Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KELOMPOK 12

FORUM KERJA SAMA NEGARA-NEGARA TIMUR TENGAH DAN AFRIKA


Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktek Kenegaraan dalam Islam
Modern: Timur Tengah dan Afrika
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.
Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si.

Disusun oleh:
Nurhanipa Hasibuan (11200453000003)
Andi Erni Suciawan (11200453000020)
Muhammad Ilham Farhansyah (11200453000044)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA/SIYASAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. i
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 1
A. Organisasi Kerja Sama di Timur Tengah dan Afrika .............................................. 1
1. Liga Arab ................................................................................................................... 2
2. Uni Afrika .................................................................................................................. 7
3. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)....................................................................... 10
B. Forum Kerja Sama Internasional Negara Timur Tengah dan Afrika .................. 11
BAB II ..................................................................................................................................... 16
PENUTUP............................................................................................................................... 16
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 17

i
BAB I

PEMBAHASAN

A. Organisasi Kerja Sama di Timur Tengah dan Afrika


Gagasan pembentukan organisasi internasional sudah ada sejak negara mengadakan
hubungan internasional secara umum yang melibatkan banyak negara. Gagasan untuk
membentuk organisasi internasional tersebut bertujuan untuk memelihara perdamaian dan
keamanan dunia dan memperjuangkan kepentingan nasional masing-masing, di mana
organisasi internasional tersebut akan menghimpun negara dalam suatu sistem kerja yang
dilengkapi oleh organ-organ yang dapat mencegah atau menyelesaikan sengketa yang
terjadi antar mereka.1

Timur tengah sebagai kawasan dengan letaknya yang strategis dan sumber daya
alam yang melimpah, membuat kawasan ini menjadi diperebutkan oleh negara-negara lain
terutama negara Barat. Arab spring yang merupakan suatu bentuk perlawanan dari segi
ekonomi, sosial budaya, serta merupakan perjuangan yang diharapkan dapat menentukan
dirinya sehingga dapat terlepas kekuatan otoritarian internal maupun tekanan eksternal.
Terlebih lagi, maraknya tindakan kekerasan yang ada pada kawasan ini menimbulkan
adanya Islamophobia dan terorisme, karena mayoritas penduduk kawasan ini beragama
Islam.2

Konflik Timur Tengah bukanlah hal baru, konflik ini telah ada sejak tahun 1948 pada
pertikaian antara Palestina dan Israel dalam memperebutkan wilayah. Saat itu telah ada
organisasi regional yang menjamin kemerdekaan negara Timur Tengah yaitu Liga Arab,
sehingga konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah merupakan kewajiban Liga Arab
untuk berperan membantu menyelesaikan sesuai dengan tujuan pendirian Liga Arab itu
sendiri. Begitu juga dengan konflik Yaman yang terjadi saat ini. Liga Arab merupakan
sebuah organisasi internasional yang terdiri dari negara-negara arab yang terdapat di
wilayah Asia barat, Asia utara, dan Afrika timur laut. Organisasi ini dibentuk pada tanggal

1
Suryokusumo Sumaryo, “Pengantar Hukum Organisasi Internasional”, (Jakarta: PT. Tatanusa, 2012),
h. 3
2
Ahmad S, dkk., “The Arab Spring: Membaca Kronologi dan Faktor Penyebabnya”, Jurnal Hubungan
Internasional, Vol. 4, No. 2, (Oktober 2015), h. 120-125

1
22 Maret 1945 yang berkedudukan di Kairo, Mesir. Pembentukan ini berdasarkan proposal
Raja Faruk dari Mesir. 3

1. Liga Arab

Ide pembentukan Liga negara-negara Arab ini telah muncul pada tahun 1940-an
sejak Emir Faisal II pemimpin Irak dari Dinasti Hashimiyah mengusulkan pembentukan
Liga Arab yang terdiri dari Suriah, Lebanon, Palestina, Yordania, dan Irak, tetapi gagasan
ini ditolak oleh Mesir, Arab Saudi, dan Suriah. Barulah pada tahun 1943-1944 diadakan
pertemuan dari perwakilan negara-negara Irak, Transyordania, Arab Saudi, Suriah,
Lebanon, Yaman, dan Mesir atas gagasan Raja Faruk I, serta pada september 1944
tersusunlah Pakta Liga Negara-Negara Arab untuk menjadi dasar pembentukan Liga Arab
pada tahun 1945.4 Negara-negara anggota awalnya adalah Mesir, Irak, Transyordania,
Lebanon, Arab Saudi, Suriah, dan Yaman (utara), serta ikut pula bergabung Libya (1953),
Sudan (1956), Tunisia dan Maroko (1958), Kuwait (1961), Alzazair (1962), Yaman Selatan
(1967), Bahrain, Qatar, Oman, UEA (1971), Mauritania (1973), Somalia (1974), Palestina
(1976), Djibaouti (1977), Comoros (1993), serta bergabungnya kembali Mesir pada 1989
setelah dikeluarkan karena melakukan perjanjian damai dengan Israel.

3
Nuraeni S, dkk., “Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional”. (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2010), h. 306
4
Riza Sihbudi, “Menyandera Timur Tengah”, (Jakarta: PT. Mizan Publika, 2007), h. 110

2
Negara pemantau berperan sebagai pihak pengamat atau pemerhati terhadap semua
kegiatan liga dengan tujuan untuk menjaga independensi liga. Negara pengamat atau
pemerhati tidak memiliki hak dan kewajiban sebagaimana yang dimiliki oleh negara
anggota, sejauh ini ada 3 negara pemantau yaitu: Eritrea yang bergabung pada tanggal 6
Januari 2003, Venezuela yang bergabung pada tahun 2006, dan India yang bergabung pada
tahun 2007.

