Kelas XII
SEJARAH PEMINATAN
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada
Masa Perang Dingin dan Dampaknya
Terhadap Politik dan Ekonomi Global
Tujuan Pembelajaran
Sebagai negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II usai, Indonesia dihadapkan pada
kenyataan munculnya dua blok baru di dunia, yakni blok Barat dan Timur, blok liberalis-
kapitalis dan sosialis-komunis. Tentu ini bukanlah hal yang mudah bagi Indonesia, juga
negara-negara dunia ketiga lainnya. Indonesia dan negara-negara lain yang merdeka setelah
Perang Dunia II diharuskan memilih untuk bergabung pada blok Barat yang dipimpin Amerika
Serikat atau blok Timur yang dipimpin Uni Soviet.
Namun, akhirnya Indonesia bersikap. Melalui pidatonya yang berjudul “Mendayung Antara
Dua Karang”, Perdana Menteri Hatta di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat (BP-KNIP) pada 2 September 1948 menyatakan “Tiap-tiap orang di antara kita tentu ada
mempunyai simpati terhadap golongan ini atau golongan itu, tetapi perjuangan bangsa tidak bisa
dipecah dengan menuruti simpati saja, tetapi hendaknya kepada ‘realitet’, kepada kepentingan
Negara setiap waktu”.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global
Pidato Hatta tersebut yang akhirnya menjadi landasan hubungan luar negeri Indonesia yang
dikenal dengan “Politik Bebas Aktif”. “Bebas” berarti tidak memihak satu kelompok mana
pun baik blok Barat maupun Timur dan “aktif” artinya ikut aktif menjaga perdamaian dunia.
Hal ini juga sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 ketika Indonesia menyatakan bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Maka dengan demikian, Indonesia selalu aktif
dalam memperjuangkan kemerdekaan negara lain, terutama di kawasan Asia-Afrika. Dalam
pembukaan UUD 1945 itu juga disebutkan bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Walau terbilang sebagai negara yang baru, Indonesia selalu mendukung kemerdekaan dan
perdamaian di berbagai negara hingga pada 1955 berhasil menyelenggarakan Konferensi
Asia Afrika (KAA) yang merupakan bentuk dukungan Indonesia terhadap upaya kemerdekaan
negara-negara di Asia dan Afrika. Dilanjutkan dengan Gerakan Non Blok (GNB) hingga ASEAN,
Indonesia selalu konsisten menjaga netralitas dan perdamaian dalam skala global hingga
regional. Indonesia juga ikut aktif mendorong kerja sama ekonomi “Utara-Selatan” guna
menciptakan keadilan sosial bagi negara maju dan negara berkembang. Isu kemerdekaan
dan perdamaian di Palestina juga tidak pernah luput dalam kebijakan luar negeri Indonesia.
Berikut merupakan peran aktif bangsa Indonesia pada masa Perang Dingin dan dampaknya
terhadap kehidupan politik dan ekonomi global.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 2
28 April—2 Mei 1954. Adapun lima negara yang menjadi peserta dalam Konferensi
Kolombo adalah:
1. Myanmar (Burma) diwakili oleh U Nu
2. Indonesia diwakili oleh Ali Sastroamidjojo
3. Pakistan diwakili oleh Mohammad Ali Bogra
4. India diwakili oleh Jawaharlal Nehru
5. Sri Lanka sebagai tuan rumah diwakili oleh Sir John Kotelawala
MIPIS-NULIS BONELA
Myanmar: U Nu
Indonesia: Ali Sastroamidjojo
Pakistan: Mohammad Ali Bogra
India: Jawaharlal Nehru
Sri Lanka: Sir John Kotelawala
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 3
Pertemuan tersebut dihadiri oleh 29 negara termasuk Indonesia yang melahirkan
satu kesepakatan yang dikenal dengan “Dasasila Bandung”. Inti dari Dasasila Bandung
ini adalah menghormati kedaulatan dan kemerdekaan setiap negara, serta tidak ada
lagi diskriminasi dan tidak ada lagi penindasan di seluruh dunia.
