PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, Untuk menjadi sebuah
Negara yang merdeka, Indonesia harus memenuhi beberapa syarat. Diantaranya, yaitu
memperoleh pengakuan secara de facto dan de jure. Pengakuan secara de facto
adalah pengakuan yang diberikan oleh suatu negara kepada negara lain yang telah
memenuhi unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin, rakyat dan wilayah. Sedangkan
pengakuan secara de jure adalah pengakuan terhadap suatu negara secara resmi
berdasarkan hukum dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional.
Sebagai sebuah negara, bangsa Indonesia menyadari bahwa tidak mungkin dapat
memenuhi semua kebutuhan tanpa bantuan dari negara lain. Oleh sebab itu, untuk
memenuhi kebutuhan baik yang menyangkut bidang politik, ekonomi, maupun sosial
budaya diperlukan kerja sama dalam bentuk hubungan internasional.
Dalam mengadakan hubungan internasional, Bangsa Indonesia menerapkan
politik luar negeri bebas dan aktif yang dicetuskan oleh Mohammad Hatta. Disebut
dengan bebas karena politik luar negeri Indonesia terbebas dari pengaruh negara
negara atau kekuatan asing, atau bebas menentukan sikap apapun tetapi sikap yang
didasarkan atas ideologi Pancasila dan UUD 1945. Meski demikian, Indonesia tidak
tinggal diam dengan masalah-masalah dunia yang muncul. Bersama Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) dan organisasi-organisasi dunia lainya, Indonesia turut aktif
dalam mewujudkan perdamaian dunia.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana kontribusi Bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia ?
C. Tujuan
1. Untuk memenuhi Tugas Sejarah Indonesia
2. Untuk mengetahui kontibusi Bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia
D. Manfaat
1. Menambah wacana pemikiran yang berdimensi internasional.
2. Menambah wawasan dalam ranah internasional.
3. Membuka peluang untuk berpikir lebih luas dalam wacana global.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
berdirinya ASEAN untuk menjaga perdamaian negara-negara di kawasan Asia
Tenggara.
a. Latar Belakang Berdirinya ASEAN
Berdirinya ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) dilatar
belakangi oleh beberapa persamaan yang dimiliki oleh negara-negara Asia
Tenggara. Persamaan-persamaan tersebut antara lain:
1. Persamaan geografis
Negara-negara di Asia Tenggara berada di antara dua benua, yakni
Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara dua samudera yaitu
Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Jadi, didasarkan letak geografisnya,
negara-negara tersebut merupakan satu regional atau satu kesatuan
wilayah.
2. Persamaan budaya.
Kawasan Asia Tenggara memiliki basis kebudayaan serta bahasa dan
tata kehidupan serta pergaulan yang hampir sama, pasal mereka sebagai
pewaris peradaban rumpun Melayu Austronesia.
3. Persamaan nasib.
Negara-negara Asia Tenggara sama-sama pernah dijajah oleh bangsa
Barat, kecuali Thailand. Hal inilah yang menumbuhkan rasa setia kawan
antara Negara-negara di Asia Tenggara.
4. Persamaan kepentingan di berbagai bidang.
Adanya kepentingan di berbagai bidang seperti bidang ekonomi, sosial,
budaya, keamanan, politik menjadi latar belakang berdirinya ASEAN.
Tempat yang menjadi pintu gerbang perdamaian dunia juga terdapat di
Asia Tenggara yaitu Selat Malaka dan Selat Sunda.
b. Sejarah ASEAN
Berdirinya ASEAN ditandai dengan pertemuan lima menteri luar
negeri negara-negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura,
Thailand, dan Filipina pada tanggal 5-8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand.
Adapun kelima tokoh menteri luar negeri tersebut adalah:
1. Adam Malik, wakil dari Indonesia.
2. Tun Abdul Razak, wakil dari Malaysia.
3. Rajaratman, wakil dari Singapura.
3
4. Thanat Khoman, wakil dari Thailand.
5. Narsisco Ramos, wakil dari Filipina.
Pada tanggal 8 Agustus 1967, kalima menteri luar negeri tersebut
menandatangani sebuah kesepakatan yang dikenal sebagai Deklarasi Bangkok.
Sejak penandatangan Deklarasi Bangkok itulah organisasi ASEAN resmi
berdiri dan mulai terbuka menerima anggota baru.
Pada tanggal 7 Januari 1987 negara Brunei Darussalam menjadi negara
pertama yang masuk menjadi anggota ASEAN diluar kelima negara pendiri.
Selanjutnya, Vietnam resmi menjadi anggota ketujuh pada tanggal 28 Juli
1995. Laos dan Myanmar menjadi negara anggota ASEAN yang kedelapan
dan kesembilan pada tanggal 23 Juli 1997, disusul kemudian oleh Kamboja
pada tanggal 16 Desember 1998.
