Anda di halaman 1dari 10

BAB IX

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN INTEGRITAS NEGARA KESATUAN


REPUBLIK INDONESIA

A. INTEGRASI UNTUK KEDAULATAN SEBUAH NEGARA


Sidang PPKI diselenggarakan pada 18-22 Agustus 1945 yang menghasilkan beberapa keputusan penting
antara lain :
1. Sidang pertama pada 18 Agustus 1945
a). Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara.
b). Memilih Ir. Soekarno sebg presiden dan Moh. Hatta sebg wakil presiden.
c). Untk sementara wktu dlm menjalankan tugasnya presiden akan dibantu oleh sebuah komite nasional
2. Sidang kedua pada 19 Agustus 1945
a). Membentuk 12 departemen sekaligus pemimpinnya (menteri)
b). Menetapkan pembagian wilayah negara RI menjadi 8 provinsi.
c). Memutuskan agar tentara kebangsaan segera dibentuk
3. Sidang ketiga pada 20 Agustus 1945
a). Membahas ttg Badan Penolong Keluarga Korban Perang
b). Menghasilkan delapan pasal ketentuan Badan Keamanan Rakyat (BKR)
4. Sidang keempat pada 22 Agustus 1945
Pembentukan lembaga-lembaga negara, yaitu Komite Nasional, Partai Nasional dan Badan Keamanan
Rakyat

B. DISINTEGRASI BANGSA
1. Masa Revolusi Fisik (1945-1950)
Disintegrasi pada masa ini dilatarbelakangi maraknya konflik idiologi. Selain konflik idiologi, disintegrasi
pada masa ini terjadi juga karena adanya konflik militer dan konflik politik di Indonesia.

a). Pemberontakan PKI Madiun


Merupakan sebuah konflik kekerasan yang terjadi di madiun, jawa timur pada september 1948.
Pemberontakan ini dipimpin oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia yang ingin membentuk
Republik Soviet Indonesia.
Pemberontakan pecah ketika Muso membentuk Pemerintah Front Nasional dengan merebut Objek2
penting di wilayah Madiun, seperti kantor pemerintahan, Bank dan markas polisi militer.
Pada akhirnya pemberontakan ini dapat ditumpas oleh satuan TNI melalui operasi militer yang dipimpin
oleh Kolonel Gatot Subroto dan Kolonel Sungkono.

b. DI/TII
Gerakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia merupakan gerakan yang berawal dari gagasan Kartosuwirjo.
Tujuannya adalah memisahkan diri dari NKRI dan membentuk Negara Islam Indonesia. Gerakan ini berkembang
di berbagai wilayah di Indonesia antara lain, di jawa barat oleh Kartosuwirjo, Sulawesi oleh Kahar Muzakkar, di
Aceh oleh Daud Beureueh dan di kalimantan oleh Ibnu Hajar.
Semua gerakan ini kemudian dapat ditumpas secara bertahap.

c. Pembentukan RIS
Pembentukan Republik Indonesia Serikat merupakan strategi Belanda dalam melakukan perubahan bentuk negara
indonesia. Bentuk Negara Indonesia diubah dari negara kesatuan menjadi negara federal berdasarkan hasil KMB.
Negara federal ini hanya berlangsung sekitar 8 bulan. Singkatnya usia negara federal ini karena mayoritas
pemimpin bangsa menghendaki bergabung kembali dengan NKRI.
Irian barat sesuai dengan hasil perundingan KMB belum masuk menjadi wilayah Republik Indonesia. Penundaan
ini merupakan strategi lain pemerintah Belanda yang berencana membentuk negara Irian Barat di luar Pemerintah
Indonesia. Namun hal tersebut tidak tidak berhasil karena adanya tekanan dari Amerika serikat. Setelah melalui
pemerintahan sementara PBB dan UNTEA pada 1962 bendera Merah Putih dapat dikibarkan di Irian Barat.
Namun hingga saat ini masih terdapat ancaman integrasi dari dalam negri. Usaha masyarakat Irian Barat untuk
melepaskan diri dari NKRI masih berlangsung, dan upaya ini didukung oleh gerakan bersenjata Organisasi Papua
Merdeka (OPM).

d. Gerakan APRA
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dipimpin oleh Raymond Westerling. Ia adalah seorang prajurit militer
Belanda yang dikirim untuk membantu membebaskan tawanan perang jepang di indonesia. Gerakan ini diberi
nama Ratu Adil untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat. Selain itu, dalam ramalan Jayabaya, nama
Ratu adil dikatakan sebagai orang yang akan membawa kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.
Tujuan APRA adalah ingin tetap mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia dan pada negara bagian
yang memiliki tentara sendiri.
Pada 23 Januari 1950, APRA dengan kekuatan lebih dari 800 orang menyerang kota Bandung dan berhasil
menduduki markas tentara siliwangi. Namun gerakan ini berhasil dihentikan setelah Westerling mendapat
kecaman dari media massa.

e. Gerakan Andi Aziz


Latar belakang gerakan ini adalah adanya sikap penolakan Andi Azis terhadap masuknya pasukan APRIS/TNI ke
wilayah Sulawesi Selatan. Andi Azis adalah seorang mantan perwira KNIL, yang berusaha untuk
mempertahankan keberadaan Negara Indonesia Timur dan enggan kembali ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Menurut Andi Azis, para perwira APRIS (dari kalangan mantan anggota KNIL) harus bertanggung
jawab terhadap gangguan keamanan di wilayah Negara Indonesia Timur yang menurutnya didalangi oleh
pemerintah.

f. Republik Maluku Selatan (RMS)


Pada tanggal 25 April 1950, Republik Maluku Selatan (RMS) diproklamasikan oleh sekelompok orang mantan
prajurit KNIL dan masyarakat Pro-Belanda yang di antaranya ialah Dr. Christian Robert Steven Soumokil,
mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur. Pemberontakan RMS ini merupakan suatu gerakan yang tidak
hanya ingin memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur melainkan untuk membentuk Negara sendiri yang
terpisah dari wilayah RIS. Pemberontakan Andi Azis, Westerling, dan Soumokil memiliki kesamaan tujuan yaitu,
mereka tidak puas terhadap proses kembalinya RIS ke Negara Kesatuan Republik Indoneisa (NKRI). Dalam
upaya penumpasan, pemerintah berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan cara berdamai. Cara yang
dilakukan oleh pemerintah yaitu, dengan mengirim misi perdamaian yang dipimpin oleh seorang tokoh asli
Maluku, yakni Dr. Leimena. Namun, misi yang diajukan tersebut ditolak oleh Soumokil.
Karena upaya perdamaian yang diajukan oleh pemerintah tidak berhasil, akhirnya pemerintah melakukan operasi
militer untuk membersihkan gerakan RMS dengan mengerahkan pasukan Gerakan Operasi Militer (GOM) III
yang dipimpin oleh seorang kolonel bernama A.E Kawilarang, yang menjabat sebagai Panglima Tentara dan
Teritorium Indonesia Timur. pada tanggal 3 November 1950, seluruh wilayah Ambon dapat dikuasai termasuk
benteng Nieuw Victoria yang akhirnya juga berhasil dikuasai oleh pasukan militer tersebut.

2. Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)


Setelah dibubarkannya RIS, sejak tahun 1950 RI Melaksanakan demokrasi parlementer-liberal dengan mencontoh
sistem parlementer barat dan masa ini disebut Masa Demokrasi Liberal.Era di mana
presiden Soekarno memerintah menggunakan konstitusi UUDS Republik Indonesia 1950. Periode ini
berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. Pada masa Demokrasi Liberal sistem pemerintahan
menggunakan sistem parlementer, artinya yang menjalankan pemerintahan adalah perdana mentri sedangkan
presiden hanya sebagai simbol negara. Kelemahan sistem parlementer adalah mudahnya sebuah kabinet
dijatuhkan sehingga sebuah kabinet tidak dapat bekerja hingga akhir masa kerjanya.

a. Terbentuknya dewan-dewan daerah


Terbentuknya Kabinet Ali Sastroamijoyo pada tanggal 24 Maret tahun 1956 berdasarkan perimbangan partai-
partai dalam Parlemen tidak berumur panjang karena mendapat oposisi dari daerah- daerah di luar Jawa dengan
alasan bahwa pemerintah mengabaikan pembangunan daerah. Oposisi dari daerah terhadap pemerintah pusat ini
didukung oleh para panglima daerah kemudian dilanjutkan dengan gerakan- gerakan dewan yang berusaha
memisahkan diri (separatis) dari pemerintah pusat sehingga hubungan antara pusat dengan daerah kurang
harmonis.
Ada dua hal yang melatarbelakangi munculnya rasa ketidaksenangan di berbagai daerah. Pertama, alokasi biaya
pembangunan yang diterima dari pusat tidak sesuai dengan harapan daerah. Kedua, di berbagai daerah belum
muncul rasa percaya kepada pemerintah.
Pada akhir tahun 1956 beberapa panglima militer di berbagai daerah membentuk dewan-dewan yang ingin
memisahkan diri dari pemerintah pusat, yakni sebagai berikut. Dewan Banteng dari provinsi Sumatera Tengah
pada tanggal 20 Desmbr 1956 pimpinan Let.Kol. Achmad Husain, Dewan Gajah dari Sumatera Utara pd tgl 22
Desmbr 1956 pimpinan Kol. Maludin Simbolon. Dewan Garuda di Sumatera Selatan pada 24 Des 1956
pimpinan Let. Kol Barlian.
Dewan-dewan tersebut selalu melakukan kontak satu sama lain, mereka melakukan pertemuan di padang pada
20-25 November 1956 dan menghasilkan kesepakatan sbb:
1. Pembangunan daerah akan dilakukan dengan cara menggali potensi daerah melalui pemerintahan
otonomi.
2. Menyusun buku sejarah perjuangan Sumatera Tengah.
3. Membangun museum perjuangan
4. Mengurus veteran yang cacat karena pertempuaran, para janda dan yatim piatu serta menyediakan lahan
utk makam pahlawan
5. Merancang simbol dan lambang baru
6. Melakukan pengawasan terhadap penempatan pejabat daerah harus merupakan tenaga produktif bagi
daerah.
Hasil keputusan ini memang disampaikan kepada perdana mentri Ali Sastroamidjojo dengan mengirimkan
delegasi dewan Banteng. Ketua dewan Banteng juga mengambil alih kekuasaan Sumatera Tengah dari Gubernur
Ruslan Muljohardjo. Tindakan ini membuat ketegangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Dewan Gajah di Medan juga menguasai instansi2 penting pemerintahan. Akan tetapi, gerakan Dewan Gajah
segera berakhir ketika pemimpinnya mengundurkan diri. Dewan Garuda di Sumatera Selatan juga melakukan hal
yang sama, mereka mengambil alih kekuasaan dari gubernur Sumatra Selatan.
Pemerintah pusat menghendaki pergolakan di daerah dapat diselesaikan melalui perundingan. Pemerintah pusat
membentuk sebuah kepanitiaan untk menyelesaikan masalah2. kepanitiann ini beranggotakan 7 orang diantaranya
Soekarno, Mohammad Hatta, Djuanda, Leimena, Aziz saleh, sultan hamengkubuwono ix dan A.H Nasution. Akan
tetapi setelah terbentuknya kepanitiann ini terjadi peristiwa cikini yakni percobaan pembunuhan terhadap
soekarno, ketika berada di Perguruan Cikini.

b. PRRI/ Permesta
Pergolakan daerah melemahkan kedudukan kabinet Ali Sastroamidjojo II dan akhirnya menyerahkan
mandatnya kepada presiden. Kondisi dan situasi politik yang semakin tidak menentu ini, memaksa presiden untuk
menyatakan negara dalam keadaan bahaya. Presiden pun mengajak partai politik yang ada untuk membentuk
pemerintahan baru. Soekarno kemudian menunjuk Ir. Djuanda untuk menjadi perdana mentri dan bersamanya
membentuk kabinet karya.
Panglima teritorial VII, letkol Venje sumual memproklamirkan berdirinya Perjuangan Rakyat semesta
(Permesta) pada 2 Maret 1957)
Pada tanggal 9 Januari 1958 di Sumatra Barat diadakan pertemuan yang dihadiri oleh Letkol Achmad Husein,
Letkol Sumual, Kolonel Simbolon, Kolonel Dahlan Djambek, dan Kolonel Zulkifli Lubis. Dari sipil hadir M.
Natsir, Sjarif Usman, Burhanuddin Harahap, dan Sjafruddin Prawiranegara. Pertemuan itu antara lain
membicarakan pembentukan pemerintahan baru. Dalam sebuah rapat akbar di Padang tanggal 10 Februari 1958,
Letkol Achmad Husein memberi ultimatum kepada pemerintah pusat sebagai berikut.
a) Dalam waktu 5×24 jam Kabinet Djuanda menyerahkan mandat kepada presiden atau presiden mencabut
mandat Kabinet Djuanda.
b) Presiden menugaskan Drs. Moh. Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX untuk membentuk zaken kabinet.
b) Meminta kepada presiden supaya kembali pada kedudukannya sebagai presiden konstitusional.
 Sidang kabinet menolak ultimatum itu dan tanggal 11 Februari 1958, memecat secara tidak hormat kepada
Achmad Husein, Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek. Sehari kemudian, KSAD A.H. Nasution
membekukan Komandan Daerah Militer Sumatra Tengah dan menempatkannya langsung di bawah
KSAD. Puncaknya terjadi pada tanggal 15 Februari 1958 saat Achmad Husein memproklamasikan
berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) berikut kabinetnya.
 Untuk menumpas gerakan sparatis ini TNI kemudian berhasil menembak jatuh sebuah pesawat Permesta .
Pergolakan yang dilakukan oleh PRRI dan Permesta akhirnya berhasil dilumpuhkan, baik yang berada di
wilayah Sumatra maupun Sulawesi.

3. Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)


Sejarah Indonesia (1959–1965) adalah masa di mana sistem Demokrasi Terpimpin sempat berjalan di indonesia.
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi di mana seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada
pemimpin negara, kala itu presiden Soekarno. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin pertama kali diumumkan
oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang Konstituante pada tanggal 10 November 1956.
 Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang disebut Dekrit Presiden 5
Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959 :
 Tidak berlaku kembali UUDS 1950
 Berlakunya kembali UUD 1945
 Dibubarkannya konstituante
 Pembentukan MPRS dan DPAS

C. TOKOH PEJUANG YANG MEMPERTAHANKAN INTEGRASI BANGSA


1. Soekarno
Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia yang dikenal juga sebagai “penyambung lidah rakyat”
dan sosok pejuang tangguh. Bung karno diakui sebagai tokoh yang memperjuangkan hak-hak masyarakat dunia,
khususnya di negara2 Asia dan Afrika.
Dekrit presiden 5 Juli 1959 di mana presiden membubarkan hasil pemilu 1955 bertujuan agar bangsa
indonesia tidak terus terombang ambing dalam ketidakpastian akibat perpecahan idiologi dan aliran politik.
Sebagai pendiri PNI, bung karno adalah seoorang yang berpaham nasionalis.
Melalui nasionalismenya ini, bung karno ingin indonesia dapat berdiri dengan kokoh dalam memperjuangkan
hak-hak kemerdekaannya. Dari konsep pemikirannya, jelas bung karno adalah seseorang yang selalu
memperjuangkan integrasi. Hal ini tampak pada bagaimana pemerintahannya berjuang dengan keras
mempertahankan NKRI dan mengatasi sejumlah pemberontakan serta pergolakan yang berpotensi memecah
belah bangsa.
2.Mohhamad Hatta
Bung Hatta merupakan salah satu faunding father Indonesia, dan wakil presiden pertama Indonesia.
Dasar-dasar pemikiran bung Hatta kemudian dirumuskan dalam pasal 33 UUD 1945. oleh karena itu, Hatta juga
dikenal sebagai Bapak Koperasi.
Semangat perjuanganya mulai muncul ketika dirinya menjadi mahasiswa di sekolah tinggi dagang yang
berada di Rotterdam Belanda. Ia membentuk perhimpunan indonesia pada tahun 1922. Sejalan dengan bung
karno, Hatta juga berpaham nasionalis. Menurutnya, rasa nasionalismeatau kebangsaan muncul karena adanya
perasaan senasib yang dirasakan dalam diri bangsa indonesia
Bung Hatta juga dikenal sebagai peletak dasar politik luar negeri Indonesia yang disampaikannya melalui
pidatonya di depan KNIP pada 2 September 1948 yang diberi judul “mendayung di antara dua karang”. Menurut
bung Hatta, politik luar negeri Indonesia setidak tidaknya mengandung 4 tujuan, yaitu:
1. Mempertahankan kemerdekaan indonesia dan menjaga keselamatan negara
2. Mengimpor barang-barang yang dibutuhkan rakyat terutama yang tidak diproduksi atau tersedia dalam
negeri
3. Perdamaian internasional
4. Persaudaraan antarbangsa yang sesuai dengan cita-cita yang terkandung dalam Pancasila

3. Abdul Haris Nasution


Pada tahun 1948, A.H Nasution diangkat menjadi komandan Divisi III Tentara keamanan Rakyat (TKR). Pada
tahun yg sama, Nasution dipindahkan ke Yogyakarta dan menjadi kepala star operasi markas besar perang dan
pada tahun 1949 menjadi panglima komando jawa. Setelah pengakuan kedaulatan indonesia secara utuh pada 27
Desember 1949, Nasution diangkat sebagai kepala staf angkatan darat (KSAD).
Selama menjabat sebagia panglima komando jawa, ia telah berhasil memadamkan pemberontakan PKI
Madiun yang diakhiri dengan kematian Muso. Nasution juga berhasil memandamkan dan menyelesaikan gerakan
PRRI/Permesta yang berkembang di luar jawa.
Hasil pemikirannya banyak dituangkan dalm buku-buku yang pernah ditulisnya, seperti Kenangan masa
Gerilya, memenuhi panggilan tugas, sekitar perang kemerdekaan. Dan yang dijadikan bahan kajian adalh pokok-
pokok Gerilya. Karyanya ini menjadi bacaan wajib di akademi militer di dalam maupun luar negri. Mereka
mengakui strategi perang yang ditulis Nasution bangyak menginspirasi stratefi perang mereka. Keberhasilannya
ialah membawa TNI-AD untuk tetap setia kepada Merah Putih dan Pancasila. Nasution dapat dikategorikan
sebagai tokoh yang mendukung integritas.
4. Ahmad Yani
Ahmad Yani tergabung dalam PETA pada 1943 dan menjalankan latihan di Magelang. Selanjutnya, pada
masa kemerdekaan ia pun bergabung dengan tentara republik melawan Belanda, setelah kemerdekaan, Ahmad
Yani menjadi Komandan TKR Purwokerto. Pada saat Agresi Militer Belanda I, pasukan yang dipimpinnya
berhasil menahan serangan pasukan Belanda di daerah Pingit. Pada saat itu ai di dipercaya mejabat sebagai
Komandan Wehrkreise II di daerah Kedu.
Ahmad Yani juga berperan dalam perjuangan mempertahankan integrasi bangsa. Diantaranya Ahmad Yani
berperan dalam penumpasan DI/TII di jawa tengah dengan pasukan Banteng Raiders. Ia juga ditempatkan di staf
angkatan darat dan pada 1955 di sekolahkan di Command and General Staff Collage, Front Leabern Worth,
Kansas, AS selama 9 bulan. Ia juga pernah diangkat menjadi Mentri Pnaglima Angkatan Darat mengggantikan
Jendral A.H Nasution yang gugur sebagai pahlawan Revolusi pada 1 Oktober 1965 dalam peristiwa G 30 S PKI.
5. Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Sri Sultan Hamengkubuwono IX, memiliki nama asli Bendoro Raden Mas Dorodjatun. Beliau lahir di
Yogyakarta pada tahun1912 dan merupakan putera sulung dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII. Sejak muda Sri
Sultan Hamengkubuwono IX sudah mengecap pendidikan belanda. Setelah lulus dari Hogere Burger School
(HBS), ia melanjutkan kuliahnya ke Belanda di Rijksuvviersiteit Leiden dengan mengambil dua jurusan sekaligus
yaitu Ekonomi dan Indologie (keilmuan tentang Indonesia). Ketika Perang Dunia II meletus, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX kembali ke tanah air dan dilantik sebagai Sultan menggantikan Ayahnya.
Dalam sikap politiknya, ia sangat menentang belanda dan ketidaksetujuannya dengan penjajah terus
berlanjut ketika jepang berkuasa di insonesia. Pasca kemerdekaan indonesia, Ia terus aktif di dunia politik dan
pernah menjabat sebagai mentri negara pada masa kabinet Syahrir III, Amir Syarifudin I dan Kabinet Hatta. Pada
tanggal 25 Maret 1973, ia diangkat sebagai wakil presiden kedua pada masa Orde Baru.
Sejak indonesia merdeka tanpa ragu ia menyatakan secara resmi bahwa Yogyakarta berada dalam wilayah
NKRI. Sultan juga dikenal sebagai bapak pramuka indonesia. Menurut Sultan, kegiatan kepemudaan harus
mendapat perhatian serius dari pemerintah. Ditangan pemudalah semangat nasionalisme atau kebangsaan dan
semangat cinta tanah air akan diwariskan untuk terus dipertahankan.
Peran penting Sultan lainnya adalah ketika kondisi jakarta sebagai pusat pemerintahan terancam hancut
pada saat pasukan sekutu mulai berdatangan di indonesia. Karena kondsisinya semakain membahayakan bagi
para pemimpin teritinggi bangsa, pada 4 Januari 1956 pusat pemerintahan dialihkan ke Yogyakarta. Tidak hanya
pemerintahan saja tetapi Soekarno dan Hatta serta yang lainnya beserta keluarga juga pindah ke Yogyakarta.
Sultan juga berperan dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1946 ketika belanda berhasil menguasai Yogyakarta
dan menawan pemimpin pemerintahan. Serangan yang dilakukan oleh satuan TNI ini berhasil menguasai
Yogyakarta selama 6 jam, meskipun akhirnya harus mengakui kekeuatan angkatan perang belanda.
BAB X
PERKEMBANGAN KEHIDUPAN POLITIK DAN EKONOMI BANGSA INDONESIA
PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN SAMPAI MASA DEMOKRASI TERPIMPIN.

A. SEJARAH DEMOKRASI DI INDONESIA


Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan di mana rakyat memegang kedaulatan tertinggi dengan
sistem langsung maupun perwakilan. Sistem demokrasi pertama kali diterapkan di Yinani Kuno tepatnya oleh
Negara Kota (Polis) Athena. Secara etimologi, demokrasi berarti pemerintahan oleh rakyat. Ada dua jenis
demokrasi, yaitu demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan. Pada demokrasi langsung, semua warga negara
berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan, sedangkan pada demokrasi perwakilan, rakyat
memilih wakil-wakilnya di suatu lembaga perwakilan rakyat. Salah satu pilar demokrasi adalah adanya prinsip
trias politika, yagn membagi kekuasaan menjadi tiga yankni eksekutif legislatif dan yudikatif. Kesejajaran dan
indenpendsi dia antara keduanya bersifat saling mengontrol.
Indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, bahkan untuk kawasan Asia
Tenggara dianggap sebagai negara yang terbaik dalam melaksanakan demokrasi. Sejak masa kemerdekaan
sampai berakhirnya masa Orde Baru, Indonesia menganut paham demokrasi perwakilan.
Ketika kemerdekaan indonesia diproklamasikan para pendiri bangsa melalui UUD 1945 menetapkan bahwa
NKRI menganut paham demokrasi dalam tata pemerintahannya. Mengapa demikian? Karena para pendiri bangsa
yang duduk di BPUPKI yang pernah mengikuti pendidikan sistem Barat, Belanda (Eropa Barat) diantaranya
Moh. Hatta, Mr. Soepomo dan Mr. Muh. Yamin.
Pada tahun 1950 Soekarno kemudian memberlakukan UUD sementara yang berdampak pada penerapan
model demokrasi parlementer murni atau demokrasi liberal. Penerapan demokrasi liberal ini tidak memberikan
perubahan yang lebih baikm tetapi mengarah kepada munculnya ketidakstabilan politik bahkan berdampak pada
instabilitas dalam pemerintahan.
Pemberlakuan kemabali UUD 1945 berdampak pada diterpkannya demokrasi terpimpin, yang kemudian
dinyatakan sebagai sistem demokrasi yang sesuai dengan ideologi negara, yaitu pancasila. Paham integralistik
lehih mengedepankan keserasian hubungan antara rakyat dan negara. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat
sejumlah penyimpangan. Akibatnya, pada 1965 kehidupan negara kembali terancam oleh adanya konflik politik
dan ideologi yang berujung pada peristiwa G 30 S PKI. Peristiwa ini pula yang kemudian mengakhiri
pemerintahan Presiden Soekarno yang telah menjabat sebagai presiden Indonesia sejak 1945.
Penggantinya yaitu Soeharto kemudian menerapkan model demokrasi yagn hampir sama, yaitu demokrasi
Pancasila yang menekankan kepada pentingnya musyawarah untuk mufakat. Demokrasi model inilah yang
akhirnya dianggap paling sesuai dengan idiologi negara yaitu pancasila.
Demokrasi pancasila ala Soeharto memang bertahan cukup lama sekitar 32 tahun dan baru berakhir ketika
Soeharto tidak lagi menjabat sebagai presiden pada 21 Mei 1998.

B. PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI (1945-1965)


1. Pelaksanaan Demokrasi Masa Perjuangan (1945-1950)
Masa awal kemerdekaan negara belum dapat mengatur sistem pemerintahan dengan sempurna. Negara
masih menghadapai tantangan dan hambatan dan seringkali berujung pada konflik bersenjata.
Ada hambatan dan tantangan yang berasal dari luar negeri, seperti kedatangan tentara sekutu yg akan mengambil
alih kekuasaan Jepang di Indonesia, keinginan Belanda untuk tetap dapat berkuasa di Indonesia. Ada pula
tantangan yang muncul dari dalam negeri sendiri seperti revolusi fisik berupa pemberontakan. Hal ini berkaitan
dengan masalah ketidakpuasan terhadap kebijakan pemerintah pusat yang muncul secara sporadis di beberapa
wilayah di indonesia dan ingin memisahkan diri dari NKRI.
Sampai dengan dibentuknya kabinet pertama yang dinamakan kabinet presidensial dan diketuai oleh
presiden soekarno dengan masa jabatan 4 September -14 November 1945
Awal kemerdekaan masih tampak sentralisasi kekuasaan yang diperkuat dengan adanya pasal 4 aturan peralihan
UUD 1945 “sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk maka segala kekuasaan dijalankan oleh presiden dengan
dibantu oleh komite nasional indonesia pusat (KNIP)”. Pemerintah juga mengeluarkan beberapa maklumat utnuk
membatasi absolutisme dari kekuasaan presiden sebgai berikut:
 Maklumat wakil presiden No. X 16 Oktober 1945 bahwa KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
 Maklumat pemerintah 3 November 1945 tentang pembentukan partai-partai politik
 Maklumat pemerintah 14 November 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan presidensial menjadi
sistem pemerintahan parlementer.
Kabinet pertama tidak bertahan lama lalu digantikan kabinet ke dua yang dipimpin oleh Sutan Syahrir
sebagai perdana menteri. Dan menjelang akhir 1945 keamanan dijakarta semakin memburuk dengan kedatangan
Belanda. Mengingat situasi yang buruk itu, presiden dan wakil presiden memutuskan untuk memindahkan pusat
pemerintahan sementara ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946, sekalipun demikian perdana menteri Syahrir tetap
berada di jakarta untuk mempermudah hubungan dengan dunia internasional untuk kepentingan perjuangan.
Selanjutnya dibentuk kabinet ketiga dan soekarno kembali menuntuk sutan syahrir sebagia perdana
menteri sehingga kabinetnya dinamakan kabinet syahrir II dan berakhir pada 2 Oktober 1946. Berikutnya
dibentuk kabinet keempat yaitu kabinet syahrir III yang menjabat sampai 3 Juli 1947. Dan ditanggal yang sama
presiden mengeluarkan maklumat nomr 6/1947 yang isinya menetapkan kekuasaan sepenuhnya berada ditangan
presiden. Akhirnya kabinet syahrir III masuk masa demisioner.
Selanjutnya pada 3 Juli 1947-11 November 1947 dibentuk lagi kabinet kelima dengan Amir Syarifuddin
sebagai perdana menteri. Program kabinet ini memang tidak pernah diumumkan karena masih melanjutkan
program-program dari kabinet sebelumnya.
Selanjutnya 11 November 1947 dibentuk kabinet keenam dengan Amir Syarifudin tetap pada posisi
sebagai perdana menteri, yang berasal dari partai sosialis. Selanjutnya, dibentuk kembali kabinet ke7 dengan
mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Kabinet ini pun berakhir pada 4 Agustus 1948.
Ketika Yogyakarta diserbu dan para pemimpin pemerintahan ditangkap, dibentuklah pemerintahan darurat
republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukit tinggi. Kabinet PDRI kemudian dibentuk berdasarkan
instruksi presiden kepada syarifudin prawiranegara yang dikirim dari Yogyakarta sesaat sebelum tentara Belanda
menguasai yogyakarta pada 19 Desember 1948. Kabinet PDRI ini dipimpin oleh Syarifudin Prawiranegara dan
berakhir pada 13 Juli 1949. Selanjutnya digantikan oleh kabinet ke-8 dengan Mohammad Hatta kembali sebagai
perdana menteri.
Pada 20 Desember 1949 – 21 Januari 1950 dibentuk kabinet ke-9 yang dipimpin oleh Mr. Susanto
Tritoprodjo. Kabinet ini dibentuk dan mulai bekerja ketika perdana menteri Mohammad Hatta bersama dengan
menteri-menterinya diangkat menjadi kabinet republik indonesia serikat (RIS) pada 20 Desember 1949 – 6
September 1950. kabinet ini juga disebut sebagai kabinet peralihan. Pada masa pemerintahan RIS dibentuk pula
kabinet yang dipimpin oleh Moh. Hatta yang merupakan satu-satunya kabinet yang terbentuk pada masa
pemerintahan RIS.
2. Indonesia Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
a) Kondisi Politik Masa Demokrasi Liberal
Salah satu hasil dari KMB telah membawa konsekuensi kepada terbentuknya negara Republik Indonesia
Serikat (RIS), sebagai sebuah negara Federal. Namun banyak negara bagian yang menyatakan ingin kembali ke
negara kesatuan. Perdana menteri kabinet RIS, Mohammad Hatta kemudian menyerahkan mandatnya kepada
presiden Soekarno pada 15 Agustus 1950. Dua hari setelah itu, Indonesia kembali menjadi negara kesatuan.
Masa revolusi fisik atau masa perjuangan harus segera ditinggalkan, gangguan keamanan yang selama ini
banyak menyita perhatian, waktu dan dana pemerintah harus segera digantikan dengan langkah-langkah konkret
untuk perbaikan berbagai bidang seperti sistem politik dan pemerintahan, perekonomian dan pertahanan
keamanan.
Setelah RIS berakhir pada 17 Agustus 1950, Indonesia mengganti UUD RIS dengan UUD-sementara
1950 (UUDS 1950). Disebut sementara karena menunggu UUD baru yang akan dibentuk oleh Konstituante hasil
pemilihan umum. Jadi, Konstituante adalah lembaga negara Indonesia yang ditugaskan untuk membentuk
Undang-Undang Dasar atau Konstitusi baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Selanjutnya, sistem pemerintahan yang dianut UUDS 1950 yaitu sistem parlementer semu (kuasi
parlementer). Disebut kuasi parlementer karena terdapat banyak ciri presidensial di dalamnya. Ketidakmurnian
parlemnter pada masa UUDS 1950 ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Perdana mentri diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen)
2) Kekuasaan perdana menteri sebagai ketua dewan menteri masih dicampurtangani oleh presiden
(seharusnya presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah perdana mentri).
3) Pengangkatan atau penghentian menteri-menteri dan kabinet dilakukan dengan keputusan presiden.
4) Presiden dan wakil presiden berkedudukan selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala
pemerintahan.
5) Pembentukan kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seorang atau beberapa orang pembentuk
kabinet.
Pada masa demokrasi liberal banyak terjadi pergantian kabinet dengan sangat cepat. Kabinet bisa jatuh karena
mosi tidak percaya dari partai lawan, disamping itu terjadi pula perdebatan dalam Konstituante yang sering menimbulkan
konflik berkepanjangan. Berikut sejumlah kabinet yang pernah memerintah pada masa Demokrasi Liberal.
Nama Kabinet Tahun Pemerintahan
Kabinet Natsir (Masyumi) 6 September 1950-21 maret 1951
Kabinet Sukiman (Masyumi) 27 April 1951 – 3 April 1952
Kabinet Wilopo (PNI) 3 April 1952 – 3 Juni 1953
Kabinet Ali Sastriamijoyo (koalisi PNI dan NU) 31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955
Kabinet Burhanudin Harahap (Masyumi) 12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956
Kabinet Ali Sastoamijoyo II (koalisi PNI, Masyumi dan NU 20 Maret 1956 – 4 Maret 1957
Kabinet Djuanda 9 April 1957 – 5 Juli 1959
Jatuh bangunnya kabinet-kabinet yang berkuasa pada masa Demokrasi Liberal laebih disebabkan oleh kegagalan-
kegagalan atau dianggap gagal dalam mengendalikan pemerintahan.

b) Kebijakan Ekonomi Masa Demokrasi Liberal


Permasalahan yang muncul pada masa Demokrasi Liberal tidak lepas dari beberapa hal berikut:
1) Setelah pengakuan kedaulatan oleh Belanda, bangsa Indonesia dinyatakan menanggung beban ekonomi
dan keuangan yang cukup besar seperti yang diputuskan dalam KMB.
2) Ketidakstabilan politik akibat jatuh bangunnya kabinet berdampak pada ketidakberlanjutan program
sehingga pemerintah harus lebih banyak mengeluarkan anggaran untuk mengatasi biaya operasional
pertahanan dan keamanan.
Permasalahan lain yang harus dihadapi adalah ekspor indonesia yang hanya tergantung pada hasil
perkebunan, sementara angka pertumbuhan penduduk semakin meningkat dengan tajam.
Gerakan Banteng yang diprakarsai oleh Dr. Sumitro Djojohadikusumo untuk memperbaiki perekonomian
negara dengan gagasan pentingnya adalah mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Gagasan ini kemudian dituangkan dalam program kerja kabinet Natsir. Hasilnya lebih dari 700 usaha pribumi
memperoleh bantuan kredit dari program ini. Namun hal yang diharapkan dari program ini tidak sepenuhnya
tercapai, bahkan banyak pula yang membebani keuangan negara. Salah satu faktor penyebabnya adalah
mentalitas para pengusaha pribumi yang konsumtif, besarnya keinginan untuk memperoleh keuntungan secra
cepat dan menikmati kemewahan.
Pada masa berikutnya, pemerintah membuat kebijakan ekonomi yang diberi nama program ekonomi Ali-
Baba. Kata ali mewakili para pengusaha pribumi sedangkan Baba mewakili para etnis Tiongkok. Program ini
merancang pemberian kredit dan lisensi pada pengusaha swasta nasional yang pribumi agar dapat bersaing
dengan para pengusaha non pribumi. Program ini pun gagal karena pengusaha pribumi sangat miskin pengalaman
dibandingkan para pengusaha non pribumi.
Jatuhnya pemerintahan Kabinet Sukiman disebabkan oleh adanya kegagalan dalam pertukaran nota
keuangan antara duta besar AS Merle Cochran. Pada program ini indonesia diwajibkan lebih memperhatikan
Amerika, tindakan Sukiman ini dipandang telah melanggar politik luar negri yang bebas aktif, dianggap lebih
condong ke blok Barat. Penyebab lainnya adalah semakin merebaknya korupsi dikalangan birokrat dan gagalnya
Kabinet Sukiman dalam menyelesaikan masalah Irian Barat.
Kabinet Ali Sastroamijoyo I jatuh karena tidak dapat menyelesaikan kemelut yang ada ditubuh angkatan
darat dan pemberontakan DI/TII yang berkecamuk di Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Aceh.

3. Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin


a) Kondisi Politik Masa Demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin adalah sistem demokrasi yang semua keputusan dan pemikiran terpusat kepada
pemimpin, yakni Soekarno selaku presiden. Masa demokrasi terpimpin berlangsung dari 1959-1965 yang diawali
dengan berakhirnya Demokrasi Liberal dan mundurnya Ir. Djuanda sebagai perdana menteri. Landasan dari
Demokrasi Terpimpin dari sila ke-4 Pancasila. Menurut ketetapan MPRS, Demokrasi Terpimpin adalah
demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan yang
berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong diantara semua kekuatan nasional yang progresif
rovolusioner dengan berporoskan nasionalisme, agama dan komunisme (Naskom).
3 hal pokok yang melatar belakangi keputusan Presiden untuk memberlakukan Demokrasi Terpimpin di
Indonesia, yaitu :
1) Dari segi politik, Konstituante telah gagal dalam menyusun UUD baru untuk mengganti UUD Sementara
2) Dilihat dari hal yang menyangkut politik dalam negeri seperti masalah keamanan nasional, pada masa
Demokrasi Liberal terjadi gerakan separatis di berbagai wilayah yang menyebabkan ketidakstabilan
keamanan negara.
3) Dari sudut pandang perekonomian nasional, sering terjadi pergantian kabinet menyebabkan program-
program yang telah dirancang tidak dapat dijalankan secara utuh sehingga pembangunan ekonomi
berjalan tersendat-sendat.
Berangkat dari 3 hal tersebut, presiden membubarkan parlemen dan konstituante sekaligus menyatakan
kembali pada UUD 1945. Soekarno kemudian membentuk Kabinet Kerja dan bertindak sebagai Perdana Menteri,
serta Ir. Djuanda menjadi menteri pertama. Tugas dari kabinet ini adalah mengatasi masalah sandang pangan,
meningkatkan keamanan di dalam deneri dan mengembalikan Irian Barat.
Presiden mengambil alih secara langsung pimpinan tertinggi angkatan militer dengan membentuk Komando
Operasi Tertinggi (Koti).
Perkembangan politik masa Demokrasi Terpimpin seluruhnya terpusat pada Presiden Soekarno dengan TNI-AD
dan PKI sebagai pendukung utama. Soekarnao dengan semboyan “kembali ke UUD 1945” memperkuat angkatan
bersenjata dengan mengangkat sejumlah jendral pilihan ke posisi-posisi penting dalam struktur kelembagaan
militer.
PKI berkembang pesat pada masa ini karena didukung oleh presiden. Pada masa ini pula, Soekarno juga
memberikan ajaran tentang pentingnya kaum nasionalis, agama dan komunis bersatu dan lebih dikenal dengan
Nasakom. Hal ini menguntungkan untuk PKI dan seolah-olah partai ini ditempatkan pada garda terdepan dalam
pelaksanaan Demokrasi Terpimpin. Konsep Soekoarno mengenai Naskom mendapat tantangan dari tokoh
Masyumi, NU dan PNI maupun elemen masyarakat.

b) Kondisi Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin


Pada masa demokrasi terpimpin perekonomian indonesia mengarah kepada sistem perekonomian
etatisme, artinya seluruh kegiatan ekonomi diatur dan dikendalikan pemerintah. Kegiatan perekonomian tersebut
banyak yang mengabaikan prisnsip-prinsip dasar ekonomi. Akibatnya terjadi defisit keuangan negara yang
meningkat dengan tajam dari tahun ke tahun.
Pada 28 Maret 1963, pemerintah mengeluarkan landasan baru bagi perbaikan perekonomian negara yaitu
dengan Deklarasi Ekonomi (Dekon) dengan 14 peraturan pokok. Dekon ini bertujuan menciptakan
perekonomian yang bersifat nasionalis, demokratis dan terbebas dari pengaruh sisa-sisa iperialisme sehingga
dapat mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia yang terpimpin. Namun dalam pelaksanaannya Dekon berakibat
pada stagnasi perekonomian indonesia sehingga kesulitan ekonomi semakin terasa. Hakan pada 1961-1962
hargabarang pada umumnya mengalami kenaikan hingga 400%.
Usaha pemerintah dalam mengatasi kemerosotan ekonomi diantaranya adalah menerapkan kebijakan
dalam bidang moneter. Pemerintah mengambil langkah devaluasi yaitu kebijakan untuk menekan inflasi.
Pemerintah menggunting uang senilai Rp.1000 menjadi Rp 1.
Usaha ini malah semakin meningkatkan inflasi dan diperparah dengan kegiatan ekspor yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya dan impor dibatasi oleh lemahnya devisa negara.

Susunan kabinet era demokrasi terpimpin


Nama Kabinet Tahun Pemerintahan Nama Pemimpin
Kabinet Kerja I 10 Juli 1959 – 18 Februari 1960 Ir. Soekarno
Kabinet Kerja II 18 Februari 1960 – 6 Maret 1962 Ir. Soekarno
Kabinet Kerja III 8 Maret 1962 – 13 Nov 1963 Ir. Soekarno
Kabinet Kerja IV 13 Nov 1963 – 27 Agustus 1964 Ir. Soekarno
Kabinet Dwikora I 27 Agustus 1964 – 22 Feb 1966 Ir. Soekarno
Kabinet Dwikora II 24 Feb 1966 – 28 Maret 1966 Ir. Soekarno

C. BEBERAPA PERBEDAAN DALAM PELAKSANAAN DEMOKRASI LIBERAL DAN TERPIMPIN


Masalah Kedaulatan Rakyat Masalah Pembagian Kekuasaan Masalah Pengambilan
Keputusan
Pada Demokrasi Liberal kedaulatan rakyat Pada Demokrasi Liberal Dalam pelaksanaan sistem
dilaksanakan sepenuhnya oleh kekuasaan DPR (legislatif) lebih Demokrasi Liberal semua
DPR(parlemen/legislatif). DPR dapat kuat jika dibandingkan kekuasaan pengambilan keputusan berada
membentuk dan membubarkan pemerintah pemerintah/ kabinet (eksekutif). di tangan DPR dengan
dan kabinet (eksekutif). Pada Demokrasi DPR dapat memberhentikan mekaninsme keputusan diambil
Terpimpin, Secara normatif Konstitusional pemerintah/ kabinet (eksekutif). berdasarkan kepada suara
ditetapkan kedaulatan rakyat berada dan Dalam Demokrasi Terpimpin terbanyak, sedangkan
dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. kekuasaan presiden (eksekutif) pengambilan keputusan
Namun dalam pelaksanaannya kedaulatan sangan dominan. Selain itu, dilaksanakan oleh MPRS dan
rakyat sepenuhnya berada di tangan jabatan presiden ditetapkan DPR-GR serta berdasarkan
presiden. Kemudian presiden kemudian seumur hidup sehingga tidak kepada suara bulat.
membentuk MPR(S) dan DPR Gotong dapat diberhentikan oleh MPRS.
Royong.
BAB XI
DEMOKRASI PANCASILA DAN PERKEMBANGAN POLITIK DAN EKONOMI BANGSA
INDONESIA PADA MASA ORDE BARU DAN MASA AWAL REFORMASI

