Anda di halaman 1dari 7

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI

KERJASAMA ISLAM

Organisasi Kerjasama Islam (OKI)

KELOMPOK 5 :
1. SANIA PUTRI MUARDILA
2. SELVI
3. SITI JUNISYAH R. TUWO
4. SITI MAWADDAH I. HADI
5. SUCI AYU MAHARANI
6. SULTHANA TIARA SANTY
7. VINI SAFERIYA
8. TRI CHAHYANI HUSAIN
9. ZIKRU AKBAR ISNAIN
1. Organisasi Kerjasama Islam (OKI)
a. Latar Belakang berdirinya OKI
Pada awal pendirian Organisasi Kerjasama Islam difokuskan untuk
menemukan solusi konflik Timur Tengah, yang melibatkan Dunia Arab dan
Israel. Akan tetapi dalam perkembangannya, OKI ikut mengurusi berbagai
permasalahan di negara-negara mayoritas muslim atau pun minoritas
muslim. Organisasi Kerjasama Islam yang semula bernama Organisasi
Konferensi Islam ini dibentuk berdasarkan KTT Islam pertama yang
diselenggarakan pada tanggal 22-25 September 1969 di Rabat, Maroko.
KTT ini melahirkan Organisasi Konferensi Islam (OKI) atau Organization
of the Islamic Conference (OIC), yang secara resmi diproklamasikan pada
bulan Mei 1971. OKI merupakan satu-satunya organisasi antar pemerintah
yang mewakili umat Islam dunia. Organisasi ini beranggotakan 57 negara
termasuk Indonesia, yang mencakup tiga kawasan yaitu Asia, Arab dan
Afrika.
Pada awal pembentukannya, terdapat empat tujuan utama dari OKI,
yaitu:
1. Untuk menggalang solidaritas Islam dikalangan para anggotanya.
2. Konsolidasi dan kerjasama dikalangan para anggotanya di bidangbidang
ekonomi, sosial, budaya, iptek, dan bidang-bidang lain yang dianggap
penting.
3. Melakukan konsultasi dan kerja sama dikalangan negara-negara anggota
di berbagai organisasi internasional.
4. Mengeliminasi diskriminasi rasial dan kolonialisme dalam segala
bentuknya.

b. Struktur Keanggotaan OKI


Berdasarkan Pasal VIII Piagam OKI, maka negara-negara yang
secara otomatis menjadi anggota adalah yang memenuhi tiga persyaratan
berikut:
1. Semua negara yang berpartisipasi dalam KTT Islam pertama di Rabat.
2. Semua negara yang berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Menteri
Luar Negeri negara-negara Islam di Jeddah, Arab Saudi (23-25 Maret
1970) dan di Karachi Pakistan (26-28 Desember 1970).
3. Semua negara yang ikut menandatangani dan mengesahkan Piagam
OKI.
Sementara negara-negara Islam yang tidak memenuhi sebagian atau
semua persyaratan di atas, tetap dapat menjadi anggota OKI dengan
mengajukan permohonan untuk bergabung dan permohonan itu harus
disetujui minimal dua pertiga negara anggota OKI lainnya pada saat
berlangsungnya Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri pertama setelah
permohonan diajukan.
Selain syarat untuk menjadi anggota, OKI juga memiliki
prinsipprinsip keanggotaan sebagai berikut:
1. Adanya persamaan kedudukan, hak, dan kewajiban di antara
negaranegara anggota.
2. Menghormati hak menentukan sendiri dan tidak campur tangan dalam
masalah-masalah domestik yang terjadi di negara-negara anggota.
3. Menghormati kedaulatan, kemerdekaan, dan integritas wilayah setiap
negara anggota.
4. Menyelesaikan setiap konflik yang muncul dengan menggunakan
caracara damai seperti negosiasi, mediasi, rekonsiliasi atau arbitrasi.
5. Tidak mengancam atau menggunakan kekerasan terhadap integritas
wilayah, persatuan nasional atau kemerdekaan politik negara anggota.
Di dalam OKI terdapat tiga badan utama pengambil keputusan,
pertama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), kedua Konferensi Para Menteri
Luar Negeri, ketiga Sekretariat Jenderal. Namun pada KTT di Taif Arab
Saudi diputuskan untuk mendirikan Mahkamah Hukum Islam Internasional
sebagai organ keempat OKI. Mahkamah ini dirancang sebagai organ hukum
utama dalam organisasi, dan untuk menyelesaikan sengketa di antara
anggota.
Fungsi pengambil keputusan tertinggi ada pada KTT. Di bawahnya
adalah konferensi para Menteri Luar Negeri. Tingkat ketiga adalah
Sekretariat Jenderal yang berkedudukan di Jeddah. Jabatan Sekretariat
Jenderal dipilih oleh konferensi tingkat Menteri Luar Negeri untuk jabatan
empat tahun dan maksimal dua periode kepemimpinan.
Selain keempat badan tersebut, OKI juga membentuk komite khusus
untuk menindaklanjuti kebijakan yang telah dibuat. Keenam badan tersebut
adalah:
1. Komite al-Quds.
2. Komite Tetap Bidang Keuangan.
3. Komite Islam untuk Masalah-Masalah ekonomi, Kebudayaan dan
Sosial.
4. Komite Kerjasama Ilmu Pengetahuan dan Teknik.
5. Komite Kerjasama Ekonomi dan Perdagangan.
6. Komite kerja untuk Masalah-Masalah Informasi dan Kebudayaan.
Selain enam komite khusus yang telah disebutkan, OKI juga
membentuk organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang bergerak di
bidang ekonomi dan pembangunan, yakni:
1. Bank Pembangunan Islam (IDB)
2. Kamar Dagang, Industri dan Pertukaran Komoditi Islam.
3. Yayasan Islam bagi Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pembangunan.
4. Pusat Latihan dan Riset Statistik, Ekonomi, dan Sosial Negara-Negara
Islam.
5. Pusat Islam bagi Riset dan Latihan Teknik dan Kejuruan.
6. Pusat Islam bagi Pembangunan dan Perdagangan.
7. Dewan Penerbangan Sipil Islami.
8. Asosiasi Pemilik Kapal Islami.
Hingga tahun 2016, OKI mempunyai 57 anggota. Siprus Turki dan
Front Pembebasan Bangsa Moro (MNLF) secara teratur hadir sebagai
peninjau. PBB, Organisasi Persatuan Afrika, dan Liga Arab juga secara
teratur mengirimkan utusan tingkat tingginya. Selain itu Liga Dunia
Muslim, Masyarakat Dakwah Islami, dan Majelis Pemuda Muslim seDunia,
masuk sebagai anggota OKI dari unsur non-pemerintah.
Sampai tahun tahun 2016, OKI telah mengadakan 13 kali KTT, yaitu
di Rabat (1969, Lahore (1974), Ta’if/Mekkah (1981), Casablanca (1984),
Kuwait (1987), Dakar (1991), Casablanca (1994), Teheran (1997), Doha
(2000), Putrajaya, Malaysia (2003), Dakar (2008), Kairo (2013), dan Turki
(2016). Selain KTT rutin, OKI tercatat telah 5 kali menyelenggarakan KTT
luar biasa, yakni di Islamabad (1997), Doha (2003), Mekkah (2005 dan
2012), dan Jakarta (2016). KTT luar biasa diselenggarakan jika ada
masalah-masalah mendesak yang perlu segera diselesaikan.
Pada Konferensi Tingkat Menteri Luar Negeri OKI ke-38 di
Kazakhstan pada 29-30 Juli 2011, konferensi bersepakat untuk mengubah
logo OKI dan kepanjangan dari OKI yang tadinya Organisasi Konferensi
Islam menjadi Organisasi Kerjasama Islam. Adapun perubahan logo OKI
dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 1. Perubahan Logo OKI


