Anggota Kelompok:
- Jeniffer D11220119
- Monica C14220025
- Audrey D11220293
- Thalia D11220290
- Klarissa E12220073
- Charista E12220116
- Nathalia E12220120
- Hans E12220100
Sesuai isi Konferensi Meja Bundar, Irian Barat akan diserahkan oleh Belanda satu tahun
setelah pengakuan kedaulatan RIS. Namun pada kenyataannya lebih dari setahun pengakuan
kedaulatan Indonesia, Belanda tidak kunjung menyerahkan Irian Barat. Dalam penyelesaian
masalah ini, Pemerintah Indonesia melakukan upaya diplomasi bilateral dengan Belanda.
Namun, tidak membuahkan hasil.
Selain itu, masalah Irlandia Barat telah menjadi agenda Majelis Umum PBB berkali-kali setiap
tahun sejak 1954, namun tidak pernah mendapat tanggapan positif. Karena beberapa upaya
diplomasi gagal, pemerintah Indonesia akhirnya mengambil sikap keras terhadap Belanda
dalam beberapa hal yaitu
● Gagal membentuk negara boneka Papua, seperti yang dilakukan kolonial Belanda.
● Pengibaran Bendera Merah Putih di Irian Barat
● Mempersiapkan mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan
tanah air dan bangsa
Antara Maret dan Agustus 1962, Komando Mandala melakukan operasi laut dan udara di Irian
Barat. Operasi infiltrasi berhasil mendaratkan tentara dan relawan ABRI di berbagai lokasi di
Iran bagian barat. Misalnya Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana, Operasi Serigala di
sekitar Sorong dan Teminabuan, Operasi Naga di Merauke dan Operasi Jatayu di Sorong,
Kaimana dan Merauke. Semula Belanda mencemooh persiapan Komando Mandala. Mereka
menilai tidak mungkin tentara Indonesia menyerbu wilayah Iria. Namun, operasi infiltrasi
Indonesia berhasil dan akhirnya Belanda setuju untuk duduk di meja perundingan untuk
menyelesaikan sengketa Irlandia barat. Perjanjian New York Pada tanggal 15 Agustus 1962 di
New York, pemerintah Indonesia dan Belanda menandatangani perjanjian yang dikenal dengan
Perjanjian New York. Isi Perjanjian New York adalah:
Berdasarkan Temuan Pepera, (1969) Komite Penasehat Pepera memutuskan dengan suara
bulat bahwa Irlandia Barat tetap ingin bergabung dengan Indonesia. Ortiz Sanz, seorang
diplomat PBB yang bertugas di Iran barat, melaporkan hasil negosiasi atas tindakan tersebut di
Majelis Umum PBB ke-24.
Dari rangkuman diatas ini, menurut pandangan kami, pemerintah Indonesia sudah baik dalam
menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia karena wilayah daerah Irian Barat berhasil direbut
kembali dan dijaga sehingga tidak lepas dari wilayah Indonesia. Lalu juga pada peristiwa
pembebasan Irian Barat ini termasuk kedalam pancasila ke tiga yaitu persatuan dan kesatuan
Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap dari pemerintah Indonesia yang berjuang dengan
keras mempertahankan wilayah Irian Barat agar tidak direbut belanda dan agar tetap menjadi
wilayah milik Indonesia.
Orde lama : Proklamasi Republik maluku selatan
Republik Maluku Selatan (RMS) adalah sebuah republik di Maluku yang diproklamasikan pada
tanggal 25 April 1950. Pemberontakan RMS dipimpin oleh mantan Menteri Kehakiman NIT
(Negara Indonesia Timur) Soumokil, yang tujuannya untuk melepaskan wilayah Maluku dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Awal mula dari adanya pemberontakan RMS dilatarbelakangi oleh kondisi politik di Maluku yang
tidak menentu, terutama setelah Konferensi Meja Bundar. Persoalan pemicu pemberontakan
RMS ini bermula dari pemikiran beberapa orang Ambon yang berkuasa pada masa NIT. Hal ini
mengakibatkan masyarakat di Ambon mengalami pertentangan sehingga terpecah menjadi dua
kelompok, yakni kelompok republik yang berorientasi pada nasionalisme Indonesia.
Di sisi lain, kelompok federal atau pro-Belanda yang tergabung dalam organisasi Gabungan
Sembilan cenderung mendukung kolonialisme Belanda.
Pada tanggal 13 April 1950, Dr. Soumokil mengadakan rapat dengan berbagai pihak dari
Ambon. Pada tanggal 23 April 1950, Dr. Soumokil mengadakan Pertemuan rahasia di Tulehu.
Dari hasil pertemuan tersebut lahirlah gagasan untuk mendirikan Republik Maluku Selatan dan
disepakati juga bahwa pemerintah daerah akan bertanggung jawab atas pelaksanaan
proklamasi Republik Maluku Selatan.
Pemerintah daerah yang ditunjuk untuk mendeklarasikan Republik Maluku Selatan adalah
Kepala Daerah Maluku Selatan J. Manuhutu. J. Manuhutu dipaksa hadir dalam rapat yang
diadakan oleh Dr. Soumokil. Akhirnya, di bawah tekanan pasukan KNIL, J. Manuhutu
menyetujui perintah proklamasi Republik Maluku Selatan. Kemudian, pada tanggal 25 April
1950, pemerintah Maluku Selatan mengikrarkan proklamasi Republik Maluku Selatan. Selain
itu, dr. Soumokil menjabat sebagai Presiden RMS.
Menjelang waktu proklamasi, Dr. Soumokil berhasil mengumpulkan kekuatan pasukan KNIL
dan Baret Hijau yang terlibat dalam pemberontakan Andi Aziz di Ambon. Faktanya, dr.
Soumokil terlibat dalam pemberontakan Andi Aziz. Namun, ia berhasil melarikan diri ke Maluku
dan memindahkan pasukan KNIL dari Makassar ke Ambon. Pemberontakan Andi Aziz dan
Pemberontakan RMS memiliki tujuan yang sama, yaitu ketidakpuasan terhadap proses
pengembalian RIS ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Menurut pandangan kelompok kami, kejadian RMS ini berhubungan dengan sila tiga dan
empat. Yang dimana sila tiga itu membahas tentang persatuan Indonesia sedangkan, sila
empat itu membahas tentang musyawarah mufakat. Dalam peristiwa RMS ini bermula dari
wilayah Maluku yang ingin melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
yang didasari oleh pemikiran beberapa orang Ambon yang berkuasa pada masa NIT. Hal ini
mengakibatkan terjadinya pertentangan yang membuat masyarakat Ambon terpecah menjadi
dua kelompok.
Orde baru : Supersemar
Pandangan kami mengenai peristiwa Supersemar ini adalah pada saat itu suara rakyat
masih belum ditanggapi dengan benar, hal ini terbukti dari demonstrasi yang dilakukan oleh
pemuda anti komunis tidak ditanggapi oleh Presiden Soekarno. Dapat disimpulkan bahwa pada
saat itu sila ke 4 yaitu tentang permusyawaratan kurang terlaksana dengan baik karena suara
rakyat tidak didengar. Hasil dari peristiwa Supersemar terjadi pembagian kekuasaan atau
dualisme kekuasaan antara Soekarno dan Soeharto. Peristiwa Supersemar menyebabkan
tatanan pemerintah mulai berubah, hal ini dimulai dari Soeharto Panglima Komando Operasi
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) yang mana berakhir Soeharto memerintah sebagai
presiden dan memimpin secara diktator.
Reformasi : Krisis Moneter Habibie
Bacharuddin Jusuf Habibie yang kala itu maju menggantikan Presiden Soeharto yang
lengser pada 20 Mei 1998 dihadapkan dengan pekerjaan rumah yang besar. Salah satunya
adalah keadaan ekonomi yang porak poranda yang berdampak pada hilangnya kepercayaan
publik pada pemerintah. Beberapa pekan setelah dia menduduki kursi presiden, nilai tukar
rupiah sempat ambrol hingga mencapai level terlemahnya sepanjang sejarah, yakni di level Rp
16.800/US$ pada 1 Juni 1998. Sentimen pasar memang sangat buruk di tengah ambruknya
ekonomi negara Asia lainnya. Habibie mengemban tugas menyelamatkan ekonomi tanpa
didampingi wakil presiden.
Di tengah gonjang ganjingnya situasi polhukam saat itu, pemerintah harus dengan
cepat mengambil keputusan walau berisiko tinggi. Terbukti, gerakan cepat pemerintah saat
itu membawa hasil. Satu tahun kemudian, reformasi ekonomi yang diterapkan saat itu
memiliki beberapa dampak antara lain jatuhnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dari
semula Rp. 7.000 menjadi Rp. 17.000. Namun di sisi lain pertumbuhan ekonomi tampak
menunjukkan perbaikan dari yang sebelumnya -13% menjadi 2%, angka inflasi pun sukses
diturunkan dari 77,6% menjadi 2%.
Selain itu, BJ Habibie juga tidak egois dan mengedepankan kepentingan negara
yang juga sesuai dengan sila ke-4 Pancasila. Ditengah situasi yang tidak menguntungkan,
dia tetap menjalankan tugas sebagai presiden dengan baik. Sehingga perekonomian
Indonesia dapat membaik.