Anda di halaman 1dari 14

BAB 12

PERAN INDONESIA DALAM PERDAMAIAN DUNIA

A. LANDASAN IDIIL, KONSTITUSIONAL DAN OPERASIONAL POLITIK


LUAR NEGERI INDONESIA
menjalin hubungan dengan berbagai negara di segala bidang kehidupan. Dalam menjalin
hubungan dengan negara lain itu, Indonesia menerapkan politik luar negeri. Indonesia
mempunyai tiga landasan dalam melaksanakan politik luar negeri. Berikut penjelasannya:

PENGERTIAN LANDASAN IDIIL, KONSTITUSIONAL DAN OPERASIONAL

Landasan idiil
Landasan idiil politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila. Pancasila memuat lima sila,
yang didalamnya terkandung semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, semua
kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Pancasila. 

Nilai-nilai dalam sila pancasila itu sendiri mencakup seluruh sendi kehidupan manusia.
Adanya pengakuan bangsa Indonesia bahwa semua manusia sebagai ciptaan Tuhan yang
mempunyai martabat yang sama, tanpa memandang asal usul keturunan, menolak penindasan
manusia atas manusia atau oleh bangsa lain, menempatkan persatuan dan kesatuan,
mempunyai sifat bermusyawarah untuk mencapai mufakat, dan menunjukkan pandangan
yang menginginkan terwujudnya keadilan sosial. 
Landasan konstitusional

sebagai landasan konstitusional pelaksanaan politik luar negeri indonesia, terutama tertuang


dalam pembukaan UUD 1945. Seperti yang kita ketahui, tujuan pokok negara indonesia
yaitu:

 Pembukaan UUD 1945 alinea pertama yang menyatakan ”Bahwa sesungguhnya


kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas
dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai …”.
 Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menyatakan bahwa ”…  ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan …”.
 Pasal-Pasal UUD 1945 
 Disini sudah cukup jelas bahwa Indonesia sebagai negara yang merdeka turut serta
dalam melaksanakan ketertiban dunia di kancah internasional melalui politik luar
negeri. Melalui politik luar negeri Indonesia, yang diharapkan yaitu tercapainya
kepentingan nasional Indonesia.

Landasan operasional
 Landasan operasional politik luar negeri Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 37
tahun 1999 tentang Hubungan Politik Luar Negeri Indonesia. Namun, pada periode
pemerintahan sebelumnya, terdapat beberapa perubahan landasan operasional yaitu:

 Landasan operasional di masa Orde Lama yaitu dinyatakan melalui pidato-pidato


presiden Soekarno, misalnya maklumat politik pemerintah tanggal 1 November 1945
yang sebagian besar berisi prinsip-prinsip kebijakan hidup bertetangga yang baik
dengan negara-negara tetangga di kancah internasional.

Landasan operasional politik bebas aktif pada tahun 1950-an dinyatakan


oleh Soekarno melalui pidatonya pada 17 Agustus 1960 berjudul “Jalannya revolusi Kita”
dimana politik bebas aktif harus diimplementasikan secara baik dalam hubungan ekonomi
dengan negara lain, bebas aktif harus diartikan tidak berat sebelah. Tidak lebih condong ke
Blok Barat (Amerika) atau Blok Timur ( Uni Soviet)

Pada masa Orde baru, terdapat peraturan-peraturan formal untuk mempertegas politik luar
negeri Indonesia, peraturan formal tersebut antara lain:

 Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/ 1966 tanggal 5 juli 1966 yang berisi tentang
penegasan landasan kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia.
 Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973 yang berisi tentang pemantapan stabilitas
wilayah Asia Tenggara dan Pasifik barat Daya serta pengembangan kerjasama dengan
semua negara dan badan-badan internasional serta membantu memperjuangkan
kemerdekaan negara yang belum merdeka.
 Petunjuk presiden 11 April 1973 yang berisi penjabaran Ketetapan MPR tanggal 22
maret 1973 tersebut diatas. Isinya secara garis besar yaitu upaya- upaya yang perlu
dilakukan untuk menjalankan prinsip politik luar negeri Bebas Aktif
B. PERAN INDONESIA DALAM UPAYA MENCIPTAKAN PERDAMAIN
DUNIA

Berikut ini beberapa kebijakan luar negeri yang dilakukan pemerintah Indonesia
dalam rangka mencapai perdamaian dunia

1. Konferensi Asia Afrika (KAA)

Buat Squad yang sudah pernah ke Bandung, pasti kamu pernah melewati jalan Asia Afrika.
Itu lho jalan yang ada kutipan ucapannya Pidi Baiq. Bukan, bukan kata-katanya Dilan...

