1. Ega silpia
2. Adisty putri arsanti
3. Naumi fenti novita
4. Muhammad anas
indonesia dan Isu politik global
Dengan berlandaskan pada haluan 'politik bebas dan aktif', Tanah Air
berkomitmen untuk berperan dalam isu politik dunia. Namun, di saat yang
bersamaan, mencoba untuk menghindari konflik dengan negara lain dan tidak
memposisikan diri dalam blok-blok negara besar tertentu.
Haluan politik internasional yang bebas-aktif itu ternyata menuai hasil krusial
bagi Indonesia. Terbukti, sejak kemerdekaannya pada taun 1945 hingga sekarang,
Negeri Zamrud Khatulistiwa diakui menjadi salah satu negara yang relevan dan
berperan cukup besar dalam percaturan politik dan ekonomi internasional.
Peran Indonesia sebagai salah satu negara pendiri ASEAN merupakan tonggak
gemilang partisipasi Tanah Air dalam politik internasional. Pada 1967, Indonesia
merupakan negara pendiri organisasi multilateral negara se-Asia Tenggara itu
bersama dengan Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Pasca Perang Dunia II, kondisi politik dunia terbelah menjadi dua kubu, yakni
Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin
oleh Uni Soviet. Sejumlah negara pada masa itu --seperti Inggris, Prancis,
China, dll-- bergabung dalam salah satu kubu Barat atau Timur.
Kubu AS dan Uni Soviet yang berbeda ideologi itu juga menjadi dalang di balik
konflik kebijakan politik internasional yang berkepanjangan. Konflik kebijakan itu
dikenal dengan nama Perang Dingin.
Pada tahun 1955, di tengah hangatnya Perang Dingin, AS dan Uni Soviet aktif
gencar menyebarluaskan pengaruhnya ke sejumlah negara yang baru merdeka
usai Perang Dunia II. Indonesia, sebagai salah satu negara yang baru meraih
kemerdekaan lima tahun pasca-PD II berakhir, menolak untuk bergabung dalam
kedua kubu tersebut.
Dan, sebagai sebuah simbolisasi anti-blok Barat dan Timur yang aktif
menyebarluaskan pengaruhnya ke sejumlah negara yang baru merdeka,
Indonesia menggagas Konferensi Asia-Afrika.
Dan, sebagai sebuah simbolisasi anti-blok Barat dan Timur yang aktif
menyebarluaskan pengaruhnya ke sejumlah negara yang baru merdeka, Indonesia
menggagas Konferensi Asia-Afrika.
Bersama dengan 29 negara lain dari Benua Asia dan Afrika yang baru meraih
kemerdekaan --seperti Aljazair, Burma, Pakistan, Sri Lanka, dan India--
Konferensi Asia-Afrika diselenggarakan di Bandung pada 18 - 24 April 1955.
Konferensi itu menghasilkan sepuluh poin Deklarasi Bandung.
Dan, salah satu poin Deklarasi Bandung 1955 --tepatnya pada poin ke-enam--
menyatakan bahwa negara Konferensi Asia-Afrika berkomitmen untuk abstain
dari segala bentuk kerjasama kolektif untuk kepentingan negara adidaya.
Poin ke-6 Deklarasi Bandung 1955 ternyata menjadi salah satu ide awal
pembentukan gerakan anti-blok Barat dan Timur. Karena, satu tahun pasca-
Konferensi Asia-Afrika, Presiden Soekarno bersama dengan Josip Broz Tito dari
Yugoslavia, Gamal Abdul Nasser dari Mesir, dan Kwame Nkrumah dari Ghana
menjadi bapak pendiri Gerakan Non-Blok yang berdiri pada 19 Juli 1956.
3. Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB
Sejak tahun 1956, Indonesia menjadi salah satu negara PBB yang aktif
melakukan kegiatan pemeliharaan perdamaian dunia. Salah satu metode yang
digunakan Tanah Air adalah dengan mengirim Pasukan Pemelihara Perdamaian
Kontingen Garuda yang bertugas untuk memberikan bantuan humaniter di
wilayah konflik bersenjata.
Cikal-bakal aktivitas pertama Kontingen Garuda dapat ditelisik pada 1956. Pada
tahun itu, Indonesia telah mengirim pasukan militer menjadi bagian United
Nations Emergency Force ke Mesir dan Israel.