Dalam pertemuan tersebut, para negara yang hadir juga mendeklarasikan komitmen
untuk tidak terlibat dalam konflik Perang Dingin dengan tidak bergabung ke dalam
Blok Barat dan Blok Timur. Negara-negara ini juga berhasil menyatukan kesepakatan
untuk menghadapi kedua blok tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal
berdirinya Gerakan Non Blok (GNB).
Kondisi inilah yang mempercepat segera dibentuknya Gerakan Non Blok (GNB).
Selain menolak polarisasi dan bergabung ke dalam salah satu blok yang tengah
bertikai, GNB juga bertujuan untuk memperjuangkan nasib sendiri, kemerdekaan
nasional, kedaulatan, dan integritas negara anggota, menentang politik apartheid,
dan tidak memihak pakta militer mana pun. Untuk itu, Indonesia yang diwakili oleh
Presiden Soekarno bersama empat presiden dari empat negara lainnya sepakat
untuk mengadakan pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB pertama di
Beograd, Yugoslavia pada 1—6 September 1961. Berikut negara penggagas GNB:
1. Ghana diwakili oleh Kwame Nkrumah
2. Indonesia diwakili Soekarno
3. Mesir diwakili oleh Ghamal Abdul Nasser
4. India diwakili oleh Jawaharlal Nehru
5. Yugoslavia sebagai tuan rumah diwakili oleh Josip Broz
Tito
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 4
Hingga saat ini, KTT GNB telah diadakan sebanyak 18 kali dan terakhir diadakan di
Baku, Azerbaijan pada 25—26 Oktober 2019 yang dihadiri 21 kepala negara dan
kepala pemerintahan, 49 pejabat tingkat menteri dan kepala parlemen, serta delegasi
lebih dari 121 negara anggota, pengamat GNB, dan negara tamu.
Setelah Perang Dingin, KTT GNB lebih banyak membahas komitmen bidang
pembangunan ekonomi, restrukturisasi perekonomian internasional, dan kerja sama
atas dasar persamaan hak di antara negara anggota.
Peran Indonesia kian terlihat setelah Perang Dingin usai. Ketika banyak negara anggota
mempertanyakan eksistensi GNB dan polarisasi dunia, Indonesia mendorong untuk
fokus ekonomi dan kerja sama antarnegara anggota menjadi isu utama. Berikut
merupakan peran Indonesia dalam GNB setelah usainya Perang Dingin.
a. Menjadi tuan rumah KTT GNB X di Jakarta pada 1992
Dalam KTT GNB X yang diadakan pada 1—7 September 1992 di Jakarta,
ketidakpastian dan keraguan masa depan GNB berhasil ditanggulangi. Melalui
Jakarta Message atau Pesan Jakarta, Indonesia menyampaikan visi baru GNB,
antara lain:
1.) Mengenai relevansi GNB setelah Perang Dingin dan meningkatkan kerja sama
yang konstruktif sebagai komponen integral hubungan internasional.
2.) Menekankan pada kerja sama ekonomi internasional dalam mengisi
kemerdekaan yang berhasil dicapai melalui perjuangan GNB sebelumnya.
3.) Meningkatkan potensi ekonomi anggota GNB melalui peningkatan kerja sama
Selatan-Selatan.
Selaku ketua GNB pada saat itu, Indonesia juga menghidupkan kembali dialog Utara-
Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara, kesamaan kepentingan
dan manfaat, serta tanggung jawab bersama. Indonesia juga mengupayakan
penyelesaian masalah utang luar negeri negara-negara berkembang. Guna
memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, KTT GNB X sepakat mengingkatkan
kerja sama Selatan-Selatan yang berdasarkan prinsip collective self-reliance.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 5
b. Membentuk Pusat Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan
Sebagai tindak lanjut dari KTT GNB X, Indonesia dan Brunei Darussalam mendirikan
badan Pusat Kerja sama Teknik Selatan-Selatan GNB atau NAM CSSTC (Non
Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation) di Jakarta. NAM
CSSTC telah menyelenggarakan berbagai program, kegiatan pelatihan, kajian, dan
lokakarya yang diikuti negara-negara anggota GNB.
