Anda di halaman 1dari 12

PERAN INDONESIA DALAM PERANG DINGIN

Peran Aktif Bangsa Indonesia Pada Masa Perang Dingin

1. Peran Indonesia Dalam Konferensi Asia Afrika


Ketika Perang Dunia II berakhir pada tahun 1945, muncul dua blok besar di
dunia yaitu Blok Barat yang menganut sistem Liberalisme-Demokrasi dengan
Blok Timur yang menganut sistem Sosialis-Komunis. Blok Timur dengan Pakta
Warsawa sementara Blok Barat dengan NATO.
Perbedaan ideologi kedua negara adikuasa tersebut menjadi latar belakang
perang dingin. Ditambah lagi, keinginan kedua negara, baik Amerika Serikat
dan Uni Soviet yang ingin berkuasa atas negara-negara lain.
Untuk menurunkan ketegangan Blok Barat dan Blok Timur, pemerintah
Indonesia mempelopori dan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika (KAA)
yang mempertemukan berbagai negara di Asia dan Afrika yang tidak termasuk
ke dalam blok barat maupun blok timur.
Latar belakang diadakannya Konferensi Asia Afrika adalah ketika Perdana
Menteri Indonesia, yaitu Ali Sastroamidjojo bersama perwakilan negara India,
Burma dan Pakistan diundang oleh Perdana Menteri Sri Lanka yakni Ceylon
untuk membahas kondisi dunia akibat ketegangan yang terjadi.
Di dalam pertemuan yang dikenal sebagai Konferensi Kolombo ini Ali
Sastroamidjojo mengungkapkan usulannya untuk mengadakan Konferensi Asia
Afrika. Konferensi Asia Afrika merupakan salah satu bentuk peran aktif bangsa
Indonesia pada masa perang dingin.
Usulan yang menjadi pesan dari Presiden Soekarno tersebut pun disetujui oleh
kelima negara yang hadir dari tanggal 28 April - 2 Mei 1954. Untuk
memastikan bahwa acara ini didukung oleh negara Asia Afrika lainnya,
Indonesia pun melakukan pendekatan ke 18 negara di Asia Afrika.
Ternyata usulan ini diterima kebanyakan dari negara-negara tersebut sehingga
Indonesia pun didaulat sebagai tuan rumah konferensi. Konferensi Asia Afrika
diselenggarakan pada tanggal 18 April 1955 hingga 24 April 1955 dan diikuti
oleh 29 negara peserta serta 5 negara sponsor.
Kemudian, Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di kota Bandung dengan
menggunakan Gedung Dana Pensiun, dulunya Gedung Dwiwarna, dan Gedung
Merdeka, dulunya Gedung Concordia. Sehingga konferensi ini dikenal sebagai
Konferensi Bandung.
Konferensi Bandung ini menghasilkan 10 poin pernyataan yang sekarang
dikenal sebagai Dasasila Bandung atau The Ten Principles. Secara umum, poin-
poin di dalam Dasasila Bandung menunjukkan penghargaan terhadap HAM,
perdamaian dunia serta kedaulatan semua bangsa.
Di dalam Dasasila Bandung tersebut memuat prinsip Iawaharlal Nehru dan
Piagam PBB. Berikut adalah dampak Konferensi Asia Afrika:
 Menaikkan citra Indonesia di mata dunia internasional
 Menjadi penanda berakhirnya era penjajahan dan kekerasan suatu kaum
atau tindakan apartheid
 Konferensi Bandung mendorong perubahan struktur badan internasional
PBB
 Dasasila Bandung melahirkan paham Non-Aligned atau Dunia Ketiga
yang tidak berpihak kepada Dunia Pertama Washington (USA) maupun
Dunia Kedua Moscow (Rusia)
 Konferensi Asia Afrika mendorong kepada negara berkembang agar
mengurangi ketergantungan ekonomi terhadap negara industri maju
dengan cara membantu satu sama lain berupa pertukaran IPTEK,
penelitian regional dan pembentukan lembaga pelatihan

