikat namun apabila kita tinjau dari kacamata perpolitikan maka kita akan
menyadari bahwa permainan politik dan kepentingan nasional berperan di dalamnya. Oleh
sebab itu pentinglah bagi kita untuk mengenal apa itu politik dan bagaimana maksud dan
tujuan tersurat maupun tersirat sehingga mampu mempertahankan eksistensi negara kita di
kancah percaturan internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Bercovitch, Jacob, "Third Parties in Conflict Management: The Structure and
Conditions of Effective Mediation in International Relations," International Journal
40, 4 (1985): 737.

Chapman, Duane dan Khanna, Neha, "The Persian Gulf, Global Oil Resources, and
International Security," Contemporary Economic Policy 24, 4 (2006): 507-519.
Estelami, Hooman, "A Study of Iran's Response to US Economic Sanctions,"
Middle East Review of International Affairs 3, No. 3 (1999).
Entessar, Nader, "External Involvement in the Persian Gulf Conflict." Conflict
Quaterly 4, 4 (1984): 41-56.

"Superpowers and Persian Gulf Security: The Iranian


Perspective." Third World Quaterly 10, 4 (1988): 1427-1451.
Lee, Gerald Geunwook, "To Be Long or Not to Be Long-That is The Question:
The Contradiction of Time-Horizon in Offensive Realism," Security Studies
21, 2 (2002): 196-217.

Slantchev, Branislav, "National Security Strategy: Evil Empire, 1980-1991,"


(2014): 1-17.

Riedel, Bruce, "Lessons from America's First War with Iran," The Fletcher Forum of
World Affairs 37, 2 (2013): 90-120.

Rubenberg, Cheryl A., "US policy toward Nicaragua and Iran and the Iran-contra
affair: Reflections on the continuity of American foreign policy," Third World
Quarterly 10, 4 (1988): 1467-1504.

Rubin, Barry,"Iran, The Ayatollah, and U.S. Options," The Washington Quaterly
6, 3 (2014): 142-155

Anda mungkin juga menyukai