Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Untuk menjadi sebuah
Negara yang merdeka, Indonesia harus memenuhi beberapa syarat. Diantaranya, yaitu
memperoleh pengakuan secara de facto dan de jure. Pengakuan secara de facto
adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain yang telah
memenuhi unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin, rakyat dan wilayah. Sedangkan
pengakuan secara de jure adalah pengakuan terhadap suatu negara secara resmi
berdasarkan hukum dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional.
Sebagai sebuah negara, bangsa Indonesia menyadari bahwa tidak mungkin dapat
memenuhi semua kebutuhan tanpa bantuan dari negara lain. Oleh sebab itu, untuk
memenuhi kebutuhan baik yang menyangkut bidang politik, ekonomi, maupun sosial
budaya diperlukan kerja sama dalam bentuk hubungan internasional.
Dalam mengadakan hubungan internasional, Bangsa Indonesia menerapkan
politik luar negeri bebas dan aktif yang dicetuskan oleh Mohammad Hatta. Disebut
dengan bebas karena politik luar negeri Indonesia terbebas dari pengaruh negara
negara atau kekuatan asing, atau bebas menentukan sikap apapun tetapi sikap yang
didasarkan atas ideologi Pancasila dan UUD 1945. Meski demikian, Indonesia tidak
tinggal diam dengan masalah-masalah dunia yang muncul. Bersama Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) dan organisasi-organisasi dunia lainya, Indonesia turut aktif
dalam mewujudkan perdamaian dunia.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana kontribusi Bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia ?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi Tugas Sejarah Indonesia
2. Untuk mengetahui kontibusi Bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia
D. Manfaat
1. Menambah wacana pemikiran yang berdimensi internasional.
2. Menambah wawasan dalam ranah internasional.
3. Membuka peluang untuk berpikir lebih luas dalam wacana global.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perdamaian Dunia


Perdamaian adalah kondisi tidak adanya atau berkurangnya segala jenis
kekerasan. Perdamaian bukan sekedar soal ketiadaan kekerasan atau pun situasi yang
anti kekerasan. Lebih jauh dari itu, perdamaian mengandung pengertian keadilan dan
kemajuan. Perdamaian dunia adalah sebuah gagasan kebebasan, perdamaian, dan
kebahagiaan bagi seluruh negara. Perdamaian dunia melintasi perbatasan melalui hak
asasi manusia, teknologi, pendidikan, teknik, pengobatan, diplomat, atau pengakhiran
seluruh bentuk pertikaian.
B. Mewujudkan Perdamaian Dunia
Berdasar dari landasan konstitusional politik luar negeri Indonesia, yakni UUD
1945, Indonesia berusaha mewujudkan peran untuk melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, sebagaimana
tercantum pada pembukaan UUD 1945.
Dalam menjaga hubungan dengan Negara lain, Indonesia menerapkan prinsip-
prinsip politik luar negeri bebas-aktif yang diabdikan untuk kepentingan nasional,
terutama kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Pembangunan hubungan luar negeri Indunesia ditujukan untuk meningkatkan
persahabatan dan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai
macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional, Indonesia terus
membangun citra positif di luar negeri dan memainkan perannnya dalam turut
menjaga perdamaian dunia, baik dalam lingkup regional (ASEAN), maupun
internasional (melalui Gerakan Non Blok dan Misi Pasukan Garuda PBB).

1. Kontribusi Indonesia dalam Perdamaian ASEAN


Indonesia beranggapan bahwa terciptanya kawasan Asia Tenggara yang stabil,
aman, damai, dan kondusif serta terjalinnya hubungan yang harmaoni dengan
dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara adalah modal dasar
pembangunan nasional. Oleh karena itu, Bangsa Indonesia ikut memprakarsai

2
berdirinya ASEAN untuk menjaga perdamaian negara-negara di kawasan Asia
Tenggara.
a. Latar Belakang Berdirinya ASEAN
Berdirinya ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dilatar
belakangi oleh beberapa persamaan yang dimiliki oleh negara-negara Asia
Tenggara. Persamaan-persamaan tersebut antara lain:
1. Persamaan geografis
Negara-negara di Asia Tenggara berada di antara dua benua, yakni
Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara dua samudera yaitu
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Jadi, didasarkan letak geografisnya,
negara-negara tersebut merupakan satu regional atau satu kesatuan
wilayah.
2. Persamaan budaya.
Kawasan Asia Tenggara memiliki basis kebudayaan serta bahasa dan
tata kehidupan serta pergaulan yang hampir sama, pasal mereka sebagai
pewaris peradaban rumpun Melayu Austronesia.
3. Persamaan nasib.
Negara-negara Asia Tenggara sama-sama pernah dijajah oleh bangsa
Barat, kecuali Thailand. Hal inilah yang menumbuhkan rasa setia kawan
antara Negara-negara di Asia Tenggara.
4. Persamaan kepentingan di berbagai bidang.
Adanya kepentingan di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, sosial,
budaya, keamanan, politik menjadi latar belakang berdirinya ASEAN.
Tempat yang menjadi pintu gerbang perdamaian dunia juga terdapat di
Asia Tenggara yaitu Selat Malaka dan Selat Sunda.

b. Sejarah ASEAN
Berdirinya ASEAN ditandai dengan pertemuan lima menteri luar
negeri negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura,
Thailand, dan Filipina pada tanggal 5-8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand.
Adapun kelima tokoh menteri luar negeri tersebut adalah:
1. Adam Malik, wakil dari Indonesia.
2. Tun Abdul Razak, wakil dari Malaysia.
3. Rajaratman, wakil dari Singapura.
3
4. Thanat Khoman, wakil dari Thailand.
5. Narsisco Ramos, wakil dari Filipina.
Pada tanggal 8 Agustus 1967, kalima menteri luar negeri tersebut
menandatangani sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai Deklarasi Bangkok.
Sejak penandatangan Deklarasi Bangkok itulah organisasi ASEAN resmi
berdiri dan mulai terbuka menerima anggota baru.
Pada tanggal 7 Januari 1987 negara Brunei Darussalam menjadi negara
pertama yang masuk menjadi anggota ASEAN diluar kelima negara pendiri.
Selanjutnya, Vietnam resmi menjadi anggota ketujuh pada tanggal 28 Juli
1995. Laos dan Myanmar menjadi negara anggota ASEAN yang kedelapan
dan kesembilan pada tanggal 23 Juli 1997, disusul kemudian oleh Kamboja
pada tanggal 16 Desember 1998.
Timor Leste, yang merupakan negara lain di kawasan Asia Tenggara
juga sudah berkali-kali mengutarakan niatnya untuk bergabung dengan
ASEAN. Peluang masuknya Timor Leste sebagai anggota baru ASEAN juga
terbuka lebar, dan Timor Leste diperkirakan baru akan masuk sebagai anggota
ASEAN pada tahun 2017 setelah melalui proses yang panjang untuk dapat
masuk menjadi anggota ASEAN.

c. Tujuan ASEAN
Isi deklarasi Bangkok yang merupakan tujuan ASEAN, antara lain:
1. Mempercepat peningkatan ekonomi, kemajuan sosial, serta pernyebaran
kebudayaan di kawasan Asia Tenggara
2. Menaikkan perdamaian serta stabilitas regional
3. Menaikkan kerja setara serta saling menolong buat kepentingan bersama
dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, serta
administrasi.
4. Memelihara kerja setara yang erat di tengah-tengah organisasi regional
serta internasional yang ada
5. Menaikkan kerja setara buat memajukan pendidikan, latihan, serta studi di
kawasan Asia Tenggara