Jalan ini memang terkenal sama ucapan ayahnya Dilan dan Alun-Alun Bandungnya, Tapi,
pernahkah kamu tahu cerita di balik nama jalan tersebut? Ternyata, pada tahun 1955, di jalan
tersebut terjadi peristiwa sejarah besar antara Asia dan Afrika.

Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Bandung tempat berlangsungnya KAA. (Sumber:
dolandolen.com).

Penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) diawali dari ide Soekarno yang disampaikan
oleh Ali Sastroamidjojo pada Konferensi Colombo. Idenya datang karena setelah Perang
Dunia II, banyak negara yang masih bersitegang karena adanya Blok Barat dan Blok Timur.
Di Konferensi Colombo (Srilanka), pemikiran membuat KAA menjadi bahan pembicaraan
utama.

Tindak lanjut dari pembicaraan tersebut adalah dengan diadakannya Konferensi


Bogor. Konferensi ini yang menghasilkan beberapa keputusan, yaitu:

1. mengadakan KAA di Bandung pada bulan April 1955.


2. Menetapkan kelima negara peserta Konferensi Bogor sebagai negara-negara sponsor.
3. Menetapkan 25 negara-negara Asia Afrika yang akan diundang.

Pada tanggal 3 Januari 1955 di Bandung, dibentuklah sebuah panitia yang diketuai oleh
Sanusi Hardjadinata, seorang gubernur Jawa Barat. Dari 25 negara yang diundang, Federasi
Afrika Tengah menolak untuk hadir karena masih diserang oleh penjajah.

Konferensi Asia Afrika di Bandung berlangsung pada tanggal 18–24 April 1955 dan dihadiri
oleh 29 negara dengan 5 negara sebagai sponsor KAA. Agenda dalam Konferensi Asia
Afrika ini antara lain membicarakan kerjasama ekonomi, budaya, hak asasi manusia dan hak
menentukan nasib sendiri, masalah bangsa-bangsa yang belum merdeka, perdamaian dunia
dan kerjasama internasional, dan deklarasi tentang memajukan perdamaian dunia.

Konferensi ini menghasilkan Basic Paper on Racial Discrimination, Basic Paper on Radio


Activity dan Declaration on the Promotion of World Peace and Co-
operation. Dokumen Declaration on the Promotion of World Peace and Co-operation  inilah
yang kemudian dikenal sebagai Dasasila Bandung.

2. Misi Garuda

Selain ada tokoh-tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan NKRI, kamu


tahu nggak  kalau ternyata ada juga tokoh-tokoh yang membantu dalam memperjuangkan
kemerdekaan negara lain? Mereka tergabung dalam Kontingen Garuda atau Pasukan
Garuda. Pasukan ini terdiri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang ditugaskan sebagai
pasukan perdamaian di negara lain. Ide awal munculnya pasukan ini karena adanya konflik di
Timur Tengah pada 26 Juli 1956.

Saat itu, Inggris, Prancis, dan Israel melancarkan serangan gabungan terhadap Mesir sehingga
menimbulkan perdebatan di antara negara-negara lainnya. Dalam Sidang Umum PBB,
Menteri Luar Negeri Kanada, Lester B. Perason, mengusulkan agar dibentuk pemelihara
perdamaian di Timur Tengah. Usul ini disetujui dan pada tanggal 5 November 1956
Sekretaris Jenderal PBB membentuk United Nations Emergency Forces (UNEF).

Indonesia pun menyatakan kesediaannya untuk bergabung dalam UNEF. Indonesia telah
mengirimkan Misi Garuda I sampai Misi Garuda XXVI-C2. Menurut data Kementerian Luar
Negeri pada Senin, 21 Maret 2016, Indonesia menjadi kontributor terbesar ke-10 pasukan
pemeliharaan perdamaian PBB dari 124 negara. Saat ini, pemerintah Indonesia telah
menugaskan 2.843 personel TNI dan POLRI yang bertugas di 10 Misi Pemeliharaan
Perdamaian PBB.