(Sumber: news.okezone.com dan ilmupengetahuanumum.com)

c. Peran Indonesia dalam Organisasi Kerjasama Islam


Krisis politik yang melanda negara-negara anggota OKI sejak awal
Januari 2011 menunjukkan bahwa dunia Islam saat ini membutuhkan role
of model dalam proses transisi dan demokrasi. Sebagai salah satu anggota
OKI dengan jumlah penduduk mayoritas beragama Islam terbesar di dunia,
Indonesia dituntut untuk memberikan kontribusi nyata dalam upaya
mencapai perdamaian di kawasan Timur Tengah. Indonesia dipandang
mampu untuk berperan sebagai teladan (role of model) bagi keserasian
antara Islam, modernitas dan demokrasi damai, serta sebagai bridge builder
hubungan Barat dan Islam.
Peran aktif Indonesia dalam OKI diantaranya:
1. Pada tahun 1993 Indonesia menerima mandat sebagai ketua
Committee of Six, yang bertugas memfasilitasi perundingan damai
antara Moro National Liberation Front (MNLF) dengan pemerintah
Filipina.
2. Pada tahun 1996, Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat
Menteri (KTM OKI) ke-24 di Jakarta.
3. Indonesia juga memberikan kontribusi untuk mereformasi OKI
sebagai wadah untuk menjawab tantangan umat Islam memasuki
abad ke-21. Pada penyelenggaraan KTT OKI ke-14 di Dakar
Senegal, Indonesia mendukung pelaksanaan OIC's Ten-Year Plan of
Action. Dengan diadopsinya piagam ini, Indonesia memiliki ruang
untuk lebih berperan dalam memastikan implementasi reformasi
OKI tersebut. Indonesia berkomitmen dalam menjamin kebebasan,
toleransi dan harmonisasi serta memberikan bukti nyata akan
keselarasan Islam, demokrasi dan modernitas.
4. Indonesia menjadi tuan rumah KTT OKI 2016 yang menghasilkan
Deklarasi Jakarta yang salah satu isinya berupa dukungan terhadap
Palestina dan Al-Quds Al-Sharif (Yerusalem).
5. Mendorong negara negara islam untuk memperhatikan dan mencari
jalan keluar untuk menyelesaikan konflik antara Palestina-Israel.
6. Mereformasi OKI sebagai wadah untuk menjawab tantangan umat
islam memasuki abad ke XXI
Gambar 2. KTT OKI 2016 yang digelar di Jakarta sebagai salah satu
bentuk peran aktif Indonesia dalam Organisasi OKI

Anda mungkin juga menyukai