Timor Leste, yang merupakan negara lain di kawasan Asia Tenggara
juga sudah berkali-kali mengutarakan niatnya untuk bergabung dengan
ASEAN. Peluang masuknya Timor Leste sebagai anggota baru ASEAN juga
terbuka lebar, dan Timor Leste diperkirakan baru akan masuk sebagai anggota
ASEAN pada tahun 2017 setelah melalui proses yang panjang untuk dapat
masuk menjadi anggota ASEAN.
c. Tujuan ASEAN
Isi deklarasi Bangkok yang merupakan tujuan ASEAN, antara lain:
1. Mempercepat peningkatan ekonomi, kemajuan sosial, serta pernyebaran
kebudayaan di kawasan Asia Tenggara
2. Menaikkan perdamaian serta stabilitas regional
3. Menaikkan kerja setara serta saling menolong buat kepentingan bersama
dalam bidang ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, serta
administrasi.
4. Memelihara kerja setara yang erat di tengah-tengah organisasi regional
serta internasional yang ada
5. Menaikkan kerja setara buat memajukan pendidikan, latihan, serta studi di
kawasan Asia Tenggara
4
d. Kontribusi Indonesia dalam ASEAN
Kontibusi Bangsa Indonesia dalam ASEAN untuk mewujudkan
perdamaian dunia antara lain sebagai berikut.
1. Doktrin SEANWFZ
Southeast Asia Nuclear Weapon Free Zone (SEANWFZ) merupakan
suatu kesepakatan diantara sepuluh negara anggota ASEAN untuk
mengamankan kawasan Asia Tenggara dari penggunaan nuklir. Gagasan
pembentukan SEANWFZ dimulai oleh Malaysia yang mengajukan
konsep ZOPFAN, yakni konsep yang berisi pernyataan memperjuangkan
kawasan Asia Tenggara sebagai kawasan damai, bebas, dan netral.
Konsep Malaysia mengenai ZOPFAN ( Zone Of Peace, Fee, and Neutral)
diterima oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada tahun 1971 dan
berhasil menandatangani Deklarasi ZOPFAN.
Wacana SEANWFZ pada awalnya tidak berjalan mulus karena kondisi
politik di kawasan tidak menguntungkan. Akhirnya baru tahun 1995,
Traktat SEANWFZ ditandatangani oleh sepuluh kepala pemerintahan
negara ASEAN di Bangkok, Thailand pada tanggal 15 Desember 1995
dan mulai berlaku pada tanggal 27 Maret 1997.
Kesepakatan yang terdapat dalam SEANWFZ antara lain, mewajibkan
negara-negara anggota untuk tidak mengembangkan, memproduksi,
ataupun membeli serta mempunyai atau menguasai senjata nuklir, ataupun
melakukan uji coba atau menggunakannya, baik di dalam ataupun diluar
kawasan AsiaTenggra. Selain itu, negara tidak diperbolehkan meminta
ataupun menerima bantuan yang berkaitan dengan nuklir oleh negara
manapun dan juga tidak menyediakan sumber daya atau material khusus,
ataupun perlengkapan kepada negara persenjataan non nuklir dimanapun
juga terkecuali negara tersebut telah memenuhi perjanjian keselamatan
dengan The International Atomic Energi Agency.
Traktat SEANWFZ ini merupakan instrumrn hukum mengenai
komitmen negara-negara ASEAN dalam upayanya memperoleh jaminan
dari negara yang memiliki nuklir, bahwa mereka akan menghormati
Traktat SEANWFZ dan tidak akan menyerang negara-negara di kawasan
Asia Tenggara. Penandatangan Traktat SEANWFZ merupakan tonggak
sejarah yang sangat penting bagi ASEAN dalam upaya mewujudkan
5
kawasan Asia Tenggara yang aman, dan stabil, serta bagi usaha
mewujudkan perdamaian dunia. Upaya negara-negara anggota ASEAN
untuk memperjuangkan Traktat SEANWFZ di tingkat internasional salah
satunya adalah dengan diakuinya traktat tersebut melalui Resolusi Umum
Majelis PBB pada tanggal 10 Januari 2008, yang didukung oleh Rusia dan
Cina.
2. Doktrin Kuantan
Doktrin Kuantan adalah salah satu kontribusi Indonesia dalam
ASEAN. Adanya doktrin kuantan bermula dari terjadinya konflik di
kawasan Indocina yang melibatkan Kamboja, Vietnam, Cina, dan
kepentingan ideology negara superpower yakni Amerika Serikat dan Uni
Soviet, merupakan situasi politik yang membahayakan stabilitas Asia
Tenggara dan mengganggu pembangunan nasional negara-negara di Asia
Tenggara. Semua negara anggota ASEAN sepakat menggunakan cara
damai dalam upaya penyelesaian konflik di Indocina.
