NIM : 1195010059 Kelas : SPI/IV/B Mata Kuliah : Sejarah dan Peradaban Islam III (SPI III)
Menimbang Peran Organisasi Konferensi Islam (OKI)
Latar belakang berdirinya OKI Sejarah berdirinya Organisasi Kerja Sama Islam tidak lepas dari berbagai peristiwa di Timur Tengah mengenai umat Islam. Konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina yang berlangsung lama dan tak kunjung selesai merupakan suatu yang bertali temali dengan gerakan Zionisme yang ingin mendirikan negara Yahudi di Palestina. Kemudian setelah Israel merdeka pada tahun 1948, mereka gencar malakukan pengusiran warga Palestina. Bukan hanya sebuah pengusiran yang dilakukan Isracl terhadap Palestina melainkan berbagai teror dan siksaan secara perlahan agar rakyat Palestina meninggalkan tanah aimya. (Mustafa Abd. Rahman, 2002:177) Dengan berbagai konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina sampai pada perang yang terjadi dalam merebutkan kota al-Quds (Jerussalem) pada tahun 1967, kemudian memuncak dengan kaum Radikal Yahudi yang membakar masjid al-Aqsa pada 21 Agustus 1969, membuat umat islam di seluruh dunia tersadarkan dan mulai membetuk suatu organisasi. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) merupakan organisasi internasional non militer yang didirikan di Rabat, Maroko pada tanggal 25 September 1969. Dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al Aqsha yang terletak di kota Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus 1969 telah menimbulkan reaksi keras dunia, terutama dari kalangan umat Islam. Saat itu dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak untuk mengorganisir dan menggalang kekuatan dunia Islam serta mematangkan sikap dalam rangka mengusahakan pembebasan Al Quds. Atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko, dengan Panitia Persiapan yang terdiri dari Iran. Malaysia, Niger, Pakistan, Somalia, Arab Saudi dan Maroko, terselenggara Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam yang pertama pada tanggal 22-25 September 1969 di Rabat, Maroko, Konferensi ini merupakan titik awal bagi pembentukan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Secara umum latar belakang terbentuknya OKI sebagai berikut: Tahun 1964: Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Arab di Mogadishu timbul suatu ide untuk menghimpun kekuatan Islam dalam suatu wadah internasional. Tahun 1965: Diselenggarakan Sidang Liga Arab sedunia di Jeddah Saudi Arabia yang mencetuskan ide untuk menjadikan umat Islam sebagai suatu kekuatan yang menonjol dan untuk menggalang solidaritas Islamiyah dalam usaha melindungi umat Islam dari zionisme khususnya. Tahun 1967: Pecah Perang Timur Tengah melawan Israel. Oleh karenanya solidaritas Islam di negara-negara Timur Tengah meningkat. Tahun 1968: Raja Faisal dari Saudi Arabia mengadakan kunjungan ke beberapa negara Islam dalam rangka penjajagan lebih lanjut untuk membentuk suatu Organisasi Islam Internasional. Tahun 1969: Tanggal 21 Agustus 1969 Israel merusak Mesjid Al Agsha. Peristiwa tersebut menyebabkan memuncaknya kemarahan umat Islam terhadap Zionis Israel. Seperti telah disebutkan diatas, Tanggal 22-25 September 1969 diselenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Islam di Rabat, Maroko untuk membicarakan pembebasan kota Jerusalem dan Mesjid Al Aqsa dari cengkeraman Israel. Dari KTT inilah OKI berdiri. Tujuan OKI Secara umum tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk mengumpulkan bersama sumber daya dunin Islam dalam mempromosikan kepentingan mereka dan mengkonsolidasikan segenap upaya negara tersebut untuk berbicara dalam satu bahasa yang sama guna memajukan perdamaian dan keamanan dunia muslim. Secara khusus, OKI bertujuan pula untuk memperkokoh solidaritas Islam diantara negara anggotanya, memperkuat kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek. Pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) III OKI bulan February 1972, telah diadopsi piagam organisasi yang berisi tujuan OKI secara lebih lengkap, yaitu: 1. Memperkuat/memperkokoh: a) Solidaritas diantara negara anggota b) Kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan iptek. c) Perjuangan umat muslim untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak- haknya. 