4
d. Kontribusi Indonesia dalam ASEAN
Kontibusi Bangsa Indonesia dalam ASEAN untuk mewujudkan
perdamaian dunia antara lain sebagai berikut.
1. Doktrin SEANWFZ
Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) merupakan
suatu kesepakatan diantara sepuluh negara anggota ASEAN untuk
mengamankan kawasan Asia Tenggara dari penggunaan nuklir. Gagasan
pembentukan SEANWFZ dimulai oleh Malaysia yang mengajukan
konsep ZOPFAN, yakni konsep yang berisi pernyataan memperjuangkan
kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan damai, bebas, dan netral.
Konsep Malaysia mengenai ZOPFAN ( Zone Of Peace, Fee, and Neutral)
diterima oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada tahun 1971 dan
berhasil menandatangani Deklarasi ZOPFAN.
Wacana SEANWFZ pada awalnya tidak berjalan mulus karena kondisi
politik di kawasan tidak menguntungkan. Akhirnya baru tahun 1995,
Traktat SEANWFZ ditandatangani oleh sepuluh kepala pemerintahan
negara ASEAN di Bangkok, Thailand pada tanggal 15 Desember 1995
dan mulai berlaku pada tanggal 27 Maret 1997.
Kesepakatan yang terdapat dalam SEANWFZ antara lain, mewajibkan
negara-negara anggota untuk tidak mengembangkan, memproduksi,
ataupun membeli serta mempunyai atau menguasai senjata nuklir, ataupun
melakukan uji coba atau menggunakannya, baik di dalam ataupun diluar
kawasan AsiaTenggra. Selain itu, negara tidak diperbolehkan meminta
ataupun menerima bantuan yang berkaitan dengan nuklir oleh negara
manapun dan juga tidak menyediakan sumber daya atau material khusus,
ataupun perlengkapan kepada negara persenjataan non nuklir dimanapun
juga terkecuali negara tersebut telah memenuhi perjanjian keselamatan
dengan The International Atomic Energi Agency.
Traktat SEANWFZ ini merupakan instrumrn hukum mengenai
komitmen negara-negara ASEAN dalam upayanya memperoleh jaminan
dari negara yang memiliki nuklir, bahwa mereka akan menghormati
Traktat SEANWFZ dan tidak akan menyerang negara-negara di kawasan
Asia Tenggara. Penandatangan Traktat SEANWFZ merupakan tonggak
sejarah yang sangat penting bagi ASEAN dalam upaya mewujudkan
5
kawasan Asia Tenggara yang aman, dan stabil, serta bagi usaha
mewujudkan perdamaian dunia. Upaya negara-negara anggota ASEAN
untuk memperjuangkan Traktat SEANWFZ di tingkat internasional salah
satunya adalah dengan diakuinya traktat tersebut melalui Resolusi Umum
Majelis PBB pada tanggal 10 Januari 2008, yang didukung oleh Rusia dan
Cina.

2. Doktrin Kuantan
Doktrin Kuantan adalah salah satu kontribusi Indonesia dalam
ASEAN. Adanya doktrin kuantan bermula dari terjadinya konflik di
kawasan Indocina yang melibatkan Kamboja, Vietnam, Cina, dan
kepentingan ideology negara superpower yakni Amerika Serikat dan Uni
Soviet, merupakan situasi politik yang membahayakan stabilitas Asia
Tenggara dan mengganggu pembangunan nasional negara-negara di Asia
Tenggara. Semua negara anggota ASEAN sepakat menggunakan cara
damai dalam upaya penyelesaian konflik di Indocina.
Pada bulan Mei 1980, Presiden Soeharto bertemu Perdana Menteri
Malaysia Hussein Onn. Kedua kepala pemerintahan sepakat mencari
solusi terwujudnya perdamaian di kawasan Indocina. Solusi damai ini
tidak melibatkan negara diluar ASEAN tujuannya untuk meningkatkan
kemandirian ASEAN. Solusi damai ini dikenal dengan Doktrin Kuantan.
Doktrin Kuantan beranggapan bahwa tekanan Cina atas Vietnam akan
lebih mendekatkan Vietnam dengan Uni Soviet. Situasi tersebut
membahayakan keamanan regional. Bantuan negara-negara ASEAN di
bawah kepeloporan Indonesia dan Malaysia diharapkan secara bertahan
Vietnam menarik diri dari sekutunya, Uni Soviet. Dengan demikian
stabilitas politik regional Asia Tenggara bisa tercapai.
Doktrin Kuanan ditentang oleh negara Thailand. Negara Thailand
beranggapan ketika Vietnam dibiarkan saja menginvasi Kamboja
dikhawatirkan Vietnam juga melakukan tindakan yang sama terhadap
negara di Asia Tenggra khususnya Thailand. Pandangan Thailand ini
didukung oleh mayoritas negara anggota ASEAN. Tindakan ASEAN ini
telah melanggar kesepakatan ZOPFAN. Indonesia dan Malaysia melihat
posisi negara mayoritas anggota ASEAN lantas meninggalkan Doktrin
6
Kuantan dan menaruh kepentingan ASEAN di depan. Dengan posisi yang
diambil oleh Indonesia dan Malaysia, Kawasan Asia Tenggara bisa
terlepas dari terjadinya konflik terbuka atas perbedaan pandangan diantara
negara anggota ASEAN terhadap isu Vietnam (konflik di Indocina).

3. Penengah Konflik Pemerintah Philipina dan MNLF


Indonesia memiliki peran yang sangat besar dalam konflik antara
Negara Filipina dan Bangsa Moro di Mindanao yang diwakili oleh Front
Pembebasan Nasional Moro (MNLF). Indonesia berperan dalam
mendamaikan kedua belah pihak.
Konflik terbuka antara pemerintah Philipina dan Bangsa Moro mulai
berlangsung sejak akhir tahun 1960-an. Konflik ini dipicu oleh adanya
perpindahan penduduk Luzon dan Visayas ke Mindanao yang dirancang
dalam program kebijakan pemerintah. Bangsa Moro merasa terpinggirkan
dengan adanya pendatang tersebut.
Kebencian ini memicu terbentuknya kelompok pemberontakan di
Mindanao. Salah satu kelompok pemberontak yang sangat berpengaruh di
Mindanao adalah MILF (Moro Islamic Liberation Front). MILF adalah
pecahan dari MNLF (Moro National Liberationt Front).
Peran Indonesia dalam mendamaikan Philipina dengan MNLF itu
terjadi pada tahun 1980, dimana presiden Philipina saat itu Ferdinand
Marcos mencari bantuan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Kemudian
Marcos berkunjung ke Jakarta untuk berdiskusi bersama Presiden
Soeharto, guna menyelesaikan masalah tersebut. Presiden Soeharto
bersedia membantu Presiden Marcos, dan langkah ini terus berlanjut
sampai Presiden Philipina selanjutnya yaitu Presiden Corazon Aquino.
Indonesia bersedia membantu Philipina dikarenakan :
a. Pemerintah Indonesia berkepentingan terhadap wilayah ASEAN di
kawasan regional Asia Tenggara yang stabil, aman, dan damai.
b. Pemerintah Indonesia tidak mendukung gerakan-gerakan separatis di
negara-negara tetangga Indonesia.
Hingga akhirnya pada tahun 1989 disetujui kesepakatan bersama
dengan pemberian otonomi kepada Mindanao. Namun konfik masih
berlanjut, hingga akhirnya pada tahun 1993 presiden Philipina saat itu
7
Fidel Ramos kembali ke Jakarta guna menjumpai Soeharto. Pada
perundingan tanggal 30 Agustus 1996 dihasilkan Final Peace Agreement
(FPA) atau perjanjian damai. Dokumen perdamaian ditandatangani oleh
Misuari dan Ramos di Istana Merdeka Jakarta. Salah satu poin penting
dari perjanjian itu adalah MNLF bersedia menghantikan perlawanan
militernya. Namun sebagai imbalan, penguasa di Manila member otonomi
khusus kepada masyarakat Moro yang mayoritas beragama islam dan
mendiami Kepulauan Mindanao beserta gugusannya di Philipina Selatan.
Otonomi Khusus bagi masyarakat Moro mulai diberlakukan tahun 2000.

4. Penyelesaian Konflik di Kamboja


Kamboja atau Kampuchea merupakan negara di Asia Tenggara yang
semula berbentuk kerajaan di bawah kekuasaan Dinasti Khmer di
Semenanjung Indo-China antara abad ke-11 dan abad ke-14. Dalam
konflik di Kamboja terdapat empat faksi yang bertikai dalam
memperebutkan kekuasaan di Kamboja, yaitu People’s Republic of
Kampuchea (PRK) yang dipimpin Heng Samrin, Democratic Kampuhea
(DK) pimpinan Pol Pot, Front Uni National Pour un Cambadge
Independence (FUNCIPEC) pimpinan Pangeran Norodhom Sihanouk, dan
Khmer People’s National Liberation Front (KPNLF) pimpinan Son San.
Konflik Kamboja juga diwarnai oleh intevensi Vietnam terhadap
Kamboja.
Sepanjang pendudukan Vietnam atas Kamboja telah banyak upaya
yang dilakukan untuk mewujudkan perdamaian di Kamboja. Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan Juli tahun 1981 menggelar konferensi
Internasional untuk Kamboja yang dikenal dengan nama International
Conference on Kampuchea (ICK). Konferensi ini, bertujuan menemukan
solusi penyelesaian politik yang komprehensif dalam forum multilateral.
Indonesia turut berperan dalam mengupayakan penyelesaian masalah
Kamboja secara damai. Pada tanggal 25-28 Juli 1988 di Bogor diadakan
pertemuan yang dikenal dengan sebutan Jakarta Informal Meeting I (JIM
I). Pertemuan ini menampilkan terobosan untuk pertama kalinya pada
pihak-pihak yang secara langsung terlibat dalam konflik, yaitu keempat

8
faksi, kedua tetangga Indochina dan enam negara ASEAN bertemu untuk
mendiskusikan mekanisme penyelesaian awal.
Pertemuan ini dinilai cukup efektif untuk menyepakati persepsi dan
kesepahaman bersama sehingga beberapa rekombinasi dapat dilahirkan
dengan penekanan pada pemisahan dua isu yaitu berkaitan dengan invasi
Vietnam, Vietnam untuk menarik mundur pasukannya dari Kamboja
sebagai itikad baik penyelesaian konflik, kesepahaman mengenai
pentingnya pencegahan berkuasanya kembali rezim Pol Pot yang telah
mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Kamboja, pembentukan kelompok
kerja guna membahas elemen dasar dari konflik itu sendiri dan menyusun
usulan-usulan sebagai bahan masukan bagi pertemuan selanjutnya.
Pada tanggal 19-21 Februari 1989 dilaksanakan JIM II yang turut
dihadiri oleh negara-negara peserta JIM I. Pada pertemuan ini dapat
disepakati berbagai kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut
dan penyeragaman persepsi dari hasil pertemuan pertama. Beberapa hasil
menonjol diantaranya adalah penarikan seluruh pasukan Vietnam yang
harus segera dilaksanakan dengan batas waktu 30 September 1989.
Kemudian dibahas pula mengenai himbauan penghentian keterlibatan
pihak asing termasuk dukungan militer dan persenjataan terhadap masing-
masing pihak yang bertikai di Kamboja.
Negara-negara ASEAN mulai memandang perlunya melibatkan negara
negara diluar kawasan dan juga perlu diadakannya konferensi
Internasional untuk menindaklanjuti hasil pencapaian JIM. Hal ini
disambut baik oleh Prancis. Prancis kemudian menggagas prakarsa untuk
menyelenggarakan Konferensi Internasional Mengenai Kamboja (Paris
International on Cambodia) pada tahun 1991. Kesepakatan Paris
mencakup berbagai hal, yakni
a. Final act konferensi Paris mengenai Kamboja
b. Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh
konflik Kamboja berikut lampiran-lampirannya berupa mandat
UNTAC, masalah militer, pemilihan umum, repatriasi para pengungsi
Kamboja, dan prinsip-prinsip konstitusi baru Kamboja.
c. Kesepakatan tentang kedaulatan, kemerdekaan, integrasi wilayah,
netralisasi, dan keutuhan nasional Kamboja.
9
5. Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja
Konflik Thailand Kamboja terjadi karena sengketa perbatasan antara
kedua negara. Konflik tersebut berakar dari ketidakjelasan letak kuil Prah
Vihear yang didirikan olrh Raja Kamboja. Dasar inilah yang membuat
pemerintah Kamboja semakin yakin bahwa kuil bersama wilayah
disekitarnya termasuk kedalam wilayahnya. Terlebih adanya peta yang
dibuat oleh pejabat Prancis pada tahun 1907 yang memperkuat argumen
Kamboja. Hail inilah yang akhirnya membuat Kamboja memenangkan
kasus ini dalam sidang Mahkamah Internasional. Thailand merasa
dirugikan dalam hal ini menolak untuk mematuhi keputusan Mahkamah
Internasional dan tetap menempatkan pasukannya di wilayah sengketa.
Pengakuan dari UNESCO pada 17 Juli 2008 bahwa Kuil Prah Vihear
yang terletak dalam wilayah kamboja termasuk dalam daftar warisan
kekayaan duia memicu konflik prbatasan antara kedua negara kembali
memanas. Sempat terjadi perundingan untuk menyelesaikan sengketa ini
yaitu Thailand Kamboja General Border Committee (GBC) pada tanggal
21 juli 2008 tetapi ternyata perundingan ini tidak berjalan mulus. Kontak
senjata yang terjadi menyebabkan Kamboja membawa masalah ini ke
Dewan keamanan PBB. Keputusan Kamboja membawa masalah ini ke
Dewan PBB membuat Indonesia turun tangan. Menteri luar negeri
Indonesia langsung mengadakan pertemuan dengan menteri luar negeri
Thailand dan Kamboja. Konflik perbatasan Thailand dan Kamboja sempat
memanas pada tahun 2009,2010, dan 2011. Puncak dari konflik yaitu
perebutan perbatasan tepatnya di wilayah 4 x 6 km2 sebagai kawasan
sekitar kuil Prah Vihear yang terjadi pada 4-6 Februari 2011.
Pada 22 Februari 2011 di Jakarta di gelar informal ASEAN Foreign
Minister’s Meeting (pertemuan informal para Menteri Luar Negeri
ASEAN) dengan agenda tunggal pembahasan penyelesaian konflik
Thailand dan Kamboja, pertemuan informal para Menlu ASEAN yang
diprakarsai Indonesia selaku Ketua ASEAN ini merupakan tindak lanjut
dari hasil sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK
PBB). Sidang itu sebelumnya meminta Thailand dan Kamboja berkerja
sama dengan ASEAN sebagai mediator untuk menuntaskan persoalan
perbatasan mamalelui jalan damai
10
Dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN tersebut, Indoesia
menyiapkan tiga langkah untuk menyelesaikan konflik perbatasan antara
Kamboja dan Thailand yaitu
a. ASEAN akan meminta Kamboja dan Thailand untuk menegaskan
komitmen penyelesaian masalah secara damai lewat mekanisme Treaty
of Amity and Cooperation (TAC)
b. Baik kamboja dan Thailand diminta untuk menstabilkan gencatan
senjata
c. Menggulirkan kembali forum diplomasi yang sudah dibentuk oleh
kedua negara yakni Joint Boundary Committee (JBC).

6. Konflik Laut Cina Selatan


Laut Cina Selatan terletak di laut tepi bagian dari Samudra Pasifik
yang luasnya mencakup daerah dari Singapura hingga Selat Taiwan.
Terdapat sejumlah negara yang memposisikan keberadaan Laut Cina
Selatan sebagai bagian dari wilayah perairan dan kepulauan negaranya.
Republik Rakyat Tiongkok, Taiwan, Indonesia, Filipia, Malaysia, Brunei
Darussalam, Singapura, Thailand, Kamboja, dan Vietnam merupakan
beberapa negara yang masing-masing secara tegas mengakui keberadaan
Laut Cina Selatan sebagai wilayah teritorial mereka. Kondisi ini
menciptakan kerentanan situsai keamanan d kawasan Laut Cina Selatan.
ASEAN sebagai sebuah organisasi negara-negara dikawasan Asia
Tenggara memiliki peran yang sangat peting dan strategis dalam
membantu menyelesaikan persoalan sengketa wilyah perairan di Laut
Cina Selatan. Indonesia mengambil inisiatif terhadap isu Laut Cina
Selatan untuk melakukan konsultasi dengan negara-negara ASEAN, baik
melalui kunjungan langsung maupun melalui komunikasi telepon dengan
semua Menlu ASEAN guna mengukuhkan posisi bersama ASEAN terkait
isu Laut Cina Selatan. Selain ke Phnom Penh, Menlu Indonesia juga telah
mengadakan pertemuan dengan Menlu Filipina di Manila tanggal 18 Juli
2012 pagi, dengan Menlu Vietnam di Hnaoi tanggal 18 Juli 2012 sore, dan
dengan Menlu Singapura tanggal 19 Juli 2012 sore.
Sebagai tindak lanjut dari Shuttle Diplomacy dua hari Menlu RI,
Pemerintah Kamboja sebagai ketua ASEAN dalam media briefing yang
11
diselenggarakan di Peace Palace pada tanggal 20 Juli 2012, telah
mengeluarkan pernyataan bersama Menteri Luar Negeri ASEAN terkait
ASEAN’s Six-Point Principles on the South China Sea, yang isinya
sebagai berikut.
a. the full implementation of the Declaration on the Conduct of Parties in
the South China Sea (2002);
b. the Guidelines for the Implementation of the Declaration on the
Conduct of Parties in the South China Sea (2011);
c. the early conclusion of a Regional Code of Conduct in the South
China Sea;
d. the full respect of the universally recognized principles of
International Law, including the 1982 United Nations Convention on
the Law of the Sea (UNCLOS);
e. the continued exercise of self-restraint and non-use of force by all
parties; and
f. the peaceful resolution of disputes, in accordance with universally
recognized principles of International Law, including the 1982 United
Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).

