Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

SEJARAH INDONESIA

NAMA : SYALAISAH SALSABILLAH


KELAS : XII MIPA 1
NO. ABSEN : 31

SMA NEGRI 1 LUMAJANG


JL. Jendral Ahmad Yani No. 7 (0334) 881714
LUMAJANG
2021- 2022
PEMBAHASAN KD 4.8
( Peran Bangsa Indonesia dalam Perdamaian Dunia )

1. KONFERENSI ASIA-AFRIKA ( KAA )


Penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika (KAA) diawali dari ide Soekarno yang disampaikan
oleh Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Colombo. Idenya datang karena setelah Perang
Dunia II, banyak negara yang masih bersitegang karena adanya Blok Barat dan Blok Timur. Di
Konferensi Colombo (Sri Lanka), pemikiran untuk menyelenggarakan KAA menjadi bahan
pembicaraan utama.

Tindak lanjut dari pembicaraan tersebut adalah dengan diadakannya Konferensi Panca
Negara di Kota Bogor. Konferensi ini menghasilkan beberapa keputusan, yaitu:

1. Mengadakan KAA di Bandung pada bulan April 1955.

2. Menetapkan kelima negara peserta Konferensi Bogor sebagai negara-negara sponsor.

3. Menetapkan 25 negara Asia-Afrika yang akan diundang.

Pada tanggal 3 Januari 1955 di Bandung, dibentuklah sebuah panitia yang diketuai oleh
Sanusi Hardjadinata, Gubernur Jawa Barat. Dari 25 negara yang diundang, Federasi Afrika
Tengah menolak untuk hadir karena masih diserang oleh penjajah.

Konferensi Asia-Afrika di Bandung berlangsung pada tanggal 18–24 April 1955 dan dihadiri
oleh 29 negara termasuk 5 negara sponsor KAA di dalamnya. Agenda dalam Konferensi ini
antara lain membicarakan kerja sama ekonomi, budaya, hak asasi manusia dan hak
menentukan nasib sendiri, masalah bangsa-bangsa yang belum merdeka, perdamaian dunia
dan kerjasama internasional, dan deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia.

Konferensi ini menghasilkan Basic Paper on Racial Discrimination, Basic Paper on Radio
Activity dan Declaration on the Promotion of World Peace and Co-operation. Dokumen
Declaration on the Promotion of World Peace and Co-operation inilah yang kemudian
dikenal sebagai Dasasila Bandung.

2. MISI GARUDA
Pasukan ini terdiri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan POLRI yang ditugaskan sebagai
pasukan perdamaian di negara lain. Ide awal munculnya pasukan ini karena adanya konflik
di Timur Tengah pada 26 Juli 1956.

Saat itu, Inggris, Prancis, dan Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir
sehingga menimbulkan perdebatan di antara negara-negara lainnya. Dalam Sidang Umum
PBB, Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Pearson, mengusulkan agar dibentuk pemelihara
perdamaian di Timur Tengah. Usul ini disetujui dan pada tanggal 5 November 1956,
Sekretaris Jenderal PBB membentuk United Nations Emergency Forces (UNEF).

Indonesia pun menyatakan kesediaannya untuk bergabung dalam UNEF dengan


mengirimkan Misi Garuda I sampai Misi Garuda XXVI-C2. Menurut data Kementerian Luar
Negeri pada Senin, 21 Maret 2016, Indonesia menjadi kontributor terbesar ke-10 pasukan
pemeliharaan perdamaian PBB dari 124 negara. Saat ini, pemerintah Indonesia telah
menugaskan 2.843 personel TNI dan POLRI yang bertugas di 10 Misi Pemeliharaan
Perdamaian PBB.

Kontribusi pasukan Indonesia ke Misi Pemeliharaan PBB merupakan wujud pelaksanaan


mandat Konstitusi yang mengamanatkan Indonesia untuk “ikut melaksanakan ketertiban
dunia”. Selain itu, pengiriman pasukan ini sebagai sarana peningkatan kapasitas dan
profesionalisme personel TNI dan POLRI. Kayanya, cocok nih nyanyi “Garuda di Dadaku” bagi
Pasukan Garuda saat bersiap.

