Anda di halaman 1dari 10

KISI-KISI MATERI SEJARAH INDONESIA KELAS XII

BAB 1 DISINTEGRASI BANGSA

- Klasifikasi disintegrasi bangsa


- DI/TII, ANDI AZIZ, APRA, RMS, PRRI/PERMESTA
- Peran Ismail Marzuki dan karyanya

BAB 2 DEMOKRASI LIBERAL

- Ciri-ciri demokrasi liberal


- Kondisi awal bangsa Indonesia pasca kemerdekaan
- Sistem pemerintahan presidensiil dan parlementer
- Kebijakan ekonomi (ORI)
- Kebijakan ekonomi demokrasi liberal (Ali-Baba, Gerakan Benteng, Guntng Syarifudin)
- Sistem kepartaian demokrasi liberal
- Kabinet Sukiman, Ali Sastro I
- Kegagalan demokrasi liberal

BAB 3 DEMOKRASI TERPIMPIN

- Dekrit Presidn 5 Juli 1959


Gagalnya konstituante dalam melaksanakan tugasnya serta rentetan peristiwa politik
keamanan yang mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa mencapai puncaknya
pada bulan Juni 1959. Untuk keselamatan negara berdasarkan staatsnoodrecht (hukum
keadaan bahaya bagi negara) pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pada pukul 17.00 dalam
suatu upacara resmi di Istana Merdeka, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden
yang berisi sebagai berikut.
 Pembubaran Konstituante
 Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembali UUD 1945
 Pembentukan MPRS dan DPAS
- Pembebasan Irian Barat
Akhirnya perjuangan-perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia berhasil memaksa
Belanda melepaskan Irian Barat kembali ke Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus
1962, Berhasil ditandatangani Persetujuan New York antara pihak Republik Indonesia dan
Belanda yang Disaksikan oleh sekjen PBB. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar
Negeri, Dr. Subandrio, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh Van Royen dan
Schuurman.
Selanjutnya, untuk menjamin keamanan di Irian Barat dibentuk suatu pasukan keamanan

PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) di bawah pimpinan Brigadir
Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan.

Sesuai dengan Perjanjian New York, proses pengembalian Irian Barat dilakukan dengan
tahap-tahap sebagai berikut. A. Mulai tanggal 1 Oktober 1962 kekuasaan Belanda atas Irian
Barat berakhir.
b. Mulai tanggal 1 Oktober 1962-1 Mei 1963, Irian Barat berada di bawah pengawasan
pemerintahan sementara PBB yang disebut United Nations Temporary Executive Authority
(UNTEA).

c. Secara resmi mulai tanggal 31 Desember 1963, PBB menyerahkan Irian Barat kepada
pemerintah Republik Indonesia. Upacara serah terima dilakukan di Hollandia (sekarang
Jayapura) dan pihak Indonesia diwakili oleh Men/Pangad Letnan Jenderal Ahmad Yani.

Pada tahun 1969 sesuai dengan Perjanjian New York pemerintah Republik Indonesia
mengadakan penentuan pendapat rakyat (pepera). Melalui pepera tersebut rakyat diberi
kesempatan untuk memilih tetap bergabung dengan Republik Indonesia atau merdeka.
Hasilnya

Dewan Musyawarah pepera memutuskan tetap bergabung dengan Republik Indonesia.

Hasil pepera kemudian dibawa oleh diplomat PBB (Ortis Sanz) untuk dilaporkan dalam
sidang Majelis Umum PBB ke-24 dan pada tanggal 19 November 1969, sidang umum PBB
mengesahkan hasil pepera tersebut.
- Peta kekuatan Soekarno

- Konfrontasi Malaysia dan dampaknya


Sikap Indonesia yang konfrontatif terhadap negara-negara Barat antara lain ditunjukkan
dengan konfrontasi terhadap Malaysia. Hal tersebut karena pemerintah tidak setuju dengan
pembentukan negara Federasi Malaysia yang dianggap proyek neokolonialisme Inggris yang
membahayakan Indonesia dan negara-negara blok Nefo. Pembentukan Federasi Malaysia
pertama kali dilontarkan oleh Perdana Menteri Malaysia, Tengku Abdul Rachman, pada
tanggal 27 Mei 1961. Menurut Tengku Abdul Rachman, federasi yang akan dibentuk terdiri
dari Malaysia, Singapura, dan Sabah. Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden Soekarno
mengumumkan dwikomando rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Isi
Dwikora yaitu perhebat ketahanan revolusi Indonesia dan bantu perjuangan rakyat Malaysia
untuk membebaskan diri dari nekolim Inggris. Dalam melaksanakan konfrontasi dengan
Malaysia ini dibentuk Komando Mandala Siaga (Kolaga) yang dipimpin oleh Marsekal Madya
Omar Dani (Menteri/Panglima Angkatan Udara). Komando ini kemudian mengirimkan
pasukan sukarelawan untuk memasuki daerah Malaysia, baik Malaysia Barat maupun
Malaysia Timur.

Tujuan

1. Balas dendam karena malaysia menghina lambang negara indonesia 2. Membalas


penghinaan malaysia 3. Mempertahankan jati diri dan wibawa

Indonesia

Dampak
1. Indonesia sempat keluar dari PBB

2. Filipina sempat memutus hubungan diplomatik dengan malaysia

Belah pihak

3. Banyak korban berjatuhan dari kedua 4. Indonesian sempat membuat GANEFO sebagai
saingan PBB saat keluar dari PBB
- Kebijakan penyatuan 3 golongan

- Proyek Mercusuar

BAB 4 ORDE BARU

- Dua perspektif Supersemar

- Deskripsi ORBA
Orde Baru merupakan salah satu istilah yang cukup familiar bagi kita.
Menurut KBBI, kata baru berarti menggambarkan suatu hal yang belum
pernah ada sebelumnya. Sedangkan orde berarti sistem pemerintahan.
Secara terminologi, Orde Baru berarti suatu tatanan seluruh
perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakan kembali kepada
pelaksanaan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Dari
beberapa pendapat tersebut kita simpulkan
- Dwifungsi ABRI
Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) merupakan sebuah konsep dan
kebijakan politik yang mengatur tentang fungsi ABRI dalam tatanan kehidupan bernegara.

Dwifungsi ABRI memiliki arti bahwa ABRI memiliki dua fungsi yaitu, fungsi sebagai kekuatan
militer Indonesia dan fungsi sebagai pemegang kekuasaan dan pengatur negara.

Kebijakan Dwifungsi ABRI sebenarnya telah diterapkan pada awal Orde Baru, namun baru
dilegalkan oleh Soeharto pada tahun 1982 melalui Undang-Undang nomor 20 tahun 1982.
- Kebijakan luar negeri ORBA

Sebagai wujud dari pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif pada
masa Orde Baru melakukan langkah- langkah sebagai berikut.
 
a. Normalisasi hubungan Indonesia-Malaysia
 
Indonesia melakukan konfrontasi dengan Malaysia setelah diumumkan
Dwikora oleh Presiden Soekarno pada tanggal 3 Mei 1964. Tindakan
pemerintah Orde Lama ini jelas menyimpang dari pelaksanaan politik luar
negeri bebas aktif.
 
Normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia tersebut berhasil dicapai
dengan ditandatangani Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966.
Persetujuan normalisasi hubungan Indonesia–Malaysia merupakan hasil
perundingan di Bangkok (29 Mei–1 Juni 1966). Perundingan dilakukan
Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Malaysia, Tun Abdul Razak
dan Menteri Utama/Menteri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik.
Perundingan telah menghasilkan persetujuan yang dikenal sebagai
Persetujuan Bangkok.

Penandatanganan normalisasi hubungan Indonesia dan Malaysia


Adapun persetujuan Bangkok mengandung tiga hal pokok, yaitu sebagai
berikut.
 
 Rakyat Sabah dan Serawak akan diberi kesempatan menegaskan
lagi keputusan yang telah diambil mengenai kedudukan mereka
dalam Federasi Malaysia.
 Kedua pemerintah menyetujui memulihkan hubungan diplomatik.
 Kedua pemerintah menghentikan segala bentuk permusuhan.
 
 
b. Indonesia kembali menjadi anggota Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB)
 
Indonesia pada masa pemerintahan Soekarno telah aktif menjadi anggota
PBB, tepatnya pada 28 September 1950. Sering perkembangan Soekarno
memutuskan Indonesia untuk keluar dari organisasi dunia tersebut pada
1 Januari 1965. Faktor utama keluarnya Indonesia dari PBB ialah
diterimanya Malaysia sebagai anggota tidak tetap PBB.
 
Seiring peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto pada tahun 1966,
Indonesia kembali memutuskan untuk kembali ke PBB pada 28
September. Hal tersebut didasarkan atas politik luar negeri Indonesia
yang bebas aktif. Keaktifan Indonesia dalam PBB secara nyata tampak
dengan terpilihnya Mentri Luar Negeri Indonesia, Adam Malik menjadi
ketua Majelis Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

Pengibaran Bendera Merah Putih di depan Gedung PBB


c. Pemerkasa ASEAN
 
Keaktifan Indonesia dalah hubungan luar negeri juga dibuktikan dengan
terbentuknya ASEAN. Association of Southeast Asia Nations atau ASEAN
ialah perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara yang didasari oleh rasa
setia kawan, persahabatan dan kerja sama. Organisasi ini dibentuk pada
8 Austus 1967 di Bangkok, Thailand. Indonesia yang diwakili oleh Adam
Malik termasuk menjadi pelopor dalam terbentuknya ASEAN dengan
menandatangani Deklarasi Bangkok tersebut.
- Sistem Parpol masa ORBA

IPS Terpadu

Orde Baru

Penulis : Okto Dellon Sunuraz Putra, S.Pd

Kehidupan Politik Masa Orde Baru

a. Penataan Stabilitas Politik Pembubaran PKI dan Organisasi Massanya

Kita tentu mengetahui, Partai Komunis Indonesia merupakan salah satu partai yang dilarang
oleh bangsa Indonesia. Selain bertentangan dengan falsafah negara Pancasila, PKI juga
dianggap bertanggung jawab atas peristiwa Gerakan 30 September 1965. Oleh karena itu
pula, langkah awal Presiden Soeharto ialah membubarkan PKI beserta organisasi massanya.

Pembubaran PKI dan organisasi massanya dimulai sejak Letjen Soeharto mendapat mandat
Surat Perintah Sebelas Maret. Melalui legitimasi tersebut, ia mengambil beberapa tindakan
untuk menjamin keamanan dan stabilitas pemerintahan. Pada tanggal 12 Maret 1966, keluar
surat keputusan yang berisi pembubaran dan larangan bagi PKI serta ormas-ormas yang
bernaung dan berlindung atau senada dengannya untuk beraktivitas di wilayah Indonesia.
Keputusan ini kemudian diperkuat dengan Keputusan Presiden/Pangti ABRI/Mandataris
MPRS No.1/3/1966 tanggal 12 Maret 1966.

Gambar kiri: demonstrasi mahasiswa angkatan 66’ menuntut Tritura salah satunya ialah
pembubaran PKI. Gambar kanan: berita media massa mengenai pembubaran PKI

Pada 18 Maret 1966, Letjen Soeharto mengamankan 15 mentri yang dinilai terlibat dalam
G30S/PKI. Setelah itu, ia memperbaharui Kabinet Dwikora yang disempurnakan dan
membersihkan lembaga legislatif, termasuk MPRS dan DPRGR.
b. Penyederhanaan Partai Politik

Coba kalian tebak, berapa partai politik yang ada di Indonesia saat ini? Tentu banyak bukan.
Apakah kalian tahu bahwa dulu kita pernah hanya memiliki 3 partai politik saja? Coba
sebutkan partai apa saja itu? Kalian pasti ingin tahu, mengapa ketika itu hanya ada 3 partai
politik saja di Indonesia? Bukan karena setiap orang tidak ingin membuat partai, tapi sistem
3 partai merupakan salah satu kebijakan politik Presiden Soeharto dibidang politik, kondisi
ini bahkan berlangsung cukup lama dari tahun 1973 hingga 1999.