Kontribusi pasukan Indonesia ke Misi Pemeliharaan PBB merupakan wujud pelaksanaan


mandat Konstitusi yang mengamanatkan Indonesia untuk “ikut melaksanakan ketertiban
dunia”. Selain itu,  pengiriman pasukan ini sebagai sarana peningkatan kapasitas dan
profesionalisme personel TNI dan POLRI. Kayanya, cocok nih nyanyi “Garuda di Dadaku”
bagi Pasukan Garuda saat bersiap.
Ini dia, Squad, Pasukan Garuda yang turut berperan dalam menjaga perdamaian dunia.
(Sumber: seasia.co).

3. Deklarasi Djuanda

Squad, coba deh kamu ingat pelajaran geografi tentang laut teritorial. Ternyata, ketentuan
luas laut teritorial itu berasal dari Indonesia, tepatnya lewat Deklarasi Djuanda. Deklarasi
Djuanda dicetuskan oleh Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja pada tanggal 13 Desember
1957.

Deklarasi ini dilatarbelakangi oleh tuntutan pimpinan Departemen Pertahanan Keamanan RI


tahun 1956 yang merasa hukum laut Indonesia saat itu yang berdasarkan Zeenen Maritieme
Kringen Ordonantie  (Ordonasi Laut dan Daerah Maritim) tahun 1939 dari Belanda tidak
menguntungkan kepentingan wilayah Indonesia. Kebijakan tersebut dapat membuat kapal-
kapal asing masuk ke wilayah Indonesia dan mengambil sumberdayanya. Rugi dong kita…

Akhirnya, melalui Deklarasi Djuanda dinyatakan bahwa laut teritorial Indonesia berjarak 12


mil laut diukur dari garis-garis dasar yang menghubungkan titik terluar dari pulau
terluar. Deklarasi Djuanda kemudian dikukuhkan melalui Perpu No. 4 Tahun 1960 dan
melahirkan konsep “Wawasan Nusantara”. Agar diakui oleh negara lain, deklarasi ini juga
diperjuangkan dalam forum internasional melalui Konvensi Hukum Laut atau lebih dikenal
dengan UNCLOS (United Nations Convention On The Law of The Sea) yang diadakan oleh
PBB.
Deklarasi Djuanda baru dapat diterima di dunia internasional setelah ditetapkan dalam
Konvensi Hukum Laut PBB yang ke-3 di Montego Bay (Jamaika) pada tahun 1982.
Berdasarkan hasil konvensi tersebut Indonesia diakui sebagai negara dengan asas Negara
Kepulauan.

Setelah diperjuangkan sekitar 25 tahun, akhirnya pada 16 November 1994, disetujui oleh 60
negara, dan dengan demikian hukum laut Indonesia telah diakui oleh dunia internasional.

Indonesia harus berterimakasih kepada Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja dan Prof. Dr.
Hasjim Djalal, yang setia mengikuti berbagai konferensi tentang hukum laut yang
dilaksanakan PBB dari tahun 1970-an hingga tahun 1990-an. Berkat mereka, kedaulatan
wilayah laut Indonesia bisa diakui internasional.
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (kiri) dan Prof. Dr. Hasjim Djalal (kanan). (Sumber:
en.wikipedia.org dan tokoh.id).

4. Gerakan Nonblok (GNB)

Setelah Perang Dunia II, muncul dua kubu dari dua negara adidaya, Amerika dengan haluan
liberal-kapitalis dan Rusia dengan aliran sosialis-komunis. Banyak negara yang tidak ingin
tergabung dalam dua aliran ini, akhirnya membuat Gerakan Nonblok (GNB).

Masih ingat Dasasila Bandung yang sudah kita bahas di atas? Nah, untuk merealisasikan
beberapa poin dalam Dasasila Bandung yang menyangkut kesejahteraan suatu negara, pada
tanggal 1-6 September 1961 diadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Beograd,
Yugoslavia.

Dalam KTT di Beograd inilah, didirikan GNB, yang diprakarsai oleh lima negara, Indonesia,
India, Yugoslavia, Ghana, dan Mesir. Beberapa tujuan dari dibentuknya Gerakan Nonblok
antara lain:

1. memelihara perdamaian dan keamanan internasional.


2. Mengusahakan tercapainya pelucutan senjata secara umum dan menyeluruh dibawah
pengawasan internasional efektif.
3. Mengusahakan agar PBB berfungsi secara efektif.
4. Mengusahakan terwujudnya tata ekonomi dunia baru.
5. Mengusahakan kerjasama di segala bidang dalam rangka menwujudkan pembangunan
ekonomi dan sosial.

Tujuan dari GNB juga tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, yaitu


untuk menjamin kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari
negara-negara nonblok dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme,
apartheid, zionisme, rasisme dan segala bentuk intervensi.

Selain sebagai negara pelopor berdirinya GNB, Indonesia memiliki peran yang cukup besar
dalam organisasi tersebut, di antaranya:

1. sebagai salah satu negara penggagas KAA yang merupakan cikal bakal digagasnya
Gerakan Nonblok
2. sebagai salah satu negara pengundang pada KTT GNB yang pertama. Hal ini karena
Indonesia merupakan salah satu pendiri GNB dan berperan besar dalam mengundang
mengajak negara lain untuk bergabung dalam KTT.
3. menjadi ketua dan penyelenggara KTT GNB yang ke X yang berlangsung pada 1-7
September 1992 di Jakarta dan Bogor. Indonesia turut pula menjadi perintis
dibukanya kembali dialog utara-selatan, yaitu dialog yang memperkuat hubungan
antara negara berkembang (selatan) terhadap negara maju (utara).

Hingga tahun 2016, KTT GNB telah diadakan sebanyak 17 kali dan memiliki pada 2012
telah memiliki 120 negara sebagai anggota.

Negara-negara anggota GNB saat ini. (Sumber: en.wikipedia.org).

5. ASEAN

Pernah dengar tentang ASEAN? ASEAN merupakan singkatan dari Association of


Southeast Asian Nation atau Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Latar
belakang berdirinya organisasi ini didasarkan pada letak geografis, kepentingan nasional,
persamaan nasib, dan kebudayaan. ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967 di Bangkok,
Thailand. Pendirian ASEAN dipelopori oleh lima negara, yaitu:

1. Singapura : S. Rajaratnam
2. Thailand : Thanat Khoman
3. Malaysia : Tun Abdul Razak
4. Indonesia : Adam Malik
5. Filipina : Narciso Ramos

Lambang ASEAN. (Sumber: asean.org).

Meski ASEAN adalah asosiasi negara-negara Asia Tenggara, tapi kenyataannya belum
semua negara di wilayah Asia Tenggara tergabung dalam ASEAN. Hmm, kamu
tahu nggak  negara mana yang belum tergabung dalam ASEAN?

 
Negara-negara anggota ASEAN saat ini. (Sumber: www.thailand-business-news.com).

Tujuan ASEAN

1. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan perkembangan budaya di


kawasan Asia Tenggara.
2. Mempromosikan perdamaian dan stabilitas regional melalui penghormatan terhadap
keadilan dan supremasi hukum dalam hubungan antara negara di kawasan dan
kepatuhan terhadap asas Piagam PBB.
3. Meningkatkan kerja sama dan saling membantu antar anggota demi kepentingan
bersama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknologi, ilmu pengetahuan, dan
administratif.
4. Menyediakan bantuan satu sama lain dalam bentuk fasilitas-fasilitas latihan dan
penelitian.
5. Kerjasama yang lebih besar dalam bidang pertanian, industri, perdagangan,
pengangkutan, komunikasi serta usaha peningkatan standar kehidupan rakyat.
6. Memajukan studi-studi masalah Asia Tenggara.
7. Memelihara dan meningkatkan kerjasama yang bermanfaat dengan organisasi-
organisasi regional dan internasional yang ada.

Kantor ASEAN di Jakarta. (Sumber: 2.bp.blogspot.com).

 
Prinsip-Prinsip ASEAN

1. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas


nasional negara-negara anggota.
2. Berkomitmen dan bertanggung jawab secara kolektif dalam meningkatkan
perdamaian, keamanan, dan kemakmuran di kawasan.
3. menolak agresi, ancaman, penggunaan kekuatan, atau tindakan lainnya dalam bentuk
apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional.
4. Menyelesaikan sengketa secara damai.

Kerjasama ASEAN

6. Organisasi Konferensi Islam (OKI)

Organisasi ini berdiri pada tanggal 25 September 1969 di Rabat, Maroko, setelah para
pemimpin sejumlah negara Islam mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Islam.
Organisasi Konferensi Islam ini kemudian berubah nama menjadi Organisasi Kerjasama
Islam pada 28 Juni 2011.

Organisasi ini lahir sebagai reaksi negara-negara Islam atas tindakan Israel yang membakar
Masjid Al-Aqsa pada 21 Agustus 1969. Pembentukan OKI antara lain ditujukan untuk
meningkatkan solidaritas Islam di antara negara anggota, mengkoordinasikan kerja sama
antarnegara anggota, mendukung perdamaian dan keamanan internasional, serta melindungi
tempat-tempat suci Islam, dan membantu perjuangan pembentukan negara Palestina yang
merdeka dan berdaulat.

Saat ini, OKI beranggotakan 57 negara Islam atau negara yang memiliki penduduk mayoritas
muslim di kawasan Asia dan Afrika. Seiring perkembangan zaman, OKI tidak hanya
menangani masalah politik terutama masalah Palestina, tetapi juga turut serta menangani
permasalahan ekonomi, sosial, budaya, dan ilmu pengetahuan.

Lambang OKI. (Sumber: www.crwflags.com).

Secara umum, tujuan organisasi ini adalah:

1. memperkuat solidaritas, kerja sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
ilmu pengetahuan, dan teknologi antar negara anggota, serta perjuangan umat Islam
untuk melindungi kehormatan kemerdekaan dan hak-haknya.
2. Melakukan aksi bersama untuk melindungi tempat-tempat suci umat Islam, serta
memberi semangat dan dukungan kepada rakyat Palestina dalam memperjuangan hak
dan kebebasan mendiami daerahnya.
3. Bekerja sama untuk menentang diskriminasi rasial dan segala bentuk penjajahan serta
menciptakan suasana yang menguntungkan serta saling pengertian antar negara
anggota dan negara-negara lain.

Dalam OKI, beberapa peran Indonesia adalah:

 Memfasilitasi upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP)


dengan Moro National Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final
Peace Agremeent/  Perjanjian Damai, 1996.
 Indonesia memberi dukungan bagi berdirinya negara Palestina yang merdeka dan
berdaulat dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Dukungan dilanjutkan dengan
pembukaan hubungan diplomatik antara pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19
Oktober 1989.
 Indonesia juga aktif dalam memperkenalkan Islam sebagai agama yang menjunjung
tinggi perdamaian dan toleransi.

 
7. Jakarta Informal Meeting (JIM)

 JIM di sini adalah pertemuan yang dilaksanakan dalam upaya menyelesaikan konflik
Kamboja-Vietnam dengan Indonesia sebagai perantaranya.

JIM telah dilaksanakan sebanyak tiga kali di antara tahun 1988-1990. Pada JIM I,
Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja mengusulkan tiga tahap rencana penyelesaian
Perang Indocina 3. Tiga usul tersebut adalah melakukan gencatan senjata antara kedua belah
pihak, diturunkannya pasukan penjaga perdamaian PBB untuk mengawasi penarikan pasukan
Vietnam dari Kamboja, dan penggabungan semua kelompok bersenjata Kamboja ke dalam
satu kesatuan. Usulan tersebut disetujui dan akan kembali dibahas dalam Jakarta Informal
Meeting kedua.

Pada JIM II, Australia juga turut serta. Melalui perdana menterinya, Gareth Evans, Australia
mengusulkan rancangan Cambodia Peace Plan yang berisi:

1. mendorong upaya gencatan senjata;


2. menurunkan pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah yang konflik;
3. mendorong pembentukan pemerintah persatuan nasional untuk menjaga kedaulatan
Kamboja sampai pemilihan umum diadakan.

Pertemuan terakhir JIM (JIM III) membahas tentang pengaturan pembagian kekuasaan di
antara pihak Pemerintahan Koalisi Demokratik Kamboja dengan Republik Rakyat Kamboja
dengan membentuk pemerintah persatuan yang dikenal dengan nama Supreme National
Council (SNC).

Peran Indonesia setelah JIM

Keberhasilan Indonesia menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting ternyata mendapat


apresiasi dari Dewan Keamanan PBB. Seluruh anggota Dewan keamanan PBB menyetujui
upaya pembentukan pemerintahan transisi di Kamboja dengan membentuk United Nation
Transitional Authority in Cambodia (UNTAC) tanggal 28 Februari 1992
berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 745.

Pasca pembentukan UNTAC, Indonesia mengambil peran dengan mengirimkan pasukan


Kontingen Garuda XII A – XII D untuk menjaga transisi pemerintahan di Kamboja. Bahkan
jumlah pasukan Kontingen Garuda Indonesia di UNTAC sebanyak 2.000 personil militer
ataupun polisi. Jumlah ini terbanyak lho dibandingkan pasukan negara lainnya.

Anda mungkin juga menyukai