Jika dilihat dari negara-negara anggota awal terbentuknya organisasi ini, bisa dilihat
bahwa Liga Arab adalah organisasi yang identik berisikan negara-negara yang berbahasa
Arab. Negara-negara ini tergabung dalam Liga Arab karena banyak dipengaruhi oleh paham
Pan-Arabisme. Paham Pan-Arabisme merupakan paham yang mengajak penyatuan bangsa-
bangsa Arab yang berada dari Samudera Atlantik sampai Laut Arab, paham ini mulai
mendapat perhatian dunia sejak digunakan oleh Gamal Abdul Nasser sebagai landasan
politik pemerintahan Mesir. Pembentukan Liga Arab ini selain sebagai upaya untuk
penyatuan bangsa-bangsa Arab karena kedekatan sosial, budaya, dan rasa ingin memajukan
bersama Timur Tengah, juga sebagai upaya untuk membebaskan dunia Arab dari dominasi
asing yang terus saja melakukan hegemoni, dan penguasaan wilayah atas warga Arab. Hal
ini dikarenakan sampai abad ke-20 negara-negara arab masih berada di bawah kekuasaan
Dinasti Ottoman, Inggris, dan Perancis.
Liga Arab memiliki tugas untuk mengkoordinasikan berbagai sektor kegiatan di
kawasan Arab yang tertulis dalam piagam Liga Arab seperti di bawah ini:

1. Ekonomi dan urusan keuangan, termasuk komersial hubungan, adat istiadat, mata uang
dan pertanyaan pertanian industri.
2. Komunikasi; ini termasuk rel kereta api, jalan, penerbangan, navigasi, Telegraf dan
posting.
3. Urusan kebudayaaan.

4. Kebangsaan, paspor, visa, pelaksanaan penilaian dan ekstradisi penjahat.

5. Kegiatan sosial.

6. Kegiatan kesehatan.

Organisasi ini berusaha untuk menyelesaikan isu-isu yang muncul antara Negara-
negara Arab, dan untuk memperbaiki citra keseluruhan negara-negara muslim di dunia saat
ini. Pandangan dunia internasional terhadap mereka yang konotasinya adalah sebuah

3
organisasi yang penuh dengan teror dan kekacauan yang sering kali didengar di negara-
negara Barat. Maka dari itu, Liga Arab terus berjuang untuk mengubah presepsi tersebut.

Pada masa awal pembentukan Liga Arab ini, awal kerjasama mereka selain
memajukan sosial, budaya, dan ekonomi masing-masing negara anggota adalah untuk
pembebasan tanah Arab dari penjajahan bangsa asing, apalagi setelah berdirinya negara
Israel di tanah Palestina membuat negara-negara Arab semakin bersatu untuk memperkuat
keamanan, guna melawan dan mengusir Israel dari tanah Palestina. Semenjak itu Liga Arab
terbagi menjadi dua dalam penanganan masalah Israel, yaitu kubu radikal dan kubu
konservatif.

Berbagai usaha dilakukan oleh Liga ini untuk melakukan perlawanan terhadap
dominasi Israel di tanah Palestina, dimana Israel juga mendapat dukungan dari Amerika dan
sekutunya. Ada 2 perang yang sangat besar dan menjadi puncak perubahan di Liga Arab ini,
yang pertama ketika terjadi perang 6 hari pada tahun 1967, ketika itu Israel menyerang Mesir
dan negara-negara Arab lainnya, hingga kekalahanlah yang diterima oleh negara-negara
Liga Arab ini. Kemudian pada tahun 1973, ketika Mesir bersama negara-negara Arab
lainnya menyerang Israel pada hari raya Yom Kippur, dan dikenal sebagai perang Yom
Kippur. Pada perang ini Mesir dan negara-negara Arab yang tergabung pada Liga Arab ini
hampir mendapat kemenangan, dimana Mesir dan negara-negara Arab lainnya dibantu oleh
Uni Soviet, tetapi Israel mendapat bantuan dari Amerika Serikat sehingga tentara Mesir serta
koalisi negara-negara Arab dapat dipukul mundur. Semenjak dua perang terakhir antara
Israel dan negara-negara Arab itulah, terjadi perubahan di tubuh Liga Arab.

Semenjak tahun 1979 terlihat perpecahan di Liga Arab ini, dan peran Liga Arab
menjadi kurang jelas disebabkan karena setelah Liga Arab mengeluarkan Mesir dari
keanggotaannya, akan tetapi Mesir kembali diterima menjadi anggotanya. Padahal,
persoalan Mesir dikeluarkan dari Liga Arab adalah pengakuan Mesir atas Israel dan keikut
sertaan Mesir di Camp David, dan ketika Mesir masuk kembali ke Liga Arab, mesir tetap
menjalin kerjasama dengan Israel dan Amerika. Selain itu permasalahan perang atau konflik
di Timur Tengah juga menjadi permasalahan yang membuat posisi Liga Arab semakin lemah
di mata internasional.