Pada bulan Mei 1980, Presiden Soeharto bertemu Perdana Menteri
Malaysia Hussein Onn. Kedua kepala pemerintahan sepakat mencari
solusi terwujudnya perdamaian di kawasan Indocina. Solusi damai ini
tidak melibatkan negara diluar ASEAN tujuannya untuk meningkatkan
kemandirian ASEAN. Solusi damai ini dikenal dengan Doktrin Kuantan.
Doktrin Kuantan beranggapan bahwa tekanan Cina atas Vietnam akan
lebih mendekatkan Vietnam dengan Uni Soviet. Situasi tersebut
membahayakan keamanan regional. Bantuan negara-negara ASEAN di
bawah kepeloporan Indonesia dan Malaysia diharapkan secara bertahan
Vietnam menarik diri dari sekutunya, Uni Soviet. Dengan demikian
stabilitas politik regional Asia Tenggara bisa tercapai.
Doktrin Kuanan ditentang oleh negara Thailand. Negara Thailand
beranggapan ketika Vietnam dibiarkan saja menginvasi Kamboja
dikhawatirkan Vietnam juga melakukan tindakan yang sama terhadap
negara di Asia Tenggra khususnya Thailand. Pandangan Thailand ini
didukung oleh mayoritas negara anggota ASEAN. Tindakan ASEAN ini
telah melanggar kesepakatan ZOPFAN. Indonesia dan Malaysia melihat
posisi negara mayoritas anggota ASEAN lantas meninggalkan Doktrin
6
Kuantan dan menaruh kepentingan ASEAN di depan. Dengan posisi yang
diambil oleh Indonesia dan Malaysia, Kawasan Asia Tenggara bisa
terlepas dari terjadinya konflik terbuka atas perbedaan pandangan diantara
negara anggota ASEAN terhadap isu Vietnam (konflik di Indocina).
8
faksi, kedua tetangga Indochina dan enam negara ASEAN bertemu untuk
mendiskusikan mekanisme penyelesaian awal.
Pertemuan ini dinilai cukup efektif untuk menyepakati persepsi dan
kesepahaman bersama sehingga beberapa rekombinasi dapat dilahirkan
dengan penekanan pada pemisahan dua isu yaitu berkaitan dengan invasi
Vietnam, Vietnam untuk menarik mundur pasukannya dari Kamboja
sebagai itikad baik penyelesaian konflik, kesepahaman mengenai
pentingnya pencegahan berkuasanya kembali rezim Pol Pot yang telah
mengakibatkan penderitaan bagi rakyat Kamboja, pembentukan kelompok
kerja guna membahas elemen dasar dari konflik itu sendiri dan menyusun
usulan-usulan sebagai bahan masukan bagi pertemuan selanjutnya.
Pada tanggal 19-21 Februari 1989 dilaksanakan JIM II yang turut
dihadiri oleh negara-negara peserta JIM I. Pada pertemuan ini dapat
disepakati berbagai kemajuan yang bersifat teknis sebagai tindak lanjut
dan penyeragaman persepsi dari hasil pertemuan pertama. Beberapa hasil
menonjol diantaranya adalah penarikan seluruh pasukan Vietnam yang
harus segera dilaksanakan dengan batas waktu 30 September 1989.
Kemudian dibahas pula mengenai himbauan penghentian keterlibatan
pihak asing termasuk dukungan militer dan persenjataan terhadap masing-
masing pihak yang bertikai di Kamboja.
Negara-negara ASEAN mulai memandang perlunya melibatkan negara
negara diluar kawasan dan juga perlu diadakannya konferensi
Internasional untuk menindaklanjuti hasil pencapaian JIM. Hal ini
disambut baik oleh Prancis. Prancis kemudian menggagas prakarsa untuk
menyelenggarakan Konferensi Internasional Mengenai Kamboja (Paris
International on Cambodia) pada tahun 1991. Kesepakatan Paris
mencakup berbagai hal, yakni
a. Final act konferensi Paris mengenai Kamboja
b. Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh
konflik Kamboja berikut lampiran-lampirannya berupa mandat
UNTAC, masalah militer, pemilihan umum, repatriasi para pengungsi
Kamboja, dan prinsip-prinsip konstitusi baru Kamboja.
c. Kesepakatan tentang kedaulatan, kemerdekaan, integrasi wilayah,
netralisasi, dan keutuhan nasional Kamboja.
