Anda di halaman 1dari 5

SISTEM DAN STRUKTUR POLITIK DAN EKONOMI INDONESIA

MASA DEMOKRASI TERPIMPIN ( 1959 – 1965 )

A. Dinamika Politik Masa Demokrasi Terpimpin

1. Menuju Demokrasi Terpimpin

Kehidupan social politik Indonesia pada masa Demokrasi Liberal (1950 hingga 1959)
belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Kabinet yang silih berganti
membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Dewan
konstituante yang dibentuk melalui Pemilihan Umum 1955 tidak berhasil
menyelesaikan tugasnya menyusun UUD baru bagi Republik Indonesia. Padahal
Soekarno menaruh harapan basar terhadap pemilu 1955, karena bisa dijadikan sarana
untuk membangun demokrasi yang lebih baik. Presiden Soekarno berkeinginan untuk
mengubur partai-partai politik yang ada. Dalam konsepsinya Presiden Soekarno
menghendaki dibentuknya cabinet berkaki empat yang anggotanya tersiri dari wakil-
wakil PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Soekarno juga menghendaki dibentuknya Dewan
Nasional yang anggotanya terdiri dari golongan fungsional di dalalam masyarakat.

Presiden menekankan bahwa Demokrasi Liberal tidak sesuai dengan jiwa dan semangat
bangsa Indonesia. Untuk itu ia menggati dengan suatu demokrasi yang sesuai dengan
kepribadian bangsa Indonesia yaitu Demokrasi Terpimpin. Demokrasi Terpimpin
merupakan suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, kehidupan social dan
kehidupan ekonomi. Gagasan Soekarno dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957.
Pokok-pokok yang tekandung dalam konsepsi tersebut .

Dalam pembaruan struktur politik harus diberlakukan system demokrasi terpimpin yang
didukung oleh kekuatan-kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara
seimbang.

Pembentukan cabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat yang


terdiri atas wakil partai-partai politik dan kekuatan golongan funsional atau golongan
karya.
Upaya menuju Demokrai Terpimpin dirintis oleh Presiden Soekarno sebelum
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959. Langkah pertama adalah pembentukan
Dewan Nasional pada 6 mei 1957. Langkah selanjutnya adalah mengeluarkan suatu
keputusan pada tanggal 19 februari 1959 tentang pelaksanaan Demokrsi Terpimpin
dalam rangka kembali ke UUD 1945.

Pada tanggal 3 juli 1959, Presiden Soekarno memanggil Ketua DPR, Mr. Sartono,
Perdana Menteri Ir. Djuanda, para menteri, pimpinan TNI, dan anggota Dewan
Nasional (Roeslan Abdoel Gani dan Moh. Yamin), serta ketua Mahkamah Agung, Mr.
Wirjono Prodjodikoro, untuk mendiskusikan langkah yang harus diambil. Mereka
sepakat untuk memberlakukan kembali UUD 1945. Pada hari minggu, 5 juli 1959
pukul 17.00 uoacara resmi di Istana Merdeka selama 15 menit, 3 hal pokok Dekrit oleh
Presiden Soekarno :

1. Menetapkan pembubaran konstituante

2 Menetapkan UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, terhitung mulai tanggal penetaoan dekrit dan tidak berlakunya lagu UUD
sementara (UUDS)

3.Pembentukan MPRS, yang terdiri atas anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan
dan golongan, serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS).

Sehari sesudah Dekrit Presiden 5 juli 1959, Perdana Menteri Djuanda mengembalikan
mandate kepada Soekarno dan Kabinet Karya pun dibubarkan. Kemudian pada 10 juli
1959, Soekarno mengumumkan cabinet baru yang disebut Kabinet Kerja. Dalam cabinet
ini Soekarno berlau sebagai Perdana Menteri, dan Djuanda menjadi menteri pertama
dengan dua wakil yaitu dr. Leimana dan dr. Subandrio.

Pada tanggal 17 Agustus 1959, dalam pidato peringtan kemerdekaan RI, Presiden
Soekarno menafsirkan pengertian demokrasi terpimpinnya. Presiden Soekarno
menguraikan ideologi Demokrasi Terpimpin yang isinya mencakup revolusi, gotong
royong, domokrasi, anti imperialism-imperialisme, anti demokrasi liberal, dan perubahan
secara total. Pidato terebut diberi judul “Penemuan Kembali Revoluso Kita”.

Sementara itu konflik terbuka antara DPR dan Presiden akhirya terjadi ketika DPR
menolak Rencana Anggaran Belanja Negara tahun 1960 diajukan oleh pemerintahan.
Penolakan tersebut membawa dambak pembubaran DPR oelh Presiden Soekarno pada
tanggal 5 maret 1960. Ia mendirikan DPR Gotong Royong (DPRGR). Para anggota
DPRGR ditunjuk Presiden tidak berdasarkan perimbangan kekuatan partai politik namun
lebih berdasarkan perimbangan lima golongan, yaitu Nasionalis, Islam, Komunis,
Kristen-Katolik dan golongan fungsional.

2. Peta Kekuatan Politik Nasional

Antara tahun 1960-1965, kekuatan poitik pada waktu itu terpusat di tangan Presiden
Soekarno. Presiden Soekarno memegang seluruh kekuasan Negara dengan TNI AD
dan PKI di sampingnya. Kekutan politik baru lainnya adalah PKI. PKI sebagai partai
yang bangkit kembali pada tahun 1952 dari puing-puing pemberontakan Madiun
1948. PKI menerapkan strategi “menempel” pada Presiden Soekarno.