Sumber: http://csstc.org/v_ket1.asp?info=41&mn=4
Dengan demikian, dalam KTT GNB XV yang diadakan di Sharm El-Sheikh, Mesir
pada 11—16 Juli 2009 telah menghasilkan sebuah final document yang berisi
pandangan dan posisi GNB terkait isu-isu internasional.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 6
Indonesia yang diwakili oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga
menyatakan dukungan kemerdekaan bagi Palestina. Indonesia dan anggota GNB
lainnya meminta Israel untuk melaksanakan Resolusi DK (Dewan Keamanan) PBB
dengan mundur dari Dataran Tinggi Golan dan dari wilayah Lebanon yang masih
diduduki.
B. Perkembangan ASEAN
1. Normalisasi Hubungan dengan Malaysia dan Pembentukan ASEAN
Pembentukan forum kerja sama ASEAN (Association of South East Asia Nations) tidak
lepas dari upaya normalisasi hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Konfrontasi
Indonesia-Malaysia yang terjadi pada 1962 hingga 1966 membuat hubungan
keduanya renggang. Namun, pada 29 Mei—1 Juni 1966 diadakan perundingan di
Bangkok yang berujung pada normalisasi hubungan kedua negara. Pada 11 Agustus
1966 penandatanganan persetujuan pemulihan hubungan antara Indonesia dan
Malaysia pun ditandatangani di Jakarta oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik dan
Menteri Luar Negeri Malaysia, Tun Abdul Razak.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 7
Sebelumnya pada 2 Juni 1966, atas perantara Duta Besar Pakistan untuk Myanmar,
Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura juga berhasil dipulihkan.
Sebelumnya Indonesia menyatakan nota pengakuan kepada Perdana Menteri
Singapura, Lee Kuan Yew dan Singapura pun menyampaikan nota kesediaan untuk
mengadakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.
Dalam KTT pertama ini, disetujui pembentukan Sekretariat ASEAN yang berfungsi
untuk meningkatkan koordinasi antarbadan ASEAN dan implementasi berbagai
kegiatan dan proyek dalam kerangka kerja sama ASEAN. Sekretariat ASEAN
dipimpin Sekretaris Jenderal. Kantor Sekretariat ASEAN sendiri berada di Jakarta.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 8
KTT ASEAN pertama ini juga menjadi cikal bakal dari KTT ASEAN selanjutnya dan
menjadi pertemuan tingkat tinggi para kepala negara/pemerintahan negara
anggota.
Ingat!
Pada JIM I ini disepakati usulan gencatan senjata antara dua faksi yang bertikai
di Kamboja dan penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja, serta penggabungan
kelompok bersenjata yang ada di Kamboja menjadi satu kesatuan. Hasil JIM I ini
kemudian dilanjutkan dalam JIM II pada 19—21 Februari 1989 yang dihadiri oleh
enam Menteri Luar Negeri ASEAN, Menteri Luar Negeri Vietnam, dan kelompok-
kelompok yang bertikai di Kamboja. JIM II ini berhasil menyepakati penarikan
pasukan Vietnam dari Kamboja dan penyelenggaraan pemilihan umum yang
akan dibahas lebih lanjut dalam Perjanjian Paris, 23 Oktober 1991.
ASC dan ASSC kemudian secara tersendiri dibahas dalam KTT ASEAN ke-14 di
Thailand pada 2009, sedangkan AEC dibahas dalam Pertemuan Menteri Luar
Negeri ASEAN ke-39 pada 2007. Pertemuan ini juga membahas keputusan
pemerintah Myanmar untuk mengizinkan Suu Kyi kembali ke kediamannya dan
membuka kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk bertemu
Suu Kyi.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 9
d. Menggagas Pembentukan APSC
Sejak KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura, Indonesia mendorong agar
dibentuk konsep Komunitas Politik Keamanan ASEAN (Asean Political-Security
Community)/APSC sebagai bagian dari konsep ASEAN Security Community. APSC
ini pada awalnya bertujuan untuk memperkuat demokrasi, meningkatkan tata
pemerintahan yang baik, supremasi hukum, dan mempromosikan Hak Asasi
Manusia dan kebebasan fundamental dengan memperhatikan hak dan tanggung
jawab seluruh negara anggota ASEAN.
Konsep dan gagasan ini akhirnya berhasil disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di
Thailand pada 2009 dan dituangkan dalam Deklarasi Cha-am, Hua Hin. Dalam
penyusunan APSC, Indonesia memainkan peran penting dan mengusulkan
beberapa poin penting. Berikut usulan Indonesia yang diterima dalam APSC:
1.) Mendorong pengamatan pemilihan umum sukarela
2.) Membentuk Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak
3.) Memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi
4.) Menggagas pembentukan ASEAN Institue for Peace and Reconciliation
5.) Menggagas pembentukan ASEAN Maritime Forum
6.) Membentuk kerja sama penanganan illegal fishing
7.) Menyusun instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja Migran
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 10
Sebagai antitesisnya, kelompok negara berkembang bergabung dalam G-77. Kelompok
ini sebenarnya sudah lebih awal berdiri, yakni pada 15 Juni 1964 yang dibentuk
pada saat sidang sesi pertema United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD) di Jenewa. Forum ini pada dasarnya adalah forum yang berusaha untuk
mendorong kerja sama internasional bidang pembangunan, terutama bagi negara-
negara berkembang. Dalam perkembangannya, negara G-77 menjadi representasi
dari negara-negara Selatan mengingat negara-negara berkembang yang tergabung
dalam forum ini secara geografis terletak di selatan khatulistiwa.
Pada era Perang Dingin, Utara dan Selatan memang belum menjadi perhatian utama,
tetapi sudah mulai muncul pemikiran mengenai ketimpangan ekonomi yang terjadi
antara Utara dan Selatan. Namun, pembahasan kerja sama antara Utara dan selatan
baru muncul setelah Perang Dingin usai.
Dalam KTT GNB X di Jakarta pada 1992, Indonesia agar mendorong semakin
intensifnya kerja sama internasional meningkatkan kerja sama Utara-Selatan dan
Selatan-Selatan. Indonesia juga ingin menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan
berdasarkan saling ketergantungan yang setara, kesamaan kepentingan dan manfaat,
serta tanggung jawab bersama. Indonesia juga ingin mengupayakan penyelesaian
masalah utang luar negeri negara-negara berkembang.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 11
dominasi-subordinasi. Bentuk kerja sama Utara-Selatan harus menciptakan
kemakmuran bagi kedua belah pihak.
b. Negara-negara Utara tidak boleh memaksakan model pembangunan mereka ke
negara-negara Selatan. Konsep pembangunan yang bebas dan seimbang harus
diterapkan agar tidak muncul kemiskinan di negara-negara Selatan.
c. Sikap simbiosis mutualisme harus dikembangkan antara Utara dan Selatan.
Negara Utara yang berkembang dalam teknologi harus mau membantu negara
Selatan yang kaya akan sumber daya. Dengan demikian, hubungan tidak hanya
sebatas eksploitasi.
d. Bentuk kerja sama lain yang dapat dilakukan adalah pinjaman modal dari negara-
negara Utara ke negara-negara Selatan yang digunakan untuk membangkitkan
perekonomian dalam negeri.
Dalam G-77, Indonesia selalu mendorong solidaritas yang kuat antarnegara anggota
agar dapat mencapai tujuan bersama negara berkembang dalam bidang ekonomi
dan pembangunan. Sejak berdiri, Indonesia telah memainkan peran penting
dalam forum G-77 agar forum ini dapat terlibat secara aktif dalam perumusan dan
penerapan resolusi dan keputusan penting terkait isu-isu pembangunan di PBB agar
tidak terjadi ketimpangan antara negara Utara dan Selatan.
Dalam forum APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), Indonesia juga memiliki peran
yang sangat penting. Selain sebagai salah satu negara awal dalam APEC, Indonesia
juga pernah menjadi pemimpin APEC pada 1994. Sejak didirikan pada 1989, APEC
belum memiliki arah yang jelas. Kejelasan itu baru terlihat ketika KTT APEC 1994
yang diadakan di Bogor. Pertemuan ini melahirkan Bogor Declaration dan Bogor Goals
yang intinya menentang blok perdagangan yang tertutup dan merealisasikan sistem
perdagangan bebas dan investasi di kawasan Asia Pasifik.