2. Aksi bersama untuk: a) melindungi tempat-tempat suci umat Islam b) memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangkan haknya dan kebebasan mendiami daerahnya. 3. Bekerjasama untuk: a) menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan b) menciptakan suasana yang menguntungkan dan saling pengertian diantara negara anggota dan negara-negara lain. Prinsip OKI Untuk mencapai tujuan diatas, negara-negara anggota menetapkan 5 prinsip. yaitu: 1. Persamaan mutlak antara negara-negara anggota 2. Menghormati hak menentukan nasib sendiri, tidak campur tangan atas urusan dalam negeri negara lain. 3. Menghormati kemerdekaan. kedaulatan dan integritas wilayah setiap negara. 4. Penyelesaian setiap sengketa yang mungkin timbul melalui cara- cara damai seperti perundingan, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi. 5. Abstein dari ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap integritas wilayah, kesatuan nasional atau kemerdekaan politik sesuatu negara. Pernanan OKI Melihat latar belakang terbentuknya OKI, terdapat kesan bahwa organisasi ini bersifat dan bersikap lebih melayani kepentingan Arab dan Timur Tengah. Kesan tersebut tidak dapat dipungkiri sepenuhnya, kurena: Pertama, salah satu persoalan dan kemelut dunia yang menjadi perhatian masyarakat internasional terjadi di kawasan Arab dan Timur Tengah. Kedua, dalam OKI persoalan Timur Tengah dan Palestina terlihat lebih menonjol karena terkait didalamnya pembicaraan dan desakan yang bernafaskan kepentingan agama dan umat Islam seluruh dunia. Perlu diingat bahwa hampir separuh dari negara anggota OKI adalah negara- negara Arab. Meskipun demikian, masalah-masalah internasional lainnya semakin mendapat perhatian yang proporsional. Dalam masalah politik. OKI memberi perhatian dalam konflik India Pakistan, masalah Afrika Selatan, Philipina Selatan, Afghanistan, dan lain-lain. Dalam bidang ekonomi telah dikumpulkan "Dana Konsolidasi Program Pembangunan Dunia Islam", Hal ini untuk menunjang progaram-program pembangunan negara anggota OKI. Pengumpulan dana tersebut telah melahirkan "Rencana Aksi untuk memperkuat kerjasama ekonomi diantara negara-negara anggota OKI". Selain itu, dalam pengembangan sosial budaya, OKI telah membentuk banyak Badan-Badan Subsider seperti misulnya yang menangani masalah pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, hukum. kebudayaan, yang tugasnya hampir menyerupai badan-badan khusus PBB. Diantara badan-badan subsider ini antara lain adalah: Komisi Internasional Peninggalan Kebudayaan Islam yang menangani masalah-masalah yang menyangkut pemeliharaan hasil-hasil budaya Islam yang ada di negara- negara Islam; Akademi Fikih Islam yang bertujuan mempelajari masalah- masalah yang menyangkut kehidupan "ijtihad" yang berasal dari tradisi Islam: Komisi Hukum Islam Internasional guna menyumbangkan kemajuan prinsip-prinsip Hukum Islam beserta kodifikasinya; dan lain-lain. Peran Indonesia Didalam OKI Sesuai dengan Artikel VIII Piagam OKI yang menyangkut keanggotaan dijelaskan bahwa organisasi terdiri dari negara-negara Islam yang turut serta dalam KTT yang diadakan di Rabat dan KTM-KTM yang diselenggarakan di Jeddah, Karachi serta yang menandatangani Piagam. Kriteria yang dirancang oleh Panitia Persiapan KTT I adalah bahwa "Negara Islam" adalah negara yang konstitusional Islam atau mayoritas penduduknya Islam. Semua negara muslim dapat bergabung dalam OKI. Keanggotaan Indonesia di dalam OKI adalah unik. Pada tahun-tahun pertama, kedudukan Indonesia dalam OKI menjadi sorotan baik di kalangan OKI sendiri maupun di dalam negeri. Indonesia menjelaskan kepada OKI bahwa Indonesia bukanlah negara Islam secara konstitusional dan tidak daput turut sebagai penandatangan Piagam. Tetapi Indonesia telah turut sejak awal dan juga salah satu negara pertama dan yang turut berkecimpung dalam kegiatan OKI. Kedudukan Indonesia disebut sebagai "partisipan aktif". Status, hak dan kewajiban Indonesia sama seperti negara-negara anggota lainnya. Sebagai negara yang berfalsafah Pancasila dan sebagai negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, maka Indonesia patut menyambut positif setiap usaha untuk meningkatkan derajat, status sosial dan kesejahteraan serta kemakmuran umat Islam seperti yang menjadi tujuan Konferensi, terutama dalam hal-hal yang bermanfaat bagi usaha- usaha pembangunan dalam segala bidang yang merupakan program utama Pemerintah Indonesia. Selain untuk memperoleh manfaat bagi kepentingan nasional Indonesia, keikutsertaan Indonesia diharapkun dapat menggalang dukungan bagi kepentingan Indonesia di forum-forum internasional lainnya, baik yang menyangkut bidang politik maupun bidang ekonomi dan sosial budaya. Tujuan-tujuan dan prinsip-prinsip yang tertera dalam Piagam OKI menunjukkan semangat yang sejalan dengan prinsip Bandung dan Non Blok, khususnya dalam rangka pengembangan solidaritas dan tekad menghapuskan segala bentuk kolonialisme serta sikap tidak campur tangan di dalam urusan dalam negeri masing-masing negara anggota. Peranan Indonesja selama ini dinilai oleh negara-negara anggota lainnya sangat positif dan konstruktif. Hal ini tidak berlebihan jika dilihat bahwa banyak pertentangan kepentingan antara kelompok-kelompok "progresif revolusioner" dengan kelompok "konservatif/moderat" dapat dijembatani oleh Indonesia. Hal ini dimungkinkan antara lain oleh sikap tidak memihak RI terhadap sengketa regional Arab. Sebagai peserta, Indonesia telah berperan secara aktif dalam OKI, baik dalam kegiatannya maupun dengan sumbangan yang diberikan kepada organisasi ini dalam rangku meningkatkan kesetiakawanan diantara anggota OKI, disamping untuk membina kerjasama di bidang ekonomi, sosial budaya dan bidang-bidang lainnya yang semuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan nasional Indonesia di segala bidang. Alasan masuknya Indonesia di dalam OKI Pada KTT III tahun 1972 di Jeddah, Saudi Arabia, Indonesia secara resmi menjadi anggota OKI dan turut menandatangani piagam OKI. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Indonesia termasuk salah satu negara anggota OKI pemula. Bahkan didalam pertemuan-pertemuan resmi, Indonesia dianggap telah menjadi anggota OKI sejak tahun 1969. Bagi Indonesia keterlibatannya didalam OKI merupakan kesempatan yang baik dalam rangka pengembangan ekonomi/ perdagangan diantara sesama negara-negara OKI terutama dalam kaitannya dengan kepentingan pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia, khususnya dalam peningkatan ekspor non migas. Beberapa alasan masuknya Indonesia di dalam OKI, antara lain : 1. Secara obyektif, Indonesia ingin mendapatkan hasil yang positif bagi kepentingan nasional Indonesia. 2. Indonesia merupakan negara yang sebagian besar penduduknya beragama Islam meskipun secara konstitusional tidak merupakan negara Islam. 3. Dari segi jumlah penduduk yang beragama Islanm, maka jumlahnya merupakan jumlah penduduk beragama Islam terbesar di dunia. 4. Indonesia menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif sehingga dapat diterapkan dalam organisasi-organisasi internasional termasuk OKI sejauh tidak menyimpang dari kepentingan nasional Indonesia. Terdapat kesamaan pandangan antara OKI dan Indonesia, yaitu sama-sama memperjuangkan perdamaian dunia berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, disamping kepentingan dalam bidang perekonomian dan perdagangan. Kepentingan Indonesia didalam OKI 1. Menyangkut masalah politis dimana Indonesia sebagai salah satu negara berkembang berpijak pada politik luar negeri yang bebas dan aktif. 2. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, ikut menggalang solidaritas Islamiyah. 3. Menarik manfaat bagi kepentingan pembangunan Indonesia, khususnya dalam kerjasama ekonomi dan perdagangan di antara negara-negara anggota OKI. Konflik Palestina Dan Peran Strategis OKI Syamsudin Kadir' menjelaskan, di Palestina kekerasan masih terus terjadi. Konflik Palestina- Israel yang bemuansa kekerasan sebetulnya sudah terjadi sejak lama dengan berbagai Iatar sebab. Walau demikian. bukan berarti tak ada solusi bagi terwujudnya perdamaian bumi para nabi itu. Di saat dunia Barat lesu menghadapi guncangan ekonomi dan budaya, serta Jazirah Arab masih dilanda konflik sosial dan politik, maka kekuatan Dunia Islam semisal Organization of Islamic Conference (OlC) yang dikenal dengan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) didesak untuk mengambil peran penting dalam penyelesaian konflik. Sebagaimana yang dilansir berbagai media massa, pada 6-7 Maret 2016 negara-negara yang tergabung dalam OKI kembali mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa di Jakarta, OKI sendiri dideklarasikan melalui Deklarasi Rabat di Maroko pada 25 September 1969 dengan anggota 25 negara sebagai respon terhadap pembakaran Masjid Al-Aqsha oleh Israel ketika itu. Kini jumlah negara yang tergabung dalam OKI mencapai 57 negara. OKI sendiri didirikan berdasarkan keyakinan agama Islam dan nilai-nilai Juhur universal kemanusiaan seperti penghormatan terhadap hak azasi manusia (HAM), kerjasama politik, ekonomi. dan sosial- budaya, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, melindungi tempat- tempat suci Islam dan membantu perjuangan kemerdekaan dan kedaulatan Palestina dari jajahan Israel. Peran Srategis Dalam berbagai pertemuan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan bahwa KTT Luar Biasa yang berlangsung sebagai respon terhadap permintaan Presiden Palestina Mahmud Abas yang mengangkat tema "United for a Just Solution" kali ini diharapkan akan menghasilkan. resolusi yang akan memuat pernyataan dan komitmen politik negara anggota OKI dan Jakarta Declaration (Deklarasi Jakarta) yang memuat sejumlah rencana aksi penyelesaian isu Palestina dan Al-Quds Al-Syarif dengan enam isu utama: masalah perbatasan, pengungsi Palestina, sengketa Kota Yerusalem, permukiman ilegal, keamanan, dan akses air bersih. Pada KTT Luar Biasa kali ini ada beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh oleh OKI dan Indonesia. Pertama, menyolidkan negara- negara OKI dan meneguhkan Islam sebagai agama rahmatan lil'alamin. Dalam situasi konflik yang tak berkesudahan di kawasan Timur Tengah (termasuk di Palestina) dan fenomena islamfobia di beberapa negara Barat, negara-negara OKI perlu memperteguh konsolidasi sesama negara OKI dan memproklanmirkan secara masif Islam yang damai secara damai pula. Bahwa umat Islam sejatinya dapat berdialog dan berdampingan secara damai dan terbuka dengan berbagai elemen kemanusiaan lintas latar belakang. Schingga perdamaian global pun sejatinya dapat diwujudkan secara