Partai Politik masa pemerintahan Orde Baru hasil penyederhanaan partai politik 1973

Penyederhanaan atau penggabungan (fusi) partai pada tahun 1973 merupakan kebijakan
Presiden Soeharto untuk menciptakan stabilitas politik kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kebijakan ini dinggap menjadi syarat utama dalam mencapai pembangunan ekonomi
Indonesia. Mengapa demikian? Orde Baru diharapkan tidak lagi berorientasi pada Ideologi
serta politik, tetapi pada program ekonomi. Menurut pemerintah Orde Baru, tidak stabilnya
politik yang terjadi pada masa sebelumnya (Orde Lama) disebabkan oleh sistem kepartaian.
Diketahui juga partai politik saat itu sangatlah banyak, sehingga menimbulkan banyak
idiologi dan sekaligus kepentingan. Partai politik sulit terkontrol dan akhirnya timbul
gerakan-gerakan yang membahayakan bangsa dan Negara. Hal tersebut yang
melatarbelakangi perlunya melakukan fusi terhadap kendaraan politik tersebut. Fusi partai
tahun 1973 oleh pemerintah tidak serta didasarkan pada persamaan ideologi, tapi pada
persamaan program. Sehingga diharapkan dapat membantu pemerintah untuk bersama-
sama membangun Indonesia lebih baik. Apa saja sih partai-partai tersebut? Dan partai-partai
mana yang bergabung didalamnya? Jawaban tersebut dapat kita jelaskan sebagai berikut:

1. Partai Persatuan Pembangunan.

Partai ini berlandasakan nilai-nilai Islam, gabungan partai-partai ini antara lain ialah NU,
Parmusi, PSII, dan PERTI

2. Partai Demokrasi Indonesia (PDI).


Partai ini berlandaskan pada nasionalisme, gabungan partai ini antara lain PNI, Partai Katolik,
Partai Murba, IPKI, dan Parkindo

3. Golongan Karya

Organisasi ini sudah ada sejak 1964. Seperti namanya, Golongan Karya dianggap sebagai
wadah orang-orang yang dianggap tidak berpolitik dan lebih mengedepankan karya
tergantung latar belakang individu tersebut, mulai dari sastrawan, petani, TNI dll.

Ketiga partai itulah yang menjadi kendaraan politik Indonesia dalam kurun waktu 1973
hingga 1997.

c. Pemilihan Umum Masa Orde Baru

Kalian pasti sudah mengetahui, mengapa negara kita melaksanakan Pemilihan Umum? Ya
benar, Pemilihan Umum merupakan ciri utama suatu negara yang berlandaskan demokrasi,
seperti negara kita Indonesia.

Partai Politik masa pemerintahan Orde Baru hasil penyederhanaan partai politik 1973

(suasana Pemilihan Umum Pertama tahun 1971 pada masa Orde Baru)

Pemilu pada masa Orde Baru memiliki keunikan tersendiri dari pada pemilu yang terjadi
sebelum dan sesudahnya. Seperti yang kalian pelajari diatas, keunikan tersebut disebabkan
oleh kebijakan fusi partai, sehingga pemilihan umum sejak tahun 1977 hanya dikuti oleh 3
partai politik. Pelaksanaan Pemilu sendiri pada masa orde baru berlangsung enam kali, yakni
1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pada pemilu 1971, peserta partai politik masih
cukup banyak yakni 10 partai politik, pada pemilu ini Golongan Karya meraih suara
terbanyak. Pemilu selanjutnya dimulai sejak tahun 1977 hingga 1997 partai peserta pemilu
diikuti oleh tiga partai politik yakni PPP, Golongan Karya dan PDI, pada pelaksanaan pemilu
itu pula Golongan Karya meraih suara terbanyak.