Liga Arab memiliki struktur organisasi yang bertugas untuk melaksakan setiap
fungsi dan tujuan-tujuannya. Didasari dari keinginan untuk mempersatukan kawasan,
menghormati kedaulatan dan kemerdekaan setiap negara anggota, menjamin keamanan

4
bersama, dan menawarkan bantuan dari setiap konflik baik dari sesama anggota maupun
negara luar, liga memiliki lembaga-lembaga utama, yakni: Dewan Liga (Council of the
League), Dewan Pertahanan Bersama (Joint Defence Council), Dewan Ekonomi dan Sosial
(The Economic and Social Council), Komite dan Sekretaris Jenderal (The Committess and
The Secretariat General).
1. Dewan Liga (Council of the League)
Dewan Liga atau yang dikenal dengan Council adalah perwakilan dari masing-
masing negara anggota yang tiap-tiap perwakilannya memiliki satu suara. Council sendiri
adalah dewan tertinggi di dalam tubuh Liga. Tugas Dewan ini untuk mencapai realisasi
tujuan dari Liga untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian dan untuk memutuskan Liga Arab
dalam bekerja sama dengan badan-badan internasional yang akan dibuat untuk menjamin
keamanan, perdamaian dan mengatur hubungan ekonomi dan sosial.
Menurut Pasal VII dalam Pakta Liga suara bulat menjadi peraturan dasar dan
keputusan-keputusan yang diambil dengan suara bulat bersifat wajib bagi semua negara
peserta, yang terikat konstitusi-konstitusi mereka; keputusan-keputusan yang mengenai
tindakan yang dilakukan untuk menyelidiki adanya agresi disyaratkan dengan keputusan
suara bulat berdasarkan Pasal VI.5
2. Dewan Pertahanan Bersama (Joint Defense Council)
Dewan Pertahanan Bersama didirikan di bawah pengawasan Dewan Liga Arab,
lembaga ini dipercayakan untuk menangani semua urusan yang berkaitan dengan
pelaksanaan ketentuan Pertahanan Bersama dan Perjanjian Ekonomi. Dewan ini dibantu
oleh Komite Militer Permanen. Resolusi yang diadopsi dengan mayoritas dua orang ketiga
mengikat semua negara anggota.
3. Dewan Ekonomi dan Sosial (The Economic and Social Council)
Dewan Ekonomi dan Sosial ini dibentuk pada 1953, setelah sebelumnya dewan ini
menggantikan dewan yang dibentuk pada perjanjian tahun 1950, Perjanjian Pertahanan
Bersama dan Kerjasama Ekonomi. Adanya dinamika pergantian ini menandakan kemajuan
Liga dalam segi kerjasama ekonomi dan sosial di antara anggota. Adanya Dewan Ekonomi
dan Sosial ini bertugas untuk menyiapkan dan mempromosikan kemajuan ekonomi dan
sosial di tanah Arab. Untuk melaksanakan tugas tersebut maka Dewan Ekonomi dan Sosial
telah membentuk badan-badan khusus di antaranya Dana Arab untuk Pembangunan
Ekonomi dan Sosial, Dana Arab untuk Bantuan Arab dan Negara Afrika, Dana Moneter

5
Arab Legue, “Charter of Arab Legue”: http://www.arableagueonline.org/category/arab-league/,
diakses pada 1 Desember 2023 pukul 15.25

5
Arab (The Arab Monetery Fund), Organisasi Arab untuk Pembangunan Pertanian, Pusat
Pengembangan Industri untuk Negara-negara Arab, Bank Pembangunan Ekonomi Arab di
Afrika, Dewan Arab untuk Penerbangan Sipil, Arab Pos Sedunia, Uni Telekomunikasi Arab,
Dewan Buruh Arab, dan Persatuan Dewan Arab.
4. Komite dan Sekretaris Jenderal (The Committess and The Secretariat General).
Di dalam badan Liga Arab dibentuk sebuah komite khusus di mana negara-negara
anggota Liga harus diwakili. Komite ini dibebankan dengan tugas meletakkan prinsip-
prinsip dan sejauh mana kerjasama yang terjalin oleh Liga Arab. Melalui Prinsip-prinsip
tersebut kemudian akan dirumuskan sebagai rancangan perjanjian yang akan disampaikan
kepada Dewan untuk pemeriksaan persiapan untuk pengajuan mereka ke negara-negara
anggota. Perwakilan dari negara-negara Arab lainnya dapat mengambil bagian dalam
pekerjaan komite tersebut di atas. Dewan akan menentukan kondisi di mana wakil-wakil
tersebut dapat diizinkan untuk berpartisipasi dan peraturan yang mengatur perwakilan
tersebut.
Liga juga memiliki Sekretariat Jenderal Permanen yang terdiri dari Sekretaris
Jenderal, Asisten Sekretaris dan jumlah yang sesuai pejabat. Dewan Liga yang menunjuk
Sekretaris Jenderal oleh mayoritas dua pertiga dari negara-negara Liga. Sekretaris Jenderal,
dengan persetujuan Dewan kemudian akan menunjuk Asisten Sekretaris dan para pejabat
utama Liga Sekretaris Jenderal wajib menyiapkan rancangan anggaran dari Liga dan akan
menyampaikannya kepada Dewan untuk disetujui sebelum setiap awal tahun anggaran.
Dewan akan memperbaiki bagian dari biaya yang harus ditanggung oleh masing-masing
negara dari Liga. Ini dapat dipertimbangkan kembali jika diperlukan.
Sejak berdiri hingga saat ini, Sekretaris Jenderal Liga Arab telah dijabat oleh 7 orang
yang sebagian besar berasal dari Mesir. Keenam Sekretaris Jenderal Liga Arab di antaranya
adalah:
1. Abd El Rahman Azzam (menjabat dari tahun 1945 sampai 1952) dari Negara Mesir.
2. Mohammed Abd El Khaleq Hassouna (menjabat dari tahun 1952 sampai 1972) dari
Negara Mesir.
3. Mahmoud Riad (menjabat dari tahun 1972 sampai 1979) dari Negara Mesir.
4. Al Shazly Al Qleeby (menjabat dari tahun 1979 sampai 1990) dari Negara Tunisia.
5. Dr. Ahmed Essmat Abd El Mageed (menjabat dari tahun 1991 sampai 2001) dari Negara
Mesir.
6. Amre Moussa (menjabat dari tahun 2001 sampai 2011) dari Negara Mesir.
7. Dr. Nabil ElAraby (menjabat dari tahun 2011 sampai sekarang) dari Negara Mesir.