bersama-sama dengan negara manapun di belahan bumi ini. Kedua, menegaskan peran OKI dalam menyelesaikan konflik Palestina, terutama dalam mengintervensi Israel. Mesti diakui bahwa Israel telah melanggar hukum HAM internasional dan berbagai resolusi Perserikatan Bagsa-Bangsa (PBB). karena telah menjajah Palestina yang scharusnya memiliki hak untuk merdeku dan menjalankan pemerintahanya secara bebas-aktif. Atas dasar itu, OKI mesti mendesak dan mendukung laporan Palestina kepada Mahkamah Pidana Internasional (Intemastional Criminal Court, ICC) untuk melakukan penyidikan atas kejahatan perang dan kejahatan atas kemanusiaan yung dialukan Israel dan memperkuat kapasitas pemerintah dan rakyat Palestina di segala sektor (pendidikan, kesehatan, pemerintahan, r dan lain-lain). Ketiga, mendesak negara-negara Barat dan PBB agar bersikap tegas kepada Israel. Mesti diakui bahwa selama ini negara-negara Barat dan PBB kerap menghambat resolusi perdamaian. Mereka sangat lamban dan mandul dalam menyelesaikan konflik Palestina-Israel. Dengan hak vetonya, Amerika Serikat dengan begitu mudahnya mementahkan semua keputusan Dewan Keamanan dan Sidang Umum PBB (Adian Husaini, 2004). Bahkan negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris turut menopang dan memelihara konflik dengan mendukung dan menyumbang besar terhadap penyediaan persenjataan Israel dalam melancarkan agresinya selama puluhan tahun. Dalam kondisi demikian, OKI mesti meyakinkan negara-negara Barat dan PBB bahwa sikap adil dan tegas adalah prinsip sekaligus kunci perdamaian sejati. Keempat, memperkuat posisi dan peran Indonesia dalam percaturan global. termasuk dalam lingkup OKI dan PBB. Indonesia memegang tanggungjawab besar atas berlangsung dan efektivitas OKI sebagai media perjuangan negara-negara Islam di tengah tarik-menarik kepentingan global dalam menyelesaikan konflik di berbagai negara berbasis muslim, terutama di Palestina. Sebagaimana diungkapkan Bung Karno padu 1 Juni 1945-sebagaimana yang dikutip olch Yudi Latif dalam "Negara Paripurna" (2012: 239) "Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia, tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa". Selain terikat pada tujuan OKI, Pembukaan UUD 1945 telah menegaskan peran dan tanggungjawab Indonesia untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Demikian juga dengan Deklarasi Universal HAM yang menegaskan bahwa pengakuan dan penghormatan atas hak azasi manusia adalah da kemerdekaan, keadilan dan perdamaian dun Termasuk Statuta Roma yang mengatur tentang Mahkamah Pidana Internasional yang mengatur soal hukuman atas suatu negara atau kekuatan bersenjata terhadap negara atau masyarakat sipil. Salah satu kemajuan signifikan peran OKI, terutama Indonesia dalam proses menuju kemerdekaan yang hakiki bagi Palestina adalah diakuinya Palestina sebagai salah satu negara anggota PBB melalui resolusi Sidang Umum PBB di New York pada 10 September 2015 silam. Suatu kemajuan yang seharusnya menambah optimisme OKI dan Indonesia untuk berperan lebih maksimal hingga Palestina benar-benar merdeka Di atas segalanya, perhelatan KTT Luar Biasa kali ini akan menjadi salah satu pengujian paling akurat atas peran Indonesia-dalam hal ini pemerintahan Jokowi-JK-dalam memperjuangkan Palestina sebagaimana yang disampaikan pada momentum Pilpres lalu, Kita berharap agar aksi politik luar negeri Indonesia kali ini sungguh- sungguh. tulus, serius, dan berjangka panjang, terutama untuk mengamini kehendak konstitusi, para pendiri bangsa dan negara serta seluruh rakyat Indonesia yaitu melaksunakan ketertiban dunia yang berdasarkan. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, termasuk memerdekakan Palestina dari jajahan Israel.