Peserta Pemilu 1971


d. Dwi Fungsi ABRI

Konsep Dwi Fungsi ABRI berawal dari konsep “jalan tengah” yang di kemukakan oleh Jendral
A.H.Nasution. Dwi Fungsi ABRI diterapkan untuk memberi kesempatan yang luas kepada
perwira tentara untuk berpartisipasi dalam bidang non militer. Kebijakan ini bertujuan agar
stabilitas politik tetap berjalan dengan baik. Melalui dwi fungsi ABRI, para pewira militer
memegang posisi penting pada masa pemerintahan Orde Baru seperti menjadi walikota,
gubernur, duta besar, peradilan dll.
- Kebijakan P4
1978
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) awalnya ditujukan sebagai
pendidikan moral & politik bagi pegawai negeri

1979

Penasihat Presiden tentang Pelaksanaan P4 (P7) dibentuk sebagai lembaga penyelenggara


penataran P4 tingkat nasional
1984

P4 mulai dimasukan ke dalam kredit semester mahasiswa baru & diajarkan berdampingan
dengan Pendidikan Pancasila

1990

>32 juta orang Indonesia yang pernah mengikuti P4

Juni 1998

Penataran P4 resmi dihapus di tingkat perguruan tinggi


- Trilogi pembangunan
https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/06/100000779/trilogi-pembangunan-tujuan-
isi-dan-kontroversi
- Sistem sentralistik

Sentralisasi adalah pengaturan kewenangan dari pemerintah daerah kepada. Pemerintah


pusat untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri.

Otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat


Kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus urusan-urusan
Tertentu.
- Dampak positif kebijakan ORBA
1. Pembangunan Indonesia berjalan pesat 2. Pertumbuhan ekonomi semakin tinggi

2. Indonesia dapat memenuhi kebutuhan

Pangannya sendiri melalui swasembada

Beras

3. Menurunnya angka kemiskinan

4. Pelayanan kesehatan terjangkau hingga desa

5. Dilaksanakannya wajib belajar 7. Menurunnya harga kebutuhan pokok


- Keberhasilan bidang ekonomi
Pada masa Orde Baru program rehabilitasi ekonomi berlandaskan pada Tap. MPRS No.
XXIII/1966 yang isinya antara lain mengharuskan diutamakannya masalah perbaikan
ekonomi rakyat di atas segala soal-soal nasional yang lain, termasuk soal-soal politik.
Konsekuensinya kebijakan politik dalam dan luar negeri pemerintah harus sedemikian rupa
sehingga benar-benar membantu perekonomian rakyat. Prioritas pertama yang dilakukan
pemerintah untuk rehabilitasi ekonomi adalah memerangi atau mengendalikan hiperinflasi
antara lain dengan menyusun APBN berimbang. Sejalan dengan kebijakan tersebut,
pemerintah Orde Baru berupaya menyelesaikan masalah utang luar negeri sekaligus mencari
utang baru yang diperlukan bagi rehabilitasi maupun pembangunan ekonomi berikutnya.

Hal yang dilakukan pemerintah Orde Baru untuk menanggulangi masalah utang luar negeri
tersebut adalah berupaya melakukan diplomasi yang intensif dengan mengirimkan tim
negosiasi ke Paris, Prancis (Paris Club) untuk merundingkan utang negara, dan ke London,
Inggris (London Club) untuk merundingkan utang swasta. Adapun bukti keseriusan untuk
bersahabat dengan negara para donor, pemerintah Orde Baru sebelum pertemuan Paris
Club telah mencapai kesepakatan terlebih dahulu dengan pemerintah Belanda mengenai
pembayaran ganti rugi sebesar 165 juta dolar AS terhadap beberapa perusahaan mereka
yang dinasionalisasi oleh Orde Lama pada tahun 1958. Begitu juga dengan Inggris telah
dicapai suatu kesepakatan untuk membayar ganti rugi kepada perusahaan Inggris yang
kekayaannya disita oleh pemerintah pada tahun 1965.