2. Kontribusi Indonesia dalam Non Blok


Gerakan Non-Blok merupakan gerakan untuk tidak memihak salah satu blok
kekuatan di dunia. Pendirian organisasi ini berperan dalam meredam ketegangan
dunia. Keberadaan organisasi ini dapat membendung perluasan dari kedua blok
yang berseteru.
Setelah Perang Dunia II berakhir dunia terbagi menjadi dua blok, yakni Blok
Barat dan Blok Timur. Blok Barat yang dipimpin oleh Amerika berpaham Liberal.
Sementara Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet berpaham Komunis. Kedua
blok tersebut saling berlawanan karena perbedaan paham tersebut.

a. Latar belakang Gerakan Non Blok


Berdirinya GNB dilatarbelakangi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1. Munculnya dua blok yaitu Blok Barat dan Blok Timur yang bersaing
untuk memperebutkan pengaruh dunia internasional. Blok Barat diikat

12
dalam suatu pertahanan yang bernama NATO (North Atlantic Treaty
Organization), sedangkan Blok Timur terikat dalam Pakta Warsawa.
2. Adanya kecemasan negara-negara yang baru saja mencapai
kemerdekaannya. Mereka merasa cemas karena persaingan antara blok
adidaya tersebut.
3. Adanya Dokumen Brioni yang merupakan pernyataan dari presiden Josep
Broz Tito (Yugoslavia). Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India), dan
Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir) tahun 1956 di Pulau Brioni,
Yugoslavia. Dokumen tersebut memuat prinsip-prinsip dasar untuk
mempersatukan gerakan Non Blok.
4. Terjadinya krisis Kuba tahun 1961. Krisis ini terjadi karena Uni Soviet
membangun pangkalan rudal di Kuba secara besar-besaran. Amerika
Serikat merasa terancam dan memprotes tindakan Uni Soviet tersebut.
Situasi dunia menjadi tegang, hal ini mendorong negara-negara Non Blok
untuk segera menyelenggarakan KTT Non Blok.

b. Pendirian Gerakan Non Blok


Awal kelahiran Gerakan Non Blok adalah ketika terjadi Konferensi
Asia afrika (KAA) di Bandung pada tahun 1955 dimana kurang lebih 29
kepala negara di kawasan Asia dan Afrika berkumpul guna melakukan
identifikasi berbagai masalah yang menimpa dunia saat itu, serta
mendeklarasikan keinginan mereka untuk tidak terlibat dalam konfrontasi
kedua blok yang sedang bertikai tersebut.
Terdapat negara-negara yang memilih bersikap netral. Negara-negara
tersebut tidak mau memihak salah satu blok. Di antara negara-negara netral ini
adalah Indonesia, India, Mesir, Ghana, serta Yugoslavia. Atas inisiatif
pemimpin lima negara ini terbentuklah sebuah organisasi yang disebut
Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non-Aligned Movement (NAM). Lima
pemimpin negara ini melakukan pertemuan di markas besar PBB. Dalam
sidang Umum PBB ke-15 tahun 1960, kelima pemimpin negara tersebut yaitu
1. Presiden Sukarno, dari Indonesia
2. PM Jawaharlal Nehru, dari India
3. Presiden Gamal Abdul Naser, dari RPA/Mesir
4. Presiden Kwame Nkrumah, dari Ghana
13
5. Presiden Josep Broz, dari Yugoslavia

c. Asas, Tujuan, dan Prinsip Gerakan Blok


Asas Gerakan Non Blok :
1. Berusaha untuk mendukung perjuangan kemerdekaan di berbagai tempat
di dunia ini.
2. Memegang teguh perjuangan dalam melawan kolonialisme,
neokolonialisme, serta imperialisme.

Tujuan Gerakan Non Blok:


1. Mengembangkan solidaritas diantara sesama negara berkembang dalam
mencapai persamaan, kemakmuran, serta kemerdekaan.
2. Turut serta dalam meredakan ketegangan dunia akibat pertikaian yang
terjadi antara blok Barat dan blok Timur.
3. Berusaha untuk membendung segala pengaruh buruk, baik itu yang
berasal dari Blok Barat maupun Blok Timur.

Prinsip Gerakan Non Blok :


1. Saling menghormati integritas teritorial dan kedaulatan.
2. Perjanjian tidak saling melakukan agresi
3. Tidak melakukan intervensi urusan dalam negeri negara lain
4. Setara dan saling menguntungkan
5. Menjaga perdamaian

d. Masa Perkembangan Gerakan Non Blok


Indonesia beranggapan bahwa hubungan luar negri merupakan suatu
kegiatan yang dilakukan antar bangsa baik itu regional maupun secara global
melalui forum bilateral maupun multilateral yang ditujukan untuk kepentingan
nasional dengan politik Luar negri bebas aktif sebagai landasannya. Kondisi
tersebut diarahkan dengan ikut berperan aktif dalam mewujudkan tatanan
dunia baru yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, serta keadilan
sosial untuk meningkatkan hubungan kerja sama internasional, salah satunya
adalah dengan memantapkan serta meningkatkan peranannya dalam Gerakan

14
Non Blok. Adapun langkah yang ditempuh Indonesia dalam meningkatkan
peranan di GNB adalah :
1. Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota Gerakan Non Blok
Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia pada masa perkembangan
Gerakan Non Blok adalah dengan cara meningkatkan keeratan kerja sama
yang telah dibangun antar sesama negara anggota GNB, terutama dalam
perkembangan kerjasama di bidang teknik dan ekonomi. Hal tersebut
merupakan perwujudan kerjasama Selatan-Selatan yang melibatkan
negara-negara maju maupun lembaga-lembaga keuangan internasional.

2. Berperan dalam penyelesaian masalah-masalah ekonomi internasional


Indonesia juga berperan dalam membantu menyelesaikan masalah-
masalah dalam hubungan ekonomi internasional yang berperan dalam
menunjang pembangunan yang berkelanjutan. Peran Indonesia tersebut
salah satunya diwujudkan dengan meningkatkan dialog Utara – Selatan
berdasar pada kepentingan dan tanggung jawab bersama, semangat
kemitraan, saling ketergantungan, serta saling memberi manfaat.

3. Menjadi Pemimpin Gerakan Non Blok


Sejak tahun 1992 hingga tahun 1995, Indonesia mendapat kepercayaan
untuk memimpin organisasi GNB tersebut, yaitu dengan terpilihnya
Soeharto yang saat itu merupakan presiden Republik Indonesia ke-2
menjadi Sekretaris Jendral (SekJen) Gerakan Non Blok. Indonesia
menjadi negara yang selalu setia serta komitmen terhadap prinsip serta
aspirasi Gerakan Non Blok. Berbagai prestasi telah diraih Indonesia
selama memimpin organisasi dunia tersebut, diantaranya adalah :
a. Pada masa kepemimpinannya di GNB adalah Indonesia telah mampu
membawa organisasi tersebut dalam menentukan arah serta
menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan-perubahan yang terjadi
secara dinamis, yaitu dengan cara melakukan penataan kembali
prioritas-prioritas lama organisasi dan menentukan adanya prioritas-
prioritas baru serta menetapkan pendekatan dan orientasi yang baru
pula.

15
b. Indonesia telah dianggap telah memberikan warna yang baru bagi
organisasi tersebut, diantaranya adalah dengan menitikberatkan
kerjasama pada pembangunan ekonomi yaitu dengan menghidupkan
kembali dialog antara negara-negara selatan.
c. Indonesia telah dipercaya untuk membantu menyelesaikan pertikaian
atau konflik regional di beberapa negara seperti kamboja, sengketa
yang terjadi di laut cina selatan, serta gerakan separatis Moro di
Philipina.
d. Indonesia telah berhasil menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) GNB yang ke-110 di Jakarta dan Bogor pada 1 hingga
7 September 1992. Dalam KTT tersebut telah berhasil merumuskan
suatu kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Pesan jakarta.”
Yang di dalamnya terkandung visi dari Gerakan Non Blok, yaitu

Visi dari gerakan Non Blok :


1. Hilangnya keraguan sementara anggota khususnya relevansi
GNB setelah berakhirnya perang dingin dan ketetapan hati untuk
meningkatkan kerja sama yang konstruktif serta sebagai
komponen integral dalam arus utama (mainstream) hubungan
internasional.
2. Arah Gerakan Non Blok yang lebih menekankan pada kerjasama
ekonomi internasional dalam mengisi kemerdekaan yang telah
berhasil dicapai melalui cara-cara politik yang menjadi ciri yang
menonjol dari Gerakan Non Blok sebelumnya.
3. Adanya kesadaran untuk semakin meningkatkan potensi ekonomi
negara-negara anggota melalui peningkatan kerjasama Selatan-
selatan.

e. Pertemuan Gerakan Non-Blok


Pertemuan GNB berlangsung setiap tiga tahun sekali. Biasanya setelah
mengadakan konferensi, kepala negara atau kepala pemerintahan yang
menjadi tuan rumah konferensi itu akan dijadikan ketua gerakan untuk masa
jabatan tiga tahun.

16
1. KTT I – Belgrade, 1 September 1961 – 6 September 1961
2. KTT II – Kairo, 5 Oktober 1964 – 10 Oktober 1964
3. KTT III – Lusaka, 8 September 1970 – 10 September 1970
4. KTT IV – Aljir, 5 September 1973 – 9 September 1973
5. KTT V – Kolombo, 16 Agustus 1976 – 19 Agustus 1976
6. KTT VI – Havana, 3 September 1979 – 9 September 1979
7. KTT VII – New Delhi, 7 Maret 1983 – 12 Maret 1983
8. KTT VIII – Harare, 1 September 1986 – 6 September 1986
9. KTT IX – Belgrade, 4 September 1989 – 7 September 1989
10. KTT X – Jakarta, 1 September 1992 – 7 September 1992
11. KTT XI – Cartagena de Indias, 18 Oktober 1995 – 20 Oktober 1995
12. KTT XII – Durban, 2 September 1998 – 3 September 1998
13. KTT XIII – Kuala Lumpur 20 Februari 2003 – 25 Februari 2003
14. KTT XIV – Havana, 11 September 2006 – 16 September 2006

f. Peran Indonesia dalam Gerakan Non Blok


Indonesia sangat berperan penting dalam GNB, beberapa peran penting
yang dilakukan Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Presiden Soekarno adalah satu dari lima pemimpin dunia yang mendirikan
GNB.
2. Indonesia menjadi pemimpin GNB pada tahun 1991. Saat itu, Presiden
Soeharto terpilih menjadi ketua GNB. Sebagai pemimpin GNB, Indonesia
sukses menggelar KTT X GNB di Jakarta.
3. Indonesia juga berperan penting dalam meredakan ketegangan di kawasan
bekas Yugoslavia pada tahun 1991.

GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat
dikatakan lahir sebagai negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut
tercermin dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa
“kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan
diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan”.
Selain itu, diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
17
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia memilih untuk
menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian
dunia dengan mengadakan persahabatan dengan seluruh bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas aktif itu,
selain sebagai salah satu negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia
dan komitmen pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB. Pada masa itu,
Indonesia telah berhasil membawa GNB untuk mampu menentukan arah dan
secara dinamis menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi.

3. Kontribusi Indonesia dalam Misi Garuda


Kontribusi bangsa Indonesia terhadap perdamaian dunia diantaranya melalui
pengiriman pasukan perdamaian di bawah PBB. Indonesia telah banyak
mengirimkan misi perdamaian dan kemanusiaan melalui pengiriman pasukannya
ke berbagai wilayah dunia yang bergolak.
a. Sejarah Kontingen Garuda
Kontingen Garuda disingkat KONGA atau Pasukan Garuda adalah
pasukan Tentara Nasional Indonesia yang ditugaskan sebagai pasukan
perdamaian di negara lain. Indonesia mulai turut serta mengirim pasukannya
sebagai bagian dari pasukan penjaga perdamaian PBB sejak 1957.
Ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945,
Mesir segera mengadakan sidang menteri luar negeri negara-negara Liga
Arab. Pada 18 November 1946, mereka menetapkan resolusi tentang
pengakuan kemerdekaan RI sebagai negara merdeka dan berdaulat penuh.
Pengakuan tersebut adalah suatu pengakuan de jure menurut hukum
internasional.
Untuk menyampaikan pengakuan ini Sekretaris Jenderal Liga Arab
ketika itu, Abdurrahman Azzam Pasya, mengutus Konsul Jendral Mesir di
India, Mohammad Abdul Mun'im, untuk pergi ke Indonesia. Setelah melalui
perjalanan panjang dan penuh dengan rintangan terutama dari pihak Belanda
maka akhirnya ia sampai ke Ibu Kota RI waktu itu yaitu Yogyakarta, dan
diterima secara kenegaraan oleh Presiden Soekarno dan Bung Hatta pada 15
Maret 1947. Ini pengakuan pertama atas kemerdekaan RI oleh negara asing.

18
Hubungan yang baik tersebut berlanjut dengan dibukanya Perwakilan
RI di Mesir dengan menunjuk HM Rasyidi sebagi Charge d'Affairs atau
"Kuasa Usaha". Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik tetap
untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang akrab ini memberi
arti pada perjuangan Indonesia sewaktu terjadi perdebatan di forum Majelis
Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yang membicarakan sengketa
Indonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia.
Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum
internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada Mei 1956 dan
Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan
untuk menarik mundur pasukan Inggris, Prancis dan Israel dari wilayah Mesir,
Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim
Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan
Kontingen Garuda I atau KONGA I.

b. Tujuan Pengiriman Kontingen Garuda


Dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dunia, maka Indonesia
memainkan sejumlah peran dalam dunia internasional. Peran yang cukup
menonjol yang dimainkan oleh Indonesia adalah dalam rangka membantu
mewujudkan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Dalam
hal ini Indonesia sudah cukup banyak pengirimkan Kontingen Garuda
(KONGA) ke luar negeri. Bagi bangsa Indonesia pengiriman Misi Garuda
untuk memenuhi permintaan PBB memiliki alasan yang kuat. Yang pertama
sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi ikut
melaksanaka ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan
sosial dan kedua sesuai dengan politik Luar Ngeri Indonesia bebas aktif,
diantaranya :
1. Ikut serta sebagai anggota Dewan Keamanan PBB
2. Mewujudkan Landasan ideologi Indonesia (Pancasila)
3. Menyesuaikan Landasan Konstitusional Indonesia ( Pembukaan UUD
1945)
4. Perwujudan dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

19
c. Daftar Kontingen
1. Kontingen Garuda I
Kontingen Garuda I dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir. Kontingen
Garuda Indonesia I terdiri dari gabungan personel dari Resimen Infanteri-
15 Tentara Territorium (TT) IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen
Infanteri-18 TT V/Brawijaya di Malang. Kontingen ini dipimpin oleh
Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letnan
Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo, sedangkan wakilnya Mayor
Infanteri Soediono Suryantoro. Kontingen Indonesia berangkat tanggal 8
Januari 1957 dengan pesawat C-124 Globe Master dari Angkatan Udara
Amerika Serikat menuju Beirut, ibukota Libanon. Dari Beirut pasukan
dibagi dua, sebagian menuju ke Abu Suweir dan sebagian ke Al Sandhira.
Selanjutnya pasukan di El Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah
perbatasan Mesir dan Israel, sedangkan kelompok Komando berada
di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 29
September 1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan.
2. Kontingen Garuda II
Konga II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol
Inf Solichin GP. Konga II berada di bawah misi UNOC. KONGA II
berjumlah 1.074 orang dipimpin Kol. Prijatna (kemudian digantikan oleh
Letkol Solichin G.P) bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961.
3. Kontingen Garuda III
Konga III dikirim ke Kongo pada 1962. Konga III berada di bawah
misi UNOC dan dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol
Inf Sobirin Mochtar.KONGA III terdiri atas 3.457orang dipimpin oleh
Brigjen TNI Kemal Idris, kemudian Kol. Sabirin Mochtar. KONGA III
terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan,
Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur. Komandan Yon Kavaleri
7 Letkol GA. Manulang gugur di Kongo.
4. Kontingen Garuda IV
Konga IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah
misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada
tanggal 23 Januari 1973 pasukan Garuda IV diberangkatkan ke Vietnam
yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal TNI Wiyogo Atmodarminto, yang
20
merangkap Deputi Militer Misriga dengan kekuatan 294 orang yang terdiri
dari anggota ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri. Tugas kontingen
Garuda IV adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran, menjaga status
quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta mengawali
pertukaran tawanan perang.
5. Kontingen Garuda V
Konga V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah
misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Harsoyo.
6. Kontingen Garuda VI
Konga VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973. Konga VI berada di
bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Rudini. Kontingen Garuda
Indonesia VI di resmikan oleh Menhankam/Pangab Jenderal TNI M.
Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda Indonesia sebagai peace
keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”. Selain pengiriman
Kontingen, atas permintaan PBB diberangkatkan pula Brigadir
Jenderal Himawan Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan
PBB di Timur Tengah, pada tanggal 13 Desember 1973. Kontingen
Garuda Indonesia VI tiba kembali di Indonesia setelah menyelesaikan
tugasnya di Timur Tengah selama sembilan bulan.
7. Kontingen Garuda VII
Konga VII dikirim ke Vietnam pada 1974. Konga VII berada di bawah
misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI S. Sumantri.
8. Kontingen Garuda VIII
Kontingen Garuda VIII dikirim dalam rangka misi perdamaian PBB di
Timur Tengah paska Perang Yom Kippur antara Mesir dan Israel yang
berlangsung dari tanggal 6 sampai dengan 26 Oktober 1973, dengan
tercapainya gencatan senjata di kilometer 101 dan disusul dengan
keluarnya resolusi PBB 340. Kontingen Garuda VIII bertugas di daerah
penyangga PBB di Semenanjung Sinai tersebut dikirim dalam 9
gelombang rotasi, dan setiap rotasi bertugas selama 6 bulan.
a. Kontingen Garuda VIII/1
Konga VIII/1 dikirim ke Timur Tengah pada 1974. Konga
VIII/1 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Art Sudiman Saleh.
21
b. Kontingen Garuda VIII/2
Konga VIII/2 dikirim ke Timur Tengah pada 1975. Konga
VIII/2 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Gunawan Wibisono.
c. Kontingen Garuda VIII/3
Konga VIII/3 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga
VIII/3 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Untung Sridadi.
d. Kontingen Garuda VIII/4
Konga VIII/4 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga
VIII/4 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Suhirno.
e. Kontingen Garuda VIII/5
Konga VIII/5 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga
VIII/5 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Kav Susanto Wismoyo.
f. Kontingen Garuda VIII/6
Konga VIII/6 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga
VIII/6 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Karma Suparman.
g. Kontingen Garuda VIII/7
Konga VIII/7 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga
VIII/7 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Sugiarto.
h. Kontingen Garuda VIII/8
Konga VIII/8 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga
VIII/8 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf R.
Atmanto.
i. Kontingen Garuda VIII/9
Konga VIII/9 dikirim ke Timur Tengah pada 1979. Konga
VIII/9 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf
RK Sembiring Meliala.