6
Sistem pengambilan keputusan pada suatu organisasi tercermin dalam sistem
distribusi dan sentralisasi hak suara, dan yang lebih spesifik adalah tanggung jawab
didistribusikan ke cabang-cabang institusi. Berdasarkan fungsi dan tugas dan masingmasing
tugas dari badan organisasi yang ada di Liga Arab, maka Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT)
Liga Arab sebagai acuan organisasi dalam tatanan makro.

2. Uni Afrika

Selain Liga Arab, ada juga Uni Afrika merupakan organisasi yang didirikan sebagai
penerus Organisasi Persatuan Afrika (Organization of African Unity – disingkat OAU).
OAU digagas oleh Gamal Abdul Naser dari Mesir, Kwame Nkrumah dari Ghana, dan
Ahmad Sekounture dari Guinea pada 25 Mei 1963 di Addis Ababa, Ethiopia dengan 32
negara anggota. Organisasi ini bertujuan untuk mempersatukan negara-negara Afrika
menjadi satu entitas politik dan berusaha untuk menyelesaikan segala bentuk konflik
perselisihan yang terjadi antar negara Afrika serta mencapai sebuah kawasan yang
independen. Hal tersebut dapat dilihat dari ambisi ketiga puluh dua negara anggota pada
saat itu untuk mengkoordinasikan dan memajukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum di
segala bidang, seperti politik, ekonomi, sosial-budaya, kesehatan, pengetahuan, pertahanan
dan keamanan.6
Uni Afrika atau African Union (AU) merupakan organisasi Internasional yang
berdiri pada Juli 2002 dan mewakili beberapa negara di benua Afrika. Uni Afrika berfokus

6
Sidik Jatmika, “Hubungan Internasional di Kawasan Afrika”, (Yogyakarta: Samudra Biru, 2016), h.
155

7
pada sektor demokrasi, keamanan, pengembangan ekonomi dan kestabilan wilayah Afrika,
serta hak asasi manusia. Organisasi ini memiliki ambisi mempersatukan seluruh negara
yang ada di kawasan Afrika. Kantor pusat organisasi Uni Afrika berada di Kota Addis
Ababa, Ethiopia.
Pada awal dibentuk tahun 1963, OAU memiliki tujuan utama yaitu melindungi
kedaulatan dan menjaga integritas wilayah negara anggotanya, tidak hanya dari ancaman
negara lain, tapi juga dari satu negara anggota terhadap negara anggota lain dengan tidak
mencapuri urusan internal (non-intervention) seperti termuat dalam pasal 3 piagam OAU.
Selain itu, OAU juga memiliki lima tujuan utama yaitu; perjuangan melawan kolonialisme
dan rasisme, bekerjasama dengan banyak organisasi internasional, penanganan konflik di
dalam dan antar-negara Afrika, kerjasama ekonomi antar negara Afrika dan membentuk
Piagam Afrika untuk Hak Sebagai organisasi regional Afrika, OAU mengganggap bahwa
dirinya telah berhasil dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi di negara-negara
anggotanya tanpa adanya campur tangan dari negara lain. OAU pernah menamakan dirinya
sebagai penjaga perdamaian nomor satu di kawasan Afrika. Bahkan PBB pernah
memberikan penghargaan OAU sebagai organisasi yang mampu menjaga perdamaian dan
keamanan internasional.
Dalam rangka menyelesaikan sengketa yang terjadi di negara-negara anggotanya,
misalnya pada tahun 1970 ketika Angola dan Mozambik bersekutu dengan Uni Soviet,
yang kemudian Amerika Serikat dan Afrika Selatan berusaha untuk membendung
pengaruh Uni Soviet dengan mendukung gerakan pemberontakan. Sebagai organisasi
regional Afrika, OAU memainkan perannya dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dengan
masih eksisnya negara-negara Afrika tersebut hingga saat ini. Selain itu, dalam
mempertahankan kedaulatan negaranya dari luar OAU pernah menuntut penarikan
pasukan terhadap agresi militer yang dilakukan oleh Israel untuk merebut satu-satunya
kawasan Mesir pada tahun 1967.7
Keanggotaan Uni Afrika ini diawali pada tahun 1963 oleh sejumlah 32 negara
Afrika yang telah mencapai kemerdekaannya pada waktu itu sepakat untuk membentuk
Organisasi Persatuan Afrika atau Organization of African Unity (OAU). Selanjutnya ada
22 negara yang bergabung secara bertahap sehingga Uni Afrika memiliki total anggota
sebanyak 53 negara pada saat pergantian dari OAU menjadi African Union (AU) pada

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/31247/F.%20BAB%20II.pdf?sequence
7

