Anda di halaman 1dari 12

MATERI SEJARAH INDONESIA SEMESTER GENAP

KD 3.8 dan 4.8


Indikator 1 : Menganalisis peran bangsa Indonesia dalam perdamaian dunia antara
lain: KAA, Misi Garuda, Deklarasi Djuanda, Gerakan Non Blok, ASEAN, OKI dan JIM

KONFERENSI ASIA AFRIKA

Konferensi Asia-Afrika yang pertama digelar di Bandung pada 1955 adalah salah satu warisan
Indonesia untuk perdamaian dunia. KAA melahirkan Gerakan Non-Blok yang kala itu berusaha
menahan Perang Dingin antara Amerika Serikat dengan Uni Soviet. KAA digelar di Bandung pada
18-24 April 1955. KAA Bandung dihadiri 29 pemimpin dari Asia dan Afrika. Mereka adalah
perwakilan dari separuh penduduk dunia. Pengusung dan penyelenggara KAA yakni:
 Indonesia
 India
 Birma (Myanmar)
 Pakistan
 Sri Lanka

Terbentuknya Gerakan Asia Afrika


 Keengganan Barat untuk berunding terkait nasib bangsa Asia
 Ketegangan antara China dan Amerika Serikat
 Keinginan untuk menciptakan perdamaian dengan China dan Barat Perlawanan terhadap
kolonialisme, terutama pengaruh Perancis di Afrika Utara
 Sengketa Indonesia dengan Belanda atas Irian Barat

Dalam KAA Bandung, mereka membahas masalah-masalah yang dihadapi negara-negara bekas
koloni Barat yang baru berkembang. Mulai dari masalah perdamaian, peran negara dunia
ketiga atau negara berkembang dalam Perang Dingin, perkembangan ekonomi, dan
dekolonisasi. Banyak di antara peserta yang datang, khususnya di Afrika, mewakili dan
menyampaikan aspirasi negara-negara yang masih dalam proses kemerdekaan. Aspirasi
negara-negara Asia-Afrika menghasilkan Dasasila Bandung.

Dasasila Bandung :
 Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di
dalam piagam PBB
 Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa
 Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar maupun
kecil
 Tidak melakukan intervensi atau campur tangan dalam soalan-soalan dalam negeri negara
lain
 Menghormati hak-hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri secara sendirian ataupun
kolektif yang sesuai dengan Piagam PBB
 Tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi
kepentingan khusus dari salah satu negara besar dan tidak melakukannya terhadap negara
lain
 Tidak melakukan tindakan-tindakan ataupun ancaman agresi maupun penggunaan
kekerasan terhadap integritas wilayah maupun kemerdekaan politik suatu negara
 Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan jalan damai, seperti perundingan,
persetujuan, arbitrasi, ataupun cara damai lainnya, menurut pilihan pihak-pihak yang
bersangkutan sesuai dengan Piagam PBB
 Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama
 Menghormati hukum dan kewajiban–kewajiban internasional

KAA Bandung kelak menginspirasi Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, Perdana Menteri
India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser membentuk Gerakan Non-
Blok.
Pasukan Perdamaian Dunia “ Garuda”

Misi Garuda tidak terlepas dari terbentuknya United Nations Peacekeeping Operations
(Misi Pemeliharaan Perdamaian PBB/ MPP PBB). MPP PBB adalah “flagship enterprise”
PBB yang dibentuk sebagai “alat” PBB untuk menjaga perdamaian dan keamanan
internasional..

Peran MPP PBB pada awalnya hanya terbatas pada pemeliharaan gencatan senjata dan
stabilisasi situasi di lapangan. Hal ini untuk memberikan ruang bagi usaha-usaha politik
dalam menyelesaikan konflik. Namun, saat ini tugas dari MPP PBB menjadi semakin luas.
Mayoritas MPP PBBB sebelumnya dihadapkan pada konflik antar negara, tetapi kini juga
dituntut untuk dapat diterjunkan pada berbagai konflik internal dan perang saudara. MPP
PBB juga bahkan dihadapkan pada meningkatnya konflik yang bersifat asimetris, ancaman
kelompok bersenjata, terorisme dan radikalisme, serta penyakit menular.