22
9. Kontingen Garuda IX
a. Kontingen Garuda IX/1
Konga IX/1 dikirim ke Iran-Irak pada 1988. Konga IX/1 berada
di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono
Sutarto.
b. Kontingen Garuda IX/2
Konga IX/2 dikirim ke Iran-Irak pada 1989. Konga IX/2 berada
di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf. Fachrul Razi.
c. Kontingen Garuda IX/3
Konga IX/3 dikirim ke Iran-Irak pada 1990. Konga IX/3 berada
di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Jhony
Lumintang.
10. Kontingen Garuda X
Konga X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah
misi UNTAG dan dipimpin oleh Kol Mar Amin S.
11. Kontingen Garuda XI
a. Kontingen Garuda XI/1
Konga XI/1 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/1
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh Letkol Inf Albert
Inkiriwang.
b. Kontingen Garuda XI/2
Konga XI/2 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/2
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CZI
TP Djatmiko. Kontingen Garuda XI-2 melaksanakan tugas sebagai
pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait
sebagaimana Kontingen Garuda XI-1. Kontingen gelombang kedua ini
berangkat pada tanggal 23 April 1992.Penugasan Kontingen Garuda
XI-2 berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 687 tanggal
3 April 1992 pada paragraf 5 tentang pembentukan dan tugas-tugas
yang dilaksanakan Unikom dan Surat Perintah Panglima ABRI Nomor
Sprin 1024/IV/1992. Sebagai Komandan Kontingen Garuda XI-2
adalah Mayor Czi Toto Punto Jatmiko. Pada tanggal 23 April 1991

23
Kontingen Garuda XI-2 telah selesai melaksanakan tugas dan kembali
ke tanah air.
c. Kontingen Garuda XI/3
Konga XI/3 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1993. Konga XI/3
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Kav Bambang
Sriyono. Kontingen Garuda XI-2 melaksanakan tugas sebagai pasukan
pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait. Berangkat ke
wilayah Irak-Kuwait pada tanggal 19 April 1993 dan kembali ke tanah
air pada tanggal 25 April 1994. Atas permintaan Dewan Keamanan
PBB pada tanggal 10 Oktober 1993 Pemerintah Indonesia
mengirimkan Letkol Inf. Hasanudin sebagai anggota Staf UNIKOM.
Ia termasuk Kontingen Garuda XI/UNIKOM dan berhasil
melaksanakan tugas dengan baik. Pada tanggal 17 Oktober 1994
kontingen ini kembali ke tanah air.
d. Kontingen Garuda XI/4
Konga XI/4 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1994. Konga XI/4
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Inf Muh.
Mubin.
e. Kontingen Garuda XI/5
Konga XI/5 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1995. Konga XI/5
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CPL Mulyono
Esa.
12. Kontingen Garuda XII
a. Kontingen Garuda XII/A
Konga XII/A dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/A
berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Erwin
Sujono.

b. Kontingen Garuda XII/B

Konga XII/B dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/B


berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol
Inf Ryamizard Ryacudu.

c. Kontingen Garuda XII/C

24
Konga XII/C dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/C
berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi
Chaidir.

d. Kontingen Garuda XII/D

Konga XII/D dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/D


berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Saptaji
Siswaya dan Letkol Inf Asril Hamzah Tanjung. Pada tanggal 20
Januari 1993 Kontingen Garuda XII-D diberangkatkan ke Kamboja
untuk menggantikan Kontingen Garuda XII-C. Kontingen Garuda XII-
D dipimpin oleh Letkol Inf. Saptadji dan wakilnya Mayor Inf. Suryo
Sukanto.

13. Kontingen Garuda XII (Civpol)

Konga XII dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII berada di bawah
misi UNTAC (civil police) dan dipimpin oleh Kol Pol Drs S. Tarigan dan
Kol Pol Drs Rusdihardjo.

14. Kontingen Garuda XIII

Konga XIII dikirim ke Somalia pada 1992. Konga XIII berada di


bawah misi UNOSOM dan dipimpin oleh May Mar Wingky S.

15. Kontingen Garuda XIV

a. Kontingen Garuda XIV/1


Konga XIV/1 dikirim ke Bosnia-Herzegovina pada 1993.
Konga XIV/1 berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh
Letkol Inf Eddi Budianto.

b. Kontingen Garuda XIV/2


Konga XIV/2 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/2
berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol Inf Tarsis

c. Kontingen Garuda XIV/3


Konga XIV/3 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/3
berada di bawah misi UNPROFOR.

25
d. Kontingen Garuda XIV/4
Konga XIV/4 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/4
berada di bawah misi UNPROFOR (civil police) dan dipimpin oleh
Letkol Pol Drs Suhartono.

e. Kontingen Garuda XIV/5


Konga XIV/5 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/5
berada di bawah misi UNPROFOR dan dipimpin oleh Letkol
Art Mazni Harun.

f. Kontingen Garuda XIV/A


Konga XIV/A dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/A
berada di bawah misi UNPROFOR (Yokes) dan dipimpin oleh Letkol
CKM dr Heridadi. Konga XIV/A ini merupakan petugas kesehatan.

g. Kontingen Garuda XIV/B


Konga XIV/B dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/B
berada di bawah misi UNPROFOR (Yonkes) dan dipimpin oleh Letkol
CKM dr Budi Utoyo. Konga XIV/B ini merupakan pasukan yang
bertugas mendukung misi kesehatan.

h. Kontingen Garuda XIV/C


Konga XIV/C dikirim ke Bosnia pada 1995. Konga XIV/C
berada di bawah misi UNPROFOR (Yon Zeni) dan dipimpin oleh
Letkol CZI Anwar Ende. Konga XIV/C ini adalah dari Batalyon Zeni.

16. Kontingen Garuda XV[

Konga XV dikirim ke Georgia pada 1994. Konga XV berada di


bawah misi UNOMIG dan dipimpin oleh May Kav M. Haryanto.
Kontingen Garuda XV pada awalnya merupakan kontingen para
Military Observer yang bertugas di bawah misi United Nations
Observer for Military in Georgia (UNOMIG). Bertugas di Rep. of
Georgia untuk mengawasi perjanjian damai antara Rep. of Georgia dan
Rep. of Abkhazia (Self Autonomous), yang merupakan upaya

26
pemecahan diri dari sebagian wilayah. Pertama kali misi ini di
kirimkan pada tahun 1994 dan berakhir tahun 2009.

17. Kontingen Garuda XVI

Konga XVI dikirim ke Mozambik pada 1994. Konga XVI berada


di bawah misi UNOMOZ dan dipimpin oleh May Pol Drs Kuswandi.
Kontingen ini terdiri dari 15 pasukan.

18. Kontingen Garuda XVII

Konga XVII dikirim ke Filipina pada 1994. Kontingen ini


bertugas dari 17 Juni 1994 sampai 28 Desember 1994. KONGA XVII
dipimpin oleh Brigjen TNI Asmardi Arbi, bertugas di Filipina sebagai
pengawas gencatan senjata setelah adanya perundingan antara MNLF
pimpinan Nur Misuari dengan pemerintah Filipina.

19. Kontingen Garuda XVIII

KONGA XVIII dikirim ke Tajikistan pada November 1997.


Kontingen ini terdiri dari 8 perwira TNI yang dipimpin oleh
Mayor Can Suyatno.

20. Kontingen Garuda XIX

a. Kontingen Garuda XIX/1


Konga XIX/1 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga
XIX/1 beranggotakan 10 perwira TNI dipimpin oleh Letkol K.
Dwi Pujianto dan bertugas sebagai misi pengamat (observer
mission).

b. Kontingen Garuda XIX/2


Konga XIX/2 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga
XIX/2 beranggotakan 10 orang dipimpin oleh Letkol
PSK Amarullah. Konga XIX/2 bertugas sebagai misi pengamat.

c. Kontingen Garuda XIX/3


Konga XIX/3 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga
XIX/3 beranggotakan 10 perwira dipimpin oleh Letkol (P) Dwi
Wahyu Aguk. Konga XIX/3 bertugas sebagai misi pengamat.