A. DEMOKRASI PANCASILA MASA ORDE BARU (1966-1998)


Pemerintahan Presiden Soeharto yang lebih dikenal sebagai pemerintahan Orde Baru ini diawali dengan
terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR). Surat ini dikeluarkan oleh Presiden Soekarno yang
memerintahkan kepada Letnan Jendral Soeharto ketika itu untuk segera mengatasi keamanan negara yang sedang
dalam situasi dan kondisi yang tidak kondusif akibat peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang didalangi PKI.
Pada awal pemerintahannya, Presiden Soeharto telah bertekat untuk melaksanakan Pancasila dan UUD
1945 secara murni dan konsekuen. Masa Orde Baru pembangunan disegala bidang yang direncanakan secara
bertahap dirumuskan melalaui Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Selain itu, keberhasilan
demokrasi masa Orde Baru.
Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mengutamakan musyawarah dan mufakat yang
penerapannya memiliki beberapa ciri sebagai berikut:
1. Pemeritahan dijalankan berdasarkan konstitusi
2. Pelaksanaan pemilu diselenggarakan setiap 5 tahun sekali
3. Penghargaan terhadap hak asasi manusia serta adanya perlindungan terhadap hak-hak minoritas.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, sebagai demokrasi yang konstitusional, Demokrasi Pancasila
mengedepankan mekanisme kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Presiden adalah
penyelenggara pemerintahan tertinggi setelah MPR yang memiliki kewajiban melaksanakan keputusan-keputusan
MPR dan bertanggung jawab kepada sidang umum MPR. Dalam Demokrasi Pancasila, kedaulatan rakyat
sepenuhnya dijalankan oleh MPR, kemudian MPR membagai kedaulatan tersebut dalam bentuk kekuasaan
kepada lembaga negara selain presiden dan DPRD, diantaranya MA, BPK dan lainnya.
Presiden tidak harus bertanggung jawab kepada DPR tetapi DPR bertugas mengawasi pelaksanaan dari
keputusan-keputusan MPR. Oleh karena itu dalam bidang legislatif, DPR mempunyai sejumlah hak seperti hak
inisiatif, hak amandemen dan hak budget. Adapun dalam fungsi pengawasan DPR memiliki hak bertanya, hak
interpelasi (hak untuk meminta penjelasan), hak mosi untuk menyatakan percaya atau tidak percaya terhadap
kinerja presiden dan kabinetnya, hak angket (hak untuk menyelidiki suatu hal) dan hak petisi (hak untuk
mengajukan usul dan saran-saran kepada pemerintah).
1. Penataan Kehidupan Politik Masa Orde Baru
Setelah menerima mandat dari MPR dan dilantik menjadi presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto
kemudian segera menerapkan sejumlah kebijakan politiknya sebagai berikut:
a) Pembubaran PKI
Berdasarkan ketetapan (TAP) MPRS No.XXIV/MPRS/1966, PKI resmi dibubarkan dan dinyatakan
sebagai organisasi terlarang diseluruh Indonesia. Pada 18 Maret 1966, pemerintah telah menetapkan sekitar 15
menteri yang dianggap terlibat dalam G 30 S 1965.
b) Penyederhanaan partai politik
Penerapan Demokrasi Liberal dan sistem Parlementer memungkinkan pertumbuhan partai politik
dengan beragam ideologi serta visi dan misinya. Namun ketika Orde Baru menyelenggarakan pemilu pada 1971,
pemerintah melakukan penyederhanaan dan penggabungan partai2 politik yang ada menjadi tiga kekuatan partai
politik. Akibatnya dihasilkan tiga kekuatan sosial politik sebagai berikut:
1) Partai Persatuan Pemabangunan (PPP) merupakan gabungan dari NU Parmusi, Perti dan PSII
2) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) merupakan gabungan dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI dan
Parkindo.
3) Golongan Karya (Golkar)
c) Pelaksanaan pemilu yang berkesinambungan
Masa Orde Baru berhasil melaksanakan pemilu secara berkesinambungan sebanyak enam kali yaitu
pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu tersebut menggunakan asas Luber yaitu Langsung,
Umum, Bebas, dan rahasia. Dominasi dari Golkar yang selalu memenangkan pemilu telah memungkinkan
Soeharto tetap menjadi presiden selama enam periode.
d) Peran ganda atau dwifungsi ABRI
Konsep dwifungsi ABRI memiliki kemiripan dengan konsep “jalan tengah” yang dicetuskan oleh A.H
Nasution. Kedua konsep tersebut sama-sama menyebutkan tentara atau militer memungkinkan untuk memasuki
ranah politik sipil. Tentara atau militer boleh mengemukakan pendapat terdhadap rencana stabilisasi politik dan
ekonomi sabagai perorangan dan bukan organisasi militer. Hal ini berbeda dengan makna “dwifungsi ABRI” yang
menjadikan ABRI dalam hal ini secara organisasi berkuasa atas sipil dan juga menduduki jabatan-jabatan startegis
di lingkungan pemerintahan, seperti posisi menteri, gubernur, dan bupati.
Pada masa Orde Baru, presiden Soeharto kembali mencetuskan dan melaksanakan konsep tersebut
didasarkan kepada pemikiran bahwa pemerintah perlu memberikan peran ganda kepada ABRI untuk menciptakan
stabilitas politik.
e) Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P-4)
Sejak 1978, pemerintah menyelenggarakan penataran P4 bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.
Tujuannya adalah memberikan pemahaman yang sama tentang Demokrasi Pancasila. Setelah itu, pada 1985
pemerintah menerapkan Pancasila sebagai Asas Tunggal dalam kehidupan berorganisasi. Penerapan asas tunggal
ini mempunyai arti bahwa semua organisasi yang ada pada masa itu tidak diperbolehkan menggunakan asas
selain Pancasila.

f) Penataan politik luar negeri Indonesia


Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia pernah menyatakan keluar dari keanggotaan
perserikatan bangsa-bangsa (PBB). Hal ini terjadi ketika Malaysia diterima sebagai anggota tidak tetap Dewan
keamanan PBB. Presiden soekarno ketika itu mengaggap Malaysia merupakan perpanjangan tangan dari
neokolonialisme inggris yang akan membahayakan revolusi Indoenesia. Pada masa Orfe baru, indonesia kembali
menjafi anggota PBB pada 28 September 1966. Seiring dengan hal tersebut indonesia juga melakukan
normalisasi hubungan dengan negara-negara lain seperti singapura, yaitu dengan menyampaikan nota pengakuan
atas berdirinya Republik Singapura kepada perdana menteri Lee Kuan Yew. Indonesia juga membangun
hubungan bilateral dengan melaysia, tetapi membekukan hubungan dengan Republik Rakyat Tiongkok karena
adanya campur tangan negara ini pada saat terjadinya peristiwa gerakan 30 sepetember 1965. Selain itu indonesia
juga berperan akrif dalam organisasi regional maupun internasional seperti OKI, OPEC, APEC dan ASEAN.

2. Perkembangan Ekonomi Masa Orde Baru


Orde Baru mewarisi kemerosotan ekonomi yang ditinggalkan oleh pemerintah sebelumnya. Hal ini
ditandai dengan rendahnya pendapatan per kapita penduduk yang hanya mencapai US$ 70 dan tingginya tingkat
inflasi hingga mencapai 65%, serta hancurnya sarana ekonomi akibat konflik dalam negeri yang terjadi pada
masa akhir pemerintahan Soekarno.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintahan Orde Baru membuat program jangka pendek yang diarahkan
kepada pengendalian inflasi dan usah untuk melakukan rehabilitasi sarana ekonomi, peningkatan kegiatan
ekonomi dan mencukupi kebutuhan sandang pangan.
Repelita I yang dimulai pada 1969 difokuskan kepada upaya rehabilitasi sara dan prasarana penting,
pengembangan iklim usaha dan investasi. Pembangunan sistem pertanian juga diberikan prioritas. Selanjutnya
pada Repelita II dan III difokuskan pada perencanaan pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional dan pemerataan
pembangunan dengan penekanan pada sektor pertanian serta industri yang mengolah bahan mentah menjadi
bahan baku. Pada tahun 1984, indonesia berhasil mencapai swasembada beras. Padahal 1970 indonesia masih
merupakan negara pengimpor beras. Pada Repelita IV dan V, selain tetap mempertahankan pembangunan sektor
pertanian, pembangunan juga mulai meningkat ke sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang-
barang ekspor.
Jika kita menyimpulkan, Demokrasi Pancasila mempunyai beberapa sendi pokok seperti yang tercantum
dalam UUD 1945 berikut :

Anda mungkin juga menyukai