9
5. Penyelesaian Konflik Thailand-Kamboja
Konflik Thailand Kamboja terjadi karena sengketa perbatasan antara
kedua negara. Konflik tersebut berakar dari ketidakjelasan letak kuil Prah
Vihear yang didirikan olrh Raja Kamboja. Dasar inilah yang membuat
pemerintah Kamboja semakin yakin bahwa kuil bersama wilayah
disekitarnya termasuk kedalam wilayahnya. Terlebih adanya peta yang
dibuat oleh pejabat Prancis pada tahun 1907 yang memperkuat argumen
Kamboja. Hail inilah yang akhirnya membuat Kamboja memenangkan
kasus ini dalam sidang Mahkamah Internasional. Thailand merasa
dirugikan dalam hal ini menolak untuk mematuhi keputusan Mahkamah
Internasional dan tetap menempatkan pasukannya di wilayah sengketa.
Pengakuan dari UNESCO pada 17 Juli 2008 bahwa Kuil Prah Vihear
yang terletak dalam wilayah kamboja termasuk dalam daftar warisan
kekayaan duia memicu konflik prbatasan antara kedua negara kembali
memanas. Sempat terjadi perundingan untuk menyelesaikan sengketa ini
yaitu Thailand Kamboja General Border Committee (GBC) pada tanggal
21 juli 2008 tetapi ternyata perundingan ini tidak berjalan mulus. Kontak
senjata yang terjadi menyebabkan Kamboja membawa masalah ini ke
Dewan keamanan PBB. Keputusan Kamboja membawa masalah ini ke
Dewan PBB membuat Indonesia turun tangan. Menteri luar negeri
Indonesia langsung mengadakan pertemuan dengan menteri luar negeri
Thailand dan Kamboja. Konflik perbatasan Thailand dan Kamboja sempat
memanas pada tahun 2009,2010, dan 2011. Puncak dari konflik yaitu
perebutan perbatasan tepatnya di wilayah 4 x 6 km2 sebagai kawasan
sekitar kuil Prah Vihear yang terjadi pada 4-6 Februari 2011.
Pada 22 Februari 2011 di Jakarta di gelar informal ASEAN Foreign
Minister’s Meeting (pertemuan informal para Menteri Luar Negeri
ASEAN) dengan agenda tunggal pembahasan penyelesaian konflik
Thailand dan Kamboja, pertemuan informal para Menlu ASEAN yang
diprakarsai Indonesia selaku Ketua ASEAN ini merupakan tindak lanjut
dari hasil sidang Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK
PBB). Sidang itu sebelumnya meminta Thailand dan Kamboja berkerja
sama dengan ASEAN sebagai mediator untuk menuntaskan persoalan
perbatasan mamalelui jalan damai
10
Dalam pertemuan tingkat menteri ASEAN tersebut, Indoesia
menyiapkan tiga langkah untuk menyelesaikan konflik perbatasan antara
Kamboja dan Thailand yaitu
a. ASEAN akan meminta Kamboja dan Thailand untuk menegaskan
komitmen penyelesaian masalah secara damai lewat mekanisme Treaty
of Amity and Cooperation (TAC)
b. Baik kamboja dan Thailand diminta untuk menstabilkan gencatan
senjata
c. Menggulirkan kembali forum diplomasi yang sudah dibentuk oleh
kedua negara yakni Joint Boundary Committee (JBC).
12
dalam suatu pertahanan yang bernama NATO (North Atlantic Treaty
Organization), sedangkan Blok Timur terikat dalam Pakta Warsawa.
2. Adanya kecemasan negara-negara yang baru saja mencapai
kemerdekaannya. Mereka merasa cemas karena persaingan antara blok
adidaya tersebut.
3. Adanya Dokumen Brioni yang merupakan pernyataan dari presiden Josep
Broz Tito (Yugoslavia). Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India), dan
Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir) tahun 1956 di Pulau Brioni,
Yugoslavia. Dokumen tersebut memuat prinsip-prinsip dasar untuk
mempersatukan gerakan Non Blok.
4. Terjadinya krisis Kuba tahun 1961. Krisis ini terjadi karena Uni Soviet
membangun pangkalan rudal di Kuba secara besar-besaran. Amerika
Serikat merasa terancam dan memprotes tindakan Uni Soviet tersebut.
Situasi dunia menjadi tegang, hal ini mendorong negara-negara Non Blok
untuk segera menyelenggarakan KTT Non Blok.
14
Non Blok. Adapun langkah yang ditempuh Indonesia dalam meningkatkan
peranan di GNB adalah :
1. Meningkatkan kerjasama antar negara-negara anggota Gerakan Non Blok
Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia pada masa perkembangan
Gerakan Non Blok adalah dengan cara meningkatkan keeratan kerja sama
yang telah dibangun antar sesama negara anggota GNB, terutama dalam
perkembangan kerjasama di bidang teknik dan ekonomi. Hal tersebut
merupakan perwujudan kerjasama Selatan-Selatan yang melibatkan
negara-negara maju maupun lembaga-lembaga keuangan internasional.