3. Deklarasi Djuanda
Deklarasi Djuanda dicetuskan oleh Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja pada tanggal 13
Desember 1957. Deklarasi ini dilatarbelakangi oleh tuntutan pimpinan Departemen Pertahanan
Keamanan RI tahun 1956, yang merasa hukum laut Indonesia saat itu tidak menguntungkan
kepentingan wilayah Indonesia. Hukum laut Indonesia saat itu berdasarkan Zee En Maritieme
Kringen Ordonantie (Ordonansi Laut dan Daerah Maritim) tahun 1939 dari Belanda. Kebijakan
tersebut dapat membuat kapal-kapal asing masuk ke wilayah Indonesia dan mengambil sumber
dayanya.

Akhirnya, melalui Deklarasi Djuanda dinyatakan bahwa laut teritorial Indonesia berjarak 12 mil laut
diukur dari garis-garis dasar yang menghubungkan titik terluar dari pulau terluar. Deklarasi Djuanda
kemudian dikukuhkan melalui UU No.4/PRP Tahun 1960 dan melahirkan konsep “Wawasan
Nusantara”. Agar diakui oleh negara lain, deklarasi ini juga diperjuangkan dalam forum
internasional melalui Konvensi Hukum Laut atau lebih dikenal dengan UNCLOS (United Nations
Convention On The Law of The Sea) yang diadakan oleh PBB.

Deklarasi Djuanda baru dapat diterima di dunia internasional setelah ditetapkan dalam
Konvensi Hukum Laut PBB yang ke-3 di Montego Bay (Jamaika) pada 1982. Berdasarkan
hasil konvensi tersebut, Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara Kepulauan.
Setelah diperjuangkan sekitar 25 tahun, akhirnya pada 16 November 1994 dengan
persetujuan dari 60 negara, hukum laut Indonesia telah diakui oleh dunia internasional.

Indonesia harus berterimakasih kepada Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja dan Prof. Dr.
Hasjim Djalal, yang setia mengikuti berbagai konferensi tentang hukum laut yang
dilaksanakan PBB dari tahun 1970-an hingga tahun 1990-an. Berkat mereka, kedaulatan
wilayah laut Indonesia bisa diakui internasional.

4. Gerakan Non-Blok ( GNB )


Setelah Perang Dunia II, muncul dua kubu dari dua negara adidaya, Amerika dengan haluan
liberalis-kapitalis dan Uni Soviet dengan aliran sosialis-komunis. Banyak negara yang tidak
ingin bergabung dalam dua ideologi ini, akhirnya membuat Gerakan Non-Blok (GNB).
Untuk merealisasikan beberapa poin dalam Dasasila Bandung yang menyangkut
kesejahteraan suatu negara, pada tanggal 1-6 September 1961 diadakan Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) di Beograd, Yugoslavia.

Dalam KTT di Beograd inilah, didirikan GNB, yang diprakarsai oleh lima negara, yaitu:
Indonesia, India, Yugoslavia, Ghana, dan Mesir. Beberapa tujuan dari pembentukan
Gerakan Non-Blok antara lain:

1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.

2. Mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum dan menyeluruh di bawah


pengawasan internasional efektif.

3. Mengusahakan agar PBB berfungsi secara efektif.

4. Mengusahakan terwujudnya tata ekonomi dunia baru.

5. Mengusahakan kerjasama di segala bidang dalam rangka mewujudkan pembangunan


ekonomi dan sosial.

Tujuan dari GNB juga tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, yaitu untuk menjamin
kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara non-blok
dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, apartheid, zionisme,
rasisme dan segala bentuk intervensi.

Selain sebagai negara pelopor berdirinya GNB, Indonesia memiliki peran yang cukup besar
dalam organisasi tersebut, di antaranya:

1. Sebagai salah satu negara penggagas KAA yang merupakan cikal bakal digagasnya
Gerakan Non-Blok.

2. Sebagai salah satu negara pengundang pada KTT GNB yang pertama. Hal ini karena
Indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan berperan besar dalam mengundang atau
mengajak negara lain untuk bergabung dalam KTT.