=6&isAllowed=y, diakses pada 1 Desember 2023 pukul 15.35

8
tahun 2002. Selanjutnya pada tanggal 27 Juli 2011, Sudan Selatan resmi masuk menjadi
anggota Uni Afrika yang ke-55.
Uni Afrika dibentuk dengan beberapa tujuan berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang
Konstitutif Uni Afrika dan protokol untung Undang-Undang Tahun 2003 sebagai berikut:
(African Union Handbook 2017, 2014, p.10)
1. Bertujuan untuk mewujudkan persatuan dan solidaritas antar-negara dan bangsa Afrika
yang lebih besar.
2. Bertujuan untuk mempertahankan kedaulatan, wilayah territorial dan kemerdekaan
pada setiap negara anggota.
3. Bertujuan untuk mencapai intergrasi politik, sosial dan ekonomi yang lebih baik di
kawasan Afrika.
4. Bertujuan untuk mempromosikan dan mempertahankan kepentingan bangsa Afrika.
5. Bertujuan untuk meningkatkan kerjasama internasional dengan memperhatikan
Charter of the United Nation dan Universal Declaration of Human Rights (Piagam
PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia).
6. Bertujuan untuk memperkenalkan keamanan, perdamaian, stabilitas kawasan dan
melindungin hak setiap warga negara.
7. Bertujuan untuk memajukan prinsip-prinsip, institusi-institusi serta partisipasi warga
negara yang berkaitan dengan demokrasi dan pemerintahan yang baik.
8. Bertujuan untuk mempromosikan dan melindungi hak setiap rakyat yang sesuai dengan
African Charter on Human and People’s Right (Piagam Hak Asasi Manusia Afrika)
serta sumber-sumber dan instrument yang terkait dengan hak asasi manusia.
9. Bertujuan untuk menetapkan kondisi yang diperlukan dan memungkinkan bagi wilayah
Afrika untuk berperan tepat dalam ekonomi global dan negosiasi internasional.
10. Bertujuan untuk memajukan pembangunan berkelanjutan dalam tingkat ekonomi,
sosial budaya serta intergrasi ekonomi Afrika.
11. Bertujuan untuk mempromosikan kerjasama dalam segala bidang guna menigkatkan
taraf hidup rakyat Afrika.
12. Bertujuan untuk mengkoordinasikan dan menyesuaikan kebijakan-kebijakan
komunitas ekonomi daerah saat ini dan di masa yang akan datang demi terwujudnya
tujuan Uni Afrika secara bertahap.
13. Bertujuan untuk mempromosikan pembangunan di kawasan Afrika dengan
meningkatkan penelitian dalam segala bidang, khusunya sains dan teknologi.

9
14. Bertujuan untuk melakukan kerjasama dengan mitra internasional yang relevan dalam
hal kesehatan, khususnya dalam pemberantasan penyakit yang dapat dicegah dan
memperkenalkan kesehatan yang baik di Afrika (African Union).

3. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

Organisasi Kerjasama Islam (OKI) merupakan organisasi internasional non militer


yang didirikan di Maroko pada tanggal 25 September 1969 yang dilatar belakangi oleh
peristiwa pembakaran Masjid Al-Aqsha yang terletak di kota Al-Quds tanggal 21 Agustus
1969. Pembakaran Masjid Al-Aqsha menimbulkan reaksi dari kalangan umat Islam di
dunia, adanya keinginan untuk membentuk kekuatan dunia Islam dalam rangka melakukan
pembebasan terhadap kota Al-Quds. Berdasarkan kesepakatan dari Raja Faisal dari Arab
Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko bersama Panitia Persiapan di antaranya Iran,
Malaysia, Nigeria, Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan Maroko maka Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Islam dimulai dari tanggal 22 – 25 September 1969 di Rabat.
OKI sebagai organisasi yang tujuannya menciptakan perdamaian dan keamanan
terutama bagi negara-negara dan umat Islam tentunya ikut serta menangani konflik-konflik
tersebut. Membangun image positif terhadap Islam serta upaya-upaya lainya agar dapat
menciptakan perdamaian di kawasan timur tengah. Sebagai organisasi internasional yang
beranggotaan negara-negara Islam sebanyak 57 negara dan yang berpenduduk Islam.
Pada dasarnya, peristiwa Masjid Al-Aqsha, yaitu permasalahan mengenai
Yerussalem serta konflik Israel tentunya tidak bisa dilepaskan sejarah dibentuknya

10
organisasi ini.8 Pada konflik ini, OKI berusaha menegaskan bahwasanya Israel harus
mundur dari kota suci Yerussalem karena kota ini telah diurusi melebihi 1.300 tahun oleh
umat Islam sehingga Israel tidak berhak untuk menguasai Yerussalem.
Untuk menghadapi tantangan regional yang kompleks memerlukan kerja sama
lintas batas. Para ilmuan di Timur Tengah dan Afrika Utara menggunakan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk mengatasi tantangan-tantangan utama pembangunan dan
mengatasi keterbatasan sumber daya. Terbitlah komunitas ilmiah dan ekosistem inovasi
yang dinamis di Israel, penelitian multinasional menghasilkan pengetahuan baru dan
memimpin perkembangan di bidang pertanian, lingkungan, sumber daya air, dan kesehatan.
Program kerja sama regional timur tengah (MERC) didirikan pada tahun 1981 untuk
memfasilitasi kolaborasi penelitian antara ilmuan Mesir dan Israel setelah
penandatanganan perjanjian Camp David. Sejak tahun 1993 program ini telah diperluas
untuk mencakup penelitian dari kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara yang lebih luas.9
Organisasi Kerjasama Islam meruapakan mewakili sekitar satu setengah miliar
muslim di seluruh dunia dan menjadi organisasi terbesar kedua di dunia setelah PBB.
Organisasi Kerjasama Islam memiliki potensi yang sangat besar bagi penyelesaian krisis
yang menimpa negara-negara Islam terutama menghadapi rezim Zionis. Konferensi tingkat
tinggi Organisasi Kerjasama Islam dengan partisipasi kepala negara dari 57 negara Islam
berlangsung di Kairo pada tanggal 6-7 Februari 2013 di Hotel Fairmont Towers, Heliopolis.
Pertemuan penting dunia Islam ini menjadi istimewa karena berlangsung di saat Mesir
memperingati tahun kedua kemenangan revolusi rakyat yang berhasil menjatuhkan rezim
pro Barat. Negara kedua di kawasan Afrika Utara setelah Tunisia tersebut dilanda
kebangkitan Islam yang berhasil menjatuhkan rezim despotik Mubarak yang menjadi
sekutu Amerika Serikat dan rezim Zionis.

