Anda di halaman 1dari 40

Organisasi Regional

Organisasi regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa negara
tertentu saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat regional,
dan keanggotaan hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan tertentu saja.
Berikut ini merupakan contoh dari organisasi regional

Latar Belakang GNB


Tujuan pembentukan Gerakan Nonblok (GNB) adalah untuk mempertahankan diri dengan jalan
mempersatukan diri di antara negara2 netral guna menghadapi intervensi negara adikuasa (Blok
Barat yang dipimpin USA dan Blok Timur di bawah pimpinan USSR).
Konsep Nonblok adalah tidak berpihak pada salah satu blok, baik itu blok Barat maupun blok Timur.
Faktor pendorong berdirinya GNB:
1. Persamaan nasib bangsa2 yang pernah dijajah telah menimbulkan penggalangan solidaritas
untuk mengenyahkan kolonialisme.
2. Terjadinya Perang Dingin dan ketegangan dunia akibat persaingan antara blok barat dan blok
Timur.
3. Terjadinya Krisis Kuba yang mengancam perdamaian dunia.
4. Pertemuan di Kairo pada 1961 untuk mempersiapkan KTT I GNB.
Landasan Keputusan GNB:
Kebebasan dan ketidaktergantungannya berdasarkan kepentingan nasional dan internasional.
Beberapa tujuan GNB sebagai suatu organisasi adalah:
1. Mendukung perjuangan dekolonisasi.
2. Memegang teguh perlawanan terhadap imperialisme, neokolonialisme, dan rasialisme.
3. Sebagai wadah perjuangan bagi negara2 berkembang dalam mencapai tujuannya.
4. Mengurangi ketegangan antara blok Barat dan blok Timur.
5. Mengadakan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan kekerasan.
Prinsip2 GNB sbb:
1. Tidak memihak pada salah satu blok dalam persaingan antara blok Barat dan blok Timur.
2. Berpihak pada perjuangan antikolonialisme.
3. Menolak ikut serta dalam berbagai bentuk aliansi militer.
4. Menolak aliansi bilateral dengan negara super power.
5. Menolak pendirian basis militer negara super power di wilayah masing2.
Prinsip dasar dan tujuan GNB adalah mewujudkan perdamaian duniaberdasarkan prinsip
universal mengenai:
1. Kesamaan kedaulatan,
2. Hak dan martabat negara2 di dunia,
3. Menghormati HAM, dan
4. Kemerdekaan yang fundamental.
GNB menentang:
1. Imperialisme,
2. Kolonialisme,
3. Neokolonialisme,
4. Perbedaan warna kulit, dan
5. Segala bentuk ekspansi, dominasi, serta menolak segala pemusatan kekuasaan.
Lima (5) Tokoh Pelopor Berdirinya GNB:
1. Presiden Ir. Soekarno (Indonesia)
2. Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia)
3. Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir)
4. Perdana Menteri Jawaharlal Nehru (India)
5. Perdana Menteri Kwame Nkrumah (Ghana)
Sejarah Berdirinya GNB
         Berakhirnya Perang Dunia II telah melahirkan dua blok kekuatan dunia, yaitu blok Barat dan blok
Timur  Blok Barat yang beraliran Liberal dipimpin Amerika Serikat (USA), sedangkan blok Timur
yang berideologi komunis dipimpin Uni Soviet (USSR).
         Kelahiran dua blok kekuatan tsb merupakan ancaman serius bagi perdamaian. Oleh karena itu,
lahirlah Gerakan Nonblok (GNB) yang dianggap sebagai solusi bagi negara2 yang ingin tetap netral
dan bebas dari pengaruh salah satu blok.
         Dalam hal ini, Konferensi Asia Afrika (KAA) dianggap sebagaipendahulu bagi berdirinya GNB
karena KAA telah melahirkan prinsip2 perdamaian, kerja sama
internasional, kebebasan,kemerdekaan, dan hubungan antarbangsa.
         Pada tahun 1956, Presiden Gamal Abdul Nasser (Mesir), Presiden Joseph Broz Tito (Yugoslavia),
dan PM Jawaharlal Nehru (India) mengadakan pertemuan di Brioni.
         Pada September 1960, ketiga tokoh tersebut mengadakan pertemuan dengan Ir. Soekarno dan
Nkrumah dari Ghana. Pertemuan ini lalu diikuti dengan Pertemuan Persiapan Konferensi
GNB di Kairo pada Juni 1961 yang merumuskankriteria negara yang akan diundang dalam KTT
GNB I danprinsip2 GNB.
KTT GNB
 Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) GNB adalah forum tertinggiorganisasi tersebut.
 Konferensi ini dihadiri oleh para kepala negara maupun kepala pemerintahan dari negara2
anggota.
Hingga tahun 2006, KTT GNB telah dilaksanakan 14 kali:
1. KTT I GNB : Di Beograd, Yugoslavia (1-6 September 1961)
Hasil konferensi:
 Membahas upaya penghentian praktik imperialisme dan kolonialisme,
 Mencegah percobaan senjata nuklir, serta
 Mendamaikan blok Barat dan blok Timur.
2. KTT II GNB : Di Kairo, Mesir (5-10 Oktober 1964)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha perdamaian dunia dan
 Membahas kerjasama ekonomi.
3. KTT III GNB : Di Lusaka, Zambia (8-10 September 1970)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha perdamaian dunia serta
 Membahas peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran negara2 berkembang.
4. KTT IV GNB : Di Aljir, Aljazair (5-9 September 1973)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha peningkatan kerjasama dan saling pengertian antarnegara
berkembang,
 Meredakan ketegangan di Timur Tengah dan pergolakan di Rhodesia, serta 
 Membahas diskriminasi ras di Afrika Selatan.
5. KTT V GNB : Di Kolombo, Srilangka (16-19 September 1976)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha menghindari ancaman perang nuklir serta
 Memperkokoh persatuan dan kesatuan antarnegara berkembang.
6. KTT VI GNB : Di Havana, Kuba (16-19 September 1979)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha mewujudkan tatanan ekonomi dunia baru untuk negara berkembang
dan
 Mengusulkan negosiasi global untuk membentuk kerjasama yang bersifat global.
7. KTT VII GNB : Di New Delhi, India (7-12 Maret 1983)
Hasil konferensi:
 Menghasilkan ”The New Delhi Message” yang berisi dukungan terhadap perjuangan rakyat
Palestina dan Namibia serta
 Berusaha memecahkan krisis ekonomi dunia dengan membentuk Tatanan Ekonomi Dunia Baru.
8. KTT VIII GNB : Di Harare, Zimbabwe (1-6 September 1986)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha mengakhiri pertikaian antara Irak dan Iran.
9. KTT IX GNB : Di Beograd, Yugoslavia (4-7 September 1989)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha memperjuangkan kerjasama dan dialog antarnegara Selatan.
10. KTT X GNB : Di Jakarta, Indonesia (1-6 September 1992)
Hasil konferensi:
 Menghasilkan ”Jakarta Message” atau ”Pesan Jakarta” yang berisi tentang pembahasan:
 masalah kependudukan,
 penyelesaian utang luar negeri,
 pembentukan cadangan pangan bersama,
 peningkatan kerjasama negara Utara-Selatan, serta
 peningkatan kerjasama antarnegara Selatan.
11. KTT XI GNB : Di Kartagena, Kolombia (16-22 Oktober 1995)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha penataan kembali dan demokrasi di forum PBB.
12. KTT XII GNB : Di Durban, Afrika Selatan (1-6 September 1998)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang usaha demokratisasi dalam hubungan antarnegara di seluruh dunia.
13. KTT XIII GNB : Di Kuala Lumpur, Malaysia (20-25 Februari 2003)
Hasil konferensi:
 Membahas tentang revitalisasi GNB dan usaha meredakan Perang Teluk III.
14. KTT IV GNB : Di Havana, Kuba (1-6 September 2006)
Hasil konferensi:
 Menghasilkan Deklarasi yang Mengutuk Serangan Israel atas Lebanon,
 Mendukung program Nuklir Iran,
 Mengritik kebijakan negara Amerika Serikat,
 Menyerukan pada PBB agar lebih berpihak kepada negara kecil dan negara berkembang.
Perkembangan GNB
Setelah Perang Dingin berakhir, negara2 anggota GNB masih bersemangat dalam bekerjasama.
Pasca Perang Dingin, semangat kerja sama di anggota GNB masih tinggi. Ketika itu, kepemimpinan
GNB pasca Perang Dingin dipegang oleh Indonesia (1992- 1995), di mana Indonesia memprakarsai
kerjasama teknis di beberapa bidang sbb:
1. Pelatihan tenaga kesehatan dan Keluarga Berencana,
2. Studi banding para petugas pertanian, dan
3. Menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan untuk meringankan hutang luar negeri negara
berkembang.
Setelah kepemimpinan GNB diganti oleh Kolombia, kerjasama antaranggota GNB mulai menurun. Oleh
karena itu, semangat kerjasama perlu dihidupkan kembali melalui revitalisasi yang dilakukan saat
KTT GNB ke-13 tahun 2003 di Malaysia dan KTT GNB ke-14 di Kuba tahun 2006. Akan tetapi, upaya
revitalisasi tersebut hingga kini masih belum berhasil. Bahkan, semangat kerjasama di antara
anggota GNB semakin menurun tajam.

Peran Indonesia dalam GNB


Faktor utama keikutsertaan Indonesia bergabung dalam GNB adalah karenaadanya kesesuaian
prinsip GNB dengan politik luar negeri Indonesia yangbebas dan aktif.
Dalam hal ini, Indonesia yakin bahwa perdamaian dapat tercipta jika tidak ada negara yang
mendukung suatu pakta militer atau aliansi militer ttt.
Peran Indonesia dalam GNB adalah:
1.       Indonesia berperan sebagai pelopor berdirinya GNB yang dimulai sejak menggagas pembentukan
GNB. Gagasan pembentukan GNB ini dikemukakan oleh Presiden Soekarno bersama PM Jawaharlal
Nehru (yang juga pelopor KAA). Akhirnya, bersama empat pemimpin negara India, Ghana, Yugoslavia,
dan Mesir, Indonesia mendeklarasikan berdirinya GNB. Indonesia bahkan juga aktif dalam persiapan
penyelenggaraan KTT GNB di Beograd.
2.       Dalam KTT X GNB tahun 1992, Indonesia berperan sebagai tuan rumah penyelenggaraan KTT di
mana Presiden Soeharto ketika itu bertindak sebagai ketua GNB.
3.       Indonesia memprakarsai kerja sama teknis di beberapa bidang, seperti, bidang pertanian dan
kependudukan.
4.       Indonesia mencetuskan upaya untuk menghidupkan kembali dialog Utara-Selatan.

2.ASEAN
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (PERBARA) atau lebih populer dengan
sebutan Association of Southeast Asia Nations (ASEAN) merupakan sebuah
organisasi geopolitik dan ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara,
yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus 1967 melalui Deklarasi Bangkok oleh
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand. Organisasi ini bertujuan
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan pengembangan
kebudayaan negara-negara anggotanya, serta memajukan perdamaian di tingkat
regionalnya. Negara-negara anggota ASEAN mengadakan rapat umum pada setiap
bulan November.
Organisasi Regional adalah organisasi yang luas wilayahnya meliputi beberapa
negara tertentu saja. Organisasi regional mempunyai wilayah kegiatannya bersifat
regional, dan keanggotaan hanya diberikan bagi negara-negara pada kawasan
tertentu saja. Berikut ini merupakan contoh dari organisasi regional :
 APEC : Asia Pasific Economic Cooperation ( organisasi kerja samaa negara-
negara kawasan Asia Pasifik di bidang ekonomi )
 EEC : Europe Economic Community ( Masyarakat Ekonomi Eropa ) kawasan
Eropa
 ASEAN : Association of Southeast Asian Nations = Perhimpunan Bangsa-
bangsa Asia Tenggara (PERBARA) ( Dibentuk 8 Agustus 1967, memiliki 10 negara
anggota, Timor Leste dan Papua new Guinea hanya sebagai pemantau, dan masih
mempertimbangkan akan menjadi anggota)
 EU = The European Union (27 negara anggota, 1 november 1993)
 G8 = Group of Eight, kelompok negara termaju di dunia. Sebelumnya G6 pd
thn 1975, kemudian dimasuki oleh Kanada 1976 (Perancis, Jerman, Italia, Jepang,
Britania Raya, Amerika Serikat, Kanada dan Rusia (tidak ikut dalam seluruh acara),
serta Uni Eropa.