27
d. Kontingen Garuda XIX/4
Konga XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga
XIX/4 beranggotakan 10 perwira dan dipimpin oleh Mayor
CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas sebagai misi
pengamat.

21. Kontingen Garuda XX

a. Kontingen Garuda XX/A

Konga XX/A dikirim ke Bungo, Kongo pada 6 September


2003 dan bertugas selama 1 tahun. Konga XX/A berjumlah 175
prajurit dari Kompi Zeni dibawah pimpinan Mayor CZI Ahmad
Faizal.

b. Kontingen Garuda XX/B

Konga XX/B bertugas di Republik Demokratik Kongo. Konga


XX/B berasal dari Kompi Zeni.

c. Kontingen Garuda XX/C

Konga XX/C dikirim ke Republik Demokratik Kongo pada 28


September 2005. Konga XX/C berjumlah 175 personel dan
dipimpin Mayor Czi Demi A. Siahaan. Konga XX/C berasal dari
Kompi Zeni.

d. Kontingen Garuda XX/D

Konga XX/D rencananya akan diberangkatkan ke Republik


Demokratik Kongo untuk menggantikan Konga XX/C yang telah
bertugas selama hampir satu tahun. Konga XX/D berjumlah 175
personel dan dipimpin oleh Mayor Czi Jamalulael.

22. Kontingen Garuda XXI

Kontingen Garuda XXI merupakan kontribusi TNI dalam misi


perdamaian PBB di Liberia (UNMIL) yang terdiri dari perwira AD,
AL, AU yang terlatih dalam misi PBB dan mempunyai kecakapan
khusus sebagai pengamat militer (UN military observer).

28
a. Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek. Bayu Roostono, bertugas
tahun 2003-2004 dalam periode DDRR, pasca perang sipil II.

b. Konga XXI-2 dipimpin oleh Letkol (L) Putu Angga, bertugas


tahun 2004-2005 dalam periode pasca pemilu dan pemilu.

c. Konga XXI-3 dipimpin oleh Letkol (L) Supriatno, beserta dua


orang perwira lainnya yaitu Mayor Inf Fritz Pasaribu dan Mayor
Pnb Andri G. bertugas tahun 2005-2006 dalam periode pemulihan
keamanan, rekonstruksi, pemilu dan pemerintahan demokratis
pertama semenjak perang sipil 14 tahun.

d. Konga XXI-4 dipimpin oleh Letkol Kav. Hilman Hadi, beserta dua
orang perwira lainnya yaitu Mayor Mar Beni dan Kapten Adm Tri
Ambar Nugroho, bertugas tahun 2006-2007, sudah memasuki
tahap konsolidasi setelah berhasil melewati tahap DDRR.

e. Konga XXI-5 dipimpin oleh Letkol Lek. Joseph Rizki P., bertugas
tahun 2007-2008, di saat misi UNMIL memulai tahap drawdown.

23. Kontingen Garuda XXII

Kontingen Garuda XXII merupakan kontribusi TNI dalam misi


perdamaian PBB di Sudan (UNMIS) yang terdiri dari perwira AD, AL,
AU yang bertugas khusus sebagai pengamat militer (UN Military
Observer). Sekarang ini Konga XXII juga berkontribusi untuk UNAMID
(Darfur).

a. Kontingen Garuda XXII/G berjumlah 6 personel TNI yang


bertugas sebagai UNMO (UN Military Observer) untuk UNMIS
(United Nations Mission In Sudan) yang terdiri dari: Mayor Inf Tri
Saktiyono, Mayor Laut (E) Danny Bachtera, Mayor Adm Mirza
Hus'an, Mayor Arh I Made Kusuma Dhyana Graha, Mayor Tek
Lully Hermawan, dan Kapten Laut (E) Ertawan Juliadi. Periode
Penugasan Konga XXII/G ini terhitung mulai tanggal 9 Februari
2008 sampai dengan 8 Februari 2009.

b. Kontingen Garuda XXII/H berjumlah 3 personel TNI yang


bertugas sebagai UNMO (UN Military Observer) untuk UNMIS
(United Nations Mission In Sudan) yang terdiri dari: Mayor Arm

29
Ari Estefanus , Mayor Laut (P) Robert Marpaung , Mayor Lek
Johni Purwnato. Periode penugasan Konga XXII-H/08 terhitung
mulai 23 Agustus 2008 - 22 Agustus 2009.

c. Kontingen Garuda XXII/I berjumlah 3 personel TNI yang bertugas


sebagai UNMO (UN Military Observer)untuk UNMIS (United
Nations Mission In Sudan)

24. Kontingen Garuda XXIII/A

Konga XXIII/A bertugas sebagai bagian dari Pasukan Perdamaian


PBB di Lebanon (UNIFIL) dan rencananya akan berangkat pada akhir
September 2006 tetapi kemudian ditunda karena PBB menunda
keberangkatan pasukan perdamaian dari negara-negara Asia sehingga
akhirnya pasukan dikembalikan lagi ke kesatuannya masing-masing.
Kontingen Garuda XXIII/A dipimpin oleh Kolonel Surawahadi dan
terdiri dari 850 personel TNI. Anak pertama Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono, Agus Harimurti Yudhoyono juga ikut serta dalam
pasukan ini.

25. Kontingen Garuda XXIII-B/UNIFIL

Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2007 - 2008 di bawah


komando Letkol Inf A M Putranto, S.Sos sebagai Dansatgas dan
Letkol Mar Ipung Purwadi sebagai Wadansatgas. Satgas Yonif
Mekanis TNI Konga XXIII-B/UNIFIL berkekuatan 850 personel
dengan komposisi personel: 541 AD, 242 AL, 63 AU, 1 Kemhan dan 3
Deplu.

26. Kontingen Garuda XXIII/C

Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2008 - 2009 dibawah


UNIFIL

27. Kontingen Garuda XXIII/D

Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2009 - 2010 dibawah


UNIFIL Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2009 - 2010 di
bawah Pimpinan Letkol Inf Andi Perdana Kahar (Akmil 1992) sebagai
Dansatgas dan Letkol Mar Guslin Kamase (AAL 1993) sebagai
Wadansatgas. Satgas Yonif Mekanis TNI Konga XXIII-D/UNIFIL

30
berkekuatan 1000 personel dengan main body dari Yonif Raider
323/13/1 Kostrad.

28. Kontingen Garuda XXIII/E

Bertugas di Lebanon Selatan pada tahun 2010- 2011 dibawah


UNIFIL, pimpinan Letkol Inf Hendy Antariksa. Untuk pertama kalinya
Konga XXIII-E selain mendapat UN Medal seperti Konga pada
umumnya, juga mendapatkan Brevet Kehormatan UNIFIL dari
Komandan Sektor Timur UNIFIL. Selain itu, Konga XXIII-E juga
mendapatkan kepercayaan perluasan 5 wilayah binaan.

29. Kontingen Garuda XXIV

Bertugas di Nepal. Kontingen Garuda XXIV merupakan kontribusi


TNI dalam misi perdamaian PBB di Nepal (UNMIN) yang terdiri dari
perwira AD, AL, AU yang terlatih dan dibekali ilmu dalam misi PBB
serta mempunyai kecakapan khusus sebagai pengamat militer (UN
military observer). Konga XXIV sampai misi terakhir 2011 adalah
gelombang ke-4:

a. Konga XXIV-1 dipimpin oleh Mayor , beserta 5 orang perwira


lainnya bertugas selama 1 tahun dari tahun 2007-2008, pasca
perang tahun 2006.

b. Konga XXIV-2 dipimpin oleh Kol Laut (T) (Anumerta) Sondang


Dodi Irawan, beserta lima orang perwira lainnya Mayor Laut (E) Ir.
Wahyu Broto, Mayor Arh M Fahmi Rizal Nasution, Mayor Pnb
Lubis, Mayor Supomo dan Mayor Inf Mulyaji bertugas selama 1
tahun 6 bulan 2 minggu dari tahun 2008-2009 dalam periode pasca
pemilu dan pemilu.

c. Konga XXIV-3 dipimpin oleh Mayor Kav Arief Munandar, beserta


empat orang perwira lainnya yaitu Mayor Inf Budi Prasetyo, Mayor
Kav Sindhu Hanggara, Mayor Arh IGN Wahyu Jatmiko dan Mayor
Adm Djoko Nugroho bertugas selama 1 tahun dari tahun 2009-
2010.

d. Konga XXIV-4 dipimpin oleh Mayor Arm Aziz Mahmudi, beserta


empat orang perwira lainnya yaitu Mayor Mar Arief Rahman

31
Hakim, Mayor Kal R Akhmad Wahyuniawan, Kapten Arm Abdi
wirawan dan Kapten L (P) Agus Wijaya, bertugas selama 4 bulan
dari 28 Agustus 2010 sd 15 Januari 2011, sudah memasuki tahap
konsolidasi.