15
b. Indonesia telah dianggap telah memberikan warna yang baru bagi
organisasi tersebut, diantaranya adalah dengan menitikberatkan
kerjasama pada pembangunan ekonomi yaitu dengan menghidupkan
kembali dialog antara negara-negara selatan.
c. Indonesia telah dipercaya untuk membantu menyelesaikan pertikaian
atau konflik regional di beberapa negara seperti kamboja, sengketa
yang terjadi di laut cina selatan, serta gerakan separatis Moro di
Philipina.
d. Indonesia telah berhasil menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) GNB yang ke-110 di Jakarta dan Bogor pada 1 hingga
7 September 1992. Dalam KTT tersebut telah berhasil merumuskan
suatu kesepakatan bersama yang dikenal dengan “Pesan jakarta.”
Yang di dalamnya terkandung visi dari Gerakan Non Blok, yaitu
16
1. KTT I – Belgrade, 1 September 1961 – 6 September 1961
2. KTT II – Kairo, 5 Oktober 1964 – 10 Oktober 1964
3. KTT III – Lusaka, 8 September 1970 – 10 September 1970
4. KTT IV – Aljir, 5 September 1973 – 9 September 1973
5. KTT V – Kolombo, 16 Agustus 1976 – 19 Agustus 1976
6. KTT VI – Havana, 3 September 1979 – 9 September 1979
7. KTT VII – New Delhi, 7 Maret 1983 – 12 Maret 1983
8. KTT VIII – Harare, 1 September 1986 – 6 September 1986
9. KTT IX – Belgrade, 4 September 1989 – 7 September 1989
10. KTT X – Jakarta, 1 September 1992 – 7 September 1992
11. KTT XI – Cartagena de Indias, 18 Oktober 1995 – 20 Oktober 1995
12. KTT XII – Durban, 2 September 1998 – 3 September 1998
13. KTT XIII – Kuala Lumpur 20 Februari 2003 – 25 Februari 2003
14. KTT XIV – Havana, 11 September 2006 – 16 September 2006
GNB mempunyai arti yang khusus bagi bangsa Indonesia yang dapat
dikatakan lahir sebagai negara netral yang tidak memihak. Hal tersebut
tercermin dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan bahwa
“kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan
diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan”.
Selain itu, diamanatkan pula bahwa Indonesia ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
17
Sesuai dengan politik luar negeri yang bebas aktif, Indonesia memilih untuk
menentukan jalannya sendiri dalam upaya membantu tercapainya perdamaian
dunia dengan mengadakan persahabatan dengan seluruh bangsa.
Sebagai implementasi dari politik luar negeri yang bebas aktif itu,
selain sebagai salah satu negara pendiri GNB, Indonesia juga senantiasa setia
dan komitmen pada prinsip-prinsip dan aspirasi GNB. Pada masa itu,
Indonesia telah berhasil membawa GNB untuk mampu menentukan arah dan
secara dinamis menyesuaikan diri pada setiap perubahan yang terjadi.
18
Hubungan yang baik tersebut berlanjut dengan dibukanya Perwakilan
RI di Mesir dengan menunjuk HM Rasyidi sebagi Charge d'Affairs atau
"Kuasa Usaha". Perwakilan tersebut merangkap sebagai misi diplomatik tetap
untuk seluruh negara-negara Liga Arab. Hubungan yang akrab ini memberi
arti pada perjuangan Indonesia sewaktu terjadi perdebatan di forum Majelis
Umum PBB dan Dewan Keamanan PBB yang membicarakan sengketa
Indonesia-Belanda, para diplomat Arab dengan gigih mendukung Indonesia.
Presiden Sukarno membalas pembelaan negara-negara Arab di forum
internasional dengan mengunjungi Mesir dan Arab Saudi pada Mei 1956 dan
Irak pada April 1960. Pada 1956, ketika Majelis Umum PBB memutuskan
untuk menarik mundur pasukan Inggris, Prancis dan Israel dari wilayah Mesir,
Indonesia mendukung keputusan itu dan untuk pertama kalinya mengirim
Pasukan Pemelihara Perdamaian PBB ke Mesir yang dinamakan dengan
Kontingen Garuda I atau KONGA I.