Pengiriman Pasukan Garuda Pada tanggal 26 Juli 1956 Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser
menasionalisasi Terusan Suez, akibatnya Inggris dan Perancis yang memiliki saham atas
Terusan Suez menjadi marah dan mengirimkan pasukannya untuk menggempur Mesir.
Serangan Inggris dan Perancis yang dibantu Israel terhadap Mesir sangat membahayakan
perdamaian dunia sehingga PBB terpaksa turun tangan dan mengirimkan pasukan
perdamaian. Indonesia mengirimkan pasukan Garuda I untuk bergabung dengan pasukan
negara-negara lain di bawah PBB. Pasukan perdamaian PBB yang dikirim ke Timur Tengah
(Mesir) dinamakan United Nations Emergency Force (U N E F). Pasukan Garuda I di bawah
pimpinan Mayor Sudiyono berkekuatan 550 personil terbagi atas kesatuan Teriotium IV
Diponegoro, Teritorium V Brawijaya dengan komando Letkol Infantri Suyudi Sumodiharjo

1. Pasukan  Garuda I berhasil  melaksanakan tugasnya dengan baik dan pada tanggal
12 September 1957 pasukan Garuda I ini membuat Indonesia terus mendapat
kepercayaan dari PBB untuk membantu memelihara perdamaian di berbagai
belahan dunia bila terjadi sengketa,
2. Pasukan Garuda II di pimpin Kolonel Priyanto diberangkatkan ke Kongo 10
September 1960 untuk bergabung dengan pasukan perdamaian PBB dengan United
Nations Operation for the Congo (UNOC), bertugas hingga bulan Mei 1961.
3. Pasukan Garuda III di pimpin Brigjen Kemal juga bertugas di Kongo dari bulan
Desember 1962 sampai bulan Agustus 1964.
4. Pasukan Garuda IV di pimpin Brigjen TNI Wivono, bertugas di Vietnam 1973
5. Pasukan Garuda V di kirim ke Vietnam 1973
6. Pasukan Garuda VI di kirim ke Timur Tengah 1973
7. Pasukan Garuda VII di pimpin Kolonel Rudini dan wakilnya Mayor Basofi Sudirman
dikirim ke Timur Tengah pada tanggal 3 Desember 1974
8. Pasukan Garuda VIII 1974 dikirim dalam rangka misi perdamaian PBB di Timur
Tengah pasca-Perang Yom Kippur antara Mesir dan Israel
9. Kontingen Garuda IX, dikirim ke Iran dan Irak pada 1988
10. Kontingen Garuda X, dikirim ke Namibia pada 1989
Bagi bangsa Indonesia pengiriman Misi Garuda untuk memenuhi permintaan PBB
memiliki alasan yang kuat. Yang pertama sesuai dengan Pembukaan UUD 1945
alinea keempat yang berbunyi ikut melaksanaka ketertiban dunia berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial dan kedua sesuai dengan politik Luar Negeri
Indonesia bebas aktif

DEKLARASI DJUANDA

Deklarasi ini dicetuskan Perdana Menteri Ir. H. Djuanda Kartawidjaja pada 13


Desember 1957. Deklarasi Djuanda merupakan pernyataan kepada dunia bahwa laut
Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara, dan di dalam kepulauan Indonesia,
menyatu menjadi satu kesatuan kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.

Pada mulanya, Deklarasi Djuanda mendapat tantangan keras dari hampir seluruh
dunia karena dianggap bertentangan dengan Hukum Internasional. Saat itu,
kekuasaan laut suatu wilayah hanya diakui selebar tiga mil yang diukur dari masing-
masing pulau. Hukum Laut Internasional belum secara jelas mengakui laut dalam
dan gugus kepulauan yang ribuan jumlahnya sebagai kesatuan wilayah.

Sebelum Deklarasi Djuanda, wilayah Indonesia mengacu pada Ordonansi Hindia


Belanda 1939, yaitu Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonnatie 1939 (TZMKO
1939). Dalam peraturan warisan kolonial ini, pulau-pulau di Indonesia dipisahkan
oleh laut di sekelilingnya dan setiap pulau hanya mempunyai laut di sekeliling sejauh
3 mil dari garis pantai. Hal ini berarti kapal asing bebas berlayar di atas perairan laut
yang memisahkan pulau-pulau tersebut. Dengan kata lain, kedaulatan setiap pulau di
Indonesia dalam kondisi rentan.