30. Kontingen Garuda XXV

Berdasarkan Frago (fragmentery order) Nomor10-10-08


tanggal 30 Oktober 2008, penambahan Kontingen Indonesia dalam
rangka misi perdamaian dunia di Lebanon Selatan memberikan
kesempatan kepada 75 prajurit Polisi Militer TNI untuk turut serta
memberikan sumbangsih bhakti negara.

Satgas POM TNI di Lebanon, berkedudukan langsung dibawah


Force Commander of UNIFIL (FC assets), namun bertempat di
wilayah Sektor Timur UNIFIL, itulah sebabnya Satgas POM TNI di
Lebanon disebut SEMPU ( Sector East Military police Unit ) , dimana
taktis operasional dibawah Seceast Co. yang juga merupakan wilayah
Area of Responsibility (AOR) daripada SEMPU meliputi 4 batalion
area, yaitu, Batalion India (Alpha Area), Batalion Spanyol (Bravo
Area), Batalion Indonesia (Charlie Area) dan Batalion Nepal (Delta
Area).

Sampai dengan tahun 2017, Konga XXV sudah 9 kali


melakukan Rotasi dengan urutan sbb :

a. Konga XXV-A tahun 2008 - 2009 dipimpin oleh Letkol Cpm


Ujang Marteniz

b. Konga XXV-B tahun 2009 - 2010 dipimpin oleh Letkol Cpm Eko
Yatma Parnowo

c. Konga XXV-C tahun 2010 - 2011 dipimpin oleh Letkol Cpm Dwi
Prasetyo Wiranto

d. Konga XXV-D tahun 2011 - 2012 dipimpin oleh Letkol Cpm Ida
Bagus Rahwan Diputra

e. Konga XXV-E tahun 2012 - 2013 dipimpin oleh Letkol Cpm


Subiyakto

32
f. Konga XXV-F tahun 2013- 2014 dipimpin oleh Letkol Cpm Andri
Gunawan

g. Konga XXV-G tahun 2014 - 2015 dipimpin oleh Letkol Cpm


Siagian Donald Beyer Maringin

h. Konga XXV-H tahun 2015 - 2016 dipimpin oleh Letkol Cpm


Zulkarnain

i. Konga XXV-I tahun 2016 - 2017 dipimpin oleh Letkol Cpm Joni
Kuswaryanto

31. Kontingen Garuda XXVI

Menyusul keberhasilan penugasan Kontingen Garuda XXIII


bersama dengan UNIFIL, sekaligus dalam rangka memperbesar peran
serta Indonesia dalam pemeliharaan perdamaian di Lebanon Selatan
dan atas permintaan PBB, maka dikirimkan pasukan tambahan
Indonesia untuk melaksanakan tugas sebagai satuan Force Headquarter
Support Unit (FHQSU) dan INDO Force Protection Company (INDO
FP Coy) berjumlah 200 orang. Tugas yang diemban berbeda dengan
Konga XXIII (INDOBATT) yang merupakan satuan Yonif Mekanis
yang memiliki wilayah operasi di sekor timur UNIFIL, Konga XXVI
merupakan satuan yang bertugas untuk mendukung pelayanan dan
pengamanan di UNIFIL HQ - Naqoura. Konga XXVI-A tiba pertama
kali di Naqoura pada tanggal 31 Oktober 2008, dipimpin oleh Kolonel
Mar Saud P. Tamba Tua.

32. Kontingen Garuda XXVI-B

Kontingen Garuda XXVI-B terdiri dari 2 Satuan Tugas; Konga


XXVI-B1 merupakan Satgas Indonesian Force Head Quarter Support
Unit (FHQSU) yang di komandani oleh Kolonel Inf Restu
Widiantoro dan Kontingen Garuda XXVI-B2 sebagai kompi pengaman
UNIFIL Headquater atau Force Protection Company (FP Coy) dengan
Komandan Satgas Letkol Inf Fulad. Tugas-tugas yang dilaksanakan
oleh Kontingen Garuda XXVI-B sama dengan Kontingen Garuda
XXVI-A.

33
33. Kontingen Garuda XXVI-C1

Kontingen Garuda XXVI-C1 merupakan pengganti Konga


XXVI-B1 dengan tugas-tugas yang tidak jauh berbeda dengan Satgas
sebelumnya. Namun Kontingen Garuda XXVI-C1 yang dipimpin oleh
Kolonel PNB Yulianta ini membawa serta 5 orang prajurit Wanita TNI
(Wan TNI) sebagai bagian dari quota yang telah ditetapkan
oleh United Nation kepada Troops Contibuting Countries sebesar 10 %
dari keserulurah jumlah kontingen negara penyumbang pasukan
perdamaian.

34. Kontingen Garuda XXVI-C2

Kontingen Garuda XXVI-C2 mengawali misinya di Lebanon


pada 19 Nopember 2010, setelah upacara Transfer of Autority dengan
Konga XXVI-B2. Serah terima wewenang dan tanggung jawab
pengamanan diserahkan dari Komandan Kontingen XXVI-B2 Letkol
Inf Fulad kepada Komandan Kontingen Garuda XXVI-C2 Mayor
Inf Henri Mahyudi di markas Indo FP Coy "Soedirman Camp"
Naqoura. Kontingen Garuda XXVI-C2 mengakhiri misinya di Lebanan
pada tanggal 23 Nopember 2011 dan diserahkan kepada Kontingen
Garuda XXVI-D2 yang dipimpim oleh Kapten Inf Wimoko. Kontingen
Garuda XXVI-C1 dan XXVI-C2 mengakhiri misi di Lebanon pada
tanggal 1 Desember 2011 dan untuk selanjutnya kembali ke Tanah Air.

35. Kontingen Garuda XXVI-D1

Kontingen Garuda XXVI-D1 bertugas di Lebanon mulai


tanggal 22 November 2011 sampai dengan 25 November 2012 sebagai
satgas FHQSU (Force Headquarter Support Unit) dan mempunyai dua
tugas pokok yaitu di bidang security (force protection) dan di bidang
camp management yang berkedudukan langsung dibawah Force
Commander UNIFIL. Konga XXVI-D1 di bawah kepemimpinan
Kolonel Adm Darmawan Bakti.

36. Kontingen Garuda Indonesia XXVII

a. Kontingen Garuda XXVII - 1

34
Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak
tanggal 21 Agustus 2008 sampai dengan tanggal 21 Agustus 2009
dalam satgas Milobs dipimpin oleh Mayor Pnb Destianto Nugroho.

b. Kontingen Garuda XXVII - 2

Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak


tanggal 8 Oktober 2010 sampai dengan tanggal 8 Oktober 2011
dalam satgas Milobs dipimpin oleh Letkol CHK Tiarsen, yang
didukung oleh 2 personel.

c. Kontingen Garuda XXVII - 3

Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak


tanggal 14 Februari 2011 sampai dengan tanggal 14 Februari 2012
dalam Satgas Military Observer dengan beranggotakan Mayor Arh
Irwan Setiawan, Mayor Kal Bambang Witono dan Kapten Laut (P)
Dian Wahyudi serta Satgas Military Staff atas nama Mayor Kal
R.Akhmad Wahyuniawan yang bertugas sebagai Staff Officer Air
Operation UNAMID Headquarter - El Fasher.

d. Kontingen Garuda XXVII – 4

Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak


tanggal 08 Nopember 2011 sampai dengan tanggal 22 Nopember
2012 sebagai Military Observer dengan anggota Mayor Arm Abdi
Wirawan dan Mayor Lek Bayu Hendraji.

35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini dapat dicatat peran Indonesia dalam
memelihara perdamaian dunia semakin berperan aktif. Indonesia berperan dalam
menjaga perdamaian dunia tidak hanya pada masa sekarang, akan tetapi Indonesia
telah berperan penting dalam menjaga perdamaian sejak dulu, sejak Indonesia
merdeka. Dimulai dari memprakarsai berdirinya ASEAN untuk menjada perdamaian
di negara-negara kawasan Asia Tenggara hingga mengirimkan Pasukan Garuda untuk
membantu menciptakan perdamaian dunia. Ini membuktikan bahwa negara Indonesia
telah turut berperan aktif menegakkan perdamaian dunia sejak dahulu tidak hanya
pada masa sekarang. Indonesia memiliki rasa cinta damai sehingga turut ikut serta
dalam menegakkan perdamaian dunia bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam berperan menjaga perdamaian dunia, Indonesia menerapkan politik luar negeri
yang bebas aktif dan berdasar kepada pancasila dan UUD 1945.
B. SARAN
Dari penjelasan diatas, masih banyak peran yang harus dilakukan bangsa
Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia. Dalam menciptakan perdamaian
dunia, Indonesia tidak boleh berhenti berperan hingga saat ini saja. Melainkan hingga
masa yang akan datang, Indonesia harus meningkatkan perannya dalam menjaga
perdamaian dunia yang tetap berdasar dengan pancasila dan UUD 1945.

36

Anda mungkin juga menyukai