3. Menjadi ketua dan penyelenggara KTT GNB X yang berlangsung pada 1-7 September
1992 di Jakarta dan Bogor. Indonesia turut pula menjadi perintis dibukanya kembali dialog
utara-selatan, yaitu dialog untuk memperkuat hubungan antara negara berkembang
(selatan) dan negara maju (utara).

Hingga 2016, KTT GNB telah diadakan sebanyak 17 kali dan pada 2012, telah memiliki 120
negara anggota.

5. ASEAN
Indonesia sebagai bagian dari Asia Tenggara khususnya dan dunia umumnya, menyadari
pentingnya hubungan kerja sama dengan negara-negara lain di berbagai belahan bumi. Hal
ini sesuai dengan yang tertuang dalam tujuan negara yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 yaitu ikut melaksanakan ketertiban dunia, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Indonesia banyak berperan aktif dalam berbagai
organisasi internasional, terutama di kawasan Asia Tenggara. Selain itu Indonesia juga
menjalin kerja sama bilateral dengan beberapa negara secara khusus. Dalam menjalin
hubungan internasional ini, Indonesia menggunakan politik luar negeri yang bebas aktif.
Bebas artinya bangsa Indonesia bebas menentukan sikap yang berkaitan dengan dunia
internasional. Aktif artinya Indonesia berperan serta secara aktif dalam memperjuangkan
terciptanya perdamaian dunia dan berpartisipasi dalam mengatasi ketegangan
internasional.

Indonesia adalah negara terbesar di AsiaTenggara, dan memegang peranan penting dalam
hal keamanan dan stabilitas di Asia Tenggara. Indonesia mempunyai peranan besar dalam
membentuk kesepakatan untuk stabilitas regional dan perdamaian. Misalnya, Indonesia
telah mengambil peran utama dalam membantu proses pemulihan kembali demokrasi di
Kamboja. Selain itu Indonesia menjadi perantara dalam proses pemisahan diri muslim di
Filipina Selatan. Indonesia sangat berperan aktif dalam organisasi ASEAN. Sebagai sesama
negara dalam satu kawasan, satu ras, satu rumpun, hubungan negara-negara di
AsiaTenggara seperti layaknya kakak beradik. Menyadari akan hal itu, maka Indonesia
menjadi salah satu negara pemrakarsa berdirinya ASEAN. Peran Indonesia dalam ASEAN
hingga saat ini tidak pernah surut. Bahkan, ASEAN menjadi prioritas utama dalam politik
luar negeri Indonesia. Indonesia selalu aktif berpartisipasi dalam setiap penyelenggaraan
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) atau pertemuan-pertemuan ASEAN. Indonesia sering
menjadi tuan rumah dalam acara-acara penting ASEAN. Di antaranya adalah sebagai
berikut.

ASEAN sebagai organisasi regional mempunyai tujuan;

1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan


kebudayaan
2. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional
3. Meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalahmasalah
ekonomi, sosial, ilmu pengetahuan
4. Saling memberikan bantuan dalam bentuk saran-sarana pelatihan dan penelitian dalam
bidang pendidikan, profesi, teknik, dan admistrasi;
5. Bekerjasama secara lebih efektif guna meningkatkan pemanfaatan pertanian dan
industri merek
6. Memajukan pengkajian mengenai Asia Tenggara; dan
7. Memelihara kerjasama yang erat dan berguna dengan berbagai onrganisasi
internasional dan regional.

6. Organisasi Kerjasama Islam


Sejarah berdirinya Organisasi Kerja Sama Islam tidak lepas dari berbagai peristiwa di Timur
Tengah mengenai umat Islam. Konflik yangterjadi antara Israel dan Palestina yang
berlangsung lama dan tak kunjung selesai merupakan suatu hal yang bertali temali dengan
gerakan Zionismeyang ingin mendirikan negara Yahudi di Palestina. Kemudian setelah Israel
merdeka pada tahun 1948, mereka gencar malakukan pengusiran warga Palestina. Bukan
hanya sebuah pengusiran yang dilakukan Israel terhadap Palestina melainkan berbagai
teror dansiksaan secara perlahan agar rakyat Palestina meninggalkan tanah airnya.
(Mustafa Abd. Rahman, 2002:177) Dengan berbagai konflik yang terjadi antara Israel dan
Palestina sampai pada perang yang terjadi dalam merebutkan kota al-Quds(Jerussalem)
pada tahun 1967, kemudian memuncak dengan kaum Radikal Yahudi yang membakar
masjid al-Aqsa pada 21 Agustus 1969, membuat umat islam di seluruh dunia tersadarkan
dan mulai membetuk suatu organisasi. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) merupakan
organisasi internasional non militer yang didirikan di Rabat, Maroko pada tanggal 25
September 1969. Dipicu oleh peristiwa pembakaran Mesjid Al Aqsha yang terletak di kota
Al Quds (Jerusalem) pada tanggal 21 Agustus 1969 telah menimbulkan reaksi keras dunia,
terutama dari kalangan umat Islam. Saat itu dirasakan adanya kebutuhan yang mendesak
untuk mengorganisir dan menggalang kekuatan dunia Islam serta mematangkan sikap
dalam rangka mengusahakan pembebasan Al Quds.

Secara umum, tujuan organisasi ini adalah:

1. Memperkuat solidaritas, kerja sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu
pengetahuan, dan teknologi antar negara anggota, serta perjuangan umat Islam untuk
melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak-haknya.
2. Melakukan aksi bersama untuk melindungi tempat-tempat suci umat Islam, serta memberi
semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangan hak dan kebebasan
mendiami daerahnya.
3. Bekerja sama untuk menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan serta
menciptakan suasana yang menguntungkan serta saling pengertian antar negara anggota
dan negara-negara lain.

Dalam OKI, beberapa peran Indonesia adalah:

1. Memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro
National Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final Peace Agremeent/
Perjanjian Damai, 1996.
2. Indonesia memberi dukungan bagi berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat
dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Dukungan dilanjutkan dengan pembukaan
hubungan diplomatik antara pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19 Oktober 1989.
3. Indonesia juga aktif dalam memperkenalkan Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi
perdamaian dan toleransi.

7. Jakarta Informal Meeting (JIM)

JIM telah dilaksanakan sebanyak tiga kali di antara tahun 1988-1990. Pada JIM I,
Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja mengusulkan tiga tahap rencana penyelesaian
Perang Indocina 3. Tiga usul tersebut adalah melakukan gencatan senjata antara kedua
belah pihak, diturunkannya pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mengawasi penarikan
pasukan Vietnam dari Kamboja, dan penggabungan semua kelompok bersenjata Kamboja
ke dalam satu kesatuan. Usulan tersebut disetujui dan akan kembali dibahas dalam Jakarta
Informal Meeting kedua.

Pada JIM II, Australia juga turut serta. Melalui perdana menterinya, Gareth Evans, Australia
mengusulkan rancangan Cambodia Peace Plan yang berisi:
1. Mendorong upaya gencatan senjata;
2. Menurunkan pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah yang konflik;
3. Mendorong pembentukan pemerintah persatuan nasional untuk menjaga kedaulatan
Kamboja sampai pemilihan umum diadakan.

Pertemuan terakhir JIM (JIM III) membahas tentang pengaturan pembagian kekuasaan di
antara pihak Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja dengan Republik Rakyat Kamboja
dengan membentuk pemerintah persatuan yang dikenal dengan nama Supreme National
Council (SNC).

Peran Indonesia setelah JIM


Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting ternyata mendapat
apresiasi dari Dewan Keamanan PBB. Seluruh anggota Dewan keamanan PBB menyetujui
upaya pembentukan pemerintahan transisi di Kamboja dengan membentuk United Nation
Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) tanggal 28 Februari 1992 berdasarkan Resolusi
Dewan Keamanan PBB Nomor 745.

Pasca pembentukan UNTAC, Indonesia mengambil peran dengan mengirimkan pasukan


Kontingen Garuda XII A – XII D untuk menjaga transisi pemerintahan di Kamboja. Bahkan
jumlah pasukan Kontingen Garuda Indonesia di UNTAC sebanyak 2.000 personil militer
ataupun polisi. Jumlah ini terbanyak lho dibandingkan pasukan negara lainny

Anda mungkin juga menyukai