Peran yang dimainkan oleh organisasi-organisasi regional sangat berbeda


bergantung pada karakteristik organisasi tersebut. Karakteristik ini dipengaruhi
oleh faktor geografis, ketersediaan sumber-sumber dan struktur organisasi.
Perbedaan faktor-faktor ini akan mempengaruhi bentuk Organisasi Regional dan
organ-organ yang menopangnya. Perbedaan karakter ini juga nantinya akan
berpengaruh pada mekanisme dan prosedur penyelesaian konflik yang ditempuh
untuk menyelesaikan sengketa antara anggota dalam sebuah Organisasi Regional.
ASEAN sebagai Organisasi Internasional Regional.
Pada tahun 1966 Indonesia mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia. Sementara itu,
negara tetangga yaitu Filipina meredakan tuntutannya terhadap wilayah Sabah.
Sejak saat itu negara-negara di kawasan Asia Tenggara merasa perlu membentuk
organisasi regional untuk kawasan Asia Tenggara. Hal ini didukung dengan
persamaankepentingan dan permasalahan yang dihadapi negara-negara di kawasan
Asia Tenggara.
a. Perkembangan ASEAN
Berdirinya ASEAN ditandai dengan penandatanganan Deklarasi Bangkok pada
tanggal 8 Agustus 1967. Tokohtokoh yang menandatangani Deklarasi Bangkok adalah Adam Malik
(Menteri Luar Negeri Indonesia), S. Rajaratnam (Menteri Luar Negeri Singapura), Tun Abdul Razak
(Pejabat Perdana Menteri Malaysia), Thanat Khoman (Menteri Luar Negeri Thailand), dan Narcisco
Ramos (Menteri Luar Negeri Filipina).
Pada tanggal 8 Januari 1984 Brunei Darussalam bergabung menjadi anggota
ASEAN. Vietnam menjadi anggota ketujuh ASEAN pada tanggal 28 Juli 1995. Dua
tahun kemudian, pada tanggal 23 Juli 1997 Laos dan Myanmar menjadi anggota
ASEAN, disusul Kamboja pada tanggal 30 April 1999. Negara baru, Timor Leste,
yang dahulu merupakan sebuah provinsi di Indonesia hanya mendapatkan status
pemerhati (observer) dalam ASEAN. Hal ini setelah menuai protes dari beberapa
negara ASEAN yang tidak mendukung masuknya Timor Leste ke ASEAN. ASEAN
memiliki beberapa tujuan antara lain:
 mempercepat pertumbuhan ekonomi, sosial, dan kebudayaan bangsa Asia
Tenggara;
 meningkatkan stabilitas dan keamanan regional dan mematuhi prinsip-prinsip
Piagam PBB; serta
 memelihara kerja sama bidang organisasi regional maupun internasional.
b. Peran Serta Indonesia dalam ASEAN
Indonesia menunjukkan peran aktif dalam ASEAN sejak masa pembentukannya.
Indonesia berkeyakinan bahwa Asia Tenggara bisa berkembang menjadi kekuatan
regional yang mandiri dan kuat. Peran Indonesia dalam ASEAN sebagai berikut:
 Sebagai negara pemrakarsa berdirinya ASEAN.
 Sebagai penyelenggara KTT I dan IX yaitu di Bali.
 Sebagai tempat kedudukan sekretariat tetap, yaitu di Jakarta.
 Turut menyelesaikan pertikaian antarbangsa atau negara.
 Mendukung kesepakatan bahwa Asia sebagai kawasan yang bebas, damai,
netral, atau Zone of Peace, Freedom and Neutrality (ZOPFAN).
 Menyelenggarakan Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk meredakan konflik
di wilayah Kamboja.
3.Organisasi Konferensi Islam (OKI)

OKI merupakan organisasi Negara-negara Islam dan negara-negara yang mayoritas


penduduknya beragama Islam yang dibentuk sebagai reaksi terhadap pembakaran
mesjid Al Aqsa oleh Israel pada tanggal 21 Agustus 1969 yang merupakan salah satu
tempat suci umat Islam, selain Mekkah dan Madinah serta bentuk penolakan
terhadap pendudukan wilayah-wilayah arab oleh Israel termasuk pula penguasaan
atas Yerussalem semenjak tahun 1967. 

Latar belakang dan sejarah terbentuknya OKI


Pendudukan Israel atas wilayah-wilayah arab khususnya kota Yerusalem semenjak
tahun 1967 telah menimbulkan kekawatiran bagi negara-negara arab dan umat Islam
akan tindakan-tindakan yang mungkin dilakukan Israel terhadap wilayah
pendudukannya termasuk di Yerusalem yang didalamnya berdiri mesjid Al Aqsa.
Pada tanggal 21 Agustus 1969 kekawatiran Negara-negara arab dan umat Islam
terbukti dengan tindakan Israel yang membakar mesjid Al aqsa. Pembakaran mesjid
Al Aqsa tersebut menimbulkan reaksi dari pemimpin negara arab khususnya Raja
Hasan II dari Maroko, menyerukan para pemimpin negara-negara arab dan umat
Islam agar bersama-sama menuntut Israel bertanggungjawab atas pembakaran
mesjid Al Aqsa tersebut Seruan Raja Hasan II dari Maroko mendapat sambutan
dari Raja Faisal dari Arab Saudi dan Liga Arab, yang langsung ditindaklanjuti
dengan pertemuan para duta besar dan menteri luar negeri liga arab pada tanggal
22-26 Agustus 1969 yang berhasil memutuskan :

• Tindakan Pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel merupakan suatu kejahatan yang
tidak dapat diterima.
• Tindakan Israel tesebut merongrong kesucian umat Islam dan Nasrani serta
mengancam keamanan Arab.
• Mendesak agar segera dilakukan Konfrensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam.
Untuk merealisasikan hasil-hasil pertemuan diatas kemudian dibentuklah panitia
penyelenggara KTT Negara-negara Islam oleh Arab Saudi dan Maroko
berangotakan; Malaysia, Palestina, Somali dan Nigeria, dan pada tanggal 22-25
September 1969 dilangsungkan Konfrensi Tingkat Tinggi negara-negara Islam
dihadiri 28 negara dan menghasilkan beberapa keputusan penting diantaranya :

1. Mengutuk pembakaran mesjid Al Aqsa oleh Israel


2. Menuntut pengembaliam kota Yerusalem sebagaimana sebelum perang tahun
1967.
3. Menuntut Israel untuk menarik pasukannya dari seluruh wilayah arab.
4. Menetapkan pertemuan menteri luar negeri di Jeddah Arab Saudi pada bulan
Maret 1970.

Tujuan OKI 
1. Memelihara dan meningkatkan solidaritas diantara negara-negara anggota dalam
bidang ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan politik dan pertahanan keamanan.
2. Mengkoordinasikan usaha-usaha untuk melindungi tempat-tempat suci.
3. Membantu dan bekerjasama dalam memperjuangkan kemerdekaan rakyat
Palestina.
4. Berupaya melenyapkan perbedaan rasial, diskriminasi, kolonialisme dalam segala
bentuk.
5. Memperkuat perjuangan umat Islam dalam melindungi martabat umat, dan hak
masing-masing negara Islam. 
6. Menciptakan hubungan kerjasama yang harmonis, saling pengertian antar negara
OKI dan Negara-negara lain. 
Struktur organisasi OKI 
Struktur organisasi terdiri dari : 
1. Badan utama meliputi : 
• KTT para raja dan Kepala negara/pemerintahan
• Sekretaris Jenderal sebagai badan eksekutif 
• Konferensi para Menteri luar negeri 
• Mahkamah Islam Internasional sebagai badan Yudikatif 
• Komite-komite khusus, meliputi : 
• komite Al-Quds
2. komite social, ekonomi dan budaya 
3. Badan-badan subsider meliputi:
a). Bidang Ekonomi terdiri dari:
1. Pusat Riset dan latihan sosial ekonomi berpusat di Ankara (Turki).
2. Pusat Riset dan latihan teknik berpusat di Dhakka (Bangladesh)
3. Kamar Dagang Islam berpusat di Casablanca (Maroko).
4. Dewan Penerbangan Islam berpusat di Tunis (Tunisia).
5. Bank Pembangunan Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
b). Bidang Sosial Budaya terdiri dari:
1. Dana Solidaritas Islam berpusat di Jeddah (Arab Saudi)
2. Pusat Riset Sejarah dan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
3. Dana Ilmu, teknologi dan Pembangunan berpusat di Jeddah (Arab Saudi).
4. Komisi Bulan Sabit Islam berpusat di Bengasi (Libya)
5. Komisi Warisan Budaya Islam berpusat di Istambul (Turki).
6. Kantor Berita Islam Internasional berpusat di Jeddah (Arab Saudi).

Anggota - Anggota OKI


Organisasi Konfrensi Islam (OKI) pada saat pembentukannya memiliki anggota 28
Negara dan terus mengalami pertambahan, hingga dewasa ini anggota OKI
berjumlah 46 negara yang berasal dari kawasan Asia Barat, Asia Tengah, Asia
Tenggara, Afrika. Negara-negara anggota OKI adalah : Arab Saudi, Maroko,
Aljazair, Bahrain, Libya, Mauritania, Djiboti, Mesir, Suriah, Tunisia, Yaman,
Yordania, Oman, Qatar, Somalia, Irak, Lebanon, Kuwait, Uni Emirat Arab, Palestin,
Afganistan, Bangladesh, Iran, Pakistan, Maladewa, Turki,Azerbaijan, Indonesia,
Malaysia, Brunai Darussalam, Nigeria, Mali, Niger, Senegal, Uganda, Siera Leone,
Guinea issau, Gabon, Gambia, Chad, Comoros, Camerun, Burkina Faso, Benin.

Kegiatan OKI
Adapun kegiatan yang dilakukan OKI selalu dalam rangka memperjuangkan
kepentingan umat Islam, negara-negara anggota, memelihara perdamaian,
ketentraman dan kesejahteraan dunia, memperjuangkan kemerdekaan Palestina,
baik dalam kegiatan politk, ekonomi dan sosial budaya. Adapun tantangan yang
dialami OKI sampai sekarang antara lain:
1. Meminimalisasi perbedaan orientasi politik diantara negara anggota OKI
2. Mengubah dan menghapuskan salah penafsiran dunia Barat terhadap Islam yang
selalu negatif, seperti mengaikkan Islam, dengan kegiatan Fundamentalis,
Terorisme, dan kekerasan lainya.
3. Meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan serta Solidaritas antar Anggota OKI.
4. Meningkatkan Kerjasama dalam berbagai bidang untuk kemajuan dan
kesejahteraan rakyat seluruh negara anggota OKI.
5. Mengupayakan terus-menerus agar kemerdekaan dan kedaulatan rakyat
Pelestina. 

Perkembangan Organisasi Konferensi Islam (OKI)


Sebagai organisasi internasional yang pada awalnya lebih banyak menekankan pada
masalah politik, terutama masalah Palestina, dalam perkembangannya OKI menjelma
sebagai suatu organisasi internasional yang menjadi wadah kerjasama di berbagai
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan ilmu pengetahuan antar negara-negara
muslim di seluruh dunia. 
Untuk menjawab berbagai tantangan yang mengemuka, negara-negara anggota OKI
memandang revitalisasi OKI sebagai permasalahan yang mendesak. Semangat dan
dukungan terhadap perlunya revitalisasi OKI dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa
struktur dan kinerja organisasi OKI dinilai belum efisien dan efektif. Dalam kaitan
ini, telah diadakan rangkaian pertemuan yang berhasil mengkaji dan melakukan
finalisasi TOR restrukturisasi OKI yang disiapkan oleh Malaysia. 
Pada pertemuan tingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan (KTT) ke-10 di
Putrajaya, Malaysia, 11-17 Oktober 2003, OKI sepakat untuk memulai upaya
kongkrit dalam merestrukturisasi Sekretariat OKI terutama pada empat aspek:
perampingan struktur, metodologi, peningkatan kemampuan keuangan dan sumber
daya manusia. KTT Luar Biasa OKI ke-3 di Mekkah, Arab Saudi pada 7-8 Desember
2005 telah mengakomodir keinginan tersebut dan dituangkan dalam bentuk Macca
Declaration dan OIC 10-years Program of Actions yang meliputi restrukturisasi dan
reformasi OKI, termasuk perumusan Statuta OKI baru yang diharapkan dapat
dilaksanakan sebelum tahun 2015.
OIC 10-years Program of Actions merupakan awal perubahan OKI yang tidak hanya
menfokuskan pada masalah politik tetapi juga ekonomi perdagangan. Program Aksi
10 tahun OKI mencakup isu-isu politik dan intelektual, isu-isu pembangunan, sosial,
ekonomi dan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat menjawab kesenjangan
kesejahteraan umat. Di bidang politik dan intelektual, dalam 10 tahun OKI
diharapkan mampu menangani berbagai isu seperti upaya membangun nilai-nilai
moderasi dan toleransi; membasmi ekstrimisme, kekerasan dan terorisme;
menentang Islamophobia; meningkatkan solidaritas dan kerjasama antar negara
anggota, conflict prevention, peanganan masalah Filipina, hak-hak kelompok
minoritas dan komunitas muslim, dan masalah-masalah yang dialami Afrika.
KTT OKI ke-11 berlangsung antara tanggal 13-14 Maret dan bertemakan “The
Islamic Ummah in the 21st Century” menghasilkan dokumen utama, yaitu: Piagam
OKI, Final Communiqué dan sejumlah resolusi. Final Communiqué mengangkat isu
antara lain mengenai politik, keamanan, Palestina, minoritas muslim seperti Kosovo,
terorisme, ekonomi, sosial budaya, hukum, iptek dan sosial budaya. Sedangkan
resolusi terkait yang berhubungan dengan keamanan global/ regional antara lain:
Resolutions on the Cause of palestine, the City of Al-Quds Al Sharif, and the Arab-
Israel Conflict, Resolutions on Political Affairs, Resolutions on Muslim Communities
and Minorities in Non-OIC Member States. Piagam Baru tersebut pada intinya
merupakan penegasan bagi OKI untuk mengeksplorasi bentuk kerjasama yang lain
dan tidak hanya terbatas pada kerjasama politik saja. 
Dalam kesempatan menghadiri KTT OKI ke-14, 13-14 Maret 2008, Presiden RI
dalam pidatonya menyampaikan antara lain:
1. Dukungan terhadap OIC’s Ten-Year Plan of Action yang merupakan cerminan
pragmatisme OKI dalam menghadapi tantangan dan permasalahan umat 
2. konflik Palestina-Israel merupakan penyebab utama krisis di Timur Tengah dan
juga merupakan tantangan serius perdamaian dan keamanan internasional. Terkait
dengan hal ini, Presiden Indonesia menyambut baik hasil Konferensi Annapolis pada
bulan Desember 2007, terutama mengingat adanya joint understanding untuk
mendirikan negara Palestina pada akhir tahun 2008 
3. potensi kapasitas negara-negara anggota OKI dapat diberdayakan dalam
memainkan perannya dalam upaya memelihara perdamaian dan keamanan global,
pemberantasan kemiskinan dan percepatan pembangunan 
4. Islam, demokrasi, dan modernitas maupun HAM adalah compatible 
5. Islam adalah agama perdamaian dan toleran. Upaya interfaith dan inter-
civilization dialogue perlu didukung dalam mengurangi persepsi yang salah dan
ketakutan terhadap Islam (Islamophobia) di kalangan Barat 
6. pembangunan umat Islam harus memperhatikan aspek lingkungan. Dapat
disampaikan bahwa wakil Asia, Afrika, dan Arab juga memiliki pandangan yang
kurang lebih sama.
Selanjutnya, dalam KTM ke-35 OKI dengan tema Prosperity and Development di
Kampala, Uganda, tanggal 18-20 Juni 2008, telah dilakukan penandatanganan Piagam
Baru OKI oleh para Menteri Luar Negeri, termasuk Menteri Luar Negeri RI.
Indonesia sangat mendukung proses revitalisasi OKI dan menginginkan agar OKI
dapat semakin efektif dalam menanggapi berbagai perubahan dan tantangan global
sesuai dengan tujuan pembentukannya. Sebagai negara dengan penduduk Islam
terbesar di dunia, Indonesia senantiasa berpartisipasi aktif dalam OKI dengan
tujuan akhir untuk mendorong proses good governance di dunia Islam untuk
menjadikan OKI sebagai organisasi yang kredibel, kompeten, dan diakui perannya di
dunia internasional.
Pertemuan ke-36 Dewan Menteri Luar Negeri OKI (PTM ke-36 OKI) yang
dilaksanakan di Damaskus, tanggal 23-25 Mei 2009 membahas isu-isu kerjasama
yang menjadi perhatian bersama seperti politik; komunitas muslim di negara bukan
anggota OKI; kemanusiaan (humanitarian affairs); hukum; masalah-masalah umum
dan keorganisasian; informasi; ekonomi; ilmu pengetahuan dan teknologi; da’wah;
sosial budaya; dan administrasi serta keuangan. Dalam kesempatan tersebut Menlu
RI menyampaikan pokok-pokok pidato antara lain mengenai perlunya diintensifkan
pelaksanaan reformasi OKI, khususnya di bidang demokrasi, good governance, dan
HAM termasuk hak-hak wanita, sesuai dengan mandat Program Aksi 10 Tahun OKI
(TYPOA) dan Piagam Baru OKI, disamping isu Palestina, kerjasama perdagangan dan
pelibatan sektor swasta di antara negara anggota, serta,sebagai Ketua PCSP-OIC,
melaporkan perkembangan proses perdamaian di Filipina Selatan terkait dengan
pelaksanaan pertemuan Tripartite antara Pemerintah Filipina-MNLF-OKI yang
merundingkan implementasi sepenuhnya Perjanjian Damai 1996.
Peran Pemri yang menonjol lainnya dalam OKI adalah dalam rangka memfasilitasi
upaya penyelesaian konflik antara Pemerintah Filipina (GRP) dengan Moro National
Liberation Front (MNLF) dengan mengacu kepada Final Peace Agreement /
Perjanjian Damai 1996. Peran Indonesia saat ini adalah sebagai Ketua Organization
Islamic Conference Peace Committee for the Southern Philippines (PCSP-OIC).
Adapun hasil penting terakhir adalah diadakannya Pertemuan JWGs ke-2 antara
GRP dan MNLF difasilitasi PCSP-OIC pada tgl. 19-28 Agustus 2008, bertempat di
KBRI-Manila. Sebagai tindaklanjutnya, Pertemuan Tripartite ke-3 antara GRP,
MNLF dan PCSP-OIC direncanakan diselenggarakan pada bulan Januari ataupun
Pebruari 2009. Dengan pelaksanaan proses-proses sebagaimana dimaksud,
diharapkan akan membantu tercapainya proses pencapaian penyelesaian konflik
secara damai di kawasan Filipina Selatan dan memberikan situasi aman dan bebas
dari konflik di kawasan dimaksud.
Lebih lanjut, dalam berbagai forum internasional, termasuk OKI, Indonesia telah
memberikan dukungan bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat
dengan Yerusalem sebagai ibukotanya. Realisasi dari dukungan tersebut diwujudkan
dalam bentuk dukungan diplomatik, yaitu pengakuan terhadap keputusan Dewan
Nasional Palestina (Palestinian National Council) untuk memproklamirkan Negara
Palestina pada tanggal 15 Nopember 1988. Dukungan kemudian dilanjutkan dengan
pembukaan hubungan diplomatik antara Pemerintah RI dan Palestina pada tanggal 19
Oktober 1989. Di samping itu, Indonesia adalah anggota “Committee on Al Quds
(Yerusalem)”yang dibentuk pada tahun 1975. 
Selain itu, Isu terorisme juga telah menjadi perhatian utama OKI. Komitmen OKI
untuk mengatasi masalah terorisme terlihat antara lain pada The Extraordinary
Session of the Islamic Conference of Foreign Ministers on Terrorism di Kuala
Lumpur, Malaysia, 1-3 April 2002 yang menghasilkan Kuala Lumpur Declaration on
International Terrorism. Deklarasi tersebut pada intinya menekankan posisi negara-
negara anggota OKI dalam upaya untuk memerangi terorisme dan upaya-upaya untuk
mengkaitkan Islam dengan terorisme. Terorisme merupakan salah satu isu di mana
OKI memiliki sikap bersama pada pembahasan di forum SMU PBB. Hal ini terkait
dengan implementasi UN Global Counter-Terrorism Strategy dan penyelesaian
draft konvensi komprehensif anti terorisme internasional di mana menyisakan
outstanding issue pada definisi terorisme. Inti posisi OKI menekankan perlunya
dibedakan antara kejahatan terorisme dengan hak sah perlawanan rakyat Palestina
untuk merdeka. Dalam kaitan ini maka penyelesaian politik konflik Palestina secara
adil akan memberikan sumbangan bagi pemberantasan the root causes of terrorism.

4.Sejarah APEC

Dinamika ekonomi politik Asia Pasifik pada akhir tahun 1993 tampak memasuki
babak baru, terutama dalam bentuk pengorganisasian kerja sama perdagangan dan
investasi regional. Dalam hal ini, negara-negara Asia Pasifik berbeda dengan negara-
negara di Eropa Barat. Negara-negara di Eropa Barat memulainya dengan
membentuk wadah kerja sama regional. Dengan organisasi itu, ekonomi di setiap
negara saling berhubungan dan menghasilkan ekonomi Eropa yang lebih kuat
daripada sebelum Perang Dunia II. Sebaliknya, negara-negara Asia Pasifik,
terutama sejak tahun 1970-an, saling berhubungan secara intensif dan menimbulkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi walaupun tanpa kerangka kerja sama formal
seperti yang ada di Eropa. Bahkan, berbagai transaksi ekonomi terjadi antarnegara
yang kadang-kadang tidak memiliki hubungan diplomatik. Taiwan adalah contoh
negara yang tidak diakui eksistensi politiknya, tetapi menjadi rekanan aktif
sebagian besar negara Asia Pasifik dalam kegiatan ekonomi. Sekarang dinamika
ekonomi itu dianggap memerlukan wadah organisasi yang lebih formal.
Dunia usaha lebih dahulu merasakan adanya kebutuhan akan organisasi itu,
seperti tercermin dalam pembentukan Pacific Basin Economic Council (PBEC) tahun
1969. Organisasi ini beranggotakan pebisnis dari semua negara Asia Pasifik, kecuali
Korea Utara dan Kampuchea. Organisasi PBEC aktif mendorong perdagangan dan
investasi di wilayah Asia Pasifik, tetapi hanya melibatkan sektor swasta.
Pada tahun 1980 muncul Pacific Economic Cooperation Council (PECC). Organisasi
yang lahir di Canberra, Australia ini menciptakan kelompok kerja untuk
mengidentifikasi kepentingan ekonomi regional, terutama perdagangan, sumber daya
manusia, alih teknologi, energi, dan telekomunikasi. Walaupun masih bersifat
informal, PECC melibatkan para pejabat pemerintah, pelaku bisnis, dan akademis.
Salah satu hasil kegiatan PECC adalah terbentuknya Asia Pasific Economic
Cooperation (APEC) sebagai wadah kerja sama bangsa-bangsa di kawasan Asia
Pasifik di bidang ekonomi yang secara resmi terbentuk bulan November 1989 di
Canberra, Australia. Pembentukan APEC atas usulan Perdana Menteri
Australia, Bob Hawke. Suatu hal yang melatarbelakangi terbentuknya APEC adalah
perkembangan situasi politik dan ekonomi dunia pada waktu itu yang berubah secara
cepat dengan munculnya kelompok-kelompok perdagangan seperti MEE, NAFTA.
Selain itu perubahan besar terjadi di bidang politik dan ekonomi yang terjadi di Uni
Soviet dan Eropa Timur. Hal ini diikuti dengan kekhawatiran gagalnya perundingan
Putaran Uruguay (perdagangan bebas). Apabila masalah perdagangan bebas gagal
disepakati, diduga akan memicu sikap proteksi dari setiap negara dan sangat
menghambat perdagangan bebas. Oleh karena itu, APEC dianggap bisa menjadi
langkah efektif untuk mengamankan kepentingan perdagangan negara-negara di
kawasan Asia Pasifik.

II.            Tujuan APEC
  bekerja untuk mengurangi tarif dan hambatan perdagangan lainnya di seluruh
kawasan Asia-Pasifik,
  menciptakan ekonomi domestik yang efisien dan secara dramatis meningkatkan
ekspor. 
  terwujudnya perdagangan dan investasi yang bebas dan terbuka di Asia-Pasifik pada
2010 untuk negara-negara industri dan pada 2020 untuk negara-negara
berkembang. 
  Tujuan ini diadopsi oleh pemimpin pada pertemuan 1994 di Bogor, Indonesia.

III.            Peran serta Indonesia di APEC


Indonesia menjadi anggota APEC sejak pembentukannya pada 1989 dan telah
memberi berbagai kontribusi positif bagi perkembangan APEC. Peran Indonesia
pada dekade awal pembentukan APEC sejalan dengan kondisi internasional dan
kepentingan Indonesia pada saat itu. Perang Dingin baru saja berakhir dan sistem
ekonomi berdasarkan ideologi pasar bebas dan persaingan bebas menjadi dominan.
Kontribusi utama Indonesia pada awal pembentukan APEC adalah merumuskan Bogor
Declaration pada saat Keketuaan APEC Indonesia tahun 1994, termasuk di dalamnya
adalah Bogor Goals. Bogor Goals menjadi fokus utama APEC untuk membentuk suatu
kawasan Asia Pasifik yang lebih bebas dan terbuka bagi perdagangan dan investasi.
Target pencapaian Bogor Goals bagi negara maju adalah pada 2010, sementara bagi
negara berkembang adalah pada 2020.
Perkembangan APEC
APEC berdiri pada bulan November 1989 di Canberra,& Australia diprakarsai
Perdana Menteri Australia, Bob Hawke. Ada dua belas negara pendiri APEC, yaitu
Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Jepang,
Republik Korea, Australia, Selandia Baru, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada tahun
1991 APEC menerima anggota baru, yaitu Cina dan Hong Kong. Pada tahun 1993
APEC menerima Meksiko dan Papua New Guenia. Pada tahun 1994 APEC menerima
Cile dan pada tahun 1998 menerima Peru, Rusia, serta Vietnam sebagai anggota
baru.

Pada awal berdirinya, APEC bersifat nonkelembagaan karena negara-negara Asia


Tenggara memiliki organisasi regional sendiri, yaitu ASEAN. Negara anggota
ASEAN menghendaki APEC sebagai forum komunikasi dan konsultasi. Dalam
perkembangannya, Amerika Serikat dan Australia menginginkan APEC bersikap
aktif. Negara-negara anggota APEC menyepakati keinginan tersebut. Hal ini
diwujudkan pada tahun 1992 dalam pertemuan APEC ke-4 di Thailand. Pertemuan ini
menetapkan pembentukan sekretariat tetap APEC berkedudukan di Singapura.
APEC muncul sebagai organisasi bersama dengan tujuan& antara lain:
 menjadi tempat usaha negara maju untuk membantu negara yang sedang
berkembang;
 meningkatkan perdagangan dan investasi antaranggota;
 menjalankan kebijakan ekonomi secara sehat dengan tingkat inflasi rendah;
serta
 mengurangi atau mengatasi sengketa ekonomi perdagangan.

5. A.           Sejarah Perkembangan OPEC

OPEC Adalah Organisasi Negara – Negara Pengekspor Minyak. OPEC


Dibentuk Sebagai Akibat Jatuhnya Harga Minyak Pada Perusahaan Raksasa
Seperti Shell, British Petroleum, Texaco, Exxon Mobil, Socal, Dan Gulf.
Mereka Melakukan Penurunan Harga Minyak Secara Drastis Sehingga  Mereka
Mampu Memenuhi Kebutuhan Negara – Negara Industri Besar.
Untuk Mengatasi Hal Tersebut, Negara – Negara Timur Tengah
Berusaha Merebut Pasaran Harga Minyak Internasional Dengan Cara
Mengadakan Perundingan Pada Tanggal 11 – 14 September 1960  Di Baghdad
(  Irak  ). Mereka Sepakat Mendirikan OPEC Yang Anggotanya Terdiri Dari
Saudi Arabia, Iran, Irak, Kuwait Dan Venezuela.

B.            Tujuan Organisasi OPEC

OPEC Didirikan Dengan Tujuan Sebagai Berikut :

1.             Tujuan Ekonomi, Yaitu Mempertahankan Harga Minyak Dan Menentukan


Harga Sehingga Menguntungkan Negara – Negara Produsen.
2.             Tujuan Politik, Yaitu Mengatur Hubungan Dengan Perusahaan – Perusahaan
Minyak Asing Atau Pemerintah Negara – Negara Konsumen.

C.           Struktur Organisasi Dan Manajemen OPEC


Sesuai Dengan Statuta OPEC Pasal 9, Organisasi OPEC Terdiri Dari :
1.             Konferensi
Adalah Organ Tertinggi Yang Bertemu Dua (2) Kali Dalam Setahun. Tetapi
Pertemuan Extra – Opecrdinary Dapat Dilaksanakan Jika Diperlukan. Semua Negara
Anggota Harus Terwakilkan Dalam Konperensi Dan Tiap Negara Mempunyai Satu
Hak Suara. Keputusan Ditetapkan Setelah Mendapat Persetujuan Dari Negara
Anggota ( Pasal 11 – 12).
Konperensi OPEC Dipimpin Oleh Presiden Dan Wakil Presiden OPEC Yang
Dipilih Oleh Anggota Pada Saat Pertemuan Konperensi ( Pasal 14 ).
Pasal 15 Menetapkan Konperensi OPEC Bertugas Merumuskan Kebijakan Umum
Organisasi Dan Mencari Upaya Pengimplementasian Kebijakan Tersebut. Sebagai
Organisasi Tertinggi, Pertemuan Konperensi OPEC Mengukuhkan Penunjukan
Anggota Dewan Gubernur Dan Sekretaris Jenderal OPEC.

2.             Dewan Gubernur
Dewan Gubernur Terdiri Dari Gubernur Yang Dipilih Oleh Masing-Masing
Anggota OPEC Untuk Duduk Dalam Dewan Yang Bersidang Sedikitnya Dua Kali
Dalam Setahun. Pertemuan Extraordinary Dari Dewan Dapat Berlangsung Atas
Permintaan Ketua Dewan Sekretaris Jenderal Atau 2/3 Dari Anggota Dewan ( Pasal
17 Dan 18 ).
Tugas Dewan Adalah Melaksanakan Keputusan Konferensi  Mempertimbangkan
Dan Memutuskan Laporan – Laporan Yang Disampaikan Oleh Sekretaris Jenderal
Memberikan Rekomendasi Dan Laporan Kepada Pertemuan Konferensi OPEC
Membuat Anggaran Keuangan Organisasi Dan Menyerahkannya Kepada Sidang
Konferensi Setiap Tahun Mempertimbangkan Semua Laporan Keuangan Dan
Menunjuk Seorang Auditor Untuk Masa Tugas Selama Satu (1) Tahun Menyetujui
Penunjukan Direktur – Direktur Divisi, Kepala Bagian Yang Diusulkan Negara
Anggota Menyelenggarakan Pertemuan Extraordinary Konferensi OPEC Dan
Mempersiapkan Agenda Sidang ( Pasal 20 ) Dewan Gubernur Dipimpin Oleh Seorang
Ketua Dan Wakil Ketua Yang Berasal Dari Para Gubernur OPEC Negara – Negara
Anggota Dan Yang Disetujui Oleh Pertemuan Konferensi OPEC Untuk Masa Jabatan
Selama 1 Tahun ( Pasal 21 ).
3.             Sekretariat
Adalah Pelaksana Eksekutif Organisasi Sesuai Dengan Statuta Dan Pengarahan
Dari Dewan Gubernur. Sekretaris Jenderal Adalah Wakil Resmi Dari Organisasi
Yang Dipilih Untuk Periode Tiga (3) Tahun Dan Dapat Diperpanjang Satu Kali Untuk
Periode Yang Sama. Sekretaris Jenderal Harus Berasal Dari Salah Satu Negara
Anggota. Dalam Melaksanakan Tugasnya Sekjen Bertanggung Jawab Kepada Dewan
Gubernur Dan Mendapat Bantuan Dari Para Kepala Divisi Dan Bagian.
D.           Peranan Indonesia Sebagai Anggota OPEC
Sejak Menjadi Anggota OPEC Tahun 1962, Indonesia Ikut Berperan Aktif
Dalam Penentuan Arah Dan Kebijakan OPEC Khususnya Dalam Rangka Menstabilisasi
Jumlah Produksi Dan Harga Minyak Di Pasar Internasional.
Sejak Berdirinya Sekretariat OPEC Di Wina Tahun 1965, KBRI / PTRI Wina
Terlibat Aktif Dalam Kegiatan Pemantauan Harga Minyak Dan Penanganan Masalah
Substansi Serta Diplomasi Di Berbagai Persidangan Yang Diselenggarakan Oleh
OPEC. Pentingnya Peran Yang Dimainkan Oleh Indonesia Di OPEC Telah Membawa
Indonesia Pernah Ditunjuk Sebagai Sekjen OPEC Dan Presiden Konferensi OPEC.
Pada Tahun 2004, Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral ( MESDM )
Indonesia Terpilih Menjadi Presiden Dan Sekjen Sementara OPEC. Namun Akhir –
Akhir Ini, Status Keanggotaan Indonesia Di OPEC Telah Menjadi Wacana
Perdebatan Berbagai Pihak Di Dalam Negeri, Karena Indonesia Saat Ini Dianggap
Telah Menjadi Negara Pengimpor Minyak ( Net – Importer ). Dalam Kaitan Ini,
Indonesia Sedang Mengkaji Mengenai Keanggotaanya Di Dalam OPEC Dan Telah
Membentuk Tim Untuk Membahas Masalah Tersebut Dari Sisi Ekonomi Dan Politik.
Hambatan Dan Peluang Secara Ekonomi, Keanggotaan Indonesia Di OPEC
Membawa Implikasi Kewajiban Untuk Tetap Membayar Iuran Keanggotaan Sebesar
US$ Dua (2) Juta Setiap Tahunnya,  Disamping Biaya Untuk Sidang – Sidang OPEC
Yang Diikuti Oleh Delegasi RI.
OPEC Melihat Bahwa Penurunan Tingkat Ekspor Di Beberapa Negara
AnggotaOPEC, Termasuk Indonesia, Disebabkan Karena Kurangnya Investasi Baru
Di Sektor Perminyakan. Apabila Kondisi Tersebut Terus Berlangsung, Maka
Diperkirakan Indonesia Akan Mengalami Hambatan Dalam Meningkatkan Tingkat
Produksinya Dan Tetap Menjadi Pengimpor Minyak Di Masa Mendatang.
Disamping Hambatan – Hambatan Tersebut Di Atas, Keanggotaan Indonesia Di
OPEC Akan Memberikan Berbagai Keuntungan Politis, Yaitu Meningkatkan Posisi
Indonesia Dalam Proses Tawar – Menawar Dalam  Hubungan Internasional.
Kedudukan Menteri ESDM Dalam Kapasitasnya  Sebagai Presiden Konferensi OPEC
Sekaligus Acting Sekjen OPEC Pada Tahun 2004, Telah Memberikan Posisi Tawar
Yang Sangat Tinggi Dan Strategik Serta Kontak Yang Lebih Luas Dengan Negara –
Negara Produsen Minyak Utama Lainnya.
Peningkatan Citra RI Di Luar Negeri. Pemberitaan Mengenai Persidangan Dan
Kegiatan OPEC Lainnya Yang Sangat Luas Secara Otomatis Dapat Mengangkat Citra
Negara Anggota. Perhatian Media Massa Lebih Terfokus Ketika Pejabat RI
( Menteri ESDM ) Memegang Jabatan Sebagai Presiden Konferensi OPEC.
Peningkatan Solidaritas Antar Negara Berkembang. Di Dalam Forum – Forum
OPEC, Semua Negara Anggota Memiliki Visi Dan Misi Yang Sama Di Bidang Energi
Serta Menjadikan OPEC Sebagai Wahana Bersama Untuk Meningkatkan Rasa
Persaudaraan Sesama Negara Anggota Dan Negara Berkembang Lainnya. Opec Fund
( Lembaga Keuangan OPEC ) Telah Memberikan Bantuan Dana Darurat Sebesar 1,2
Juta Euro, Dimana Separuhnya Diperuntukkan Bagi Indonesia, Untuk Rehabilitasi
Dan Rekonstruksi Aceh Dan Sumatera Utara Yang Dilanda Gempa Bumi Dan Tsunami
Pada Akhir Tahun 2004.
Akses Terhadap Informasi. Sebagai Anggota OPEC, Indonesia Mendapatkan
Akses Terhadap Informasi, Baik Yang Bersifat Terbuka Dari Sekretariat OPEC
Maupun Informasi Rahasia Mengenai Dinamika Pasar Minyak Bumi.
Disamping Itu, Indonesia Memiliki Kesempatan Untuk Menempatkan Sumber
Daya ManusiaNya Untuk Bekerja Di Sekretariat OPEC. Hal Ini Merupakan Investasi
Jangka Panjang Karena Akan Dapat Menjadi Network Bagi Indonesia Di Masa
Datang.
Prakiraan Perkembangan Keadaan, Menurut Kajian Yang Dilakukan OPEC,
Peranan OPEC Dalam Menentukan Stabilitas Produksi Dan Harga Minyak Dunia Akan
Tetap Penting, Setidaknya Hingga Tahun 2025, Karena Pangsa Pasar Negara –
Negara OPEC Masih Lebih Besar Dari Negara – Negara Non – OPEC.
Pentingnya Peran OPEC Dapat Dilihat Dengan Jelas Selama Tahun 2004, Ketika
Harga Minyak Mentah Dunia Melambung Tinggi, OPEC Ikut Berperan Menstabilkan
Harga Antara Lain Dengan Menjaga Pasokan Minyak Dunia. Keanggotaan Indonesia
Masih Diperlukan Oleh Negara – Negara Anggota Lainnya Karena Indonesia
Dipandang Sebagai Negara Yang Selalu Menjaga Solidaritas OPEC Dan Selalu
Berusaha Membangun Dialog Konstruktif Serta Konsensus Di Dalam OPEC.
OPEC Tetap Membutuhkan Indonesia Sebagai Faktor Penyeimbang Dalam
Komposisi Keanggotaannya. Indonesia Merupakan Satu-Satunya Negara Asia Yang
Menjadi Anggota OPEC. Keanggotaan OPEC Yang Didominasi Oleh Negara – Negara
Timur Tengah Tidak Akan Menguntungkan Dalam Sudut Pandang Citra OPEC Di
Dunia Internasional. Citra Indonesia Sebagai Negara Demokratis Dan Berpenduduk
Muslim Terbesar Dan Moderat Di Dunia Dapat Membantu Perbaikan Citra OPEC.
Dalam OPEC Sendiri Belum Ada Tuntutan Agar Indonesia Mengkaji
Keanggotaannya Karena Turunnya Tingkat Produksi Minyak Bumi Indonesia Serta
Mulainya Indonesia Menjadi Negara Importir Minyak. OPEC Menyadari Bahwa
Kemungkinan Penurunan Ekspor Minyak Negara – Negara Anggota Adalah
Salah  Satu Akibat Dari Kurangnya Investasi Di Sektor Perminyakan Negara
Tersebut.

6.    MEE (Masyarakat Ekonomi Eropa)

Sejarah Terbentuknya MEE
Sejak berakhirnya Perang Dunia II, Eropa mengalami kemiskinan dan
perpecahan. Usaha untuk mempersatukan Eropa sudah dilakukan. Namun,
keberhasilannya bergantung pada dua negara besar, yaitu Prancis dan Jerman
Barat. Pada tahun 1950 Menteri Luar Negeri Prancis, Maurice Schuman
berkeinginan menyatukan produksi baja dan batu bara Prancis dan Jerman dalam
wadah kerja sama yang terbuka untuk negara-negara Eropa lainnya, sekaligus
mengurangi kemungkinan terjadinya perang. Keinginan itu terwujud dengan
ditandatanganinya perjanjian pendirian Pasaran Bersama Batu Bara dan Baja Eropa
atau European Coal and Steel Community (ECSC) oleh enam negara, yaitu Prancis,
Jerman Barat (Republik Federal Jerman-RFJ), Belanda, Belgia, Luksemburg, dan
Italia. Keenam negara tersebut selanjutnya disebut The Six State.
Keberhasilan ECSC mendorong negara-negara The Six State membentuk pasar
bersama yang mencakup sektor ekonomi. Hasil pertemuan di Messina, pada tanggal 1
Juni 1955 menunjuk Paul Henry Spaak (Menlu Belgia) sebagai ketua komite yang
harus menyusun laporan tentang kemungkinan kerja sama ke semua bidang ekonomi.
Laporan Komite Spaak berisi dua rancangan yang lebih mengintegrasikan Eropa,
yaitu:
1.         Membentuk European Economic Community (EEC) atau Masyarakat Ekonomi
Eropa(MEE)
2.         membentuk European Atomic Energy Community (Euratom) atau Badan Tenaga
Atom Eropa.
Rancangan Spaak itu disetujui pada tanggal 25 Maret 1957 di Roma dan kedua
perjanjian itu mulai berlaku tanggal 1 Januari 1958. Dengan demikian, terdapat tiga
organisasi di Eropa, yaitu ECSC, EEC (MEE), dan Euratom (EAEC). Pada konferensi
di Brussel tanggal 22 Januari 1972, Inggris, Irlandia, dan Denmark bergabung
dalam MEE. Pada tahun 1981 Yunani masuk menjadi anggota MEE yang kemudian
disusul Spanyol dan Portugal. Dengan demikian keanggotaan MEE sebanyak 12
negara.
MEE merupakan organisasi yang terpenting dari ketiga organisasi tersebut.
Bukan saja karena meliputi sektor ekonomi, melainkan juga karena pelaksanaannya
memerlukan pengaturan bersama yang meliputi industri, keuangan, dan
perekonomian.
E.           Tujuan Pembentukan Organisasi MEE
MEE menegaskan tujuannya, antara lain :
1.         Integrasi Eropa dengan cara menjalin kerja sama ekonomi, memperbaiki taraf
hidup, dan memperluas lapangan kerja;
2.         Memajukan perdagangan dan menjamin adanya persaingan bebas serta
keseimbangan perdagangan antarnegara anggota;
3.         Menghapuskan semua rintangan yang menghambat lajunya perdagangan
internasional;
4.         Meluaskan hubungan dengan negara-negara selain anggota MEE. Untuk mewujudkan
tujuannya, MEE membentuk Pasar Bersama Eropa (Comman Market), keseragaman
tarif, dan kebebasan bergerak dalam hal buruh, barang, serta modal.
F.           Struktur Organisasi MEE
Organisasi MEE memiliki struktur organisasi sebagai berikut :
1.         Majelis Umum (General Assembly) atau Dewan Eropa (European Parliament)
Keanggotaan Majelis Umum MEE berjumlah 142 orang yang dipilih oleh parlemen
negara anggota. Tugasnya memberikan nasihat dan mengajukan usul kepada Dewan
Menteri dan kepada Komisi tentang langkah-langkah kebijakan yang diambil, serta
mengawasi pekerjaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE serta meminta
pertanggungjawabannya.
2.         Dewan Menteri (The Council)
Dewan Menteri MEE mempunyai kekuasaan tertinggi untuk merencanakan dan
memberikan keputusan kebijakan yang diambil. Keanggotaannya terdiri atas Menteri
Luar Negeri negara-negara anggota. Tugasnya menjamin terlaksananya kerja sama
ekonomi negara anggota dan mempunyai kekuasaan membuat suatu peraturan
organisasi. Ketuanya dipilih secara bergilir menurut abjad negara anggota dan
memegang jabatan selama enam tahun.
3.         Badan Pengurus Harian atau Komisi (Commision)
Keanggotaan Badan Pengurus Harian atau Komisi MEE terdiri atas sembilan
anggota yang dipilih berdasarkan kemampuannya secara umum dengan masa jabatan
empat tahun. Komisi berperan sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dan badan
pelaksana MEE. Di samping itu komisi juga mengamati dan mengawasi keputusan
MEE, memperhatikan saran-saran baru, serta memberikan usul dan kritik kepada
sidang MEE dalam segala bidang. Hasil kerjanya dilaporkan setiap tahun kepada
Majelis Umum (General Assembly).
4.         Mahkamah Peradilan (The Court of Justice)
Keanggotaan Mahkamah Peradilan MEE sebanyak tujuh orang dengan masa
jabatan enam tahun yang dipilih atas kesepakatan bersama negara anggota.
Fungsinya merupakan peradilan administrasi MEE, peradilan pidana terhadap
keanggotaan komisi, dan peradilan antarnegara anggota untuk menyelesaikan
perselisihan yang timbul di antara para negara anggota. Peradilan konstitusi
berfungsi untuk menyelesaikan konflik perjanjian internasional. Untuk melancarkan
aktivitasnya, Masyarakat Ekonomi Eropa membentuk beberapa organisasi baru,
yaitu:
a.             Parlemen Eropa (European Parliament);
b.            Sistem Moneter Eropa (European Monetary System);
c.             Unit Uang Eropa (European Currency Unit);
d.            Pasar Tunggal (Single Market).
Menurut perhitungan suara referendum Prancis yang diselenggarakan pada
tanggal 20 September 1992 tentang perjanjian Maastrich, menunjukkan bahwa
50,95% pemilih menyatakan setuju. Untuk mendirikan organisasi-organisasi
tersebut pada tanggal 7 Februari 1992 di Maastrich, Belanda diadakan pertemuan
anggota MEE. Hasil pertemuan itu dituangkan dalam sebuah naskah perjanjian yang
disebut The Treaty on European Union (TEU) atau Perjanjian Penyatuan Eropa yang
telah ditandatangani oleh Kepala Negara/Pemerintah di Maastrich, Belanda.
Referendum dimaksudkan untuk mendapatkan persetujuan dari 12 negara anggota
Masyarakat Eropa, yakni Inggris, Jerman, Prancis, Belanda, Belgia, Luksemburg,
Italia, Irlandia, Denmark, Portugal, Spanyol, dan Yunani.

7.    GATT

A.        Sejarah GATT.
GATT dibentuk sebagai wadah yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia
II. Pada masa itu timbul kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu
lembaga multilateral disamping Bank Dunia dan IMF. Kebutuhan akan adanya suatu
lembaga multilateral yang khusus ini pada waktu masyarakat internasional menemui
kesulitan untuk mencapai kata sepakat mengenai pengurangan dan penghapusan
berbagai pembatasan kuantitatif serta diskriminasi perdagangan. Hal ini dilakukan
untuk mencegah terulangnya praktek proteksionalisme yang berlangsung pada tahun
1930 – an yang sangat memukul perekonomian dunia.
Negara-negara yang pertama kali bergabung menjadi anggota adalah 23 (dua
puluh tiga) negara. Negara-negara ini membuat dan merancang piagam organisasi
perdagangan internasional (International Trade Organization) yang pada waktu
direncanakan sebagai suatu badan khusus PBB. Dimana, isi piagam tersebut memuat
aturan-aturan dalam perdagangan dunia, ketenagakerjaan, praktek–praktek
restriktif (pembatasan perdagangan), penanaman modal internasional dan jasa.
Pertemuan penting diselenggarakan di Jenewa, Swiss dari bulan April sampai
November 1947. membuat rancangan piagam ITO. Perundingan–perundingan
bilateral berlangsung antara negara–negara komisi antara lain: Brazil, Ceylon,
Pakistan dan Rhodesia Selatan. Kemudian pertemuan penting di Havana pada tanggal
21 November 1947 – 24 Maret 1948) bertambah menjadi 66 (enam puluh enam)
negara bergabung untuk membahas piagam ITO. Pertemuan berhasil mengesahkan
piagam Havana. Namun, pertengahan tahun 1950, negara–negara peserta menemui
kesulitan dalam meratifikasinya. Hal ini disebabkan karena Amerika Serikat, pelaku
utama dalam perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya
tidak akan meratifikasi piagam tersebut. Sejak itu pulalah ITO secara efektif
tidak berfungsi sama sekali. Sehingga GATT juga tidak berlaku.
Para perunding GATT mengeluarkan perjanjian internasional baru, yaitu The
Protocol of Provisional Application . Sejak dikeluarkan protokol ini GATT tetap
berlaku. Pada tahun 1954 – 1955, teks GATT mengalami perubahan penting yang
terjadi pertama, dikeluarkannya Protokol yang mengubah bagian 1 dan pasal XXIX
dan XXX dan Protokol yang mengubah Preambule dan bagian 2 dan 3. Pada tahun
1965, GATT mendapat tambahan bagian baru, yaitu bagian ke empat. Bagian ini
berlaku secara de facto tanggal 8 Februari 1965 dan mulai berlaku efektif tanggal
27 Juni 1965. Bagian ini khusus mengatur kepentingan perluasan ekspor negara–
negara kurang maju (pasal XXXVI – XXXVIII).[1][4]

B.        Keanggotaan GATT.
Negara anggota GATT adalah anggota WTO. Perlu dikemukan disini bahwa
istilah anggota pada GATT bukan “member”, tetapi “Contracting Party”. Hal ini
merupakan konsekuensi dari status GATT yang sifatnya, dengan meninjau sejarah
berdirinya, “organisasi”.[2][5]
Cara menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXXIII GATT. Cara pertama,
berlangsung dengan proses pengujian dan perundingan yang panjang oleh Dewan
GATT pada saat menerima permohonan aksesi. Badan ini membuat putusan suatu
kelompok kerja(working party) yang bertugas menganalisa kebijakan perdagangan
dan kemungkinan kebijakan perdagangan negara pemohon di masa datang. Hasil dari
perundingan tersebut dilaporkan oleh kelompok kerja kepada Dewan. Persyaratan-
persyaratan yang disahkan Dewan kemudian menjadi bahan pemungutan suara yang
mana 2/3 dari semua anggota harus menyetujuinya. Pada tahap ini negara baru
tersebut dapat menanda tangani protokolnya dan untuk diratifikasi oleh perundang-
undangan nasionalnya.
Cara kedua lebih sederhana menjadi anggota GATT diatur dalam Pasal XXVI,
yaitu terhadap negara–negara yang menjadi negara merdeka dari penjajahan dan
yang telah menunjukkan kemandiriannya dalam melaksanakan hubungan–hubungan
komersial eksternalnya (luar negerinya).[3][6]

C.        Perjanjian Akhir Putaran Uruguay GATT.


Putaran Uruguay adalah putaran yang paling kompleks dari 7 putaran yang ada
sebelumnya yang dilaksanakan oleh 108 negara, yang bukan saja merundingkan
masalah-masalah tradisional seperti market access saja, akan tetapi lebih luas dan
juga membahas hal-hal baru dalam perdagangan sebagai akibat majunya
perdagangan dan perkembangan ekonomi yang cepat.
Ada 15 masalah yang dirundingkan, dan dari 15 masalah tersebut telah
dihasilkan sebanyak 28 persetujuan yang disepakati dalam putaran Uruguay,
sebagaimana melaksanakan komitmen yang telah disepakati dalam putaran Tokyo
tahun 1979, terutama kesepakatan mengenai non tariff barier[4][7]. Selanjutnya,
diadakan pertemuan tingkat menteri Contracting Parties GATT di Punta del Este,
Uruguay pada tanggal 20 September 1986 untuk meluncurkan putaran perundingan
perdagangan multi lateral. Dari putaran ini terbentuk struktur perundingan, terdiri
dari tiga badan utama: (i) the Trade Negotiation Committee (TNC) yang bertujuan
untuk mengawasi seluruh jalannya putaran perundingan; (ii) the Group of
Negotiation on Goods (GNG), yang bertujuan untuk mengawasi semua subyek
pembahasan kecuali jasa; (iii) the Group of Negotiation of Service (GNS), yang
bertujuan untuk mengawasi perundingan di bidang jasa.[5][8]
Ada empat tujuan utama yang hendak dicapai dalam putaran Uruguay ini:
a.    Menciptakan perdagangan bebas yang akan memberi keuntungan bagi semua negara
khususnya negara berkembang, memberi peluang bagi produk ekspor dalam
memasuki pasar melalui penurunan dan penghapusan tarif, pembatasan kuantitatif,
dan ganjalan-ganjalan tindakan non tarif lainnya;
b.    Meningkatkan peranan GATT dan memperbaiki sistem perdagangan multilateral
berdasarkan Prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan GATT yang efektif dan dapat
dipaksakan;
c.    Meningkatkan ketanggapan sistem GATT terhadap perkembangan situasi
perekonomian dengan mempelancar penyesesuaian struktural, mempererat hubungan
GATT dengan organisasi-organisasi internasional yang relevan mengingat prospek
perdagangan di masa yang akan datang, termasuk tumbuhnya produk-produk
teknologi tinggi;
d.    Mengembangkan suatu bentuk kerjasama pada tingkat nasional dan internasional
untuk mempererat hubungan antara kebijaksanaan perdagangan dengan
kebijaksanaan ekonomi guna memperbaiki sistem moneter internasional, arus aliran
keuangan dan sumber-sumber investasi ke negara sedang berkembang.
Pada waktu putaran Uruguay diluncurkan tahun1986, dan direncanakan rampung
tahun 1991, Arthur Dunkel seorang arsitek dari perjanjian GATT Direkrtur
Jenderal GATT, jauh-jauh hari sudah mengantisipasi masalah-masalah hukum yang
timbul. Insiatif ini berwujud dengan dikeluarkannya rancangan Akhir Perjanjian
Putaran Uruguay tahun 1991. baru pada bulan Desember 1993 rancangan ini menjadi
Perjanjian Akhir.

D.       Bentuk Perdagangan GATT


GATT selalu megupayakan terciptanya perdagangan bebas dunia yang
didasarkan pada ketentuan–ketentuan yang disepakati bersama. Latar belakangnya
dari suatu konsep keunggulan komparatif. Maksudnya, bahwa negara menjadi
makmur melalui konsentrasi terhadap produk apa yang bsia diproduksi oleh negara
tersebut dengan sebaik-baiknya. Untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya itu,
maka produk tersebut harus dapat menembus bukan saja pasar dalam negeri tetapi
juga pasar dunia.
Namun demikian, keberhasilan perdagangan tersebut bersifat tidak langgeng.
Kompetisi dalam produk tertentu dapat berdiri antara satu negara dengan negara
lain, perusahaan satu dengan perusahaan lain, ketika terjadi perubahan di pasar
terkait atau terciptanya teknologi baru yang membuat satu produk menjadi lebih
murah harganya dan lebih baik kualitasnya.
Kebijakan perdagangan seperti proteksi impor atau subsidi dari pemerintah
hanya akan membuat suatu perusahaan menjadi tidak efektif, dan produk-
produknya menjadi tidak menarik. Hal ini, pada akhirnya, akan berakibat pada
ditutupnya perusahaan tersebut, meskipun ada proteksi dan subsidi yang diberikan
kepada perusahaan itu. Secara keseluruhan, apabila pemerintah terkait
melaksanakan kebijakan perdagangan demikian maka pasar luar negeri dan ekonomi
dunia akan menyusut.

E.        Prinsip-Prinsip GATT.
Untuk mencapai tujuan-tujuannya, GATT berpedoman pada lima prinsip utama,
yaitu
a.    Prinsip Most Favoured-Nation.
Prinsip ini merupakan kebijakan yang menyatakan bahwa perdagangan
dilaksanakan atas dasar non-diskriminatif. Semua anggota terikat untuk
memberikan perlakuan yang sama terhadap negara-negara lain dalam pelaksanaan
dan kebijakan impor dan ekspor serta hal-hal yang menyangkut biaya-biaya lainnya.
Pendek kata, semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan
semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijakan perdagangan. Namun
demikian, prinsip ini mendapat pengecualian, khususnya dalam kepentingan negara
yang sedang berkembang, seperti pemberian preferensi-preferensi tarif dari
negara-negara maju kepada produk impor dari negara sedang berkembang atau
negara-negara miskin dengan pemberian fasilitas sistem preferensi umum
(Generalised System of Preferences).
b.    Prinsip National Treatment.
Produk dari satu negara anggota yang diimpor ke dalam suatu negara lainnya
harus diperlakukan sama seperti halnya produk dalam negeri, baik dari segi pajak
ataupun dari segi  pungutan-pungutan lainnya. Ia berlaku pula terhadap pengaturan
perundang-undangan yang mempengaruhi penjualan, pembelian, pengangkutan,
distribusi, atau penggunaan produk-produk di pasar dalam negeri.
c.    Prinsip Larangan Restriksi (Pembatasan) Kuantitatif.
Restriksi kuantitatif terhadap ekspor atau impor dalam bentuk apapun,
misalnya penetapan kuota impor atau ekspor, restriksi penggunaan lisensi impor atau
ekspor, pengawasan, pembayaran produk-produk impor atau ekspor, pada umumnya
dilarang sesuai dengan pasal IX GATT. Hal ini disebabkan karena praktek demikian
bisa mengganggu praktek perdagangan normal.
d.    Prinsip Perlindungan melalui Tarif.
Pada prinsipnya, GATT hanya memperkenankan tindakan proteksi terhadap
industri domestik melalui tarif (menaikkan tingkat tarif bea masuk) dan tidak
melakukan upaya-upaya perdagangan lainnya (non tariff commercial measures).
e.    Prinsip Resiprositas.
Prinsip ini merupakan prinsip fundamental dalam GATT.  Prinsip ini tampak
pada preambule GATT dan berlaku dalam perundingan-perundingan tarif yang
didasarkan kepada timbal balik dan saling menguntungkan kedua belah pihak.

F.         Penyelesaian Sengketa menurut GATT.


Ketentuan GATT mengenai penyelesaian sengketa ini, pertama-tama
menekankan pada pentingnya konsultasi yang dilakukan di antara para pihak yang
bersengketa. Konsultasi tersebut bisa berupa perundingan informal maupun formal
seperti melalui saluran diplomatik.
Ada dua alternatif yang dapat dilakukan oleh para pihak yang bersangkutan.
Pertama, si termohon menerima dilakukannya perdamaian, maka para pihak
menyelesaikan sengketanya dalam keadaan damai, dan dalam waktu  60 hari sejak
permohonan berkonsultasi diterima oleh pihak lainnya dikeluarkan putusan
perdamaian tersebut. Alternatif ke-dua, apabila si termohon menolak permohonan
perdamaian yang diajukan, maka pemohon dapat memohonkan suatu panel atau badan
pekerja (working party) pada pengadilan GATT, untuk menyelesaikan sengketanya.
Pembentukan panel ini dianggap sebagai upaya terakhir suatu penyelesaian
sengketa dalam GATT. Namun demikian, ketentuan GATT masih mengizinkan para
pihak untku bersepakat mencari alternatif penyelesaian lainnya yang masih
memungkinkan, yaitu jasa baik, konsiliasi, dan mediasi. Ketiga bentuk alternatif itu
pada pokoknya bersifat sama, yaitu mengundang pihak ke-tiga yang netral untuk
menyelesaikan sengketa mereka.
Dalam kasus pisang antara masyarakat eropa (ME) melawan negara-negara
Amerika Latin, mereka menggunakan saluran jasa baik untuk menyelesaikan
sengketa tersebut. ME dan negara-negara Amerika Latin sepakat meminta Direktur
Jendral GATT untuk menyelesaikan sengketa mereka.
Perkembangan lain yang lahir dari hasil perjanjian dibolehkan upaya hukum
banding, yaitu lembaga yang akan menerima keberatan salah satu pihak dalam
sengketa dan dibentuk panel yang terdiri dari 7 orang. Mereka bertugas selama 4
tahun. Setiap kali ada permohonan banding maka 3 orang anggota akan
menanganinya. Mereka adalah orang-orang yang diakui otoritasnya, ahli dalam hukum
perdagangan internasional dan masalah-masalah GATT. Mereka adalah orang-orang
privat atau swasta, yang tidak terikat oleh tugas atau hubungan kerja apapun
dengan pemerintahnya atau pemerintah tertentu.
Proses pemeriksaan banding tidak boleh lebih dari 60 hari sejak para pihak
memberi tahukan secara formal keinginannya untuk banding. Hasil pemeriksaan
dilaporkan dan disahkan oleh Badan Pemeriksa Sengketa (BPS).

8.WTO
Tujuan Organisasi Perdagangan Sedunia (World Trade Organization/WTO) yang didirikan pada
tahun 1995 ini adalah:
1. Mengatur pelaksanaan perjanjian mengenai perdagangan internasional yang ada.
2. Menjadi forum bagi perundingan mengenai liberalisasi perdagangan global.
3. Dalam perundingan mengenai liberalisasi perdagangan global, Jerman menjadi pendukung kuat
peningkatan integrasi negara2 berkembang ke dalam perdagangan sedunia.

Akan tetapi, ketidakseimbangan kedudukan negara berkembang dan negara maju dalam suatu OI
juga tampak nyata dalam WTO. Dalam organisasi ekonomi global pendukung perdagangan bebas dan
adil ini terjadi perbedaan sikap yang ditunjukkan oleh negara2 maju-kapitalis terhadap negara
berkembang.

Contohnya terjadi dalam proses perundingan untuk menentukan keputusan selama Konferensi


Tingkat Menteri (KTM) berlangsung. KTM sebagai badan pembuat keputusan tertinggi di
WTO ternyata tak mampu menghasilkan keputusan yang menguntungkan bagi semua pihak, baik
negara maju maupun negara berkembang akibat ketidakterbukaan informasi dalam penyelenggaraan
KTM.

Hira Jhamtani melalui bukunya ”WTO dan Penjajahan Kembali Dunia Ketiga”menyebutkan


bahwa banyak perundingan yang dilakukan dalam ruangan tertutup secara ’informal’, tetapi hasilnya
dipaksakan menjadi keputusan formal. Ketika delegasi negara2 berkembang diberi naskah deklarasi
pada malam hari sebelum penutupan sidang, banyak yang mengeluh akan proses yang tidak transparan
dan tidak demokratis tersebut.
Radha Sinha, seorang developmentalis yang pendapatnya dikutip oleh Clive Archer dalam
”International Organization Second Edition” berpendapat bahwa posisi negara industri memiliki
kapabilitas lebih besar dalam menentukan arah kebijakan suatu OI, seperti, IMF dan IBRD.
Kenyataan ini muncul sejak KTM I di Singapura di mana negara2 maju, seperti, Amerika Serikat,
Uni Eropa, Jepang, dan Kanada secara tiba-tiba mengusulkan lima (5) klausul baru untuk dibahas
dalam perundingan yaitu mengenai:
1. Isu penanaman modal,
2. Kebijakan persaingan,
3. Pembelanjaan pemerintah,
4. Fasilitasi perdagangan, serta
5. Pengaturan tenaga kerja.
 Kelima usul baru ini sebelumnya tidak diagendakan dalam KTM Singapura. Walaupun klausul mengenai
tenaga kerja akhirnya tidak dibahas dalam sidang, tetap saja empat usul lainnya dimasukkan ke dalam
agenda kerja WTO.
Oleh karena itu, Hira Jhamtani berpendapat bahwa WTO menjadi alat untuk memajukan agenda
globalisasi korporasi menuju dominasi perusahaan2 multinasional (Multinational
Corporations/MNC) atas kehidupan masyarakat biasa.
Berarti, WTO hanyalah suatu cara baru bagi negara maju untuk mengeksploitasi negara berkembang .
Jadi, walaupun era kolonialisme dan imperialisme sudah berakhir, tetapi kondisi ekonomi politik
internasional masih menyisakan struktur kelas antara core dan periphery.
Eksploitasi ini terjadi karena adanya sejumlah kemungkinan yang dialami oleh negara
berkembang sbb:
1. Tidak begitu memahami fenomena eksploitasi ini,
2. Tidak sadar bahwa negaranya sedang dieksploitasi, atau
3. Justru merasa diuntungkan oleh organisasi tersebut.

9.NAFTA

NAFTA (North America Free Trade Aggreemnet) merupakan suatu bentuk organisasi kerjasama
perdagangan bebas negara-negara Amerika Utara yang terdiri dari  Amerika Serikat, Kanada dan
Meksiko. NAFTA didirikan pada tanggal 12 Agustus 1992 di Washington DC oleh wakil-wakil dari
pemerintahan Kanada serta pemerintahan tuan rumah yaitu Amerika Serikat. Dan diresmikan pada
tanggal 1 Januari 1994. Pada dasarnya NAFTA merupakan organisasi yang menjanjikan kemudahan
bagi negara-negara persertanya di bidang ekonomi, mulai dari diberikannya pembebasan tarif bea
masuk bagi komoditi-komoditi tertentu hingga adanya perlakuan adil terhadap penanam modal asing
yang akan menanamkan modalnya di masing-masing negara peserta.
NAFTA menghilangkan semua batas-batas nontarif bagi perdagangan sektor pertanian antara
Amerika dan Meksiko. Ketentuan-ketentuan agrikultural Amerika-Kanada digabungkan dengan
NAFTA dengan bergabungnya Meksiko. Dengan ketentuan tersebut semua tarif pada perdagangan
sektor pertanian antara Kanada dan Amerika dicakup oleh tariff-rate quotas (TRQ’s) dihapus sejak 1
Januari 1998. Tujuan pembentukan NAFTA adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja melalui usaha menghilangkan berbagai hambatan perdagangan, menciptakan iklim
untuk mendorong persaingan yang adil, meningkatkan peluang investasi, memberikan perlindungan
terhadap hak milik intelektual, dan menciptakan prosedur yang efektif dalam penyelesaian
perselisihan perdagangan antara ketiga negara anggotanya. 
1. Ketentuan yang Mengatur Anggota NAFTA
Tujuan utama NAFTA adalah untuk mengatur hak-hak dan kewajiban serta kepentingan-kepentingan
negara-negara anggotanya dalam bidang sebagai berikut:
a. Perdagangan
Dalam bidang perdagangan pengaturannya memuat ketentan tentang penghapusan hambatan tarif dan
non tarif. Tarif akan diturunkan secara perlahan, tergantung jenis dan tingkat kepentingan terhadap
produk. Menjelang tahun 1994, 50% tarif dihilangkan dan penurunan terhadap tarif yang lain
dilakukan dalam waktu 5 s/d 10 tahun diharapkan secara perlahan ketiga negara NAFTA pada
akhirnya dapat memperoleh keuntungan dari penghapusan tarif.. Hambatan non tarif seperti user
fees, izin impor (import License) dan kuota akan segera di hapus dengan beberapa pengecualian,
kuota masih dikenakan terhadap bidang energi, pertanian, otomotif dan tekstil.
b. Keimigrasian
Di bidang keimigrasian, NAFTA memberikan kemudahan bagi pengusaha yang akan melakukan
kegiatan bisnisnya, NAFTA mengizinkan adanya visa sementara kepada pengusaha dan barang barang
untuk tujuan tertentu (temporary entry for bussines person & goods), bentuk insentif yang
diberikan untuk mempermudah investasi dengan membebaskan orang, barang, peralatan promosi
seperti televisi alat peraga, barang-barang dengan tujuan pameran serta barang modal dibebaskan
masuk secara temporer.
c. Finansial
Dalam bidang finansial, hak-hak yang diatur adalah hak untuk transfer mata uang dalam investasi dan
perdagangan, pembebasan penggunaan mata uang ketiga negara berdasarkan nilai pasar pada saat
hari transaksi. Ketentuan dalam bidang finansial ini juga mengatur tentang larangan transfer yang
berkitan dengan kepailitan.
d. Investasi
NAFTA mengatur tentang Investasi, yang menurut definisi umum berarti pembelian aset untuk
meningkatkan nilai suatu produk, yang meliputi tanah, bangunan, barang modal dan bahan baku serta
bahan penolong untuk kegiatan produksi, Investasi dalam pengertian NAFTA bukan merupakan
investasi portofolio. Definisi investasi meliputi juga Stock, Bond, Loans, Income, Profit, Interest,
Real Estate. Dalam bidang investasi NAFTA memberlakukan ketentuan “equal treatment”, persamaan
perlakuan terhadap investor di masing-masing negara anggota. Investor yang menanamkan investasi
di Kanada akan mendapat perlakuan yang sama di negara Amerika Serikat dan Meksiko, begitu juga
sebaliknya, investor dari Amerika Serikat dan Meksiko akan diperlakukan sama di Kanada. Perlakuan
kepada investor masing-masing negara ini berdasarkan perdagangan internasional yang adil,
transparan dan liberal dan akan memperoleh proteksi penuh dan jaminan keamanan di masing masing
negara, negara bagian.
Dalam ketentuan NAFTA tercakup juga masalah jaminan Investasi, pelarangan pengistimewaan
sumber-sumber lokal bagi kepentingan ketiga negara, transfer teknologi, keseimbangan perdagangan
dan pengistimewaan pemakaian produk NAFTA terhadap pihak diluar NAFTA. Dalam beberapa hal
tertentu negara anggota masih di mungkinkan memperlakukan khusus terhadap investor tertentu
yang memiliki arti penting bagi perekonomian negara.  Beberapa pengecualian dalam bidang investasi
yang lain dalam ketentuan NAFTA adalah sektor-sektor yang secara konstitusi dilarang untuk
investasi asing, seperti pelarangan pemerintah Meksiko terhadap Investasi asing untuk sektor
energi, rel kereta api, perumahan/property yang terletak di perbatasan dan di sepanjang pantai.
Pengecualian lain adalah masalah monopoli, bentuk-bentuk monopoli perusahaan negara masih
dimungkinkan, sepanjang tidak menggunakan posisi monopoli untuk bersaing di pasaran non monopoli.
Perhatian lain dari ketentuan NAFTA adalah terhadap masalah lingkungan, negaranegara NAFTA
setuju untuk tetap mempertahankan standar baku mutu lingkungan. 
1. Ketentuan NAFTA terhadap Pihak Luar
1. perdagangan
Ketentuan terhadap pihak diluar NAFTA dalam masalah perdagangan, memberlakukan ketentuan
proteksi untuk memaksimalkan keuntungan angota NAFTA. Produk-produk perdagangan dari negara
diluar NAFTA, disamping dikenakan hambatan tarif yang bervariasi, juga dikenakan hambatan non
tariff yang ditujukan untuk melindungi, memaksimalkan produksi dan penggunaan tenaga kerja
anggota NAFTA. Untuk mendeteksi barang-barang yang berasal dari luar NAFTA maka, diberlakukan
ketentuan asal barang, yang di dalamnya juga diperinci presentase bahan baku, asal bahan baku dan
komponen biaya lain seperti upah buruh, transportasi dan lain-lain.
b. Investasi
Dalam meningkatkan kesempatan investasi, akan memiliki pengaruh secara langsung terhadap pihak-
pihak di luar NAFTA. Peningkatan kesempatan investasi ini bisa berarti membuka peluang semakin
banyaknya investor menanamkan modal di NAFTA dengan memberlakukan proteksi yang di tujukan
untuk menarik investasi asing masuk ke dalam NAFTA Investor yang akan diperlakukan diskriminatif
adalah mereka :
1). Mereka yang tidak memiliki bisnis yang substansial, yaitu mereka yang tidak melakukan investasi
nyata di bidang bidang manufaktur atau kegiatan lain yang memberikan keuntungan substansial bagi
NAFTA.
2). Investor yang memiliki perusahaan di NAFTA, namun pengendali perusahaan itu berasal dari
negara-negara yang memliki hubungan diplomatik yang buruk dengan negara anggota NAFTA atau
negara yang diembargo salah satu negara NAFTA.
c. Imigrasi
Dalam NAFTA di atur ketentuan mengenai Temporary entry for business person (TEFBP). TEFBP ini
di berikan kepada para pengusaha yang berasal dari luar NAFTA yang melakukan kegiatan usaha di
bidang perdagangan dan investasi, yaitu pekerja professional, pedagang dan investor
substantial, perpindahan perkerja antar perusahaan danPengusaha yang melakukan kunjungan
bisnis. Keempat golongan tersebut di bebaskan dari keharusan memiliki sertifikat/perijinan kerja, di
bebaskan dan keharusan mengikuti test kelayakan kerja. Ketentuan NAFTA ini bersifat
diskriminatif terhadap orang-orang di luar keempat golongan di atas. Dengan adanya ketentuan ini,
investor potensial di beri kemudahan untuk melakukan bisnis di NAFTA. 
1. Dampak NAFTA terhadap Negara Anggotanya
1. Keuntungan
Adapun keuntungan-keuntungan yang telah dicapai dengan terbentuknya organisasi perdagangan
bebas ini adalah sebagai berikut:
 Sektor Pertanian Amerika
Kanada dan Meksiko adalah pasar ekspor kedua dan ketiga terbesar bagi Amerika. Gabungan kedua
ekspor tersebut lebih besar dibanding eksport ke Jepang atau 15-anggota Uni Eropa. Sejak tahun
fiskal (1992-1998), nilai ekspor keluar sektor pertanian Amerika meningkat 26 persen. Selama
periode tersebut ekspor pertanian dan makanan pada kedua pasar NAFTA meningkat 48 persen. 
 Perdagangan dengan Meksiko
Selama tahun fiskal 1997-1998 ekspor makanan dan pangan Amerika ke Meksiko meningkat dari 881
juta dolar menjadi 5,9 milyar dolar – level terbesar selama 5 tahun dalam NAFTA. Amerika banyak
mengekspor produk pangan ke Meksiko dibanding China, Hongkong dan Rusia tahun lalu. Sekarang
Amerika mensuplai hampir 75 persen impor pangan Meksiko. NAFTA menjaga pasar Meksiko tetap
terbuka bagi produksi pangan Amerika walaupun sejarah krisis ekonomi terburuk Meksiko modern.
Saat melemahnya peso ekspor pangan Amerika turun sampai 11 persen tahun 1995, dan meningkat
kembali 60 persen tahun 1998. Meski perdagangan pangan telah meningkat pada dua arah dibawah
NAFTA, ekspor Amerika ke Meksiko meningkat dengan cepat dibanding impor dari Meksiko. Surplus
perdagangan pangan Amerika dengan Meksiko adalah 1,32 milyar dolar pada tahun 1998.
 Perdagangan dengan Kanada
Kanada telah menjadi pasar yang stabil bagi perdagangan pangan Amerika dibawah FTA, dengan
bertambahnya ekspor pangan 10 persen setiap tahun sejak tahun 1990-1998. Ekspor Amerika
mencapai rekor 7 milyar dolar ke Kanada tahun 1998, dan bertambah lebih dari 89 persen sejak
1990. Buah-buahan dan sayuran segar, makanan ringan, dan konsumsi makanan lainnya mendekati
hampir tiga perempat penjualan di Amerika. 
Di atas telah dijelaskan bahwa NAFTA telah memberikan banyak keuntungan namun dari keuntungan-
keuntungan tersebut ternyata yang mendapatkan banyak keuntungan terbanyak adalah negara
Amerika Serikat. Baik dalam sektor pertanian Amerika Serikat, perdagangan Meksiko, perdagangan
dengan Kanada. Amerika Serikat telah menjalankan kepentingan dengan mengadakan banyak
perjanjian termasuk dalam perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara Amerika Utara ini.
Dan dari penjelasan tersebut, terlihat jelas bahwa blok perdagangan bebas ini bersifat deskriminasi
karena keuntungan yang diperoleh tidak bersifat merata. Negara Amerika yang merupakan
negara super power ini yang kemudian menjadi pihak yang sangat untung.
1. Kerugian
 Kemiskinan di Meksiko
Meskipun banyak keutungan yang dijanjikan NAFTA, rata-rata warga Meksiko tidak merasakan
manfaatnya sejak dilaksanakannya perjanjian ini. Pada dua bulan pertama tahun 1995 stok pasar
jatuh 24%, ratusan perusahaan tutup, dan lebih dari 250000 warga Meksiko kehilangan pekerjaan.
Pekerja Amerika juga tidak melihat manfaatnya dari perjanjian perdagangan ini. Satu setengah
tahun pertama dilaksanakannya NAFTA terlihat perdagangan Amerika menjadi defisit hampir 80000
pekerja Amerika kehilangan pekerjaannya. Para pekerja dari utara juga tidak mendapat kebaikan:
upah di Meksiko menurun sekitar 40%-50%. Sementara biaya hidup meningkat 80% pendapatan
hanya meningkat 30%. Tingkat inflasi tahun 1996 meningkat lebih dari 51% dan 20000 usaha bisnis
kecil dan sedang mulai bangkrut dengen meningkatnya persaingan dari perusahaan-perusahaan
multinasional.
Sampai dengan tahun 1996 lebih dari 2.3 juta warga Meksiko kehilangan pekerjaanya sejak
dilaksanakannya NAFTA. Harga kebutuhan dasar seperti bahan bakar dan listrik meningkat pada
tingkatan yang tidak terduga. Setahun setelah jatuhnya mata uang peso, tiga perempat keluarga
Meksiko tidak mampu mendapatkan makanan dasar dan pelayanan dibutuhan agar menjaganya tetap
di atas garis kemiskinan. Begitu menyedihkan nasib rakyat ini karena perdagangan yang tidak merata
keuntungannya ini.
 Permasalahan Sektor Pertanian di Meksiko
Sebelum dilaksanakannya NAFTA, sebagian lahan Meksiko digunakan untuk produksi jagung yang
dihasilkan oleh 2,5 juta petani. Tahun 1996 Meksiko mengimpor senilai 1,1 milyar dolar jagung, yang
merupakan salah satu produksi terkuatnya. 