Ketika Presiden Soekarno gagal membentuk cabinet Gotong Royong (Nasakom) pada
tahun 1960 karena mendapat tentangn dar kalangan Islam dan TNI AD, PKI
mendapat kompensasi tersendiri dengan memperoleh kedudukan dakam MPRS,
DPRGR, DPA dan Pengurus Besar Front Nasional serta dalam Musyawarah
Pembantu Pimpinan Revolusi (MPPR).

Terhadap TNI AD pun, PKI melakukan berbagai upaya dalam rangka mematahkan
pembinaan territorial yang sudah dilakukan oleh TNI AD. Seperti peristiwa Bandar
Betsy (Sumata Utara), Peristiwa Jengkol. Upaya merongrong ini dilakukan melalui
radio, pers, dan poster yang menggambarkan setan desa yang harus dibunuh dan
dibasmi. Tujuan politik pki disini adalah menguasai desa untuk mengepung kota.

3. Pembebasan Irian Barat

Salah satu isu politik luar negeri yang terus menjadi pekerjaan rumah cabinet RI
adalah masalah Irian Barat. Karena jalan damai yang telah ditempuh selama satu dasa
warsa tidak tidak berhasil mengembalikan Irian Barat. Upaya ini telah dilakukan
Indonesia sejak tahun 1957, jalan lain yang dilakukan adalah elancarkan aksi-aksi
pembebasan Irian Barat, dimulai pengambilalihan semua perusahaan milik Belanda di
Indonesia

oleh kaum buruh. Setelah upaya merebut kembali Irian Barat dengan diplomasi dan
konfrontasi politik dan ekonomi tidak berhasil, maka pemerintah RI menempuh cara
lainnya melalui jalur militer. Dalam rangka perjuanganpembebasan Irian Barat,
Presiden Soekarno pada tanggal 19 desember 1961, di depan rapat raksasa di
Yogyakarta, mengeluarkan suatu komando untuk berkonfrontasi secara militer dengan
Belanda yang disebut dengan Tri Komando Rakyat (Trikora). Isi dari Trikora tersebut
adalah :

a. Gagalkan pembentukan Negara boneka Papua buatan Belanda


b. Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat.
c. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air dan bangsa.

Akhirnya pada tanggal 15 agustus 1962 ditanda tangani perjanjian antara


pemerintahan Indonesia dengan pemerintah Belanda di New York, hal ini dikenal
sebagai perjanjian New York. Hal pokok dari isi perjanjian itu adalah penyerahan
pemerintahan di Irian dari pihak Belanda ke PBB.

4. Konfrontasi Terhadap Malaysia

Munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari persekutuan Tanah Melayu dan
Lee Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan kedua Negara tersebut
menjadi Federasi Malaysia. Pembentukan federasi Malaysia dianggap sebagai proyek
Neokoloniaisme Inggris yang membahayakan revolusi Indonesia, oleh karena itu
berdirinya Negara federasi Malaysia ditentang oleh pemerintah Indonesia.

Untuk meredekan ketegangan di anatar tiga Negara tersebut kemudian diadakan


Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philiphina dan Indonesia) di Filiphina pada tanggal
31 juli-5 agustus 1963. Untuk menjalankan konfrontasi dwikora, Presiden Soekarno
membentuk komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai
panglimanya. Walaupun pemerintah Indonesia telah memutuskan melakukan
knfrntasi secara total, namun upaya penyelesaian diplomasi terus dilakukan. Presiden
Ri menghadiri pertemuan puncak di Tokyo pada tanggal 20 juni 1964.
B. Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin

Sejak diberlakukannya kembali UUD 1945, dimulailah pelaksanaan ekonomi terpimpin,


sebagai awl berlakunya herordering ekonomi. Dimana lat-alat produksi dan distribusi
yang vital harus dimiliki dan dikuasai oleh Negara atau minimal di bawahpengawasan
Negara. Kondisi ekonomi dan keuangan yang ditinggalkan dari masa demokasi liberal
berusaha diperbaiki oleh Presiden Soekarno. Langkah yang dilakukan anatara lain
membentuk Dewan Prancang Nasional (Depernas) dan melakukan sanering mata uang
kertas yang nilai nominalnya Rp500 dan Rp1000 masing-masing nilainya diturunkan
menjadi 10% saja.

Kebjakan sanering yang dilakukan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah


Pengganti Undang-undang No. 2/1959 yang berlaku tanggal 25 agustus 1959 pukul
06.00 pagi. Bertujuan mengurangi banyaknya uang yang beredar untuk kepentingan
perbaikan keungan dan perekonomian Negara. Upaya perbaikan ekonomi lain yang
dilakukan pemerintah adalah membentuk panitia 13. Anggota panitia melibatkan ahli
ekonomi, pimpinan partai politik, anggota musyawarah pembantu pimpinan revolusi
(MPPR), pimpinan DPR, DPA. Panitia ini menghasilan konsep Deklarasi Ekonomi
(Dekon) sebagai starategi dasar ekonomi Indonesia dalam rangka pelaksanaan Ekonomi
Terpimpin.

Kebijakan ekonomi yang dilakukan pada masa ini antara lain berupa pembentukan
Dewan Perancang Nasional dan Deklarasi Ekonomi, serta dilakukan Devaluasi Mata
Uang. Proyek Mercusuar berupa pembangunan Monas, kompleks olahraga Senayan,
Pemukiman Kebayoran juga berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai