Anda di halaman 1dari 4

ORGANISASI KERJA SAMA ISLAM (OKI)

INFORMASI UMUM

1. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dibentuk setelah para pemimpin sejumlah
negara Islam mengadakan Konferensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22 - 25
September 1969, dan menyepakati Deklarasi Rabat yang menegaskan keyakinan
atas agama Islam, penghormatan pada Piagam PBB dan hak asasi manusia.
Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas
berbagai masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah terjadinya
pembakaran sebagian Masjid Suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969.

2. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk meningkatkan solidaritas Islam di


antara negara anggota, mengoordinasikan kerja sama antar-negara anggota,
mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi
tempattempat suci Islam dan membantu perjuangan rakyat Palestina. OKI
beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk mayoritas muslim di kawasan
Asia dan Afrika.

3. Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan


pada masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI
menjelma sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerja sama
di berbagai bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan antar
negara-negara muslim.

4. Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota


OKI memandang pentingnya terlaksananya Reformasi OKI berikut penataan
kembali prioritas organisasi di masa mendatang.

5. Sejalan dengan keinginan tersebut, OKI mengesahkan OIC-2025 Programme of


Action pada 2016. Dokumen tersebut program prioritas OKI, beserta Prinsip dan
Tujuan-tujuan utama. Sejumlah isu yang masuk menjadi prioritas antara lain
Palestina, kontra-terorisme dan Islamofobia, perdamaian dan keamanan,
pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, serta sains, teknologi, dan
inovasi.

6. Dalam mencapai prioritas-prioritasnya, OKI akan mendasarkan diri pada sejumlah


Prinsip seperti solidaritas Islam, kemitraan, dan kerja sama; good governance;
serta koordinasi yang efektif dan sinergi.
7. Badan pengambil keputusan tertinggi OKI adalah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Islam (Islamic Summit) yang diselenggarakan dua tahun sekali. KTT Islam terakhir
kalinya diselenggarakan di Makkah, pada 31 Mei 2019. KTT tersebut antara lain
mengesahkan Resolusi Palestina dan Al Quds Al Sharif, yang intinya menegaskan
kembali komitmen dunia Islam dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina.

8. Di bawah KTT Islam, badan pengambil keputusan penting berikutnya adalah


Konferensi Tingkat Menteri (KTM) OKI (Conference of Foreign Ministers), yang
diselenggarakan setahun sekali. Hingga Desember 2022, KTM terakhir
diselenggarakan di Islamabad, Pakistan, pada 23 Maret 2022. KTM tersebut
mengesahkan sejumlah dokumen, di antaranya Islamabad Declaration yang
mengulas berbagai isu prioritas bagi OKI.

9. Selain pertemuan tingkat menteri luar negeri dan KTT, OKI juga mengadakan
pertemuan kementerian sektoral seperti pariwisata, tenaga kerja, kesehatan, dan
kebudayaan. OKI memiliki enam badan subsider, di antaranya Statistical,
Economic, Social Research and Training Center for Islamic
Countries (SESRIC), Islamic University of Technology, dan International Islamic
Fiqh Academy. Terdapat pula badan-badan khusus yang keanggotaannya bersifat
opsional, seperti Islamic Educational, Scientific, and Cultural
Organization dan Islamic Organization for Food Security.

KIPRAH INDONESIA DI OKI

1. Keanggotaan Indonesia di OKI secara prinsip adalah refleksi dinamika nasional


sebagai negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia. OKI juga sangat
mengedepankan prinsip hukum internasional, utamanya non-intervensi dan
integritas wilayah negara. Hal ini sejalan dengan posisi nasional Indonesia.

a. Indonesia sebagai negara demokrasi dengan penduduk beragama Islam


terbesar, senantiasa berperan aktif dalam memajukan konsep Islam
sebagai Rahmatan lil Alamin.
b. OKI merupakan salah satu forum internasional di mana RI dapat
menyuarakan multilateralisme, penghormatan pada hukum internasional,
dan situasi yang mengancam perdamaian internasional, seperti isu
Palestina dan konflik di Myanmar.
c. Sebagai Co-Chair OIC Contact Group on Peace and Dialogue (OIC
CGPD), Indonesia akan terus mendorong isu perdamaian dan dialog dalam
menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi dunia Islam, khususnya isu
Islamophobia.
d. Indonesia akan terus mendorong terciptanya perdamaian dan pemberian
bantuan kemanusiaan di negara anggota OKI yang tengah mengalami
krisis dan konflik, seperti yang tengah terjadi di Afghanistan.