Kerugian dari NAFTA ini ternyata banyak dialami oleh Meksiko berbeda ahlnya dengan yang disakan
oleh Amerika Serikat yang menikmati banyak keuntungan. Dari kasus tersebut telihat jelas bahwa
NAFTA dan bentuk perjanjian perdagangan bebas lainnya tidak memberikan kesejahteraan secara
merata namun hanya, sebelah pihak. Seperti kasus yang terjadi di Meksiko karena adanya pasar
bebas, maka produk-produk dan perusahaan-perusahaan kesil di Meksiko menjadi bangkrut dan
tutup. Sedangkan pihak yang menjadi untung adalah Amerika yang perekonomiannya menjadi defisit.
Dengan kerugian yang dialami oleh Meksiko ini, akan sangat mempengaruhi masyarakat khususnya
bagi masyarakat miskin seperti para petani. Bagi sebuah negara berkembang aspek pertanian
merupakan hal sangat penting dan mempengaruhi kelangsungan hidup suatu negara. Dan ini merupakan
tanggung jawab pemerintah. Namun, setelah masuknya NAFTA kebijakan-kebijakan dalam aspek
pertananian tersebut juga disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di NAFTA.
1. Dampak NAFTA terhadap Perdagangan Internasional
NAFTA sebagai instrumen baru perdagangan international, bersifat liberal dan terkedepan dalam
melaksanakan ketentuan GATT, namun sangat protektif dan diskriminatif bagi pihak lain diluar
NAFTA. Sebagai suatu blok perdagangan yang memproteksi investasi dan perdagangan negara-
negara anggotanya, NAFTA telah menyebabkan terjadinya perubahan struktur perdagangan dunia
dan menyebabkan terjadinya perubahan peta lokasi industri dunia. Perubahan struktur perdagangan
dunia disebabkan oleh besarnya peran perekonomian negara-negara NAFTA dalam perdagangan
dunia. Sebagai blok perdagangan yang protektif, ketentuan NAFTA telah menyebabkan terjadinya
pemisahan siapa yang diuntungkan dan siapa yang dirugikan, serta merubah jenis barang yang dapat
diperdagangkan. Mereka yang diuntungkan adalah mereka yang karena ketentuan NAFTA dapat
melakukan kegiatan perdagangan, menggatikan posisi pihak yang tidak lagi dapat melakukan kegiatan
perdagangan dan investasi di NAFTA.
NAFTA memberlakukan proteksi untuk tujuan menarik investor asing yang di sebut dengan
istilah “Administered protection to encourage foreign investment.” Strategi ini menuntun investor
asing untuk masuk ke dalam “Dinding Proteksi” (inside protection wall). Mereka yang dianggap
anggota NAFTA adalah investor yang berasal dari luar NAFTA namun berinvestasi dan memiliki
bisnis yang substansial di NAFTA maka mereka akan dianggap sebagai anggota NAFTA.
Negara yang memiliki Hubungan Bilateral dengan anggota NAFTA Kata bilateral menunjukan
hubungan parsial Amerika Serikat negara anggota NAFTA lainnya dengan negara tertentu untuk
dapat mengakses pasar NAFTA. Amerika Serikat mempelopori hal ini dengan menandatangani
perjanjian bilateral dengan beberapa negara untuk menjamin akses pasar produk negara tersebut ke
pasar Amerika Serikat NAFTA dalam ketentuannya juga memberikan keuntungan kepada negara-
negara yang memiliki perjanjian perdagangan bilateral setelah perjanjian bilateral dengan Israel
yang lebih bersifat politis, Amerika Serikat juga menandatangani beberapa perjanjian bilateral
dengan negara-negara Karibia, Singapore dan Vietnam . Vietnam adalah contoh yang menggambarkan
pengaruh hubungan bilateral dengan AS terhadap perkembangan perdagangan dan investasi Vietnam.
Negara negara Asia Tenggara dan Negara Industri Baru Asia merupakan negara yang export utama
produk mereka bergeser dari produk pertanian dan hasil alam ke produk manufaktur. Ini
menunjukkan bahwa peran industri manufaktur sangat besar dalam nilai export negara Negara
Industri Baru Asia dan Asia Tenggara. Thailand merupakan contoh negara yang mengalami kerugian
akibat berlakunya NAFTA, Tahun 2000 ekspor produk manufaktur Thailand tercatat sebesar US$
69.270. juta Pada periode Januari – Juli 2001, ekspor Thailand tercatat US$ 38.376.juta sedangkan
impornya US$ 38.129 juta, dibandingkan periode yang sama tahun 2000 ekspor meningkat 21,85%
dan import meningkat 25,45%. Negara tujuan ekspor utama, AS (turun 0,47%) , Jepang (naik
7,69%). Singapore (turun 2,58%) Hongkong (naik 0,81%) Malaysia (naik 11,08%), China (naik 11,26%)
Inggris (naik 12,84%) negara tujuan ekspor yang tumbuh mencapai 30-40% adalah sejumlah negara
Eropa, Asia Tenggara, Timur tengah dan Amerika Latin. Ekspor Thailand ke tujuan Amerika serikat
di dominasi produk pertanian, elektronik, dan Garmen, penurunan ekspor Thailand ke tujuan Amerika
Serikat merupakan dampak berlakunya NAFTA, yang menyebabkan perusahaan industri melakukan
relokasi perusahaan keluar dari Thailand, terutama ke Vietnam yang upah buruhnya lebih murah dan
memiliki akses pasar ke Amerika Serikat.
Sebagai blok perdagangan yang protektif, NAFTA menyebabkan terjadinya perubahan lokasi
industri. Proteksi memang cenderung untuk membuat terjadinya perubahan lokasi industri. Amerika
Serikat pada tahun 1970-an, memproteksi produk otomotif Jepang, mobil sedang berukuran besar
dilarang untuk memasuki pasar Amerika Serikat, akibatnya Jepang justru mengembangkan mobil-
mobil kecil, dan merelokasi pabriknya ke kawasan Asia Tenggara. Adanya proteksi Amerika Serikat
terhadap produk ekspor tekstil negara lain, dengan memberikan kelonggaran kepada negara
berkembang untuk memasuki pasar Amerika Serikat melalui skema Sertifikat Asal Barang, telah
menyebabkan perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara-negara yang tidak lagi tergolong
negara berkembang seperti Korea, Taiwan dan Hongkong, mengalihkan investasinya ke negara
berkembang seperti Indonesia dan Thailand dengan tujuan untuk dapat memasuki pasar Amerika
Serikat. Adanya proteksi yang diberlakukan NAFTA, menyebabkan terjadinya perpindahan lokasi
industri.

10. CAFTA

      a.      Sejarah CAFTA


CAFTA (China-ASEAN Free Trade Agreement) adalah sebuah perjanjian
perdagangan bebas antara Cina dan negara-negara ASEAN.
Sebelum dideklarasikannya CAFTA, pada tahun 2002 negara-negara di ASEAN
telah membuat sebuah perjanjian perdagangan yang disebut AFTA (ASEAN Free
Trade Agreement) yang beranggotakan 10 negara-negara di Asean.
Pada tahun 2006 China bersama negara-negara ASEAN menandatangani perjanjian
yang disebut CAFTA. CAFTA berlaku mulai tahun 2010 untuk 6 negara (Indonesia,
Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, Thailand dan Filipina) dan tahun 2015 untuk
Kamboja, Myanmar, Laos dan Vietnam.
Perjanjian ini dimaksudkan untuk mendongkrak perekonomian di negara-negara
ASEAN dan China dengan meluasnya perdangangan ke seluruh ASEAN dan China
dengan tarif pajak yang sangat kecil.
b.      Pro Kontra CAFTA
Pihak yang pro menyatakan CAFTA tidak hanya berarti ancaman serbuan produk-
produk Cina ke Idonesia, tetapi juga peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor
ke Cina dan negara-negara ASEAN. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu
menegaskan bahwa free trade agreement (FTA) memberikan banyak manfaat bagi
ekspor dan penanaman modal di Indonesia (Kompas, 5/1/2010).

Sebaliknya, Ernovian G Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan


kekhawatirannya atas pemberlakukan perdagangan bebas ASEAN-Cina, di antaranya
terjadinya perubahan pola usaha yang ada dari pengusaha menjadi pedagang.
Intinya, jika berdagang lebih menguntungkan karena faktor harga barang-barang
impor yang lebih murah, akan banyak industri  kreatif nasional dan lokal yang gulung
tikar hingga akhirnya berpindah menjadi pedagang saja (Republika, 4/1/2010).

c.       Dampak CAFTA


Berlakunya CAFTA di Indonesia memiliki dampak positif dan negatif. Dampak
positifnya antara lain:
1.           Dengan diberlakukannya CAFTA bisa diprediksikan bahwa sejumlah produk
barang dan jasa buatan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik
Cina. Produk-produk hasil perkebunan seperti kakao, minyak kelapa sawit dan lain-
lain misalnya akan lebih mudah diterima dan dibeli konsumen Cina sebab lebih
kompetitif.
2.           Bisa dijadikan motivasi Indonesia untuk lebih membangun masyarakat yang
lebih produktif dan kreatif serta mandiri secara ekonomi.

Dampak negatif dari CAFTA antara lain:


1.           Meningkatnya PHK dan pengangguran.
Perusahaan akan menahan biaya produksi melalui penghematan penggunaan tenaga
kerja tetap. Sehingga job security tenaga kerja menjadi rapuh dan angka
pengangguran meningkat. Padahal, industri merupakan sektor kedua terbesar
setelah pertanian dalam menyerap tenaga kerja.
2.           CAFTA akan mematikan banyak industri di Indonesia. Hal ini menyebabkan
melonjaknya ketiadaan lapangan usaha di kalangan rakyat jelata.
3.           Mematikan pedagang kecil dan UKM (Usaha Kecil Menengah).
4.           CAFTA membuat ketergantungan Indonesia kepada Cina sangat besar
5.           Akibat barang impor lebih murah, volume impor barang konsumsi pun naik,
sehingga menghabiskan devisa negara dan membuat nilai tukar rupiah menjadi
melemah.
6.           Melemahnya industri manufaktur nasional.
Indonesia dalam perdagangan bebas itu hanya unggul sebatas pada perdagangan
komoditas primer seperti minyak sawit mentah (CPO) dan bahan energi. sedangkan
industri dasar tidak berkembang.

d.      Solusi  yang pernah ditawarkan atau diterapkan sebelumnya di Indonesia


Bangsa Indonesia tidak akan diam saja menghadapi CAFTA 2010, banyak yang telah
memikirkan solusi untuk membuat bangsa ini dapat menghadapi CAFTA dengan
sebaik-baiknya tanpa harus membuat bangsa ini jatuh ke dalam kemunduran ekonomi
negara. Diantara solusi-solusi yang pernah ditawarkan baik oleh anak bangsa maupun
oleh pemerintah ialah:
1.           DPR berencana membuat Panja (Panitia Kerja)
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membentuk panitia kerja
(panja) untuk membahas renegosiasi implementasi kesepakatan perdagangan bebas
antara China dan ASEAN (China-ASEAN Free Trade Area/CAFTA). Pembentukan
panja ini untuk penajaman, khususnya mencari solusi bagi sektor usaha yang tidak
siap menghadapi CAFTA. Panja tidak dimaksudkan untuk meminta pembatalan,
tetapi penundaan implementasi terhadap sektor-sektor yang belum siap bersaing.
2.           Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa membentuk tim
koordinasi.
Tim koordinasi tersebut memiliki tiga tim teknis yang memiliki lima target program
yang akan dilakukan sehingga CAFTA memberikan manfaat pula untuk Indonesia.
Lima langkah utama itu adalah melakukan suatu pemantauan di pelabuhan-pelabuhan
utama Indonesia atas barang-barang yang mendapatkan fasilitas terkait CAFTA.
Hal kedua yang dilakukan adalah melakukan pengawasan pasar domestik. Juga
dilakukan pengawasan apakah terjadi penyelundupan, anti-dumping dan apakah
barang yang masuk dilengkapi dengan surat keterangan asal. Juga menjadi tugas tim
bagaimana memberikan penguatan terhadap industri-industri yang ditengarai
terkena dampak. Penguatan yang dimaksud adalah mempercepat pembangunan
infrastruktur, menghilangkan hambatan-hambatan yang mendorong terjadinya
ekonomi biaya tinggi, memberikan insentif fiskal dan non fiskal serta membantu
promosi. Tugas tim yang kelima adalah meningkatkan upaya-upaya ekspor produk
Indonesia ke berbagai negara yang menjadi peluang pasar.
3.           Menko Perekonomian berencana melakukan standardisasi
Menteri perdagangan Hatta Rajasa mengatakan pada Media Indonesia bahwa
pemerintah akan mengeluarkan notifikasi inventaris yang bisa dibicarakan ada
sekitar 200-an dan tidak bisa disebutkan satu persatu yang jelas pemerintah
melakukan sesuatu agar agreement ini tidak menyebabkan injury bagi industri-
industri di Indonesia.
4.              Pembentukan Balai Pelatihan Promosi Export Daerah
Di beberapa daerah di Indonesia telah dibentuk Balai Pelatihan Promosi Export
Daerah. Ada lima daerah yang mempunyai balai ini yaitu Makasar, Surabaya, Medan
dan Banjarmasin. Balai pelatihan tersebut nantinya dapat meningkatkan kapasitas
komoditas ekspor ke berbagai negara. Balai itu nantinya akan diperuntukkan bagi
masyarakat yang ingin berusaha, kalangan Usaha Kecil dan Menegah dan Mahasiswa.
Keberadaan Balai Pelatihan tersebut dapat mempercepat akses pasar di luar negeri.
Saat ini Indonesia sudah memiliki 19 perwakilan Indonesia Trade Promotion Center
di Kanada dan Eropa.
5.           Bantuan mesin produksi dan pelatihan.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Surabaya memberi bantuan mesin produksi
kepada  4000 mikro kecil dan menengah (UMKM) di Surabaya.  Penggunaan mesin
dalam produksi ini akan mengurangi biaya produksi. Dengan biaya produksi murah
harga barang menjadi lebih murah. Dinas Perindustrian dan Perdagangan, kata dia,
juga memberikan pelatihan kpada 4000 UMKM itu. Pelatihan dibagi dalam 20 bidang
industri. Dimana setiap bidang industri ada sebanyak 200 peserta. Pelatihan
bertujuan meningkatkan keterampilan pelaku UMKM sesuai jenis usahanya.
e.      Solusi yang Dapat Diterapkan di Indonesia Untuk Menghadapi  CAFTA 2010.
Saat ini CAFTA telah diberlakukan di Indonesia. Maka, tidak mungkin lagi Indonesia
meminta penangguhan waktu dari perjanjian ini. Karena telah terlanjur , maka solusi
yang dapat diterapkan adalah:
1.             Meningkatkan daya saing produk lokal
Produk-produk China mempunyai harga yang lebih murah dan kualitas yang lebih baik
daripada produk lokal. Maka peningkatan daya saing produk lokal perlu dilakukan
karena sasaran dampak dari CAFTA ini lebih berakibat buruk terhadap produk lokal.
Upaya peningkatan daya saing produk lokal dapat dilakukan dengan peningkatan
mutu dan kualitas produk lokal dengan biaya produksi yang seminimal mungkin.
Peningkatan mutu dan kualitas produk lokal dapat dilakukan seperti memperbarui
desain produk sesuai dengan kegemaran konsumen atau up to date, membuat
publikasi (iklan) yang lebih gencar kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih
mengenal produk lokal daripada produk China, membuat inovasi-inovasi terbaru yang
dapat menyaingi produk-produk China.
Peningkatan mutu dan kualitas berbanding lurus dengan biaya produksi yang tinggi.
Hal itu akan melambungkan harga produk lokal sehingga masyarakat akan lebih
melirik produk China. Biaya minimal dapat diberikan pemerintah melalui pinjaman
ringan pada usaha-usaha kecil dan menengah, mengurangi korupsi serta pungli di
birokrasi pemerintahan. Peningkatan daya saing produk lokal ini dapat membuat
konsumen di Indonesia lebih memilih produk-produk lokal daripada produk China.
2.    Menyiapkan SDM yang Bermutu
Memproduksi barang yang murah dan berkualitas tidak akan tercapai sementara
disisi lain SDM yang dimiliki pun berkualitas rendah. Karena CAFTA sudah didepan
mata, maka perlu diadakan sebuah pelatihan-pelatihan yang harus segera
dilaksanakan secepatnya. Pelatihan-pelatihan ini tidak hanya dilakukan di beberapa
daerah tertentu saja melainkan diseluruh Indonesia. Pelatihan-pelatihan ini
difokuskan untuk meningkatkan SDM yang mempunyai daya saing dalam
memproduksi produk lokal. Pelatihan ini dapat berupa pelatihan pembuatan desain
produk masa kini sesuai selera masyarakat, pelatihan cara mempublikasikan produk
agar lebih dikenal masyarakat, pelatihan distribusi dan pemasaran peserta pelatihan
yang merangsang masyarakat agar dapat membuat inovasi-inovasi terbaru dan
berbeda.
Pelatihan ini diharapkan bukan hanya sebuah pelatihan yang akan dilupakan oleh
peserta setelah pulang dari pelatihan. Pelatihan ini diharapkan dapat
membangkitkan kemauan dan usaha SDM agar dapat secepat mungkin berkarya.
3.    Realisasi Undang-Undang Perlindungan bagi Produsen dan UMKM di Indonesia.
Pemerintah perlu merealisasikan pelaksanaan Undang-Undang dan kebijakan-
kebijakan yang menguntungkan bangsa Indonesia utamanya produsen barang dan
UMKM dalam menghadapi CAFTA ini. Dengan realisasi pelaksanaan undang-undang
ini maka produsen produk lokal dan UMKM akan merasa benar aman dan tidak
khawatir akan dirugikan CAFTA daripada negara lain.
4.    Membuat kebijakan untuk distributor agar tidak mendistribusikan barang
impor secara berlebihan
Penyebaran produk-produk China di Indonesia sampai ke pelosok-pelosok daerah
tidak terlepas dari peran distributor. Sehingga, meluasnya penyebaran produk China
dapat mengancam produk lokal yang kalah saing dengan produk China. Pemerintah
dapat membuat kebijakan pembatasan pendistribusian barang impor secara
berlebihan yang bisa mengancam produk lokal.
5.      Mensosialisasikan cinta produk Indonesia
Hal-hal diatas tidak akan mungkin terlaksana sementara konsumen sendiri masih
enggan untuk membeli produk lokal. Karena itu perlu diadakan sosialisai besar-
besaran untuk mencintai dan membeli produk indonesia.
Sosialisasi ini dilakukan dengan memasang baliho dan spanduk di tempat-tempat
strategis, membuat iklan layanan masyarakat di berbagai media, menyebar pamflet-
pamflet ke seluruh Indonesia.
Sosialisasi ini perlu juga diawasi pelaksanaannya agar dapat terlaksana dengan baik.
Akhirnya, segala hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak buruk CAFTA
tidak bisa maksimal selama pemerintah dan masyarakat tidak bersatu berupaya
mengurangi dampak CAFTA. Namun, perlu disadari bahwa kemampuan Indonesia
menghadapi CAFTA agar  tidak berdampak buruk bagi bangsa ini tidak bisa
dibandingkan dan disamakan dengan kesiapan China yang telah mempersiapkan diri
bertahun-tahun dalam menghadapi perdagangan bebas dunia.
PBB Sebagai Organisasi Internasional Global
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan sebuah organisasi internasional yang
anggotanya negara-negara di dunia. PBB dibentuk untuk memfasilitasi hukum
internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau biasa disingkat PBB (bahasa Inggris: United Nations atau
disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh negara didunia.
Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan
internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi
Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum yang pertama - dihadiri wakil dari 51
negara - baru berlangsung pada 10 Januari 1946 (di Church House, London). Dari 1919 hingga 1946,
terdapat sebuah organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa, yang bisa dianggap sebagai
pendahulu PBB.
Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara yang bergabung menjadianggota
PBB, termasuk semua negara yang menyatakan kemerdekaannya masing-masing dan diakui
kedaulatannya secara internasional, kecuali Vatikan. Selain negara anggota, beberapa organisasi
internasional dan organisasi antar-negara mendapat tempat sebagai pengamat permanen yang
mempunyai kantor di Markas Besar PBB, dan ada juga yang hanya berstatus sebagai
pengamat.Palestina dan Vatikan adalah negara bukan anggota (non-member states) dan termasuk
pengamat permanen (Tahta Suci mempunyai wakil permanen di PBB, sedangkan Palestina mempunyai
kantor permanen di PBB).
Organisasi ini memiliki enam organ utama: Majelis Umum (majelis musyawarah utama),Dewan
Keamanan (untuk memutuskan resolusi tertentu untuk perdamaian dan keamanan),Dewan Ekonomi dan
Sosial (untuk membantu dalam mempromosikan kerjasama ekonomi, sosial internasional dan
pembangunan), Sekretariat (untuk menyediakan studi, informasi dan fasilitas yang diperlukan oleh
PBB), Mahkamah Internasional (organ peradilan primer), Dewan Perwalian (yang saat ini tidak
aktif).instansi Sistem PBB lainnya yang menonjol termasuk Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), Program Pangan Dunia (WFP) dan Dana Anak-anak Perserikatan Bangsa-
Bangsa(UNICEF). Organisasi ini didanai dari sumbangan yang ditaksir dan sukarela dari negara-
negara anggotanya, dan memiliki enam bahasa resmi: Arab, Cina, Inggris, Perancis, Rusia,
dan Spanyol.
Kedudukan dan Fungsi PBB
Tak lama setelah berdirinya PBB mencari pengakuan sebagai badan hukum internasional supaya bisa
menerima "Ganti Rugi Kepada PBB Atas Cidera yang Dideritanya"dengan disertai pendapat dari
Mahkamah Internasional (ICJ). Pertanyaan yang muncul adalah "Apakah PBB, sebagai organisasi,
memiliki hak untuk meminta klaim internasional terhadap pemerintahan tertentu terkait cedera yang
diderita oleh PBB, yang diduga telah disebabkan oleh negara/pemerintahan tersebut."
Pengadilan menyatakan: Organisasi ini (PBB) berniat melaksanakan hak dan kewajiban, dan pada
kenyataannya memang mampu melaksanakan kewajiban dan menerima hak tertentu yang hanya
mungkin dapat dijelaskan jika memiliki kapasitas kepribadian internasional yang besar dan mampu
untuk beroperasi dalam ranah internasional. ... Dengan demikian, Pengadilan telah sampai pada
kesimpulan bahwa Organisasi ini (PBB) adalah Badan Hukum Internasional.
Fungsi dan Tujuan PBB adalah:
-   Memelihara perdamaian dan keamanan internasional
-   Mengembangkan hubungan persaudaraan antarbangsa
-   Menciptakan kerjasama dalam memecahkan masalah- masalah internasional
dalam         bidang ekonomi,sosial budaya dan hak asasi
-   Menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam mewujudkan tujuan bersama cita-cita diatas

a. Perkembangan PBB
PBB didirikan di San Francisco pada tanggal 24 Oktober 1945. Pendirian PBB
dilakukan setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington. Sidang umum PBB
pertama berlangsung pada tanggal 10 Januari 1946 di Church House, London. Sidang
ini dihadiri wakil dari 51 negara. Pada tahun 1919–1946 terdapat sebuah organisasi
yang mirip PBB. Organisasi ini bernama Liga Bangsa-Bangsa dan dianggap sebagai
pendahulu PBB. Sejak berdiri pada tahun 1945–2007 jumlah anggota PBB mencapai
192 negara. Sekretaris Jenderal PBB sekarang bernama Ban Ki-Moon, berasal dari
Korea Selatan. Ia menjabat sebagai sekretaris jenderal PBB sejak tanggal 1 Januari
2007. PBB memiliki enam organ utama sebagai berikut:
1) Sidang Umum PBB.
2) Dewan Keamanan PBB.
3) Dewan Ekonomi dan Sosial PBB.
4) Dewan Perwalian PBB.
5) Sekretariat PBB.
6) Mahkamah Internasional.
b. Peran Indonesia dalam PBB
Indonesia memiliki peran besar dalam PBB. Indonesia terdaftar dalam beberapa
lembaga di bawah naungan PBB. Misalnya, ECOSOC (Dewan Ekonomi dan Sosial), ILO
(Organisasi Buruh Internasional), maupun FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian).
Indonesia juga terlibat langsung dalam pasukan perdamaian PBB. Dalam hal ini
Indonesia mengirimkan Pasukan Garuda untuk mengemban misi perdamaian PBB di
berbagai negara yang mengalami konflik. Indonesia terpilih sebagai anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB untuk masa bakti 2007–2009. Proses pemilihan
dilakukan Majelis Umum PBB melalui pemungutan suara. Pada proses pemungutan
suara, Indonesia memperoleh 158 suara dukungan dari keseluruhan 192 negara
anggota yang memiliki hak pilih. Pemilihan ini merupakan kali ketiga Indonesia
menjadi anggota Dewan Keamanan PBB setelah periode 1974–1975 dan 1995–1996.
Sejak tanggal 1 Januari 2007 Indonesia diberi kehormatan bersama-sama dengan
lima negara besar (Amerika, Inggris, Prancis, Cina, Rusia) dan sembilan negara lain
untuk memutuskan upaya mengatasi konflik besar di berbagai negara.

Anda mungkin juga menyukai