Anda di halaman 1dari 4

Nama : Farhan Arbiawan Dimas

NIM : 2020.70233.009
Mata Kuliah : Dakwah dan Dunia Islam
Semester :5
Program Studi : Komunikasi Penyiaran Islam (KPI)
Dosen Pengampu : Ust. Teten Romly Qomaruddien, M.A

Pertanyaan
1. Sebagai bagian dari dunia Islam, Indonesia termasuk anggota negara-negara OKI.
Jelaskan Peran Dr. Mohammad Natsir dalam membawa Indonesia di tengah
problematika dan tantangan dakwah global !

Jawaban
Organisasi Kerjasama Islam (dulu dikenal dengan Organisasi Konferensi Islam) atau OCI
(Organization Of Islamic Cooperation) adalah organisasi internasional terbesar ke-2 setelah
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). OKI merupakan suara kolektif dunia muslim.
OKI terbentuk pada tanggal 25 September 1969, setelah para pemimpin dari berbagai
Negara Islam mengadakan konferensi di Rabat, Maroko, pada tanggal 22-25 September 1969.
OKI yang tadinya bernama Organisasi Konferensi Islam kini berubah nama menjadi Organisasi
Kerjasama Islam pada tanggal 28 Juni 2011.
Pembentukan OKI semula didorong oleh keprihatinan negara-negara Islam atas berbagai
masalah yang diahadapi umat Islam, khususnya setelah unsur Zionis membakar bagian dari
Masjid Suci Al-Aqsa pada tanggal 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan
untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengoordinasikan kerja sama
antarnegara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi
tempat-tempat suci Islam dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang
merdeka dan berdaulat. OKI saat ini beranggotakan 57 negara Islam atau berpenduduk
mayoritas muslim di kawasan Asia dan Afrika.
Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada
masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma sebagai
suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerja sama di berbagai bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan antar negara-negara muslim di seluruh dunia.
Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI memandang
revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendesak. Semangat dan dukungan terhadap
perlunya revitalisasi OKI dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa struktur dan kinerja organisasi
OKI dinilai belum efisien dan efektif. Dalam kaitan ini, telah diadakan rangkaian pertemuan
yang berhasil mengkaji dan melakukan finalisasi TOR restrukturisasi OKI yang disiapkan oleh
Malaysia.
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan (KTT) ke-10 di Putrajaya,
Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI sepakat untuk memulai upaya konkret dalam
merestrukturisasi Sekretariat OKI, terutama pada empat aspek, yaitu perampingan struktur,
metodologi, peningkatan kemampuan keuangan, dan sumber daya manusia. KTT Luar Biasa
OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi, pada 7-8 Desember 2005 telah mengakomodasi keinginan
tersebut yang dituangkan dalam bentuk Macca Declaration dan OIC 10-years Program of
Actions yang meliputi restrukturisasi dan reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru
yang diharapkan dapat dilaksanakan sebelum tahun 2015.
Muhammad Natsir lahir di Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, pada
tanggal 17 Juli 1908 bertepatan dengan hari Jum’at 17 Jumadil Akhir 1326 H. Beliau adalah
anak ketiga dari empat bersaudara yang lahir dari sepasang inspirasi mulia yang berasal dari
Maninjau, Muhammad Idris Sutan Saripado dan Khadijah. Ayahnya adalah seorang pegawai
rendah yang pernah menjadi juru tulis di kantor Kontroler di maninjau.
Natsir telah menorehkan peran diplomasi Indonesia dan dunia Islam yang sangat luar
biasa. Bahkan sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, Natsir sudah berjuang
melawan penindasan global untuk mewujudkan perdamaian dunia: sebuah prinsip yang sangat
melekat dengan fondasi politik bebas aktif Indonesia. Tak heran, Natsir dijuluki sebagai tokoh
dunia Islam atas perjuangannya di kancah internasional.
Pada tahun 1941, Natsir yang saat itu berusia 33 tahun, telah menulis penindasan Israel
terhadap Baitul Maqdis dengan prespektif hukum internasional. Natsir saat itu mengkritik sikap
perdana menteri Afrika Selatan periode 1919-1924 dan 1939-1948 Jan Smuts yang menyebut
Balfour Declaration telah sesuai dengan hukum internasional. Natsir menegaskan bahwa hukum
internasional tidak dapat dipakai untuk melegitimasi penjajahan dan pelanggaran terhadap
kedaulatan suatu bangsa.
Natsir pun menyuarakan prinsip politik bebas aktif dalam isu Palestina yang tidak pro
Amerika maupun Rusia karena bagi Natsir, keduanya berperan dalam mendukung eksisensi
Israel di Timur Tengah. Saat mengkritik AS, Natsir mempertanyakan dualism AS dalam
merespon isu HAM yang dinilainya diam saat melihat penjajahan Israel atas tanah Palestina.
Sebaliknya Natsir juga mengkritik tindakan Rusia dalam menyikapi problem Israel di
Timur Tengah. Natsir mengkritik Rusia yang tidak berani berhadapan langsung dengan Israel
karena tidak rela jika Israel dienyahkan. Bagi Natsir, Rusia dan AS sama-sama berpihak kepada
Israel hanya beda cara.
Sikap Natsir yang tengah memperjuangkan saudara seimannya di tanah Palestina
sekaligus membawa nama Indonesia atau menjadi delegasi atas permasalahan dunia yang terjadi
di tanah Palestina.
Selain itu, pada tahun 1954, Natsir menelurkan resolusi Muktamar VII Partai Masyumi
yang mengangkat upaya diplomasi terhadap kemerdekaan Maroko, Tunisia, Aljazair yang saat
itu dijajah oleh Perancis. Masyumi mendesak agar PBB dan anggota-anggotanya menggunakan
pengaruhnya untuk mengakhiri penderitaan rakyat di Negara-negara Afrika itu.
Natsir pun menjadi Ketua Komite Solidaritas Perjuangan Aljazair dan Badan Pembantu
Perjuangan Rakyat Tunisia. Di Badan perjuangan bagi Tunisia ini, Natsir melibatkan para
pemimpin parpol lainnya seperti Partai Kristen Indonesia dan Partai Sosialis Indonesia agar
urusan perjuangan bangsa Tunisia ini menjadi foreign policy seluruh lapisan bangsa Indonesia.
Sebuah kebijakan dan butir-butir resolusi kebijakan luar negeri yang hampir tak saya temui,
bahkan di era partai-partai modern Indonesia pada saat ini.
Tak heran, tahun 1957, Natsir menerima bintang ’Nichan Istikhar’ (Grand Gordon) dari
Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasa-jasanya dalam membantu perjuangan kemerdekaan
rakyat Afrika Utara.
Urusan politik luar negeri bebas aktif Natsir tidak hanya menjadi domain isu Timur
Tengah, tapi juga isu Asia-Pasifik. Jika selama ini kita mengenal Mosi Integral Natsir yang
berhasil melahirkan NKRI, di pentas Asia-Pasifik kita juga mengenal Mosi Vietminh Natsir.
Natsir menghadapi problem dan tantangan dakwah global dengan penuh gairah
menyuarakan suara-suara saudara seislamnya. Sekaligus Natsir membawa Indonesia ke kancah
Internasional, sehingga dapat terlihat peran aktif Indonesia menghadapi problem dan tantangan
yang terjadi di berbagai penjuru dunia dengan politik bebas aktif yang dianut Negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Buku / Jurnal :
Hakiem, L., Biografi Mohammad Natsir,; Kepribadian, Pemikiran, dan Perjuangan, Jakarta :
Pustaka Al-Kautsar, 2019, Cet.I
http://eprints.ums.ac.id/39129/16/Artikel%20Publikasi%20Ilmiah.pdf

Website :
https://dewandakwah.com/2021/11/23/solusi-mendasar-mohammad-natsir-terhadap-
problematika-bangsa-indonesia/
https://stidnatsir.ac.id/2022/07/19/natsir-dan-politik-bebas-aktif-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai