Anda di halaman 1dari 20

Kurikulum 2013 Revisi

Kelas XII
SEJARAH PEMINATAN
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada
Masa Perang Dingin dan Dampaknya
Terhadap Politik dan Ekonomi Global

Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.


1. Mampu mengetahui dan menganalisis peran aktif Indonesia pada masa Perang
Dingin dan kaitannya terhadap kehidupan politik dan ekonomi global.
2. Mampu mengetahui latar belakang pembentukan Gerakan Non Blok, ASEAN, kerja
sama Utara-Selatan dan masalah Palestina.
3. Mampu mengetahui dan menganalisis peran aktif bangsa Indonesia dalam Gerakan
Non Blok dan ASEAN.
4. Mampu menganalisis peran aktif bangsa Indonesia dalam forum kerja sama Utara-
Selatan dan penyelesaian masalah Palestina.

Sebagai negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II usai, Indonesia dihadapkan pada
kenyataan munculnya dua blok baru di dunia, yakni blok Barat dan Timur, blok liberalis-
kapitalis dan sosialis-komunis. Tentu ini bukanlah hal yang mudah bagi Indonesia, juga
negara-negara dunia ketiga lainnya. Indonesia dan negara-negara lain yang merdeka setelah
Perang Dunia II diharuskan memilih untuk bergabung pada blok Barat yang dipimpin Amerika
Serikat atau blok Timur yang dipimpin Uni Soviet.

Namun, akhirnya Indonesia bersikap. Melalui pidatonya yang berjudul “Mendayung Antara
Dua Karang”, Perdana Menteri Hatta di hadapan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia
Pusat (BP-KNIP) pada 2 September 1948 menyatakan “Tiap-tiap orang di antara kita tentu ada
mempunyai simpati terhadap golongan ini atau golongan itu, tetapi perjuangan bangsa tidak bisa
dipecah dengan menuruti simpati saja, tetapi hendaknya kepada ‘realitet’, kepada kepentingan
Negara setiap waktu”.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global
Pidato Hatta tersebut yang akhirnya menjadi landasan hubungan luar negeri Indonesia yang
dikenal dengan “Politik Bebas Aktif”. “Bebas” berarti tidak memihak satu kelompok mana
pun baik blok Barat maupun Timur dan “aktif” artinya ikut aktif menjaga perdamaian dunia.

Hal ini juga sejalan dengan Pembukaan UUD 1945 ketika Indonesia menyatakan bahwa
kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Maka dengan demikian, Indonesia selalu aktif
dalam memperjuangkan kemerdekaan negara lain, terutama di kawasan Asia-Afrika. Dalam
pembukaan UUD 1945 itu juga disebutkan bahwa Indonesia ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Walau terbilang sebagai negara yang baru, Indonesia selalu mendukung kemerdekaan dan
perdamaian di berbagai negara hingga pada 1955 berhasil menyelenggarakan Konferensi
Asia Afrika (KAA) yang merupakan bentuk dukungan Indonesia terhadap upaya kemerdekaan
negara-negara di Asia dan Afrika. Dilanjutkan dengan Gerakan Non Blok (GNB) hingga ASEAN,
Indonesia selalu konsisten menjaga netralitas dan perdamaian dalam skala global hingga
regional. Indonesia juga ikut aktif mendorong kerja sama ekonomi “Utara-Selatan” guna
menciptakan keadilan sosial bagi negara maju dan negara berkembang. Isu kemerdekaan
dan perdamaian di Palestina juga tidak pernah luput dalam kebijakan luar negeri Indonesia.

Berikut merupakan peran aktif bangsa Indonesia pada masa Perang Dingin dan dampaknya
terhadap kehidupan politik dan ekonomi global.

A. Perkembangan Gerakan Non Blok (GNB)


1. Cikal Bakal Gerakan Non Blok (GNB)
Pecahnya Perang Dingin dan polarisasi dunia menjadi dua kekuatan besar, yakni
Barat dan Timur, menimbulkan kekhawatiran banyak negara di dunia akan pecahnya
Perang Dunia III. Tidak sedikit juga negara-negara di dunia yang tidak mau masuk
dan terlibat dalam salah satu blok yang bertikai.

Ditambah lagi kolonialisme yang masih mewabah di


beberapa negara, terutama negara-negara di kawasan Asia
dan Afrika. Atas dasar tersebut, Perdana Menteri Sri Lanka,
Sir John Kotelawala mengundang empat perdana menteri
dari negara lain untuk mengadakan pertemuan informal di
negaranya.

Gambar 1. Sir John


Undangan tersebut diterima baik oleh semua pemimpin
Kotelawala
Sumber: https://
negara yang diundang. Pertemuan tersebut kemudian
en.wikipedia.org/wiki/John_ dikenal dengan Konferensi Kolombo yang dilaksanakan pada
Kotelawala

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 2
28 April—2 Mei 1954. Adapun lima negara yang menjadi peserta dalam Konferensi
Kolombo adalah:
1. Myanmar (Burma) diwakili oleh U Nu
2. Indonesia diwakili oleh Ali Sastroamidjojo
3. Pakistan diwakili oleh Mohammad Ali Bogra
4. India diwakili oleh Jawaharlal Nehru
5. Sri Lanka sebagai tuan rumah diwakili oleh Sir John Kotelawala

SUPER "Solusi Quipper"

Berikut merupakan negara-negara penggagas KAA beserta perdana menteri


yang mewakilinya:

MIPIS-NULIS BONELA

Myanmar: U Nu
Indonesia: Ali Sastroamidjojo
Pakistan: Mohammad Ali Bogra
India: Jawaharlal Nehru
Sri Lanka: Sir John Kotelawala

Pada Konferensi Kolombo tersebut, melalui Perdana


Menteri Ali Sastroamidjojo, Indonesia mengusulkan
untuk diadakan pertemuan lain yang lebih luas antara
negara-negara Asia-Afrika serta menjelaskan pentingnya
pertemuan tersebut. Alhasil, diadakanlah pertemuan
pendahulu untuk membahas kesiapan Konferensi Asia
Afrika yang dikenal dengan Konferensi Panca Negara yang
diadakan di Bogor pada 28—29 Desember 1954.

Gambar 2. Ali Atas perjuangan Indonesia melalui Perdana Menteri Ali


Sastroamidjojo
Sastroamidjojo, akhirnya berhasil dilaksanakan Konferensi
Sumber: https://
en.wikipedia.org/wiki/Ali_ Asia Afrika (KAA) yang digelar pada 18—24 April 1955
Sastroamidjojo di Bandung. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya
berhasil mendorong adanya pertemuan dan menjadi tuan
rumah KAA, Indonesia juga berhasil memperjuangkan kemerdekaan negara-negara
di Asia dan Afrika.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 3
Pertemuan tersebut dihadiri oleh 29 negara termasuk Indonesia yang melahirkan
satu kesepakatan yang dikenal dengan “Dasasila Bandung”. Inti dari Dasasila Bandung
ini adalah menghormati kedaulatan dan kemerdekaan setiap negara, serta tidak ada
lagi diskriminasi dan tidak ada lagi penindasan di seluruh dunia.
Dalam pertemuan tersebut, para negara yang hadir juga mendeklarasikan komitmen
untuk tidak terlibat dalam konflik Perang Dingin dengan tidak bergabung ke dalam
Blok Barat dan Blok Timur. Negara-negara ini juga berhasil menyatukan kesepakatan
untuk menghadapi kedua blok tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi cikal bakal
berdirinya Gerakan Non Blok (GNB).

2. Latar Belakang dan Perkembangan Gerakan Non Blok (GNB)


Selain kesepakatan negara-negara yang hadir dalam Konferensi Asia Afrika (KAA)
untuk tidak bergabung dalam salah satu blok yang tengah bertikai dalam Perang
Dingin, memanasnya kondisi politik internasional terutama setelah pecahnya
peristiwa Invasi Teluk Babi di Kuba pada 17—19 April 1961 semakin menambah
kekhawatiran banyak negara akan pecahnya Perang Dunia III.

Kondisi inilah yang mempercepat segera dibentuknya Gerakan Non Blok (GNB).
Selain menolak polarisasi dan bergabung ke dalam salah satu blok yang tengah
bertikai, GNB juga bertujuan untuk memperjuangkan nasib sendiri, kemerdekaan
nasional, kedaulatan, dan integritas negara anggota, menentang politik apartheid,
dan tidak memihak pakta militer mana pun. Untuk itu, Indonesia yang diwakili oleh
Presiden Soekarno bersama empat presiden dari empat negara lainnya sepakat
untuk mengadakan pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB pertama di
Beograd, Yugoslavia pada 1—6 September 1961. Berikut negara penggagas GNB:
1. Ghana diwakili oleh Kwame Nkrumah
2. Indonesia diwakili Soekarno
3. Mesir diwakili oleh Ghamal Abdul Nasser
4. India diwakili oleh Jawaharlal Nehru
5. Yugoslavia sebagai tuan rumah diwakili oleh Josip Broz
Tito

Pada awal terbentuknya, GNB hanya beranggotakan 25


negara, namun kini telah mencapai 120 negara anggota. KTT
Gambar 3. Presiden GNB sendiri diadakan tiga tahun sekali. Setelah dibentuk
Yugoslavia, Josip Broz Tito tahun 1961, KTT berikutnya diadakan di Kairo, Mesir pada
Sumber: https://
1964. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 56 negara di mana
en.wikipedia.org/wiki/Josip_
Broz_Tito negara-negara baru berasal dari negara yang baru merdeka
di Afrika.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 4
Hingga saat ini, KTT GNB telah diadakan sebanyak 18 kali dan terakhir diadakan di
Baku, Azerbaijan pada 25—26 Oktober 2019 yang dihadiri 21 kepala negara dan
kepala pemerintahan, 49 pejabat tingkat menteri dan kepala parlemen, serta delegasi
lebih dari 121 negara anggota, pengamat GNB, dan negara tamu.

Setelah Perang Dingin, KTT GNB lebih banyak membahas komitmen bidang
pembangunan ekonomi, restrukturisasi perekonomian internasional, dan kerja sama
atas dasar persamaan hak di antara negara anggota.

3. Indonesia dan Gerakan Non Blok (GNB)


Secara historis, Indonesia merupakan penggagas pembentukan Gerakan Non Blok
(GNB) bersama empat negara lainnya. Dalam perkembangannya, Indonesia selalu
berupaya turut serta dalam memecahkan masalah-masalah dunia berdasarkan
perdamaian, HAM, dan tata ekonomi dunia yang berdasarkan pada asas keadilan.

Peran Indonesia kian terlihat setelah Perang Dingin usai. Ketika banyak negara anggota
mempertanyakan eksistensi GNB dan polarisasi dunia, Indonesia mendorong untuk
fokus ekonomi dan kerja sama antarnegara anggota menjadi isu utama. Berikut
merupakan peran Indonesia dalam GNB setelah usainya Perang Dingin.
a. Menjadi tuan rumah KTT GNB X di Jakarta pada 1992
Dalam KTT GNB X yang diadakan pada 1—7 September 1992 di Jakarta,
ketidakpastian dan keraguan masa depan GNB berhasil ditanggulangi. Melalui
Jakarta Message atau Pesan Jakarta, Indonesia menyampaikan visi baru GNB,
antara lain:
1.) Mengenai relevansi GNB setelah Perang Dingin dan meningkatkan kerja sama
yang konstruktif sebagai komponen integral hubungan internasional.
2.) Menekankan pada kerja sama ekonomi internasional dalam mengisi
kemerdekaan yang berhasil dicapai melalui perjuangan GNB sebelumnya.
3.) Meningkatkan potensi ekonomi anggota GNB melalui peningkatan kerja sama
Selatan-Selatan.

Selaku ketua GNB pada saat itu, Indonesia juga menghidupkan kembali dialog Utara-
Selatan berdasarkan saling ketergantungan yang setara, kesamaan kepentingan
dan manfaat, serta tanggung jawab bersama. Indonesia juga mengupayakan
penyelesaian masalah utang luar negeri negara-negara berkembang. Guna
memperkuat kerja sama Selatan-Selatan, KTT GNB X sepakat mengingkatkan
kerja sama Selatan-Selatan yang berdasarkan prinsip collective self-reliance.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 5
b. Membentuk Pusat Kerja Sama Teknik Selatan-Selatan
Sebagai tindak lanjut dari KTT GNB X, Indonesia dan Brunei Darussalam mendirikan
badan Pusat Kerja sama Teknik Selatan-Selatan GNB atau NAM CSSTC (Non
Aligned Movement Centre for South-South Technical Cooperation) di Jakarta. NAM
CSSTC telah menyelenggarakan berbagai program, kegiatan pelatihan, kajian, dan
lokakarya yang diikuti negara-negara anggota GNB.

Gambar 4. Logo NAM CSSTC

Sumber: http://csstc.org/v_ket1.asp?info=41&mn=4

Kegiatan NAM CSSTC difokuskan pada bidang pengentasan kemiskinan usaha


untuk memajukan usaha kecil menengah, serta penerapan teknologi informasi
komunikasi. Di masa yang akan datang, diharapkan negara-negara anggota, non
anggota GNB, swasta, dan organisasi internasional terdorong untuk terlibat dalam
meningkatkan kerja sama Selatan-Selatan melalui NAM CSSTC.

c. Keikutsertaan Indonesia dalam KTT GNB XV di Mesir


Memasuki abad 21, GNB terus mengembangkan kapasitas dan arah kebijakannya
agar mampu menjadikan keberadaannya tetap relevan tidak hanya bagi negara
anggota, tetapi lebih terkait dengan kontribusinya dalam menghadapi isu-isu
global pada saat itu. Isu-isu yang muncul pada awal abad 21 antara lain masalah
terorisme, konflik intra dan antarnegara, senjata pemusnah massal, dan dampak
globalisasi bidang ekonomi dan teknologi. Dalam konteks ini, GNB memandang
perannya tidak hanya sebagai objek, tetapi sebagai mitra seimbang bagi pemeran
global lainnya.

Dengan demikian, dalam KTT GNB XV yang diadakan di Sharm El-Sheikh, Mesir
pada 11—16 Juli 2009 telah menghasilkan sebuah final document yang berisi
pandangan dan posisi GNB terkait isu-isu internasional.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 6
Indonesia yang diwakili oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga
menyatakan dukungan kemerdekaan bagi Palestina. Indonesia dan anggota GNB
lainnya meminta Israel untuk melaksanakan Resolusi DK (Dewan Keamanan) PBB
dengan mundur dari Dataran Tinggi Golan dan dari wilayah Lebanon yang masih
diduduki.

d. Tehran Final Document


Indonesia kembali aktif terlibat dalam KTT GNB XVI di Teheran, Iran pada 26—
31 Agustus 2012. Indonesia yang diwakili oleh Wakil Presiden Boediono. KTT
kali ini menghasilkan Tehran Final Document yang berisi ajakan perdamaian,
kemerdekaan dan solidaritas Palestina, pembangunan nuklir, Hak Asasi Manusia
(HAM), dialog antarbangsa dan antaragama, serta isu terorisme.

SUPER "Solusi Quipper"

Berikut merupakan negara-negara penggagas GNB beserta kepala negara


yang mewakilinya:

GIMIY – Me-Kar- Se-Ja-Ti

Ghana: Kwame Nkrumah


Indonesia: Soekarno
Mesir: Ghamal Abdul Nasser
India: Jawaharlal Nehru
Yugoslavia: Josep Broz Tito

B. Perkembangan ASEAN
1. Normalisasi Hubungan dengan Malaysia dan Pembentukan ASEAN
Pembentukan forum kerja sama ASEAN (Association of South East Asia Nations) tidak
lepas dari upaya normalisasi hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Konfrontasi
Indonesia-Malaysia yang terjadi pada 1962 hingga 1966 membuat hubungan
keduanya renggang. Namun, pada 29 Mei—1 Juni 1966 diadakan perundingan di
Bangkok yang berujung pada normalisasi hubungan kedua negara. Pada 11 Agustus
1966 penandatanganan persetujuan pemulihan hubungan antara Indonesia dan
Malaysia pun ditandatangani di Jakarta oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik dan
Menteri Luar Negeri Malaysia, Tun Abdul Razak.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 7
Sebelumnya pada 2 Juni 1966, atas perantara Duta Besar Pakistan untuk Myanmar,
Habibur Rachman, hubungan Indonesia dengan Singapura juga berhasil dipulihkan.
Sebelumnya Indonesia menyatakan nota pengakuan kepada Perdana Menteri
Singapura, Lee Kuan Yew dan Singapura pun menyampaikan nota kesediaan untuk
mengadakan hubungan diplomatik dengan Indonesia.

Indonesia, Malaysia, dan Singapura kemudian bersama


Filipina dan Thailand membentuk ASEAN atau Perbara
(Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara). Pada 8
Agustus 1967 terbentuklah forum kerja sama regional
Asia Tenggara (ASEAN). Berikut merupakan pelopor dari
terbentuknya ASEAN:
• Indonesia diwakili oleh Adam Malik
• Malaysia diwakili oleh Tun Abdul Razak
• Singapura diwakili oleh S. Rajaratnam
Gambar 5. Adam Malik, wakil • Filipina diwakili oleh Narcisco Ramos
Indonesia dalam deklarasi
• Thailand diwakili oleh Thanat Khoman
ASEAN
Sumber: https://en.wikipedia.
org/wiki/Adam_Malik Tujuan utama pembentukan ASEAN sendiri adalah
mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan
perkembangan budaya di Asia Tenggara, serta mempromosikan perdamaian dan
stabilitas kawasan/regional dalam kerangka prinsip-prinsip piagam PBB.

2. Peran Indonesia dalam ASEAN


Selain sebagai deklarator pembentukan ASEAN, dalam perkembangannya, Indonesia
juga memiliki banyak peran penting dalam forum kerja sama regional tersebut.
Berikut berbagai peran Indonesia dalam forum ASEAN:
a. Tuan Rumah KTT ASEAN Pertama
Pada 23—24 Februari 1976, Indonesia berhasil menyelenggarakan KTT ASEAN
pertama di Bali. Pada pertemuan ini dihasilkan kesepakatan yang disebut dengan
Bali Concord yang salah satunya berhasil digagas Deklarasi Kerukunan, Perjanjian
Persahabatan, dan Kerja sama atau Treaty of Amity and Cooperation in Southeast
Asia (TAC). Secara umum, TAC pada dasarnya dibuat untuk mengatasi konflik dan
pertentangan dalam lingkup Asia Tenggara serta tidak akan adanya penggunaan
ancaman atau kekerasan dalam rangka menyelesaikan masalah antarnegara.

Dalam KTT pertama ini, disetujui pembentukan Sekretariat ASEAN yang berfungsi
untuk meningkatkan koordinasi antarbadan ASEAN dan implementasi berbagai
kegiatan dan proyek dalam kerangka kerja sama ASEAN. Sekretariat ASEAN
dipimpin Sekretaris Jenderal. Kantor Sekretariat ASEAN sendiri berada di Jakarta.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 8
KTT ASEAN pertama ini juga menjadi cikal bakal dari KTT ASEAN selanjutnya dan
menjadi pertemuan tingkat tinggi para kepala negara/pemerintahan negara
anggota.

Ingat!

Indonesia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal ASEAN sebanyak


tiga kali. Berikut tokoh-tokoh beserta masa jabatannya:
1. Hartono Rekso Dharsono periode 7 Juni 1976—18 Februari 1978.
2. Umarjadi Notowijono periode 19 Februari 1978—30 Juni 1978.
3. Rusli Noor periode 17 Juli 1989—1 Januari 1993.

b. Menjaga Perdamaian di Asia Tenggara


Sebagai negara deklarator ASEAN, Indonesia konsisten menjaga perdamaian di
kawasan Asia Tenggara. Salah satunya adalah membantu menyelesaikan konflik
Kamboja. Indonesia menggagas diadakannya pertemuan Jakarta Informal Meeting
pada 25—28 Juli 1988 untuk mempertemukan faksi-faksi yang bertikai di Kamboja
plus perwakilan Vietnam.

Pada JIM I ini disepakati usulan gencatan senjata antara dua faksi yang bertikai
di Kamboja dan penarikan pasukan Vietnam dari Kamboja, serta penggabungan
kelompok bersenjata yang ada di Kamboja menjadi satu kesatuan. Hasil JIM I ini
kemudian dilanjutkan dalam JIM II pada 19—21 Februari 1989 yang dihadiri oleh
enam Menteri Luar Negeri ASEAN, Menteri Luar Negeri Vietnam, dan kelompok-
kelompok yang bertikai di Kamboja. JIM II ini berhasil menyepakati penarikan
pasukan Vietnam dari Kamboja dan penyelenggaraan pemilihan umum yang
akan dibahas lebih lanjut dalam Perjanjian Paris, 23 Oktober 1991.

c. Tuan Rumah KTT ASEAN ke-9


Indonesia menjadi tuan rumah KTT ASEAN ke-9 yang diadakan pada 7—8 Oktober
2003 di Bali. Pertemuan ini kemudian menyepakati Bali Concord II yang berisi
pembentukan tiga komunitas, yakni ASEAN Economic Community (AEC) sebagai
entitas ekonomi terpadu Asia Tenggara, ASEAN Community Security (ASC) sebagai
forum keamanan bersama ASEAN, dan ASEAN Sosio-Cultural Community (ASCC).

ASC dan ASSC kemudian secara tersendiri dibahas dalam KTT ASEAN ke-14 di
Thailand pada 2009, sedangkan AEC dibahas dalam Pertemuan Menteri Luar
Negeri ASEAN ke-39 pada 2007. Pertemuan ini juga membahas keputusan
pemerintah Myanmar untuk mengizinkan Suu Kyi kembali ke kediamannya dan
membuka kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk bertemu
Suu Kyi.
Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 9
d. Menggagas Pembentukan APSC
Sejak KTT ASEAN ke-13 tahun 2007 di Singapura, Indonesia mendorong agar
dibentuk konsep Komunitas Politik Keamanan ASEAN (Asean Political-Security
Community)/APSC sebagai bagian dari konsep ASEAN Security Community. APSC
ini pada awalnya bertujuan untuk memperkuat demokrasi, meningkatkan tata
pemerintahan yang baik, supremasi hukum, dan mempromosikan Hak Asasi
Manusia dan kebebasan fundamental dengan memperhatikan hak dan tanggung
jawab seluruh negara anggota ASEAN.

Konsep dan gagasan ini akhirnya berhasil disahkan pada KTT ASEAN ke-14 di
Thailand pada 2009 dan dituangkan dalam Deklarasi Cha-am, Hua Hin. Dalam
penyusunan APSC, Indonesia memainkan peran penting dan mengusulkan
beberapa poin penting. Berikut usulan Indonesia yang diterima dalam APSC:
1.) Mendorong pengamatan pemilihan umum sukarela
2.) Membentuk Komisi Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak
3.) Memasukkan elemen memerangi korupsi dan pemajuan prinsip demokrasi
4.) Menggagas pembentukan ASEAN Institue for Peace and Reconciliation
5.) Menggagas pembentukan ASEAN Maritime Forum
6.) Membentuk kerja sama penanganan illegal fishing
7.) Menyusun instrumen ASEAN tentang Hak Pekerja Migran

C. Kerja Sama Negara-Negara Kawasan Utara dan Selatan


1. G-7, G-77, dan G-15
Secara sederhana, forum kerja sama G-7 (Group of Seven) adalah kelompok
negara-negara yang berpendapatan tinggi dan mempunyai kekuatan utama di
bidang ekonomi, serta memiliki unsur demokrasi dalam pemerintahan. Forum ini
bukan suatu institusi resmi karena tidak memiliki struktur organisasi maupun kantor
sekretariat bersama.

Pertemuan pertama diadakan di Prancis pada November 1975. Forum ini


beranggotakan Prancis, Jerman, Italia, Inggris, Jepang, Amerika Serikat, dan Kanada.
G7 berawal dari pertemuan antara Giscard D’Estaing dari Prancis dan Helmut
Schmidt dari Jerman untuk membahas keadaan ekonomi global terutama akibat
dari krisis minyak di Timur Tengah.

Melihat negara-negara G-7 secara geografis terletak di utara khatulistiwa, maka


muncul pandangan negara-negara Utara adalah negara-negara maju yang merupakan
negara industri, pendapatan perkapita tinggi, dan kualitas hidup rakyatnya yang
sudah baik.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 10
Sebagai antitesisnya, kelompok negara berkembang bergabung dalam G-77. Kelompok
ini sebenarnya sudah lebih awal berdiri, yakni pada 15 Juni 1964 yang dibentuk
pada saat sidang sesi pertema United Nations Conference on Trade and Development
(UNCTAD) di Jenewa. Forum ini pada dasarnya adalah forum yang berusaha untuk
mendorong kerja sama internasional bidang pembangunan, terutama bagi negara-
negara berkembang. Dalam perkembangannya, negara G-77 menjadi representasi
dari negara-negara Selatan mengingat negara-negara berkembang yang tergabung
dalam forum ini secara geografis terletak di selatan khatulistiwa.

Pada KTT GNB IX di Beograd pada September 1989, 15 negara berkembang


termasuk Indonesia membentuk Kelompok Tingkat Tinggi untuk Konsultasi dan
Kerja sama Selatan-Selatan. Kelompok tingkat tinggi ini kemudian lebih dikenal
dengan nama G-15. Meskipun diumumkan pada kesempatan KTT GNB, G-15 secara
organisasi bukan bagian dari GNB. Indonesia bersama 14 negara lainnya mendorong
pendayagunaan potensi kerja sama sesama negara berkembang dan sebagai upaya
untuk mengaktifkan kembali dialog Utara-Selatan.

Pada era Perang Dingin, Utara dan Selatan memang belum menjadi perhatian utama,
tetapi sudah mulai muncul pemikiran mengenai ketimpangan ekonomi yang terjadi
antara Utara dan Selatan. Namun, pembahasan kerja sama antara Utara dan selatan
baru muncul setelah Perang Dingin usai.

2. Berakhirnya Perang Dingin dan Kerja Sama Utara-Selatan


Setelah berakhirnya Perang Dingin, polarisasi Utara-Selatan semakin menguat di
mana isu kemiskinan di negara-negara Selatan dan kesenjangan ekonomi antara
negara Utara dan Selatan semakin banyak dibahas. Indonesia sebagai negara anggota
GNB mendorong agar GNB lebih fokus pada pembangunan ekonomi negara-negara
berkembang, pengentasan kemiskinan, dan lingkungan hidup setelah Perang Dingin.

Dalam KTT GNB X di Jakarta pada 1992, Indonesia agar mendorong semakin
intensifnya kerja sama internasional meningkatkan kerja sama Utara-Selatan dan
Selatan-Selatan. Indonesia juga ingin menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan
berdasarkan saling ketergantungan yang setara, kesamaan kepentingan dan manfaat,
serta tanggung jawab bersama. Indonesia juga ingin mengupayakan penyelesaian
masalah utang luar negeri negara-negara berkembang.

Hubungan kerja sama Utara-Selatan pun dapat dikembangkan dengan cara-cara


berikut:
a. Negara Utara menanamkan modalnya ke Selatan. Dari kerja sama tersebut,
keuntungan dapat dinikmati kedua belah pihak sehingga tidak ada lagi pola

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 11
dominasi-subordinasi. Bentuk kerja sama Utara-Selatan harus menciptakan
kemakmuran bagi kedua belah pihak.
b. Negara-negara Utara tidak boleh memaksakan model pembangunan mereka ke
negara-negara Selatan. Konsep pembangunan yang bebas dan seimbang harus
diterapkan agar tidak muncul kemiskinan di negara-negara Selatan.
c. Sikap simbiosis mutualisme harus dikembangkan antara Utara dan Selatan.
Negara Utara yang berkembang dalam teknologi harus mau membantu negara
Selatan yang kaya akan sumber daya. Dengan demikian, hubungan tidak hanya
sebatas eksploitasi.
d. Bentuk kerja sama lain yang dapat dilakukan adalah pinjaman modal dari negara-
negara Utara ke negara-negara Selatan yang digunakan untuk membangkitkan
perekonomian dalam negeri.

3. Peran Indonesia dalam Kerja Sama Utara-Selatan


Melalui berbagai forum kerja sama, Indonesia selalu mendorong adanya kerja sama
yang baik antara Utara dan Selatan. Mulai dari GNB, G-77, APEC, hingga ASEAN Plus
Three (APT). Dalam GNB, peran Indonesia sudah terlihat sejak awal terbentuknya
GNB, yakni dalam memperjuangkan kesetaraan negara maju dan berkembang.
Terlebih sejak KTT GNB X yang diadakan di Jakarta. Indonesia berperan penting dalam
menentukan visi baru GNB setelah Perang Dingin.

Dalam G-77, Indonesia selalu mendorong solidaritas yang kuat antarnegara anggota
agar dapat mencapai tujuan bersama negara berkembang dalam bidang ekonomi
dan pembangunan. Sejak berdiri, Indonesia telah memainkan peran penting
dalam forum G-77 agar forum ini dapat terlibat secara aktif dalam perumusan dan
penerapan resolusi dan keputusan penting terkait isu-isu pembangunan di PBB agar
tidak terjadi ketimpangan antara negara Utara dan Selatan.

Dalam forum APEC (Asia Pacific Economic Cooperation), Indonesia juga memiliki peran
yang sangat penting. Selain sebagai salah satu negara awal dalam APEC, Indonesia
juga pernah menjadi pemimpin APEC pada 1994. Sejak didirikan pada 1989, APEC
belum memiliki arah yang jelas. Kejelasan itu baru terlihat ketika KTT APEC 1994
yang diadakan di Bogor. Pertemuan ini melahirkan Bogor Declaration dan Bogor Goals
yang intinya menentang blok perdagangan yang tertutup dan merealisasikan sistem
perdagangan bebas dan investasi di kawasan Asia Pasifik.

Melalui Bogor Declaration dan Bogor Goals ini, Indonesia aktif mendorong kerja sama
yang berkeadilan antarnegara anggota APEC, mengingat APEC adalah forum lintas
kontinental yang negara anggotaya memiliki latar belakang ekonomi yang beragam.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 12
Selain forum-forum yang telah disebutkan sebelumnya, Indonesia juga aktif dalam
forum kerja sama ASEAN Plus Three (APT). APT sendiri mulai terbentuk sejak tahun
1997 yang melibatkan tiga negara Asia Timur, yaitu Tiongkok, Jepang, dan Korea
Selatan. Forum ini dinilai cukup penting mengingat negara-negara anggota ASEAN
didominasi oleh negara berkembang. Kerja sama APT mencakup perdagangan,
investasi, keuangan, perbankan, transfer teknologi, industri, pertanian, pariwisata,
dan pengembangan iptek. Kerja sama APT juga dikembangkan pada penyusunan
Master Plan on ASEAN Connectivity, kajian kedua gagasan pembentukan East Asia Free
Trade Area (EAFTA), dan Comprehensive Economic Partnership in East Asia (CEPEA). Dari
seluruh forum kerja sama tersebut, peran Indonesia tidak perlu diragukan lagi dalam
mendukung kerja sama kawasan Utara-Selatan.

D. Masalah Palestina
1. Latar Belakang Masalah Palestina
Latar belakang masalah Palestina sebenarnya berawal dari sengketa akibat
pendudukan yang dilakukan oleh gerakan Zionisme Yahudi yang ingin mendirikan
negara khusus bagi bangsa Yahudi di tanah Palestina. Gerakan zionisme secara
formal dipelopori Theodore Herzl pada tahun 1895 yang merupakan ketua komunitas
Yahudi yang berada di Inggris walaupun secara religi dan kultural, gerakan ini sudah
dimulai sejak 1882.

Secara historis, bangsa Yahudi adalah bangsa yang berdiaspora atau tersebar ke
berbagai wilayah. Untuk itu, mereka ingin mendirikan negara khusus bagi bangsa
Yahudi dan bangsa Yahudi yang berdiaspora untuk kembali dan menetap di wilayah
tersebut.

Wilayah yang dimaksud adalah wilayah geografis yang terletak di antara Laut
Mediterania dan Sungai Jordan. Di wilayah tersebut, terdapat kota suci bagi tiga umat
agama Samawi, yakni Islam, Kristen, dan Yahudi itu sendiri. Sebenarnya, tidak semua
bangsa Yahudi setuju pada konsep zionisme tersebut. Sebagian meyakini bahwa
bangsa Yahudi adalah bangsa yang terlahir sebagai bangsa yang berdiaspora dan
tidak memiliki tujuan membentuk negara khusus bangsa Yahudi.

Titik terang bangsa Yahudi untuk mendirikan negara sendiri muncul pada rentang
1914—1917. Pada 1914 ketika dimulainya Perang Dunia I, Inggris mulai menyusun
strategi politik untuk masa depan wilayah Palestina, wilayah yang saat itu masuk
wilayah Turki Utsmani. Tujuan Inggris itu tentu untuk menguntungkan Inggris sendiri.
Untuk memperlancar tujuannya tersebut, Inggris mulai menjalin kedekatan dengan
Federasi Zionisme di Inggris dan Irlandia.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 13
Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur Balfour mulai menjalin kedekatan dengan Lord
Walter Rotschild, pemimpin Federasi Zionisme Yahudi di Inggris. Puncak kedekatan
antara pemerintah Inggris dan Federasi Zionisme terjadi pada 7 Februari 1917
ketika dideklarasikan suatu pernyataan yang kemudian dikenal dengan Deklarasi
Balfour. Deklarasi Balfour menjadi pernyataan resmi dari pemerintah Inggris untuk
mendukung pendirian tanah air bagi orang-orang Yahudi di Palestina.

Pada 9 November 1917, pers Inggris mulai merilis deklarasi ini ke publik dan
diikuti dengan semakin banyaknya rombongan imigran bangsa Yahudi bermigrasi
ke Palestina. Masalah paling mendasar dari deklarasi ini adalah ketiadaan warga
Palestina dalam pembicaraan awal, diskusi rancangan, hingga tahap deklarasi akhir,
sehingga deklarasi ini dianggap sebagai awal masalah konflik Israel-Palestina atau
Israel dengan negara Arab lainnya.

Proses panjang sejak akhir abad ke-19 hingga Deklarasi Balfour terlihat membuahkan
hasil bagi bangsa Yahudi pada 1948. Orang-orang Yahudi di Palestina saat itu sudah
menjelma menjadi kekuatan militer yang sanggup mengusir dan membunuh lebih
banyak warga lokal. Di tahun yang sama pula, tepatnya 15 Mei 1948, David Ben
Gurion yang kemudian menjabat sebagai Perdana Menteri, memproklamasikan
berdirinya negara Israel. Setelah proklamasi tersebut, pada 1948—1950, rata-rata
pertumbuhan populasi Yahudi mencapai 24% setiap tahun dan antara 1948—1952
jumlah imigran Yahudi yang datang mencapai 711.000 orang.

Kedatangan orang-orang Yahudi dalam jumlah yang


semakin besar ke Palestina membuat rakyat Palestina
marah. Melihat hal tersebut, pada 29 November 1947,
PBB memutuskan membagi wilayah Palestina berdasarkan
Resolusi PBB No. 181 (II) bahwa wilayah Palestina yang
sebelumnya adalah wilayah mandat Inggris menjadi dua
bagian, yaitu bagi kelompok Arab Palestina dan bagi bangsa
Yahudi. Namun, resolusi ini juga tidak mampu memecahkan
masalah wilayah dan migrasi besar-besaran bangsa Yahudi
Gambar 6. David Ben ke Palestina.
Gurion
Sumber: https://
id.wikipedia.org/wiki/David_
Ben-Gurion

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 14
2. Perjuangan Bangsa Palestina
Melihat perkembangan negara Israel yang semakin besar dari tahun ke tahun dan
semakin banyak populasi Yahudi Israel, Palestina dibantu oleh negara-negara Arab
mulai memikirkan cara untuk menghadapi Israel. Pada 1964, Liga Arab mengadakan
pertemuan di Kairo membahas pembentukan organisasi yang mampu menyatukan
perjuangan rakyat Palestina. Mengingat saat itu, rakyat Palestina masih berjuang
sendiri-sendiri secara sporadis dan tidak terorganisasi.

Sebagai tindak lanjutnya, pada 28 Mei 1964, Dewan Nasional Palestina


menyelenggarakan sidang di Jerusalem untuk secara resmi mendirikan Organisasi
Pembebasan Palestina (Palestine Liberation Organization) atau PLO.

Memasuki tahun 1967, konflik Israel-Palestina semakin memanas dan memasuki


babak baru. Dalam Perang Enam Hari pada 5—10 Juni 1967, Israel telah berhasil
mencaplok sisa wilayah Palestina, mulai dari Tepi Barat, Jerusalem bagian timur, Jalur
Gaza, Dataran Tinggi Golan di Suriah, dan Semenanjung Sinai di Mesir.

Setelah Perang Enam Hari tersebut, PLO semakin solid


dengan bergabungnya pemimpin-pemimpin pejuang
gerilya. Salah satunya adalah Fatah yang terbentuk pada
1959 sebagai suatu gerakan massa sipil dan menjadi partai
politik pada 1965. Salah satu tokoh yang cukup dominan
adalah Yasser Arafat yang kelak menjadi pemimpin PLO
pada 1969.

Di tahun pertamanya ia memimpin PLO, tercatat 2.432


Gambar 7. Yasser Arafat serangan gerilya ke Israel. Di level internasional, ia
Sumber: https://
dikenal sebagai wajah perjuangan rakyat Palestina. Atas
en.wikipedia.org/wiki/
Yasser_Arafat perjuangannya, PLO berhasil mendapat status peninjau
di Sidang Umum PBB pada 1974 dan pada 15 November
1988 PLO mengumumkan berdirinya negara Palestina dari
markas besarnya di Aljazair dan membuka kantor kedutaan Palestina di beberapa
negara Timur Tengah dan Indonesia.

Selain menempuh upaya diplomasi, perjuangan Palestina juga ditempuh melalui


gerakan intifadha, yakni gerakan perlawanan rakyat Palestina terhadap pendudukan
Israel di Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Jerusalem Timur. Intifadha pertama pecah pada
1987 hingga Perjanjian Oslo ditandatangani.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 15
Berbagai upaya perjuangan telah dilakukan. Mulai dari diplomasi hingga perang
gerilya. Mulai dari Perjanjian Camp David hingga Perjanjian Oslo. Namun, konflik
Israel-Palestina belum juga menemui titik terang.

Seperti dalam Perjanjian Oslo pada 13 September 1993, Yasser Arafat dan Yitzhak
Rabin menandatangani perjanjian di Washington DC yang kemudian menjadi dasar
negosiasi di Oslo, Norwegia. Namun, pembicaraan menuju solusi dua negara pun
tetap gagal. PLO-Israel mencoba mencari kesepakatan yang saling menguntungkan.

Melalui perundingan yang panjang, pada 28 September 1995, Arafat dan Rabin berhasil
menandatangani Kesepakatan Interim Israel-Palestina dan di bawah kesepakatan ini,
PLO dapat kembali ke daerah pendudukan dan memberikan otonomi kepada bangsa
Palestina.

Gambar 8. Peta Wilayah Palestina dari Masa ke Masa

Sumber: cnbcindonesia.com

Sejak pertemuan pada 1995 tersebut, tercatat beberapa perjanjian kerap


ditandatangani kedua belah pihak. Mulai dari Perjanjian Wye River yang ditandatangani
Benjamin Netanyahu dan Yasser Arafat pada 23 Oktober 1998, hingga Road Map for
Peace yang disponsori oleh Amerika Serikat, Rusia, dan PBB tahun 2003 yang berisi
tentang pendirian negara Palestina dan pembagian wilayah Ibu Kota Jerusalem.
Namun, hingga kini masalah Palestina masih terus berlanjut dan selalu menjadi
agenda utama pembicaraan di beberapa forum internasional, mulai dari PBB hingga
OKI (Organisasi Konferensi Islam).

3. Peran Indonesia dalam Perdamaian Palestina


Sejak awal terbentuknya Israel, Indonesia selalu menolak pengakuan kedaulatan
kepada negara tersebut dan tetap konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.
Dukungan Indonesia kepada Palestina semakin terlihat ketika terbentuk Palestine

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 16
Liberation Organization (PLO), hingga proklamasi kemerdekaan Palestina pada 15
November 1988 dan Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang menjalin
hubungan diplomatik dengan Palestina.

Berikut bentuk dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan dan perdamaian


Palestina:
a. Dukungan Indonesia dalam Forum PBB
Indonesia selalu mengangkat isu Palestina di berbagai sidang Dewan Keamanan
(DK) PBB. Paling terakhir, dukungan Indonesia disampaikan dalam Debat Terbuka
DK PBB tentang situasi di Timur Tengah pada 28 Oktober 2019. Utusan Tetap
Indonesia untuk PBB, Dian Triansyah Djani menyatakan bahwa Israel harus
menghentikan pembangunan ilegal dan provokasi di tempat-tempat suci di
wilayah pendudukan Palestina. Tindakan ini dianggap telah melanggar hukum
internasional dan resolusi DK PBB sendiri.

Mengingat konflik Palestina ini mengakibatkan permasalahan kemanusiaan


yang besar, Indonesia mengajak dunia internasional mendukung UNRWA
(United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees) dalam melindungi
dan membantu seluruh rakyat Palestina. Indonesia selalu mencari dukungan
komunitas internasional dan anggota DK PBB untuk mencapai penyelesaian yang
efektif dan sejalan dengan hukum internasional dan prinsip-prinsip Piagam PBB.

b. Diplomasi Indonesia-Palestina
Sejak awal adanya aneksasi Israel di Palestina hingga deklarasi kemerdekaan
Palestina, Indonesia selalu konsisten mendukung kemerdekaan Palestina.
Indonesia juga menjadi salah satu negara pertama yang melakukan hubungan
diplomatik dengan Palestina. Hal ini diperkuat dengan penandatanganan
hubungan diplomatik di tingkat kedutaan besar pada 19 Oktober 1989.
Penandatanganan dilakukan Menteri Luar Negeri Indonesia, Ali Alatas dan pejabat
PLO, Farouk Kaddoumi.

Setelah upacara penandatanganan, dibukalah Kedutaan Besar Palestina di


Jakarta dan Indonesia menugaskan Kepala Misinya ke Republik Tunisia sebagai
Duta Besar non-residen untuk Palestina hingga 1 Juni 2004 ketika penugasan
diserahkan kepada Duta Besar Indonesia untuk Kerajaan Yordania di Amman.

Pada 1984, 1993, dan 2000 Yasser Arafat berkunjung ke Indonesia dan bertemu
Presiden Soeharto dan Abdurrahman Wahid untuk mencari dukungan tetap
Indonesia kepada Palestina. Pada Oktober 2007, Presiden Mahmoud Abbas
melakukan kunjungan pertamanya ke Indonesia dan bertemu Presiden Susilo

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 17
Bambang Yudhoyono. Dalam kunjungannya kali ini, Palestina menandatangani
beberapa perjanjian dengan Indonesia antara lain dalam bidang komunikasi dan
pendidikan.

Hingga saat ini, hubungan diplomatik Indonesia-Palestina masih berjalan dengan


baik dan Indonesia selalu mengutuk kekerasan dan pelanggaran HAM yang
dilakukan Israel terhadap Palestina.

c. Dukungan Indonesia dalam GNB


Dalam forum GNB, dukungan Indonesia terhadap Palestina terlihat dalam KTT
GNB X di Jakarta 1992, di mana Indonesia mengundang Palestina untuk hadir
dalam KTT GNB tersebut dan mengajak seluruh anggota GNB untuk mendukung
Palestina.

Dukungan Indonesia dalam forum GNB selalu disampaikan di setiap KTT yang
digelar. Termasuk pada KTT GNB XV di Mesir di mana Indonesia mendukung hak
menentukan negara sendiri bagi rakyat, termasuk di wilayah yang masih di bawah
pendudukan. Hal ini sejalan dengan dukungan GNB terhadap rakyat Palestina
dalam menentukan nasib sendiri dan untuk mendirikan negara Palestina yang
merdeka dan berdaulat.

Dalam KTT ini, GNB juga meminta Israel melaksanakan resolusi DK PBB untuk
mundur dari Dataran Tinggi Golan hingga perbatasan yang ditetapkan 4 Juni 1967
dan mundur total dari sisa tanah Lebanon yang masih diduduki.

Paling mutakhir, Indonesia meminta semua negara anggota GNB untuk tetap
memberi dukungan terhadap upaya kemerdekaan Palestina. Hal ini disampaikan
dalam KTT GNB XVIII di Baku, Azerbaijan pada 25—26 Oktober 2019. Atas usul
Indonesia ini, tema pembahasan permasalahan Palestina menjadi agenda utama
dalam KTT GNB ini selain masalah pengentasan kemiskinan, keamanan siber,
perubahan iklim, pemberantasan terorisme, dan upaya menentang unilateralisme.

d. Dukungan Indonesia dalam OKI


Sejak awal berdirinya, OKI menjadikan pembahasan masalah Palestina sebagai
agenda utama. Berawal dari pembakaran Masjid Al-Aqsa hingga solidaritas
negara anggota OKI terhadap upaya kemerdekaan Palestina. Seperti pada KTT
OKI XI pada 14 Maret 2008 menghasilkan Resolutions on the Cause of Palestine, the
City of Al-Quds Al-Sharif anf the Arab-Israel Conflict.

Dalam KTT tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan


pidato yang salah satu isinya menyatakan bahwa konflik Israel-Palestina

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 18
merupakan sebab utama krisis Timur Tengah dan merupakan tantangan serius
bagi perdamaian dan keamanan internasional. Indonesia menyambut baik hasil
Konferensi Annapolis pada Desember 2007, terutama mengingat adanya joint
understanding pada akhir 2008.

Dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina terus mengalir dalam


forum OKI. Dalam pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI pada 25 Mei
2009, Indonesia menyampaikan pidato terkait masalah kemiskinan, kemanusiaan,
dan isu Palestina.

Indonesia selalu konsisten mendukung Palestina dan mengajak komunitas-


komunitas internasional untuk mendukung negara Palestina yang merdeka dan
memberi bantuan yang diperlukan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat
Palestina.

Ingat!

Dalam berbagai forum internasional, Indonesia telah memberi dukungan


bagi berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat. Realisasi dari
dukungan tersebut, yaitu pengakuan terhadap berdirinya negara Palestina
pada 15 November 1988 hingga pembukaan hubungan diplomatik kedua
negara pada 19 Oktober 1989.

Contoh Soal 1

Setelah perjanjian damai Mesir dan Israel pada 1979 yang diikuti dengan perjanjian
damai Israel dan Yordania pada 1994, kesepakatan ini menjadikan UEA sebagai negara
Arab ketiga yang melakukan normalisasi hubungan damai dengan Israel. Bagi sebagian
kalangan, hal ini dianggap mengkhianati proses perjuangan kemerdekaan Palestina.

Berbeda dengan UEA, bentuk konsistensi Indonesia dalam mendukung kemerdekaan


Palestina dapat terlihat dalam ....
A. Memperjuangkan kemerdekaan Palestina dalam forum PBB
B. Mengajak negara-negara Arab untuk mendukung Palestina
C. Tidak mengakui kedaulatan Israel
D. Mencari dukungan negara-negara OKI untuk Palestina
E. Memutuskan hubungan diplomatik dengan Israel

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 19
Jawaban: C
Pembahasan:
Sejak adanya aneksasi Yahudi Israel ke Palestina, Indonesia jelas menolak dengan keras.
Hal ini dianggap sebagai bentuk kolonialisme era modern. Ditambah lagi banyaknya
korban yang jatuh di Palestina akibat aksi kekerasan militer Israel, Indonesia jelas
mengutuk tindakan tersebut. Ketika Israel diproklamasikan sebagai sebuah negara,
Indonesia tidak pernah bersedia mengakui negara tersebut. Oleh karena itu, tidak
pernah ada hubungan diplomatik dan pembukaan kedutaan besar Indonesia di Israel
dan sebaliknya. Di tengah isu Timur Tengah yang semakin memanas dan sikap beberapa
negara Arab yang mulai melunak terhadap Israel, Indonesia tetap konsisten menolak
hubungan diplomatik dengan Israel.

Contoh Soal 2

Untuk menjaga perdamaian di Kamboja setelah konflik yang berkepanjangan, Indonesia


mengirim Kontingen Garuda XII sebagai bagian dari pasukan perdamaian PBB pada
tahun 1992. Selain Kamboja, Indonesia juga pernah mengirim pasukan serupa ke negara
Asia Tenggara lainnya. Negara Asia Tenggara yang dimaksud adalah ....
A. Laos
B. Myanmar
C. Vietnam
D. Timor Leste
E. Filipina
Jawaban: C

Pembahasan:
Sejak 1957, Indonesia selalu aktif terlibat dalam misi perdamaian PBB. Hal ini tecermin
dari pengiriman Kontingen Garuda ke beberapa negara. Pengiriman Kontingen Garuda
ini bertujuan untuk menjaga perdamaian setelah konflik di negara-negara terkait.
Dalam rangka menjaga perdamaian di kawasan Asia Tenggara, Indonesia pernah
mengirimkan Kontingen Garuda sebanyak dua periode. Periode pertama terjadi pada
masa Perang Vietnam. Indonesia mengirim Kontingen Garuda V dan VI pada 1973 di
bawah naungan UNEF (United Nations Emergency Force).

Periode kedua terjadi setelah konflik Kamboja. Indonesia mengirim Kontingen Garuda
XII di bawah naungan UNTAC (United Nations Transitional Authority in Cambodia) pada
Juli 1992—April 1993. Hal ini sebagai bentuk konsistensi Indonesia dalam menjaga
perdamaian di kawasan Asia Tenggara.

Peran Aktif Bangsa Indonesia pada Masa Perang Dingin dan Dampaknya Terhadap Politik dan Ekonomi Global 20

Anda mungkin juga menyukai