19
c. Daftar Kontingen
1. Kontingen Garuda I
Kontingen Garuda I dikirim pada 8 Januari 1957 ke Mesir. Kontingen
Garuda Indonesia I terdiri dari gabungan personel dari Resimen Infanteri-
15 Tentara Territorium (TT) IV/Diponegoro, serta 1 kompi dari Resimen
Infanteri-18 TT V/Brawijaya di Malang. Kontingen ini dipimpin oleh
Letnan Kolonel Infanteri Hartoyo yang kemudian digantikan oleh Letnan
Kolonel Infanteri Suadi Suromihardjo, sedangkan wakilnya Mayor
Infanteri Soediono Suryantoro. Kontingen Indonesia berangkat tanggal 8
Januari 1957 dengan pesawat C-124 Globe Master dari Angkatan Udara
Amerika Serikat menuju Beirut, ibukota Libanon. Dari Beirut pasukan
dibagi dua, sebagian menuju ke Abu Suweir dan sebagian ke Al Sandhira.
Selanjutnya pasukan di El Sandhira dipindahkan ke Gaza, daerah
perbatasan Mesir dan Israel, sedangkan kelompok Komando berada
di Rafah. Kontingen ini mengakhiri masa tugasnya pada tanggal 29
September 1957. Kontingen Garuda I berkekuatan 559 pasukan.
2. Kontingen Garuda II
Konga II dikirim ke Kongo pada 1960 dan dipimpin oleh Letkol
Inf Solichin GP. Konga II berada di bawah misi UNOC. KONGA II
berjumlah 1.074 orang dipimpin Kol. Prijatna (kemudian digantikan oleh
Letkol Solichin G.P) bertugas di Kongo September 1960 hingga Mei 1961.
3. Kontingen Garuda III
Konga III dikirim ke Kongo pada 1962. Konga III berada di bawah
misi UNOC dan dipimpin oleh Brigjen TNI Kemal Idris dan Kol
Inf Sobirin Mochtar.KONGA III terdiri atas 3.457orang dipimpin oleh
Brigjen TNI Kemal Idris, kemudian Kol. Sabirin Mochtar. KONGA III
terdiri atas Batalyon 531/Raiders, satuan-satuan Kodam II/Bukit Barisan,
Batalyon Kavaleri 7, dan unsur bantuan tempur. Komandan Yon Kavaleri
7 Letkol GA. Manulang gugur di Kongo.
4. Kontingen Garuda IV
Konga IV dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga IV berada di bawah
misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Wiyogo Atmodarminto.Pada
tanggal 23 Januari 1973 pasukan Garuda IV diberangkatkan ke Vietnam
yang dipimpin oleh Brigadir Jenderal TNI Wiyogo Atmodarminto, yang
20
merangkap Deputi Militer Misriga dengan kekuatan 294 orang yang terdiri
dari anggota ABRI dan PNS Departemen Luar Negeri. Tugas kontingen
Garuda IV adalah mencegah pelanggaran-pelanggaran, menjaga status
quo, mengawasi evakuasi pasukan dan alat-alat perang serta mengawali
pertukaran tawanan perang.
5. Kontingen Garuda V
Konga V dikirim ke Vietnam pada 1973. Konga V berada di bawah
misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI Harsoyo.
6. Kontingen Garuda VI
Konga VI dikirim ke Timur Tengah pada 1973. Konga VI berada di
bawah misi UNEF dan dipimpin oleh Kol Inf Rudini. Kontingen Garuda
Indonesia VI di resmikan oleh Menhankam/Pangab Jenderal TNI M.
Pangabean. Tugas pokok Kontingen Garuda Indonesia sebagai peace
keeping force atau “Pasukan Pemelihara Perdamaian”. Selain pengiriman
Kontingen, atas permintaan PBB diberangkatkan pula Brigadir
Jenderal Himawan Sutanto sebagai Komandan Brigade Selatan Pasukan
PBB di Timur Tengah, pada tanggal 13 Desember 1973. Kontingen
Garuda Indonesia VI tiba kembali di Indonesia setelah menyelesaikan
tugasnya di Timur Tengah selama sembilan bulan.
7. Kontingen Garuda VII
Konga VII dikirim ke Vietnam pada 1974. Konga VII berada di bawah
misi ICCS dan dipimpin oleh Brigjen TNI S. Sumantri.
8. Kontingen Garuda VIII
Kontingen Garuda VIII dikirim dalam rangka misi perdamaian PBB di
Timur Tengah paska Perang Yom Kippur antara Mesir dan Israel yang
berlangsung dari tanggal 6 sampai dengan 26 Oktober 1973, dengan
tercapainya gencatan senjata di kilometer 101 dan disusul dengan
keluarnya resolusi PBB 340. Kontingen Garuda VIII bertugas di daerah
penyangga PBB di Semenanjung Sinai tersebut dikirim dalam 9
gelombang rotasi, dan setiap rotasi bertugas selama 6 bulan.
a. Kontingen Garuda VIII/1
Konga VIII/1 dikirim ke Timur Tengah pada 1974. Konga
VIII/1 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Art Sudiman Saleh.