Tujuan Deklarasi :
 Untuk mewujudkan bentuk wilayah Kesatuan Republik Indonesia yang utuh
dan bulat
 Untuk menentukan batas-batas wilayah NKRI, sesuai dengan asas negara
Kepulauan
 Untuk mengatur lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keamanan
dan keselamatan NKRI
Sepuluh tahun setelah Deklarasi Djuanda diumumkan, timbul berbagai pemikiran di
dunia internasional untuk membahas kembali masalah kelautan
 Makin banyaknya negara-negara di Asia dan Afrika yang baru merdeka, yang
merasa tidak pernah ikut membuat Hukum Laut Internasional pada masa lalu,
dan karena itu ingin lebih berperan dalam menentukan dan membela
kepentingannya.
 Terjadinya kecelakaan kapal tangki Torrey Canyon pada 1967 di Selat Dover
yang menimbulkan polusi laut di pantai Inggris dan Prancis, yang kemudian
menimbulkan permasalahan hukum perlindungan lingkungan laut.
 Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan yang
memungkinkan eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam di dasar laut dalam,
yang terletak jauh dari wilayah nasional, sehingga menimbulkan masalah
kepemilikan atas kekayaan alam tersebut.
 Makin maraknya eksploitasi perikanan di laut oleh negara-negara penangkap
ikan jarak jauh yang tidak membawa keuntungan apa pun bagi negara-negara
pantai yang lebih dekat dengan sumber perikanan tersebut.
 Semakin menghebatnya Perang Dingin yang memerlukan mobilisasi angkatan
laut masing-masing melalui selat-selat dan laut-laut yang sangat strategis,
terutama di Asia Tenggara.

Poin-poin tersebut yang mendorong dunia internasional untuk mengadakan


Konvensi Hukum Laut Internasional PBB ke-3 yang berlangsung dari 1973 sampai
1982. Hal ini tentu saja menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk kembali
memperjuangkan isi Deklarasi Djuanda agar diakui dunia.

Kali ini langkah Indonesia semakin kuat dengan didahului serangkaian upaya
penggalangan dukungan. Forum-forum resmi yang bersifat akademis digelar di
tingkat internasional, terutama dukungan dari sesama negara kepulauan seperti
Filipina, Fiji, dan Mauritius, negara-negara Asia-Afrika (khususnya yang tergabung
dalam Asian African Legal Consultative Committee).

Unsur-unsur kesatuan kewilayahan ini yang kemudian diakui dalam Konvensi


Hukum Laut PBB di Montego Bay, Jamaika, pada 10 Desember 1982. Tiga tahun
kemudian, 31 Desember 1985, Indonesia meratifikasi Konvensi melalui Undang-
Undang No. 17/1985, yang berlaku secara internasional sejak 16 November 1994.
Dengan adanya Deklarasi Djuanda maka wilayah kedaulatan perairan
Indonesia berubah menjadi 12 mil dari garis pantai menjadi utuh milih NKRI.

Dalam Hukum Perikanan Nasional dan Internasional, negara kepulauan yang


dimaksud dalam Konvensi Hukum Laut tersebut adalah negara yang seluruhnya
terdiri dari satu atau lebih gugusan kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau
lain.
GERAKAN NON BLOK

Latar belakang :

1. Persamaan nasib bangsa-bangsa yang pernah dijajah menggalang solidaritas untuk


mengenyahkan kolonialisme.
2. Terjadinya perang dingin dan ketegangan dunia akibat persaingan antara blok Barat
dan blok Timur.
3. Terjadinya krisis Kuba yang mengancam perdamaian dunia.

Pelopor Berdirinya GNB :


1. Presiden Ir.Soekarno ( Indonesia )
2. Presiden Joseph Broz Tito ( Yugoslavia )
3. Presiden Gamal Abdul Nasser ( Mesir )
4. Perdana Menteri Jawaharlal Nehru ( India )
5. Perdana Menteri Kwame Nkrumah ( Ghana )

Sebagai negara pelopor berdirinya GNB, Indonesia memiliki peran yang


cukup besar dalam organisasi tersebut :

sebagai salah satu negara penggagas KAA yang merupakan cikal bakal digagasnya
Gerakan Nonblok
sebagai salah satu negara pengundang pada KTT GNB yang pertama
menjadi ketua dan penyelenggara KTT GNB yang ke X yang berlangsung pada 1-7
September 1992 di Jakarta dan Bogor.
Indonesia turut pula menjadi perintis dibukanya kembali dialog utara-selatan, yaitu
dialog yang memperkuat hubungan antara negara berkembang (selatan) terhadap
negara maju (utara).

Gerakan Nonblok memiliki Prinsip-prinsip

1. Tidak berpihak dalam persaingan blok Barat dan blok Timur.


2. Berpihak terhadap perjuangan antikolonialisme.
3. Menolak ikut serta berbagai bentuk aliansi militer.
4. Menolak aliansi bilateral dengan negara super power.
5. Menolak pendirian basis militer negara super power di wilayah masing-masing.
Prinsip dasar dan tujuan GNB adalah mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan
prinsip universal tentang kesamaan kedaulatan, hak dan martabat negara-negara di
dunia, menghormati hak asasi manusia dan kemerdekaan fundemental.

Tujuan Gerakan Nonblok :


memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum dan menyeluruh
dibawah pengawasan internasional efektif.
Mengusahakan agar PBB berfungsi secara efektif.
Mengusahakan terwujudnya tata ekonomi dunia baru.
Mengusahakan kerjasama di segala bidang dalam rangka menwujudkan
pembangunan ekonomi dan sosial.
Mendukung perjuangan dekolonisasi.
Memegang teguh melawan imperialisme,neokolonialisme,dan rasialisme.
Sebagai wadah perjuangan negara-negara yang berkembang untuk mencapai
tujuan.
Mengurangi ketegangan antara blok Barat dan blok Timur.
Mengadakan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan kekerasan

Tujuan dari GNB juga tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, yaitu
untuk menjamin kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari
negara-negara nonblok dalam perjuangan mereka menentang imperialisme,
kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme dan segala bentuk intervensi.
ASEAN

Latar Belakang terbentuk :


 Persamaan Letak Geografis
 Persamaan Dasar Kebudayaan
 Persamaan Nasib
 Persamaan Kepentingan

Asean (Association of South East Asian Nations) berdiri sesuai Deklarasi Bangkok pada
tanggal 8 Agustus 1967 yang ditandatangani oleh lima menteri luar negeri negara-negara
di kawasan Asia Tenggara. Kelima menteri luar negeri :
Adam Malik ---- Indonesia
Tun Abdul Razak ----- Malaysia
Thanat Khoman ------ Thailand
S. Rajaratnam ---- Singapura
Narsisco Ramos ----- Filipina

Tujuan ASEAN
 Mempercepat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan sosial, serta budaya di Asia
Tenggara melalui usaha bersama dengan semangat yang setara dan kemitraan.
 Memajukan perdamaian serta stabilitas regional di kawasan Asia Tenggara dengan
menghormati supremasi hukum serta patuh pada prinsip PBB.
 Memajukan kerjasama, rasa saling membantu dalam konteks Ilmu Pengetahuan,
Teknologi, Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya.
 Mempererat hubungan internasional dan regional antar negara di Asia Tenggara.
 ASEAN dibentuk untuk Menyelenggarakan usaha-usaha dalam membantu penelitian
masalah di Asia Tenggara dengan menyediakan fasilitas pelatihan, penelitian, teknis, dan
administrasi.
 Memperkuat perdagangan internasional negara-negara Asia Tenggara sehingga terjadi
kolaborasi secara lebih efektif untuk memanfaatkan pertanian, industri, perdagangan,
serta fasilitas-fasilitas yang menunjang.

Kerja sama ASEAN


Awalnya dititikberatkan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya, namun dalam
perkembanganya juga menjalin kerja sama di bidang politik.

Bidang Ekonomi
 Komite Pangan, Pertanian, dan Kehutanan (Committe on Food Ahriculture and
Forestry -- COFAF) ------Indonesia
 Komite Transportasi dan Komunikasi (Committee on Transportation and
Communication --- COTAC) --- Malaysia.
 Komite Keuangan dan Perbankan (Committee on Finance and Banking --- COFAB )
Thailand.

 Komite Industri, Pertambangan, dan Energi (Committee on Industry, Mineral, and


Energy --- COIME ) --- Filipina.
 Komite Perdagangan dan Pariwisata (Committee on Trade and Tourism = COTT )---
Singapura

Hasil kerjasama antara ASEAN dengan pihak diluar ASEAN


 Meningkatkan hubungan dagang yang saling menguntungkan dengan MEE.
Asean sebagai penghasil bahan mentah, sedangkan MEE sebagai negara
industri yang membutuhkan bahan mentah.
 Meningkatkan kerja sama ekonomi dan dana bantuan dari negara-negara
maju seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru.
 Meningkatkan kerja sama dan hubungan ekonomi dengan Jepang dan
negara-negara Asia Barat ( Timur Tengah ).

Bidang Sosial
Komite Pengembangan Sosial (Committee on Social Development --- COSD).
Hasil yang dicapai :
 Peningkatan kerja sama dalam menanggulangi masalah kependudukan.
 Peningkatan kerja sama mencegah dan memberantas narkotika.
 Bekerja sama dengan PBB di bidang sosial, khususnya masalah pengungsian. ASEAN
telah berhasil mendesak UNHCR (United Nations High Commissioner for Refuges)
untuk mengatasi masalah pengungsi Indocina.

Bidang Budaya
 Komite Kebudayaan dan Penerangan (Committee on Culture and Information )
 Komite Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Committee on Science and Technology)

Hasil yang dicapai


 Kesepakatan mendirikan Universitas ASEAN di Pematang Siantar.
 Pertukaran acara radio dan televisi antara negara-negara ASEAN.
 Penyelenggaraan festival film ASEAN

Bidang Politik
Peran Indonesia dalam mewujudkan perdamaian di kawasan Asia Tenggara ini terlihat
saat Indonesia membantu mewujudkan perdamaian konflik di Kamboja dan Vietnam.
Indonesia ditunjuk oleh ASEAN sebagai pihak penengah dalam konflik tersebut. Pada
tahun 1988 sampai 1989, Indonesia menjadi tuan rumah Jakarta Informal Meeting
(JIM) untuk menyelesaikan konflik antara Kamboja dan Vietnam.
Indonesia berhasil memfasilitasi kedua negara untuk mendiskusikan dan
menyelesaikan konflik.
Pada kasus lainnya, yaitu saat pemerintah Filipina dan Moro National Front Liberation
(MNFL) berkonflik. Kedua pihak tersebut akhirnya menyetujui perjanjian damai yang
kala itu dipertemukan di Indonesia. Selain sebagai salah satu penggagas, Indonesia juga
dipercaya untuk menyelenggarakan KTT ASEAN pertama. Saat itu, KTT ASEAN
pertama sukses diselenggarakan di Bali pada 23-24 Februari 1976.

Organisasi Konferensi Islam (OKI)

Pembentukan OKI dilatarbelakangi oleh pembakaran Masjid Al-Aqsa oleh Israel pada
tanggal 21 Agustus 1969. Pemrakarsa dari Organisasi ini yaitu Raja Faisal dari Arab
Saudi dan Raja Hasan II dari Maroko.

Tujuan OKI:
 Meningkatkan solidaritas Islam diantara negara anggota,
 Melindungi tempat tempat suci,
 Membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang merdeka dan
berdaulat
 Memperkuat kerjasama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta
IPTEK.

Peran Indonesia dalam OKI antara lain ikut upaya penyelesaian konflik antara
Pemerintah Philipina dengan Moro National Liberation Front (MNLF), Indonesia
mendukung kemerdekaan Palestina dengan ibukota di Yerusalem dukungan tersebut
dibuktikan dengan hubungan diplomatik dengan Palestina pada 19 Oktober 1989.
Indonesia juga memperjuangkan tentang penyelesaian masalah isu Islamofobia.
JAKARTA INFORMAL MEETING ( JIM )

Jakarta Informal Meerting merupakan upaya bangsa Indonesia dalam ikut serta dalam
menjaga perdamaian dunia terutama di kawasan Asia Tenggara. Pemrakarsa JIM yaitu
Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas.
JIM merupakan upaya untuk menyelesaikan konflik Kamboja.

Pelaksanaan JIM
 JIM I dilaksanakan di Bogor tanggal 25-28 Juli 1988
 JIM II di Jakarta tanggal 19-21 Februari 1989.

Dihadiri 6 Menlu ASEAN, Menlu Vietnam dan kelompok yang bertikai di Kamboja.
Hasil :
 Penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja paling lambat tanggal 30
Desember 1989
 Akan dibentuk pemerintahan yang mengikutsertakan keempat kelompok yang
bertikai di Kamboja
Akhirnya masalah Kamboja dapat diselesaikan berdasarkan Perjanjian Paris pada
tanggal 23 Oktober 1991.

Anda mungkin juga menyukai