Melalui Bogor Declaration dan Bogor Goals ini, Indonesia aktif mendorong kerja sama
yang berkeadilan antarnegara anggota APEC, mengingat APEC adalah forum lintas
kontinental yang negara anggotaya memiliki latar belakang ekonomi yang beragam.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 12
Selain forum-forum yang telah disebutkan sebelumnya, Indonesia juga aktif dalam
forum kerja sama ASEAN Plus Three (APT). APT sendiri mulai terbentuk sejak tahun
1997 yang melibatkan tiga negara Asia Timur, yaitu Tiongkok, Jepang, dan Korea
Selatan. Forum ini dinilai cukup penting mengingat negara-negara anggota ASEAN
didominasi oleh negara berkembang. Kerja sama APT mencakup perdagangan,
investasi, keuangan, perbankan, transfer teknologi, industri, pertanian, pariwisata,
dan pengembangan iptek. Kerja sama APT juga dikembangkan pada penyusunan
Master Plan on ASEAN Connectivity, kajian kedua gagasan pembentukan East Asia Free
Trade Area (EAFTA), dan Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA). Dari
seluruh forum kerja sama tersebut, peran Indonesia tidak perlu diragukan lagi dalam
mendukung kerja sama kawasan Utara-Selatan.
D. Masalah Palestina
1. Latar Belakang Masalah Palestina
Latar belakang masalah Palestina sebenarnya berawal dari sengketa akibat
pendudukan yang dilakukan oleh gerakan Zionisme Yahudi yang ingin mendirikan
negara khusus bagi bangsa Yahudi di tanah Palestina. Gerakan zionisme secara
formal dipelopori Theodore Herzl pada tahun 1895 yang merupakan ketua komunitas
Yahudi yang berada di Inggris walaupun secara religi dan kultural, gerakan ini sudah
dimulai sejak 1882.
Secara historis, bangsa Yahudi adalah bangsa yang berdiaspora atau tersebar ke
berbagai wilayah. Untuk itu, mereka ingin mendirikan negara khusus bagi bangsa
Yahudi dan bangsa Yahudi yang berdiaspora untuk kembali dan menetap di wilayah
tersebut.
Wilayah yang dimaksud adalah wilayah geografis yang terletak di antara Laut
Mediterania dan Sungai Jordan. Di wilayah tersebut, terdapat kota suci bagi tiga umat
agama Samawi, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi itu sendiri. Sebenarnya, tidak semua
bangsa Yahudi setuju pada konsep zionisme tersebut. Sebagian meyakini bahwa
bangsa Yahudi adalah bangsa yang terlahir sebagai bangsa yang berdiaspora dan
tidak memiliki tujuan membentuk negara khusus bangsa Yahudi.
Titik terang bangsa Yahudi untuk mendirikan negara sendiri muncul pada rentang
1914—1917. Pada 1914 ketika dimulainya Perang Dunia I, Inggris mulai menyusun
strategi politik untuk masa depan wilayah Palestina, wilayah yang saat itu masuk
wilayah Turki Utsmani. Tujuan Inggris itu tentu untuk menguntungkan Inggris sendiri.
Untuk memperlancar tujuannya tersebut, Inggris mulai menjalin kedekatan dengan
Federasi Zionisme di Inggris dan Irlandia.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 13
Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour mulai menjalin kedekatan dengan Lord
Walter Rotschild, pemimpin Federasi Zionisme Yahudi di Inggris. Puncak kedekatan
antara pemerintah Inggris dan Federasi Zionisme terjadi pada 7 Februari 1917
ketika dideklarasikan suatu pernyataan yang kemudian dikenal dengan Deklarasi
Balfour. Deklarasi Balfour menjadi pernyataan resmi dari pemerintah Inggris untuk
mendukung pendirian tanah air bagi orang-orang Yahudi di Palestina.
Pada 9 November 1917, pers Inggris mulai merilis deklarasi ini ke publik dan
diikuti dengan semakin banyaknya rombongan imigran bangsa Yahudi bermigrasi
ke Palestina. Masalah paling mendasar dari deklarasi ini adalah ketiadaan warga
Palestina dalam pembicaraan awal, diskusi rancangan, hingga tahap deklarasi akhir,
sehingga deklarasi ini dianggap sebagai awal masalah konflik Israel-Palestina atau
Israel dengan negara Arab lainnya.
Proses panjang sejak akhir abad ke-19 hingga Deklarasi Balfour terlihat membuahkan
hasil bagi bangsa Yahudi pada 1948. Orang-orang Yahudi di Palestina saat itu sudah
menjelma menjadi kekuatan militer yang sanggup mengusir dan membunuh lebih
banyak warga lokal. Di tahun yang sama pula, tepatnya 15 Mei 1948, David Ben
Gurion yang kemudian menjabat sebagai Perdana Menteri, memproklamasikan
berdirinya negara Israel. Setelah proklamasi tersebut, pada 1948—1950, rata-rata
pertumbuhan populasi Yahudi mencapai 24% setiap tahun dan antara 1948—1952
jumlah imigran Yahudi yang datang mencapai 711.000 orang.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 14
2. Perjuangan Bangsa Palestina
Melihat perkembangan negara Israel yang semakin besar dari tahun ke tahun dan
semakin banyak populasi Yahudi Israel, Palestina dibantu oleh negara-negara Arab
mulai memikirkan cara untuk menghadapi Israel. Pada 1964, Liga Arab mengadakan
pertemuan di Kairo membahas pembentukan organisasi yang mampu menyatukan
perjuangan rakyat Palestina. Mengingat saat itu, rakyat Palestina masih berjuang
sendiri-sendiri secara sporadis dan tidak terorganisasi.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 15
Berbagai upaya perjuangan telah dilakukan. Mulai dari diplomasi hingga perang
gerilya. Mulai dari Perjanjian Camp David hingga Perjanjian Oslo. Namun, konflik
Israel-Palestina belum juga menemui titik terang.
Seperti dalam Perjanjian Oslo pada 13 September 1993, Yasser Arafat dan Yitzhak
Rabin menandatangani perjanjian di Washington DC yang kemudian menjadi dasar
negosiasi di Oslo, Norwegia. Namun, pembicaraan menuju solusi dua negara pun
tetap gagal. PLO-Israel mencoba mencari kesepakatan yang saling menguntungkan.
Melalui perundingan yang panjang, pada 28 September 1995, Arafat dan Rabin berhasil
menandatangani Kesepakatan Interim Israel-Palestina dan di bawah kesepakatan ini,
PLO dapat kembali ke daerah pendudukan dan memberikan otonomi kepada bangsa
Palestina.
Sumber: cnbcindonesia.com
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 16
Liberation Organization (PLO), hingga proklamasi kemerdekaan Palestina pada 15
November 1988 dan Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang menjalin
hubungan diplomatik dengan Palestina.
b. Diplomasi Indonesia-Palestina
Sejak awal adanya aneksasi Israel di Palestina hingga deklarasi kemerdekaan
Palestina, Indonesia selalu konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.
Indonesia juga menjadi salah satu negara pertama yang melakukan hubungan
diplomatik dengan Palestina. Hal ini diperkuat dengan penandatanganan
hubungan diplomatik di tingkat kedutaan besar pada 19 Oktober 1989.
Penandatanganan dilakukan Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas dan pejabat
PLO, Farouk Kaddoumi.
Pada 1984, 1993, dan 2000 Yasser Arafat berkunjung ke Indonesia dan bertemu
Presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid untuk mencari dukungan tetap
Indonesia kepada Palestina. Pada Oktober 2007, Presiden Mahmoud Abbas
melakukan kunjungan pertamanya ke Indonesia dan bertemu Presiden Susilo
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 17
Bambang Yudhoyono. Dalam kunjungannya kali ini, Palestina menandatangani
beberapa perjanjian dengan Indonesia antara lain dalam bidang komunikasi dan
pendidikan.