B. Forum Kerja Sama Internasional Negara Timur Tengah dan Afrika


Terdapat beberapa forum kerja sama yang berlangsung di kawasan Timur Tengah
dan Afrika. Di Yordania misalnya, situasi di Yordania yang relatif stabil di kawasan Timur
Tengah telah memainkan peran penting dalam perdamaian dan stabilitas kawasan, seperti
tindakan penanggulangan terhadap ekstremis, penerimaan sejumlah pengungsi Suriah, dan

8
Muhammad Q, “Kemandulan Rejim Organisasi Kerjasama Islam Dalam Perlindungan Terhadap Al-
Aqsha” Jurnal Review Politik, Vol. 05 No. 01, (Juni 2015), h. 48
9
Alifiya Faiha Az-zahra, “Peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dalam Menangani Konflik di
Kawasan Timur Tengah”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, (Juni 2022), h. 2

11
keterlibatan aktif dalam proses perdamaian Timur Tengah. Peran negara ini sangat
diapresiasi oleh dunia internasional, seperti Pemerintah Jepang misalnya, telah memberikan
bantuan untuk stabilitas Yordania melalui dukungan bagi pengungsi dan masyarakat tuan
rumah, serta untuk mengembangkan basis industri. Pada tahun 2016, Jepang memberikan
dukungan seperti “Pinjaman Kebijakan Pembangunan Reformasi Sektor Keuangan,
Lingkungan Bisnis dan Pelayanan Publik” senilai 30 miliar yen, serta bantuan hibah senilai
satu miliar yen.

Forum Ekonomi Dunia (WEF) ke-17 tentang Timur Tengah dan Afrika Timur
berlangsung dari 6-7 April 2019 di Yordania untuk menciptakan pondasi-pondasi kerja
sama baru di dunia Arab. Forum ini menghimpun kehadiran lebih dari 1.000 pemimpin
pemerintah, badan usaha, organisasi sosial, sarjana, akademisi dengan membahas pondasi-
pondasi kerja sama baru di dunia, menetapkan satu pola sosial-ekonomi baru bagi kawasan
ini, bersamaan itu mengeluarkan gagasan-gagasan untuk memecahkan bentrokan-bentrokan
yang berkepanjangan. WEF tentang Timur Tengah dan Afrika Utara akan juga berfokus
pada bentrokan Israel-Palestina. Di samping itu, forum ini juga berbahas tentang beberapa
tema yang sedang “menonjol” yang sedang dihadapi oleh kawasan Timur Tengah dan
Afrika Utara seperti situasi di Suriah, ekstrimisme, musibah-musibah lingkungan dan
masalah kesetaraan gender.
Sejak eksistensi joint-declaration antara Uni Afrika dan Uni Eropa pada tahun 2017
dalam African Union-European Union Summit, pemerintah negara-negara di kedua
organisasi regional tersebut sepakat untuk bekerja sama dalam mempercepat akselerasi
pengembangan ekonomi sirkular di negara-negara Afrika.10 Hal ini ditunjukkan oleh
berbagai inisiatif yang terjalin oleh keduanya dalam konteks pengembangan ekonomi
sirkular dari aspek pendanaan, perkembangan teknologi, pembelajaran kebijakan, dan akses
pasar dari sistem ekonomi sirkular di Afrika. Sebelumnya pada tahun 2014, kerja sama Uni
Eropa dan negara-negara Afrika juga telah dilakukan melalui mekanisme SWITCH Africa
Green yang pendanaannya diberikan oleh Uni Eropa dengan melibatkan pihak ketiga seperti
United Nations Environment Programme (UNEP) untuk mendukung pembangunan
ekonomi hijau dan berkelanjutan di wilayah Afrika.

10
Lukas Andri Surya Singarimbun, “Kerja sama Ekonomi Sirkular Afrika – Uni Eropa: Perlunya
Dukungan Kebijakan Publik dan Pengenalan Ekonomi Sirkular di Negara-Negara Afrika”, Pusat Studi
Perdagangan Dunia, Universitas Gadjah Mada, (11 April 2022), diakses pada tanggal 5 Desember 2023 dari situs
web https://cwts.ugm.ac.id/2022/04/11/5282/

12
Dalam konteks regional, beberapa negara di kawasan Afrika telah membentuk
beberapa forum kerja sama yang bertujuan untuk mempercepat akselerasi pengembangan
ekonomi sirkular di Afrika. Pada 2016, African Circular Economy Network (ACEN)
dibentuk oleh praktisi dan para ahli untuk mempercepat pengembangan ekonomi sirkular di
regional Afrika melalui pengembangan teknologi dan inovasi yang dilakukan dengan
berkolaborasi antara negara maju dan negara berkembang. Pada tahun 2017, African
Circular Economy Alliances (ACEA) dibentuk atas kesepakatan kerja sama antara Rwanda,
Nigeria dan Afrika Selatan. ACEA ditujukan sebagai forum koordinasi antar negara yang
tergabung di dalamnya untuk mengembangkan proyek dan program yang mendukung
percepatan penerapan ekonomi sirkular. Di samping keterlibatan pemerintah beberapa
negara, akselerasi penerapan ekonomi sirkular di Afrika juga dilakukan oleh para
profesional. Terakhir pada tahun 2019, negara-negara Afrika melalui African Ministerial
Conference on the Environment (AMCEN) juga membuat deklarasi bersama dengan nama
Deklarasi Durban yang memasukkan ambisi ekonomi sirkular ke dalam kerja sama
pembuatan kebijakan untuk mendukung keberlanjutan lingkungan.
Dalam konteks nasional, negara-negara Afrika juga telah mengembangkan praktik
yang dapat tergolong ke dalam ekonomi sirkular seperti pengelolaan sampah dan limbah,
pengurangan penggunaan energi dan air, serta utilisasi barang bekas terhadap pembuatan
produk. Beberapa negara di Afrika sudah memberikan fokus terhadap pengembangan
ekonomi sirkular, misalnya Afrika Selatan yang berfokus pada manufaktur, energi
terbarukan, dan pengolahan sampah, serta Ghana dan Nigeria yang juga sudah mulai
memberikan fokus terhadap penanganan e-waste.11
Meskipun demikian, dalam aspek kebijakannya belum terdapat kategorisasi yang
jelas terhadap apa yang merupakan praktik ekonomi sirkular dan apa yang tidak sehingga
identifikasi dan pendataan masih belum komprehensif. Lebih lanjut, kebijakan-kebijakan
yang ada di dalam domestik masing-masing negara cenderung belum secara holistik
mengatur mengenai penerapan ekonomi sirkular.12

11
V. Maphosa dan M. Maphosa, “E-waste management in Sub-Saharan Africa: A systematic literature
review. Cogent Business & Management, (2020). https://doi.org/10.1080/23311975.2020.1814503, diakses pada
1 Desember 2023 pukul 21.20
12
A. Tahulela dan H. Ballard, “Developing the Circular Economy in South Africa: Challenges and
Opportunities, (2020), h. 125–133. https://doi.org/10.1007/978-981-13-7071-7_11, diakses pada 1 Desember
2023 pukul 22.12

13
Melalui mekanisme kerja sama dengan Uni Eropa, negara-negara di Afrika
berpotensi mengembangkan kebijakan pengembangan ekonomi sirkular secara lebih
komprehensif sebagaimana dilakukan di beberapa negara Uni Eropa. Menurut Wadee dan
Tilkanen meskipun terminologi ekonomi sirkular menjadi konsep yang baru di negara-
negara Afrika, praktik yang ada dalam konsep ekonomi sirkular ternyata telah berkembang
di masyarakat Afrika. Namun, dalam perkembangannya, kebijakan ekonomi sirkular di
negara-negara Afrika belum dilaksanakan dengan inklusif dengan tidak melibatkan berbagai
pihak yang seharusnya turut andil.
Oleh karena itu, kerja sama dengan Uni Eropa yang notabene telah mengembangkan
sistem ekonomi sirkular dapat memberikan gambaran terhadap pemerintah-pemerintah
negara Afrika terhadap pihakpihak mana saja yang yang terlibat dan program-program
seperti apa yang harus dijalankan dalam pengembangan ekonomi sirkular. Selain itu,
keberhasilan Uni Eropa dalam mengembangkan sistem ekonomi sirkular dapat menjadi
pembelajaran kebijakan terutama dalam mekanisme untuk mendorong perusahaan dan
masyarakat agar mau mengadopsi nilai-nilai ekonomi sirkular di dalam perusahaan bisnis
dan kegiatan masyarakatnya.13
Selain itu, terdapat pula Konferensi Asia-Afrika yang merupakan sebuah konferensi
di antara negara-negara Asia dan Afrika yang memperoleh kemerdekaan pasca Perang
Dunia II. Berakhirnya Perang Dunia II pada bulan Agustus 1945, tidak berarti berakhir juga
situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan
keamanan. Masalah-masalah tersebut sebagian disebabkan oleh lahirnya dua blok kekuatan
yang bertentangan secara ideologi maupun kepentingan, yaitu Blok Barat dan Blok Timur.
Timbulnya pergolakan di dunia disebabkan pula masih adanya penjajahan di bumi,
terutama di belahan Asia dan Afrika. Memang sebelum tahun 1945 pada umumnya dunia
Asia dan Afrika merupakan daerah jajahan bangsa barat dalam aneka bentuk. Tetapi sejak
tahun 1945 banyak di daerah Asia-Afrika menjadi negara merdeka dan banyak pula yang
masih berjuang bagi kemerdekaan negara dan bangsa seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko
di wilayah Afrika Utara, Vietnam di Indo Cina dan di ujung selatan Afrika. Beberapa negara
Asia-Afrika yang telah merdeka pun masih banyak yang menghadapi masalah-masalah sisa
penjajahan seperti Palestina yang terpaksa mengungsi, karena tanah air mereka diduduki

13
Lukas Andri Surya Singarimbun, “Kerja sama Ekonomi Sirkular Afrika – Uni Eropa: Perlunya
Dukungan Kebijakan Publik dan Pengenalan Ekonomi Sirkular di Negara-Negara Afrika”, Pusat Studi
Perdagangan Dunia, Universitas Gadjah Mada, (11 April 2022), diakses pada tanggal 5 Desember 2023 dari situs
web https://cwts.ugm.ac.id/2022/04/11/5282/

14
secara paksa oleh pasukan Israel yang dibantu oleh Amerika Serikat. Sementara itu bangsa-
bangsa di dunia, terutama bangsa-bangsa Asia-Afrika sedang dilanda kekhawatiran akibat
makin dikembangkannya senjata nuklir yang bisa memusnahkan umat manusia.
Tujuan diadakannya Konferensi Asia-Afrika, antara lain:
a. Memajukan kerja sama bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam bidang sosial,
ekonomi, dan kebudayaan.
b. Memberantas diskriminasi ras dan kolonialisme.
c. Memperbesar peranan bangsa Asia dan Afrika di dunia dan ikut serta mengusahakan
perdamaian dunia dan keria sama internasional.
d. Bekerja sama dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya.
e. Membicarakan masalah-masalah khusus yang menyangkut kepentingan bersama seperti
kedaulatan negara, rasionalisme, dan kolonialisme.14

14
Reinhard Halomoan Sagala, “Kontribusi Konferensi Asia-Afrika (KAA) dalam Upaya Mewujudkan
Perdamaian Dunia menurut Hukum Internasional”, (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Tanjungpura,
2017), h. 43-44

15
BAB II

PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagasan untuk membentuk organisasi internasional tersebut bertujuan untuk
memelihara perdamaian dan keamanan dunia dan memperjuangkan kepentingan nasional
masing-masing, di mana organisasi internasional tersebut akan menghimpun negara dalam
suatu sistem kerja yang dilengkapi oleh organ-organ yang dapat mencegah atau
menyelesaikan sengketa yang terjadi antar mereka.

Di kawasan Timur Tengah telah ada organisasi regional yang menjamin


kemerdekaan negara Timur Tengah yaitu Liga Arab, sehingga konflik yang terjadi di
kawasan Timur Tengah merupakan kewajiban Liga Arab untuk berperan membantu
menyelesaikan sesuai dengan tujuan pendirian Liga Arab itu sendiri, begitu juga dengan
konflik Yaman yang terjadi saat ini. Liga Arab merupakan sebuah organisasi internasional
yang terdiri dari negara-negara Arab yang terdapat di wilayah Asia barat, Asia utara, dan
Afrika timur laut. Sedangkan di kawasan Afrika terdapat Uni Afrika, dan ada pula African
Circular Economy Network (ACEN) yang dibentuk pada 2016 oleh praktisi dan para ahli
untuk mempercepat pengembangan ekonomi sirkular di regional Afrika melalui
pengembangan teknologi dan inovasi yang dilakukan dengan berkolaborasi antara negara
maju dan negara berkembang.

Oleh karena itu, adanya forum kerja sama yang terjalin di antara negara-negara
Timur Tengah dan Afrika ini dapat memberikan gambaran terhadap pemerintah-pemerintah
di kawasan ini terhadap pihak-pihak mana saja yang terlibat dan program-program seperti
apa yang harus dijalankan dalam pengembangan sosial, ekonomi, demokrasi, pertahanan
dan keamanan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Jatmika, Sidik. (2016). Hubungan Internasional di Kawasan Afrika. Yogyakarta: Samudra
Biru.
Maphosa, V dan Maphosa, M. (2020). E-Waste Management in Sub-Saharan Africa: A
Systematic Literature Review. Cogent Business & Management.
https://doi.org/10.1080/23311975.2020.1814503
Nuraeni S, dkk. (2010). Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sihbudi, Riza. (2007). Menyandera Timur Tengah. Jakarta: PT. Mizan Publika.
Sumaryo, Suryokusumo. (2012). Pengantar Hukum Organisasi Internasional. Jakarta: PT.
Tatanusa.
Tahulela, A dan Ballard, H. (2020). Developing the Circular Economy in South Africa:
Challenges and Opportunities. https://doi.org/10.1007/978-981-13-7071-7_11
Skripsi
Sagala, Reinhard Halomoan. “Kontribusi Konferensi Asia-Afrika (KAA) dalam Upaya
Mewujudkan Perdamaian Dunia menurut Hukum Internasional”. Skripsi S-1 Fakultas
Hukum, Universitas Tanjungpura, 2017.
Jurnal
Az-zahra, Alifiya Faiha. “Peran Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dalam Menangani Konflik
di Kawasan Timur Tengah”. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, (Juni 2022).
S, Ahmad, dkk. “The Arab Spring: Membaca Kronologi dan Faktor Penyebabnya”, Jurnal
Hubungan Internasional, Vol. 4, No. 2, (Oktober 2015).
Q, Muhammad. “Kemandulan Rejim Organisasi Kerjasama Islam Dalam Perlindungan
Terhadap Al-Aqsha”. Jurnal Review Politik, Vol. 05 No. 01, (Juni 2015).
Website
Arab Legue, “Charter of Arab Legue” diakses pada 1 Desember 2023 dari situs web
http://www.arableagueonline.org/category/arab-league/
Singarimbun, Lukas Andri Surya. “Kerja sama Ekonomi Sirkular Afrika – Uni Eropa: Perlunya
Dukungan Kebijakan Publik dan Pengenalan Ekonomi Sirkular di Negara-Negara
Afrika”, Pusat Studi Perdagangan Dunia, Universitas Gadjah Mada, (11 April 2022),
diakses pada tanggal 5 Desember 2023 dari situs web
https://cwts.ugm.ac.id/2022/04/11/5282/
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/31247/F.%20BAB%20II.pdf?sequen
ce =6&isAllowed=y, diakses pada 1 Desember 2023

17

Anda mungkin juga menyukai