Landasan idiil
Landasan idiil politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila. Pancasila memuat lima sila,
yang didalamnya terkandung semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, semua
kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.
Nilai-nilai dalam sila pancasila itu sendiri mencakup seluruh sendi kehidupan manusia.
Adanya pengakuan bangsa Indonesia bahwa semua manusia sebagai ciptaan Tuhan yang
mempunyai martabat yang sama, tanpa memandang asal usul keturunan, menolak penindasan
manusia atas manusia atau oleh bangsa lain, menempatkan persatuan dan kesatuan,
mempunyai sifat bermusyawarah untuk mencapai mufakat, dan menunjukkan pandangan
yang menginginkan terwujudnya keadilan sosial.
Landasan konstitusional
Landasan operasional
Landasan operasional politik luar negeri Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 37
tahun 1999 tentang Hubungan Politik Luar Negeri Indonesia. Namun, pada periode
pemerintahan sebelumnya, terdapat beberapa perubahan landasan operasional yaitu:
Pada masa Orde baru, terdapat peraturan-peraturan formal untuk mempertegas politik luar
negeri Indonesia, peraturan formal tersebut antara lain:
Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/ 1966 tanggal 5 juli 1966 yang berisi tentang
penegasan landasan kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia.
Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973 yang berisi tentang pemantapan stabilitas
wilayah Asia Tenggara dan Pasifik barat Daya serta pengembangan kerjasama dengan
semua negara dan badan-badan internasional serta membantu memperjuangkan
kemerdekaan negara yang belum merdeka.
Petunjuk presiden 11 April 1973 yang berisi penjabaran Ketetapan MPR tanggal 22
maret 1973 tersebut diatas. Isinya secara garis besar yaitu upaya- upaya yang perlu
dilakukan untuk menjalankan prinsip politik luar negeri Bebas Aktif
B. PERAN INDONESIA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN PERDAMAIN
DUNIA
Berikut ini beberapa kebijakan luar negeri yang dilakukan pemerintah Indonesia
dalam rangka mencapai perdamaian dunia
Buat Squad yang sudah pernah ke Bandung, pasti kamu pernah melewati jalan Asia Afrika.
Itu lho jalan yang ada kutipan ucapannya Pidi Baiq. Bukan, bukan kata-katanya Dilan...
Jalan ini memang terkenal sama ucapan ayahnya Dilan dan Alun-Alun Bandungnya, Tapi,
pernahkah kamu tahu cerita di balik nama jalan tersebut? Ternyata, pada tahun 1955, di jalan
tersebut terjadi peristiwa sejarah besar antara Asia dan Afrika.
Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Bandung tempat berlangsungnya KAA. (Sumber:
dolandolen.com).
Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) diawali dari ide Soekarno yang disampaikan
oleh Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Colombo. Idenya datang karena setelah Perang
Dunia II, banyak negara yang masih bersitegang karena adanya Blok Barat dan Blok Timur.
Di Konferensi Colombo (Srilanka), pemikiran membuat KAA menjadi bahan pembicaraan
utama.
Pada tanggal 3 Januari 1955 di Bandung, dibentuklah sebuah panitia yang diketuai oleh
Sanusi Hardjadinata, seorang gubernur Jawa Barat. Dari 25 negara yang diundang, Federasi
Afrika Tengah menolak untuk hadir karena masih diserang oleh penjajah.
Konferensi Asia Afrika di Bandung berlangsung pada tanggal 18–24 April 1955 dan dihadiri
oleh 29 negara dengan 5 negara sebagai sponsor KAA. Agenda dalam Konferensi Asia
Afrika ini antara lain membicarakan kerjasama ekonomi, budaya, hak asasi manusia dan hak
menentukan nasib sendiri, masalah bangsa-bangsa yang belum merdeka, perdamaian dunia
dan kerjasama internasional, dan deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia.
2. Misi Garuda
Saat itu, Inggris, Prancis, dan Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir sehingga
menimbulkan perdebatan di antara negara-negara lainnya. Dalam Sidang Umum PBB,
Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Perason, mengusulkan agar dibentuk pemelihara
perdamaian di Timur Tengah. Usul ini disetujui dan pada tanggal 5 November 1956
Sekretaris Jenderal PBB membentuk United Nations Emergency Forces (UNEF).
Indonesia pun menyatakan kesediaannya untuk bergabung dalam UNEF. Indonesia telah
mengirimkan Misi Garuda I sampai Misi Garuda XXVI-C2. Menurut data Kementerian Luar
Negeri pada Senin, 21 Maret 2016, Indonesia menjadi kontributor terbesar ke-10 pasukan
pemeliharaan perdamaian PBB dari 124 negara. Saat ini, pemerintah Indonesia telah
menugaskan 2.843 personel TNI dan POLRI yang bertugas di 10 Misi Pemeliharaan
Perdamaian PBB.
3. Deklarasi Djuanda
Squad, coba deh kamu ingat pelajaran geografi tentang laut teritorial. Ternyata, ketentuan
luas laut teritorial itu berasal dari Indonesia, tepatnya lewat Deklarasi Djuanda. Deklarasi
Djuanda dicetuskan oleh Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja pada tanggal 13 Desember
1957.
Setelah diperjuangkan sekitar 25 tahun, akhirnya pada 16 November 1994, disetujui oleh 60
negara, dan dengan demikian hukum laut Indonesia telah diakui oleh dunia internasional.
Indonesia harus berterimakasih kepada Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja dan Prof. Dr.
Hasjim Djalal, yang setia mengikuti berbagai konferensi tentang hukum laut yang
dilaksanakan PBB dari tahun 1970-an hingga tahun 1990-an. Berkat mereka, kedaulatan
wilayah laut Indonesia bisa diakui internasional.
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (kiri) dan Prof. Dr. Hasjim Djalal (kanan). (Sumber:
en.wikipedia.org dan tokoh.id).
Setelah Perang Dunia II, muncul dua kubu dari dua negara adidaya, Amerika dengan haluan
liberal-kapitalis dan Rusia dengan aliran sosialis-komunis. Banyak negara yang tidak ingin
tergabung dalam dua aliran ini, akhirnya membuat Gerakan Nonblok (GNB).
Masih ingat Dasasila Bandung yang sudah kita bahas di atas? Nah, untuk merealisasikan
beberapa poin dalam Dasasila Bandung yang menyangkut kesejahteraan suatu negara, pada
tanggal 1-6 September 1961 diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Beograd,
Yugoslavia.
Dalam KTT di Beograd inilah, didirikan GNB, yang diprakarsai oleh lima negara, Indonesia,
India, Yugoslavia, Ghana, dan Mesir. Beberapa tujuan dari dibentuknya Gerakan Nonblok
antara lain:
Selain sebagai negara pelopor berdirinya GNB, Indonesia memiliki peran yang cukup besar
dalam organisasi tersebut, di antaranya:
1. sebagai salah satu negara penggagas KAA yang merupakan cikal bakal digagasnya
Gerakan Nonblok
2. sebagai salah satu negara pengundang pada KTT GNB yang pertama. Hal ini karena
Indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan berperan besar dalam mengundang
mengajak negara lain untuk bergabung dalam KTT.
3. menjadi ketua dan penyelenggara KTT GNB yang ke X yang berlangsung pada 1-7
September 1992 di Jakarta dan Bogor. Indonesia turut pula menjadi perintis
dibukanya kembali dialog utara-selatan, yaitu dialog yang memperkuat hubungan
antara negara berkembang (selatan) terhadap negara maju (utara).
Hingga tahun 2016, KTT GNB telah diadakan sebanyak 17 kali dan memiliki pada 2012
telah memiliki 120 negara sebagai anggota.
5. ASEAN
1. Singapura : S. Rajaratnam
2. Thailand : Thanat Khoman
3. Malaysia : Tun Abdul Razak
4. Indonesia : Adam Malik
5. Filipina : Narciso Ramos
Meski ASEAN adalah asosiasi negara-negara Asia Tenggara, tapi kenyataannya belum
semua negara di wilayah Asia Tenggara tergabung dalam ASEAN. Hmm, kamu
tahu nggak negara mana yang belum tergabung dalam ASEAN?
Negara-negara anggota ASEAN saat ini. (Sumber: www.thailand-business-news.com).
Tujuan ASEAN
Prinsip-Prinsip ASEAN
Kerjasama ASEAN
Organisasi ini berdiri pada tanggal 25 September 1969 di Rabat, Maroko, setelah para
pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam.
Organisasi Konferensi Islam ini kemudian berubah nama menjadi Organisasi Kerjasama
Islam pada 28 Juni 2011.
Organisasi ini lahir sebagai reaksi negara-negara Islam atas tindakan Israel yang membakar
Masjid Al-Aqsa pada 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk
meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengkoordinasikan kerja sama
antarnegara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi
tempat-tempat suci Islam, dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang
merdeka dan berdaulat.
Saat ini, OKI beranggotakan 57 negara Islam atau negara yang memiliki penduduk mayoritas
muslim di kawasan Asia dan Afrika. Seiring perkembangan zaman, OKI tidak hanya
menangani masalah politik terutama masalah Palestina, tetapi juga turut serta menangani
permasalahan ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan.
1. memperkuat solidaritas, kerja sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
ilmu pengetahuan, dan teknologi antar negara anggota, serta perjuangan umat Islam
untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak-haknya.
2. Melakukan aksi bersama untuk melindungi tempat-tempat suci umat Islam, serta
memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangan hak
dan kebebasan mendiami daerahnya.
3. Bekerja sama untuk menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan serta
menciptakan suasana yang menguntungkan serta saling pengertian antar negara
anggota dan negara-negara lain.
7. Jakarta Informal Meeting (JIM)
JIM di sini adalah pertemuan yang dilaksanakan dalam upaya menyelesaikan konflik
Kamboja-Vietnam dengan Indonesia sebagai perantaranya.
JIM telah dilaksanakan sebanyak tiga kali di antara tahun 1988-1990. Pada JIM I,
Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja mengusulkan tiga tahap rencana penyelesaian
Perang Indocina 3. Tiga usul tersebut adalah melakukan gencatan senjata antara kedua belah
pihak, diturunkannya pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mengawasi penarikan pasukan
Vietnam dari Kamboja, dan penggabungan semua kelompok bersenjata Kamboja ke dalam
satu kesatuan. Usulan tersebut disetujui dan akan kembali dibahas dalam Jakarta Informal
Meeting kedua.
Pada JIM II, Australia juga turut serta. Melalui perdana menterinya, Gareth Evans, Australia
mengusulkan rancangan Cambodia Peace Plan yang berisi:
Pertemuan terakhir JIM (JIM III) membahas tentang pengaturan pembagian kekuasaan di
antara pihak Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja dengan Republik Rakyat Kamboja
dengan membentuk pemerintah persatuan yang dikenal dengan nama Supreme National
Council (SNC).