2. Sejalan dengan posisi prinsip di atas, OKI merupakan salah satu forum yang
digunakan Indonesia untuk menyuarakan dukungan kepada rakyat Palestina.
Indonesia adalah anggota Committee on Al-Quds (Yerusalem) OKI yang dibentuk
pada tahun 1975.

3. Pada 25 April 2022, atas inisiatif Indonesia, diselenggarakan Open-ended


Extraordinary Meeting of the OIC Executive Committee at the level of Permanent
Representatives di Markas OKI, Jeddah. Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk
menanggapi kekerasan yang dilakukan pemukim dan aparat Israel terhadap
warga Palestina di kompleks Masjid Al Aqsa, pada bulan Ramadhan 2022.

4. Pertemuan menyepakati Final Communique yang isinya antara lain menekankan


bahwa Masjid Al Aqsa adalah red line bagi OKI, OKI tidak akan mentolerir
perubahan status atas Al Aqsa (hanya umat Islam yang dapat beribadah di
Kompleks Masjid Al Aqsa).

5. Pada 22 September 2022, di sela-sela Sidang ke-77 Majelis Umum PBB,


diselenggarakan Annual Coordination Meeting OKI pada tingkat menlu. Menlu RI
hadir dalam pertemuan ini dan sampaikan desakan agar OKI dorong dicapainya
break through dalam proses perdamaian.

6. Melalui OKI, Indonesia juga memberi perhatian pada dinamika di Afghanistan.


Pada 19 Desember 2021, OKI menyelenggarakan Konferensi Tingkat Menteri
Luar Biasa (KTM-LB) di Islamabad, Pakistan. Menlu RI menghadiri KTM LB ini.

7. KTM-LB menyepakati resolusi mengenai situasi kemanusiaan di Afghanistan,


yang intisarinya antara lain:

a. Mendesak Afghanistan untuk menghormati tanggung jawabnya sesuai


hukum internasional dan prinsip Islam, khususnya mengenai hak anak,
perempuan, lanjut usia, dan orang berkebutuhan khusus;
b. Mendesak Afghanistan untuk tidak menjadikan wilayahnya sebagai safe
heaven bagi teroris;
c. Mendesak dunia internasional untuk segera menyalurkan
bantuan kemanusiaan;
d. Pembentukan Afghanistan Humanitarian Trust Fund di bawah koordinasi
Islamic Development Bank, untuk mendukung pembangunan di
Afghanistan;
e. Komitmen OKI untuk berperan dalam penyaluran bantuan dan
melakukan engagement dengan pihak-pihak internasional lainnya.

8. Pada 20-24 Juni 2022, International Islamic Fiqh Academy dan Sekretariat OKI
mengorganisir kunjungan ulama dari beberapa negara anggota OKI, termasuk
Indonesia, untuk berkunjung ke Kabul dan berdialog dengan ulama Afghanistan.
Isu utama yang dibahas adalah toleransi dan moderasi serta hak perempuan
dalam Islam, termasuk akses pendidikan.

9. Selain penguatan perdamaian dunia, Indonesia juga aktif dalam kerja sama
ekonomi dan pembangunan OKI, yang dikoordinir oleh Standing Committee for
Economic and Commercial Cooperation (COMCEC). Pertemuan Tingkat Menteri
COMCEC diselenggarakan pada 26-29 November 2022, yang antara lain
membahas upaya negara anggota dalam menangani tantangan ekonomi dan
social akibat pandemi Covid-19.

10. Sejalan penanganan pasca pandemi, pada Agustus 2022 Indonesia menjadi tuan
rumah pelatihan bagi peneliti dari sejumlah negara OKI yang ingin mempelajari
teknologi pembuatan vaksin. Pelatihan tersebut dikoordinir oleh Standing
Committee for Scientific and Technological Cooperation (COMSTECH). Pelatihan
tersebut sejalan dengan posisi Indonesia sebagai Centre of Excellence for
Vaccine and Biotechnology.

Sumber: https://kemlu.go.id/portal/id/read/129/halaman_list_lainnya/organisasi-kerja-
sama-islam-oki

Anda mungkin juga menyukai