2. Peran Indonesia Dalam Gerakan Non Blok


Konferensi Asia Afrika mendasari pembentukan organisasi yang bernama
Gerakan Non-Blok atau GNB yaitu negara yang tidak tergabung di dalam Blok
Timur maupun Blok Barat.
Dampak perang dingin yang menyebabkan ketidakstabilan kondisi politik dan
perekonomian dunia telah mendorong negara-negara di dunia yang memilih
untuk bersikap netral terhadap pembentukan Blok Barat atau Blok Timur untuk
bersatu membentuk Gerakan Non Blok.
Non Aligned Movement (NAM) atau gerakan Non-Blok terdiri atas negara-
negara yang tidak memihak blok Barat maupun Blok Timur dengan anggota
lebih dari 100 negara di seluruh dunia. Gerakan ini didirikan di Kota Beograd,
Yugoslavia pada tanggal 1 September 1961.
Gerakan Non Blok didirikan bersamaan dengan diadakannya Konferensi
Tingkat Tinggi 1 (KTT 1) yang dihadiri oleh 25 kepala negara. Peran aktif
bangsa Indonesia pada masa perang dingin adalah ikut mempelopori berdirinya
Gerakan Non Blok.
Berdirinya gerakan non blok antara lain dilatarbelakangi oleh kecemasan negara
berkembang dan negara baru merdeka akan ketegangan yang muncul akibat dua
blok yakni Blok Barat asuhan Amerika Serikat dan Blok Timur yang dipimpin
oleh Uni Soviet.
Kedua negara dengan ideologi berseberangan ini saling berebut pengaruh di
dunia. Akibatnya seluruh dunia berada dalam ketegangan berkepanjangan yang
membuat kondisi tidak damai.
Indonesia dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang tidak mendukung
aliansi militer maupun pakta militer manapun sangat cocok dengan tujuan
berdirinya GNB.

Dampak Gerakan Non Blok terhadap Kehidupan Ekonomi Global


Bentuk-bentuk perang dingin salah satunya menyasar di bidang perekonomian.
Amerika Serikat dengan ideologi kapitalismenya menjalankan prinsip
neokolonialisme berupa penjajahan gaya baru di negara-negara dunia ketiga.
Amerika Serikat juga menjerat negara berkembang melalui kebijakan
pemberian bantuan ekonomi. Kehadiran Gerakan Non Blok mampu
menciptakan keseimbangan terhadap tata hubungan ekonomi internasional
terutama di antara negara berkembang.
Hal ini dilakukan dengan cara meningkatkan partisipasi negara berkembang
terhadap pengambilan keputusan perekonomian dunia.
Sehingga, bisa dikatakan bahwa peran aktif bangsa Indonesia pada masa perang
dingin dan dampaknya terhadap politik ekonomi global dengan
menyeimbangkan tata ekonomi dunia melalui Gerakan Non Blok.
Dampak Gerakan Non Blok terhadap Kehidupan Politik Global
Gerakan Non Blok memberi dampak positif terhadap kondisi perpolitikan
dalam negeri yang sebelumnya ikut terseret akibat perang ideologi dua negara
adikuasa sebagai dampak perang dingin di Indonesia. Gerakan Non Blok
bahkan menjadi gerakan internasional paling besar kedua pada saat itu setelah
PBB.
Peran Indonesia dalam perang dingin adalah turut mencetuskan prinsip politik
bersama yang bebas blok. Gerakan Non Blok berkeinginan menghapuskan
penjajahan dalam segala bentuk, berjalan berdasarkan prinsip koeksistensi
damai dan tidak tergabung ke dalam aliansi pasukan militer.

3. Pengiriman Kontingen Garuda


Pengiriman Kontingen Garuda dalam misi perdamaian PBB menjadi salah satu
peran aktif bangsa Indonesia pada masa perang dingin. Hal ini dilandaskan
kepada komitmen Indonesia untuk turut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemanusiaan yang tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945.
Tujuan kontingen garuda bisa dilihat dari dua sisi, yakni konteks nasional dan
konteks internasional. Dilihat dari konteks nasional, pengiriman Kontingen
Garuda menjadi sarana untuk meningkatkan profesionalisme individu serta
organisasi yang ada di dalamnya secara langsung.
Sementara dilihat dari konteks internasional, pengiriman Kontingen Garuda
menjadi indikator yang menunjukkan adanya peran aktif sebuah negara di
kancah internasional untuk menjaga perdamaian.
Pengiriman Kontingen Garuda sesuai dengan misi penjagaan perdamaian dunia
di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB memiliki Peacekeeping
Operation (UNPO) atau dikenal sebagai Misi Pemeliharaan Perdamaian (MPP).
Pengiriman Kontingen Garuda dimulai sejak tahun 1957. Berikut adalah
peran aktif bangsa Indonesia pada masa perang dingin berupa pengiriman
Kontingen Garuda dalam misi perdamaian:
 Kontingen Garuda I dikirim ke Mesir pada 8 Januari 1957
 Kontingen Garuda II dikirim ke Kongo di tahun 1960
 Kontingen Garuda III dikirim ke Kongo di tahun 1962
 Kontingen Garuda IV dikirim ke Vietnam di tahun 1973
 Kontingen Garuda V dikirim ke Vietnam di tahun 1973
 Kontingen Garuda VI,dikirim ke Timur Tengah di tahun 1973
 Kontingen Garuda VII dikirim ke Vietnam di tahun 1974
 Kontingen Garuda VIII dikirim ke Timur Tengah pasca-Perang Yom
Kippur antara Mesir dan Israel dalam rangka misi perdamaian PBB
 Kontingen Garuda IX dikirim ke Iran dan Irak di tahun 1988
 Kontingen Garuda X dikirim ke Namibia di tahun 1989
Pengiriman Kontingen Garuda terus berlanjut hingga berakhirnya Perang
Dingin. Alasan mengapa perang dingin berakhir ditandai dengan keruntuhan
Uni Soviet di tanggal 25 Desember 1991.
Sebelumnya di tahun 1990 pemimpin Uni Soviet yakni Mikhail Gorbachev
sempat berjabat tangan dengan Ronald Reagan, presiden Amerika Serikat.
Meskipun Perang Dingin tidak melibatkan perang militer secara langsung,
namun kita bisa menarik kesimpulan perang dingin menyebabkan kerugian
berupa ketidakstabilan kondisi berbagai kawasan dunia.
Perang Dingin telah mendorong kedua negara adikuasa untuk ikut campur di
dalam urusan negeri-negeri yang ditargetkan menjadi bagian kelompoknya. Ikut
campurnya kedua negara adikuasa menyebabkan ketidakstabilan kondisi
perpolitikan, keamanan dan ekonomi.

4. Mendirikan ASEAN
Peran aktif bangsa Indonesia pada masa perang dingin berikutnya adalah
pembentukan organisasi ASEAN dalam rangka menciptakan kawasan Asia
Tenggara yang aman, damai dan stabil. Pendirian ASEAN ini melihat kondisi
geopolitik yang terancam akibat adanya perebutan pengaruh ideologi negara
adikuasa.
ASEAN atau Association of Southeast Asian Nations didirikan pertama kali
pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand. Pendirian dilandaskan atas
Deklarasi Perbara oleh 5 negara yakni Thailand, Singapura, Indonesia, Malaysia
dan Filipina.
Pembentukan ASEAN ini selaras dengan prinsip politik luar negeri Indonesia
yang bebas aktif. Indonesia berprinsip tidak memihak blok apapun namun tetap
turut aktif dalam memelihara perdamaian dunia.
Indonesia terlibat aktif dalam mewujudkan perdamaian konflik di wilayah Asia
Tenggara yakni antara Vietnam dan Kamboja.

Indonesia memilih untuk tidak memihak pada blok Barat (Amerika Serikat dan
sekutunya) atau blok Timur (Uni Soviet dan sekutunya) selama Perang Dingin
karena memandang bahwa netralitas adalah jalan yang sesuai dengan
kepentingan nasional dan prinsip kedaulatan.

1. *Kemerdekaan dan Kedaulatan*: Setelah meraih kemerdekaan dari


penjajahan Belanda pada tahun 1945, Indonesia sangat menekankan prinsip
kedaulatan nasional. Memihak pada salah satu blok dapat dianggap sebagai
campur tangan dalam urusan internal negara, yang bertentangan dengan prinsip
kemerdekaan dan kedaulatan.

2. *Kondisi Geopolitik*: Letak geografis Indonesia yang strategis di antara Asia


dan Pasifik membuatnya ingin menjaga hubungan baik dengan semua negara
tanpa terjebak dalam konflik global. Hal ini untuk memastikan keamanan dan
kestabilan di wilayahnya.

3. *Gerakan Non-Blok dan Diplomasi Multilateral*: Indonesia adalah salah satu


pendiri Gerakan Non-Blok, yang menganjurkan netralitas dan kerjasama antara
negara-negara berkembang. Indonesia mempromosikan diplomasi multilateral
dan kerjasama internasional tanpa terikat pada kepentingan kekuatan besar.

4. *Toleransi Ideologi*: Masyarakat Indonesia sangat beragam secara ideologis


dan kultural. Pemerintah ingin menjaga persatuan dan meminimalkan konflik
internal yang mungkin muncul akibat pilihan ideologis yang tegas terhadap
salah satu blok.
5. *Pengalaman Sejarah*: Pengalaman pendudukan dan penjajahan oleh
kekuatan asing, seperti Belanda, memberikan pelajaran tentang pentingnya
menjaga kemerdekaan dan netralitas dalam urusan luar negeri.
Dengan mempertahankan netralitas, Indonesia berusaha untuk menjalankan
kebijakan luar negeri yang independen, mempromosikan perdamaian,
kerjasama, dan kemajuan ekonomi tanpa terjebak dalam rivalitas global antara
dua blok besar selama Perang Dingin.

Indonesia memilih untuk tidak memihak pada blok Barat (yang dipimpin oleh
Amerika Serikat) dan blok Timur (yang dipimpin oleh Uni Soviet) selama
Perang Dingin karena beberapa alasan strategis dan prinsip. Beberapa faktor
yang memengaruhi keputusan tersebut termasuk:
1. Prinsip Netralitas: Prinsip dasar dalam politik luar negeri Indonesia saat itu
adalah netralitas. Pemimpin Indonesia seperti Presiden Sukarno menekankan
pentingnya mempertahankan kemerdekaan dan ketidak-terlibatan dalam konflik
asing.

2. Keinginan untuk Mempertahankan Kemerdekaan: Setelah meraih


kemerdekaan dari Belanda pada tahun 1945, Indonesia sangat berhati-hati untuk
menjaga kemerdekaannya yang baru. Mempihak pada satu blok besar dapat
mengancam kedaulatan dan keamanan negara.

3. Peran dalam Gerakan Non-Blok: Indonesia adalah salah satu pendiri Gerakan
Non-Blok, yang mengedepankan netralitas dan ketidak-terlibatan dalam konflik
antara dua blok besar. Indonesia aktif mempromosikan prinsip-prinsip Gerakan
Non-Blok.

4. Kepentingan Regional: Indonesia memiliki perhatian khusus untuk menjaga


stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Menyatakan dukungan pada satu blok
besar dapat mengganggu hubungan dengan negara-negara tetangga di kawasan.
5. Ketergantungan pada Bantuan Asing: Menjalin hubungan erat dengan satu
blok besar bisa berarti ketergantungan pada bantuan ekonomi dan militer yang
mungkin memiliki syarat yang merugikan kedaulatan Indonesia.
Meskipun Indonesia berusaha untuk menjaga netralitas, ada periode selama
Perang Dingin di mana kebijakan luar negerinya tampaknya mendukung salah
satu blok lebih dari yang lain. Namun, netralitas tetap menjadi prinsip utama
dalam kebijakan luar negeri Indonesia selama masa tersebut.

Gerakan Non-Blok (GNB) dan ASEAN (Association of Southeast Asian


Nations) adalah dua organisasi yang muncul dengan tujuan dan konteks yang
berbeda. Berikut adalah penjelasan singkat tentang masing-masing organisasi:
1. *Gerakan Non-Blok (GNB)*:
Gerakan Non-Blok adalah sebuah aliansi politik yang didirikan pada
Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Indonesia, pada April 1955. GNB
bertujuan untuk mempromosikan netralitas dan ketidak-terlibatan dalam konflik
global, terutama selama periode Perang Dingin. Negara-negara anggota GNB
menolak untuk memihak pada dua blok besar yang terlibat dalam Perang
Dingin, yaitu blok Barat (yang dipimpin oleh Amerika Serikat) dan blok Timur
(yang dipimpin oleh Uni Soviet).

2. *ASEAN (Association of Southeast Asian Nations)*:


ASEAN adalah organisasi regional yang didirikan pada 8 Agustus 1967 oleh
lima negara di Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand. Tujuan utama ASEAN adalah meningkatkan kerjasama dan integrasi
ekonomi, sosial, budaya, dan politik di antara anggotanya. Selain kelima negara
pendiri, Brunei Darussalam, Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja juga
merupakan anggota ASEAN saat ini.
Penting untuk dicatat bahwa GNB dan ASEAN memiliki tujuan yang berbeda.
GNB lebih fokus pada netralitas politik dan ketidak-terlibatan dalam konflik
global, sementara ASEAN berfokus pada kerjasama regional untuk
meningkatkan stabilitas, keamanan, dan kesejahteraan di kawasan Asia
Tenggara.
Indonesia memainkan peran penting dalam kedua organisasi ini. Sebagai tuan
rumah Konferensi Asia-Afrika di Bandung, Indonesia memainkan peran kunci
dalam pendirian GNB. Selain itu, Indonesia adalah salah satu negara pendiri
ASEAN dan terus aktif dalam mempromosikan kerjasama di kawasan Asia
Tenggara melalui ASEAN.

Munculnya berbagai organisasi selama periode Perang Dingin (sekitar tahun


1947-1991) dapat dijelaskan oleh beberapa faktor utama yang mempengaruhi
dunia pada saat itu:
1. *Polarisasi Ideologis dan Politik*: Perang Dingin adalah periode polarisasi
ideologis antara dua blok besar, yaitu blok Barat (yang dipimpin oleh Amerika
Serikat) dengan ideologi kapitalisme dan blok Timur (yang dipimpin oleh Uni
Soviet) dengan ideologi komunisme. Negara-negara tertarik untuk membentuk
aliansi untuk mengamankan posisi ideologis dan politik mereka.

2. *Ketegangan Internasional*: Ketegangan dan saling curiga antara blok Barat


dan blok Timur menciptakan kebutuhan untuk adanya aliansi yang dapat
membantu negara-negara melindungi kepentingan mereka dan meningkatkan
keamanan di tengah ketidakpastian politik dan militer.

3. *Perlombaan Persenjataan*: Perlombaan senjata nuklir dan konvensional


antara Amerika Serikat dan Uni Soviet mendorong negara-negara untuk
membentuk aliansi untuk meningkatkan kemampuan pertahanan mereka dan
meminimalkan risiko serangan.

4. *Kemauan untuk Menciptakan Stabilitas dan Perdamaian*: Beberapa negara


ingin membentuk aliansi untuk menciptakan stabilitas dan perdamaian di
kawasan mereka, dan menghindari konflik yang dapat terjadi sebagai dampak
dari Perang Dingin.

5. *Pengaruh dan Pengendalian Global*: Negara-negara ingin mempertahankan


atau memperluas pengaruh mereka di tingkat global. Aliansi membantu dalam
meningkatkan pengaruh dan pengendalian ekonomi, politik, dan militer di
wilayah mereka dan juga di tingkat internasional.
6. *Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan*: Beberapa organisasi juga
didirikan untuk mendorong kerjasama ekonomi, perdagangan, dan
pembangunan antara negara-negara dalam satu blok atau wilayah. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial.

Beberapa contoh organisasi yang muncul selama Perang Dingin adalah NATO
(North Atlantic Treaty Organization) di blok Barat dan Pakta Warsawa di blok
Timur. Tujuan dari organisasi ini adalah untuk memastikan keamanan dan
koordinasi militer dalam blok masing-masing selama periode konflik antara AS
dan Uni Soviet.

Munculnya berbagai organisasi selama Perang Dingin, seperti NATO (North


Atlantic Treaty Organization) dan Pakta Warsawa, adalah hasil dari dinamika
geopolitik dan konflik antara dua blok besar, yaitu blok Barat yang dipimpin
oleh Amerika Serikat dan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Beberapa
alasan utama munculnya organisasi-organisasi ini adalah sebagai berikut:
1. *Aliansi Keamanan*: Blok Barat membentuk NATO, sementara blok Timur
membentuk Pakta Warsawa, sebagai aliansi militer untuk saling mendukung
dalam menghadapi potensi ancaman dari pihak lawan. Organisasi-organisasi ini
bertujuan untuk meningkatkan keamanan dan pertahanan anggota mereka.

2. *Keterjagaan Keamanan Nasional*: Selama Perang Dingin, banyak negara


merasa perlu untuk bergabung dalam aliansi keamanan untuk menjaga
kedaulatan dan keamanan nasional mereka. Ini dianggap sebagai cara untuk
melindungi diri dari potensi agresi dari blok lawan.

3. *Pertukaran Militer dan Intelijen*: Organisasi-organisasi ini juga


memfasilitasi pertukaran informasi militer dan intelijen antara anggotanya, yang
membantu dalam pemantauan aktivitas musuh dan perencanaan strategi.

4. *Kepentingan Ideologis dan Politik*: Terkadang, negara-negara bergabung


dalam aliansi ini karena pertimbangan ideologis dan politik. Mereka mungkin
memiliki kesamaan ideologi atau perasaan bahwa bergabung dalam aliansi ini
dapat memperkuat posisi mereka dalam perang saingan antara blok Barat dan
Timur.

5. *Deterrence (Pencegahan)*: Organisasi-organisasi ini juga berfungsi sebagai


alat pencegahan (deterrence) untuk mencegah serangan atau agresi dari pihak
lawan. Keanggotaan dalam aliansi militer dapat memberikan pesan kuat kepada
pihak lawan bahwa serangan terhadap satu anggota akan mendapatkan
tanggapan dari seluruh aliansi.

Perang Dingin menciptakan ketegangan geopolitik yang sangat kuat, dan


pembentukan organisasi-organisasi ini adalah bagian dari upaya negara-negara
untuk menjaga keamanan mereka dan menghadapi ancaman yang mereka
anggap datang dari pihak lawan. Setelah Perang Dingin berakhir, beberapa
organisasi ini terus eksis, sementara yang lainnya mengalami perubahan peran
atau pembubaran sesuai dengan perubahan dalam dinamika geopolitik global.

PERAN INDONESIA DALAM


PERANG DINGIN
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 4:
-Amelia Marpaung -Elsa Silitonga
-Anggi Sitanggang -Hizkia Silaban
-Aprilia Sijabat -Marthacya Siregar
-Cecilia Manik -Tio Simbolon

Anda mungkin juga menyukai