21
b. Kontingen Garuda VIII/2
Konga VIII/2 dikirim ke Timur Tengah pada 1975. Konga
VIII/2 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Gunawan Wibisono.
c. Kontingen Garuda VIII/3
Konga VIII/3 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga
VIII/3 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Untung Sridadi.
d. Kontingen Garuda VIII/4
Konga VIII/4 dikirim ke Timur Tengah pada 1976. Konga
VIII/4 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Suhirno.
e. Kontingen Garuda VIII/5
Konga VIII/5 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga
VIII/5 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Kav Susanto Wismoyo.
f. Kontingen Garuda VIII/6
Konga VIII/6 dikirim ke Timur Tengah pada 1977. Konga
VIII/6 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Karma Suparman.
g. Kontingen Garuda VIII/7
Konga VIII/7 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga
VIII/7 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol
Inf Sugiarto.
h. Kontingen Garuda VIII/8
Konga VIII/8 dikirim ke Timur Tengah pada 1978. Konga
VIII/8 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf R.
Atmanto.
i. Kontingen Garuda VIII/9
Konga VIII/9 dikirim ke Timur Tengah pada 1979. Konga
VIII/9 berada di bawah misi UNEF II dan dipimpin oleh Kol Inf
RK Sembiring Meliala.
22
9. Kontingen Garuda IX
a. Kontingen Garuda IX/1
Konga IX/1 dikirim ke Iran-Irak pada 1988. Konga IX/1 berada
di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Endriartono
Sutarto.
b. Kontingen Garuda IX/2
Konga IX/2 dikirim ke Iran-Irak pada 1989. Konga IX/2 berada
di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf. Fachrul Razi.
c. Kontingen Garuda IX/3
Konga IX/3 dikirim ke Iran-Irak pada 1990. Konga IX/3 berada
di bawah misi UNIIMOG dan dipimpin oleh Letkol Inf Jhony
Lumintang.
10. Kontingen Garuda X
Konga X dikirim ke Namibia pada 1989. Konga X berada di bawah
misi UNTAG dan dipimpin oleh Kol Mar Amin S.
11. Kontingen Garuda XI
a. Kontingen Garuda XI/1
Konga XI/1 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/1
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh Letkol Inf Albert
Inkiriwang.
b. Kontingen Garuda XI/2
Konga XI/2 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1992. Konga XI/2
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CZI
TP Djatmiko. Kontingen Garuda XI-2 melaksanakan tugas sebagai
pasukan pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait
sebagaimana Kontingen Garuda XI-1. Kontingen gelombang kedua ini
berangkat pada tanggal 23 April 1992.Penugasan Kontingen Garuda
XI-2 berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 687 tanggal
3 April 1992 pada paragraf 5 tentang pembentukan dan tugas-tugas
yang dilaksanakan Unikom dan Surat Perintah Panglima ABRI Nomor
Sprin 1024/IV/1992. Sebagai Komandan Kontingen Garuda XI-2
adalah Mayor Czi Toto Punto Jatmiko. Pada tanggal 23 April 1991
23
Kontingen Garuda XI-2 telah selesai melaksanakan tugas dan kembali
ke tanah air.
c. Kontingen Garuda XI/3
Konga XI/3 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1993. Konga XI/3
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Kav Bambang
Sriyono. Kontingen Garuda XI-2 melaksanakan tugas sebagai pasukan
pemelihara perdamaian PBB di wilayah Irak-Kuwait. Berangkat ke
wilayah Irak-Kuwait pada tanggal 19 April 1993 dan kembali ke tanah
air pada tanggal 25 April 1994. Atas permintaan Dewan Keamanan
PBB pada tanggal 10 Oktober 1993 Pemerintah Indonesia
mengirimkan Letkol Inf. Hasanudin sebagai anggota Staf UNIKOM.
Ia termasuk Kontingen Garuda XI/UNIKOM dan berhasil
melaksanakan tugas dengan baik. Pada tanggal 17 Oktober 1994
kontingen ini kembali ke tanah air.
d. Kontingen Garuda XI/4
Konga XI/4 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1994. Konga XI/4
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May Inf Muh.
Mubin.
e. Kontingen Garuda XI/5
Konga XI/5 dikirim ke Irak-Kuwait pada 1995. Konga XI/5
berada di bawah misi UNIKOM dan dipimpin oleh May CPL Mulyono
Esa.
12. Kontingen Garuda XII
a. Kontingen Garuda XII/A
Konga XII/A dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII/A
berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Erwin
Sujono.
24
Konga XII/C dikirim ke Kamboja pada 1993. Konga XII/C
berada di bawah misi UNTAC dan dipimpin oleh Letkol Inf Darmawi
Chaidir.
Konga XII dikirim ke Kamboja pada 1992. Konga XII berada di bawah
misi UNTAC (civil police) dan dipimpin oleh Kol Pol Drs S. Tarigan dan
Kol Pol Drs Rusdihardjo.
25
d. Kontingen Garuda XIV/4
Konga XIV/4 dikirim ke Bosnia pada 1994. Konga XIV/4
berada di bawah misi UNPROFOR (civil police) dan dipimpin oleh
Letkol Pol Drs Suhartono.
26
pemecahan diri dari sebagian wilayah. Pertama kali misi ini di
kirimkan pada tahun 1994 dan berakhir tahun 2009.
27
d. Kontingen Garuda XIX/4
Konga XIX/4 dikirim ke Sierra Leone pada 1999-2002. Konga
XIX/4 beranggotakan 10 perwira dan dipimpin oleh Mayor
CZI Benny Oktaviar MDA. Konga XIX/4 bertugas sebagai misi
pengamat.
28
a. Konga XXI-1 dipimpin oleh Letkol Lek. Bayu Roostono, bertugas
tahun 2003-2004 dalam periode DDRR, pasca perang sipil II.
d. Konga XXI-4 dipimpin oleh Letkol Kav. Hilman Hadi, beserta dua
orang perwira lainnya yaitu Mayor Mar Beni dan Kapten Adm Tri
Ambar Nugroho, bertugas tahun 2006-2007, sudah memasuki
tahap konsolidasi setelah berhasil melewati tahap DDRR.
e. Konga XXI-5 dipimpin oleh Letkol Lek. Joseph Rizki P., bertugas
tahun 2007-2008, di saat misi UNMIL memulai tahap drawdown.
29
Ari Estefanus , Mayor Laut (P) Robert Marpaung , Mayor Lek
Johni Purwnato. Periode penugasan Konga XXII-H/08 terhitung
mulai 23 Agustus 2008 - 22 Agustus 2009.
30
berkekuatan 1000 personel dengan main body dari Yonif Raider
323/13/1 Kostrad.
31
Hakim, Mayor Kal R Akhmad Wahyuniawan, Kapten Arm Abdi
wirawan dan Kapten L (P) Agus Wijaya, bertugas selama 4 bulan
dari 28 Agustus 2010 sd 15 Januari 2011, sudah memasuki tahap
konsolidasi.
b. Konga XXV-B tahun 2009 - 2010 dipimpin oleh Letkol Cpm Eko
Yatma Parnowo
c. Konga XXV-C tahun 2010 - 2011 dipimpin oleh Letkol Cpm Dwi
Prasetyo Wiranto
d. Konga XXV-D tahun 2011 - 2012 dipimpin oleh Letkol Cpm Ida
Bagus Rahwan Diputra
32
f. Konga XXV-F tahun 2013- 2014 dipimpin oleh Letkol Cpm Andri
Gunawan
i. Konga XXV-I tahun 2016 - 2017 dipimpin oleh Letkol Cpm Joni
Kuswaryanto
33
33. Kontingen Garuda XXVI-C1
34
Tergabung dalam misi UNAMID di Darfur bertugas sejak
tanggal 21 Agustus 2008 sampai dengan tanggal 21 Agustus 2009
dalam satgas Milobs dipimpin oleh Mayor Pnb Destianto Nugroho.
35
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak Indonesia merdeka hingga saat ini dapat dicatat peran Indonesia dalam
memelihara perdamaian dunia semakin berperan aktif. Indonesia berperan dalam
menjaga perdamaian dunia tidak hanya pada masa sekarang, akan tetapi Indonesia
telah berperan penting dalam menjaga perdamaian sejak dulu, sejak Indonesia
merdeka. Dimulai dari memprakarsai berdirinya ASEAN untuk menjada perdamaian
di negara-negara kawasan Asia Tenggara hingga mengirimkan Pasukan Garuda untuk
membantu menciptakan perdamaian dunia. Ini membuktikan bahwa negara Indonesia
telah turut berperan aktif menegakkan perdamaian dunia sejak dahulu tidak hanya
pada masa sekarang. Indonesia memiliki rasa cinta damai sehingga turut ikut serta
dalam menegakkan perdamaian dunia bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dalam berperan menjaga perdamaian dunia, Indonesia menerapkan politik luar negeri
yang bebas aktif dan berdasar kepada pancasila dan UUD 1945.
B. SARAN
Dari penjelasan diatas, masih banyak peran yang harus dilakukan bangsa
Indonesia dalam menciptakan perdamaian dunia. Dalam menciptakan perdamaian
dunia, Indonesia tidak boleh berhenti berperan hingga saat ini saja. Melainkan hingga
masa yang akan datang, Indonesia harus meningkatkan perannya dalam menjaga
perdamaian dunia yang tetap berdasar dengan pancasila dan UUD 1945.
36