Dukungan Indonesia dalam forum GNB selalu disampaikan di setiap KTT yang
digelar. Termasuk pada KTT GNB XV di Mesir di mana Indonesia mendukung hak
menentukan negara sendiri bagi rakyat, termasuk di wilayah yang masih di bawah
pendudukan. Hal ini sejalan dengan dukungan GNB terhadap rakyat Palestina
dalam menentukan nasib sendiri dan untuk mendirikan negara Palestina yang
merdeka dan berdaulat.
Dalam KTT ini, GNB juga meminta Israel melaksanakan resolusi DK PBB untuk
mundur dari Dataran Tinggi Golan hingga perbatasan yang ditetapkan 4 Juni 1967
dan mundur total dari sisa tanah Lebanon yang masih diduduki.
Paling mutakhir, Indonesia meminta semua negara anggota GNB untuk tetap
memberi dukungan terhadap upaya kemerdekaan Palestina. Hal ini disampaikan
dalam KTT GNB XVIII di Baku, Azerbaijan pada 25—26 Oktober 2019. Atas usul
Indonesia ini, tema pembahasan permasalahan Palestina menjadi agenda utama
dalam KTT GNB ini selain masalah pengentasan kemiskinan, keamanan siber,
perubahan iklim, pemberantasan terorisme, dan upaya menentang unilateralisme.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 18
merupakan sebab utama krisis Timur Tengah dan merupakan tantangan serius
bagi perdamaian dan keamanan internasional. Indonesia menyambut baik hasil
Konferensi Annapolis pada Desember 2007, terutama mengingat adanya joint
understanding pada akhir 2008.
Ingat!
Contoh Soal 1
Setelah perjanjian damai Mesir dan Israel pada 1979 yang diikuti dengan perjanjian
damai Israel dan Yordania pada 1994, kesepakatan ini menjadikan UEA sebagai negara
Arab ketiga yang melakukan normalisasi hubungan damai dengan Israel. Bagi sebagian
kalangan, hal ini dianggap mengkhianati proses perjuangan kemerdekaan Palestina.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 19
Jawaban: C
Pembahasan:
Sejak adanya aneksasi Yahudi Israel ke Palestina, Indonesia jelas menolak dengan keras.
Hal ini dianggap sebagai bentuk kolonialisme era modern. Ditambah lagi banyaknya
korban yang jatuh di Palestina akibat aksi kekerasan militer Israel, Indonesia jelas
mengutuk tindakan tersebut. Ketika Israel diproklamasikan sebagai sebuah negara,
Indonesia tidak pernah bersedia mengakui negara tersebut. Oleh karena itu, tidak
pernah ada hubungan diplomatik dan pembukaan kedutaan besar Indonesia di Israel
dan sebaliknya. Di tengah isu Timur Tengah yang semakin memanas dan sikap beberapa
negara Arab yang mulai melunak terhadap Israel, Indonesia tetap konsisten menolak
hubungan diplomatik dengan Israel.
Contoh Soal 2
Pembahasan:
Sejak 1957, Indonesia selalu aktif terlibat dalam misi perdamaian PBB. Hal ini tecermin
dari pengiriman Kontingen Garuda ke beberapa negara. Pengiriman Kontingen Garuda
ini bertujuan untuk menjaga perdamaian setelah konflik di negara-negara terkait.
Dalam rangka menjaga perdamaian di kawasan Asia Tenggara, Indonesia pernah
mengirimkan Kontingen Garuda sebanyak dua periode. Periode pertama terjadi pada
masa Perang Vietnam. Indonesia mengirim Kontingen Garuda V dan VI pada 1973 di
bawah naungan UNEF (United Nations Emergency Force).
Periode kedua terjadi setelah konflik Kamboja. Indonesia mengirim Kontingen Garuda
XII di bawah naungan UNTAC (United Nations Transitional Authority in Cambodia) pada
Juli 1992—April 1993. Hal ini sebagai bentuk konsistensi Indonesia dalam menjaga
perdamaian di kawasan Asia Tenggara.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 20