Pada tanggal 10 Januari 1967 pemerintah Orde Baru memberlakukan UU No. 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing (PMA). Dengan UU PMA, pemerintah Orde Baru ingin
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa arah kebijakan yang akan ditempuh oleh
pemerintah Orde Baru berbeda dengan Orde Lama.

Upaya diplomasi ekonomi yang dilakukan pemerintah Orde Baru ke negara-negara Barat dan
Jepang tidak hanya berhasil mengatur penjadwalan kembali pembayaran utang negara dan
swasta yang jatuh tempo, tetapi juga mampu meyakinkan dan menggugah negara-negara
tersebut untuk membantu Indonesia. Bukti hal tersebut antara lain dengan dibentuknya
lembaga yang bernama IGGI (Inter Governmental Group on Indonesia). Adapun proses
pembentukan IGGI diawali suatu pertemuan antara negara-negara yang memiliki komitmen
untuk membantu Indonesia pada bulan Februari 1967 di Amsterdam. Dalam pertemuan
tersebut dihadiri oleh delegasi Indonesia dan lembaga-lembaga bantuan internasional dan
disepakati membentuk IGGI dengan ketuanya Belanda.

Upaya yang dilakukan pemerintah Orde Baru selain mengupayakan masuknya dana bantuan
luar negeri, juga dengan menggalang dana dari dalam negeri yaitu dana masyarakat. Salah
satu strategi adalah berupaya agar masyarakat mau menabung. Upaya lainnya adalah
dengan menerbitkan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri (UUPMDN) No. 6
Tahun 1968. Kebijakan yang dilakukan pemerintah pada awal Orde Baru mulai menunjukkan
hasilnya.

Hiperinflasi mulai dapat dikendalikan dari 600% menjadi 120% (1967) dan 80% (1968).
- Kehidupan bangsa Indonesia menjelang keruntuhan Soeharto
Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana.

Pidato Harmoko saat itu disambut gembira oleh ribuan mahasiswa yang mendatangi Gedung
DPR. Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, karena pada malam harinya, pukul
23.00 WIB Menhankam/ Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menyebut bahwa pernyataan
Harmoko itu merupakan sikap dan pendapat individual, karena tidak dilakukan melalui
mekanisme rapat DPR.

BACA JUGA:
Keluarga Korban Tragedi Semanggi Kalah Lawan Jaksa Agung Usai Kasasi Ditolak MA
Cerita Sinci Pembela HAM Korban 98 di Pecinan Semarang
6 dari 6 halaman
14 Menteri mundur secara bersama-sama
Mundur secara bersama sama rev2Pengunduran diri Soeharto 21 Mei 1998. ©2016
Merdeka.com
Presiden Soeharto mengemukakan akan segera mengadakan reshuffle Kabinet
Pembangunan VII, dan sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi, tapi kabar
mengejutkan datang dari empat belas menteri di Kabinet Pembangunan ke-VII, yang
menyatakan untuk mengundurkan diri secara bersama-sama dari jabatan mereka.

Ke empat belas menteri yang menandatangani ‘Deklarasi Bappenas’ tersebut antara lain
adalah Akbar Tandjung, AM Hendropriyono, Ginandjar Kartasasmita, Giri Suseno
Hadihardjono, Haryanto Dhanutirto, Justika S. Baharsjah, Kuntoro Mangkusubroto,
Rachmadi Bambang Sumadhijo, Rahardi Ramelan, Subiakto Tjakrawerdaya, Sanyoto
Sastrowardoyo, Sumahadi, Theo L. Sambuaga, dan Tanri Abeng
-

Anda mungkin juga menyukai